Ada
Udang di Balik Batu
Dalam class review kali ini, “Papua” masih merupakan
topik terhangat untuk dikaji lebih lanjut. Melanjutkan cerita mengenai British
Petroleum (BP) yang terlibat dalam skema kekerasan dan pembunuhan di Wasior
Papua pada artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” milik Eben S. Kirksey,
ditemukan sebuah alasan mengapa Eben berhenti dalam menindaklanjuti masalah
mengenai BP. Ini dikarenakan ideology Eben sebagai warga negara Amerika Serikat
yang telah melanjutkan studi di Oxford, Inggris. Ia secara terang-terangan
terlibat sebagai sekutu bagi orang-orang Papua untuk mencapai kemerdekaan.
Hebatnya, Eben berhasil mempublikasikan artikelnya melalui The Sunday Times yang berisikan: Perusahaan terbesar BRITAIN'S,
BP, telah membuat marah kelompok-kelompok hak asasi manusia dengan menjadi terlibat
dengan pasukan keamanan brutal Indonesia dalam upaya untuk melindungi skema produksi gas
senilai £ 28 Milyar.
Perusahaan ini menggunakan petugas dari - yang telah dituduh berbagai pelanggaran hak asasi manusia - untuk menjaga bahan peledak. . . . Beberapa kritikus percaya tentara mungkin sudah mengadakan insiden kekerasan sebagai dalih untuk melakukan intervensi. Salah satu terjadi pada tahun 2001, ketika lima polisi tewas. . . . Barnabas Mawen,
nama samaran untuk salah
satu kelompok yang membunuh polisi, mengatakan kepada The Sunday Times bahwa agen-agen militer Indonesia telah memasok dia dengan peluru, makanan, dan uang sebelum serangan. BP mengatakan kebijakan keamanan dirancang untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya keterlibatan militer.
Namun banyak hal-hal yang hilang dalam artikel Sunday Times yakni: laporan lengkap dari pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan di Wasior, konteks yang lebih luas dari gerakan kemerdekaan Papua Barat, dan persaingan
Papua melalui proyek gas BP. Akhirnya setelah berhasil menerbitkan artikel ini, sebuah koalisi muncul dari kelompok mahasiswa, aktivis lingkungan, dan aktivis hak asasi manusia - ingin melihat proyek BP berhenti.
Lantas mengapa Eben tidak
menindaklanjuti masalah mengenai BP? Alasannya karena Eben mendukung Papua
untuk merdeka, sedangkan banyak
orang Papua melihat BP sebagai sekutu dalam
perjuangan mereka untuk kebebasan. 2000
Papua Kongres, sebuah
acara belum pernah terjadi sebelumnya di mana ratusan delegasi
bersatu di belakang tuntutan masyarakat
untuk kemerdekaan,
telah didanai, sebagian, melalui sumbangan dari BP. Presidium
Dewan Papua,
kelompok yang menyelenggarakan Kongres, menerima uang dari BP untuk akomodasi, transportasi, dan tempat-tempat
pertemuan (Richards 2002: 14-16).
Setelah
mempelajari artikel Eben S Kirksey, hal selanjutnya adalah kami harus bersiap
untuk berperang dengan essay milik Eben dalam argumentatif essay kami. Namun
sebelum berperang, kita harus mengenal terlebih dahulu tentang argumentatif
essay. Menurut Fitzpatrick (2005), “Argumentatif essay
adalah genre penulisan yang
mengharuskan
siswa untuk
menyelidiki
topik; mengumpulkan, menghasilkan, dan
mengevaluasi
bukti; dan membangun
posisi pada topik
secara ringkas.”
Beberapa kebingungan mungkin
terjadi antara
esai argumentatif dan esai ekspositori. Kedua genre serupa, tetapi esai argumentatif berbeda
dari esai
ekspositori dalam
jumlah pra-menulis (penemuan) dan
penelitian yang terlibat.
Esai argumentatif umumnya ditugaskan sebagai batu
penjuru atau
tugas akhir secara
tertulis tahun pertama,
penelitian lebih
rinci. Esai
ekspositori melibatkan
penelitian lebih pendek.
Esai
ekspositori sering
digunakan untuk
latihan menulis di
kelas atau
tes, seperti GED atau GRE.
Dalam
menulis argumentative essay,
penulis harus
membujuk audiens
untuk mempertimbangkan
sudut pandang penulis,
bahkan jika mereka mungkin
tidak setuju
dengan penulis.
Hal ini membutuhkan beberapa
perawatan dan keterampilan:
Penulis perlu
menunjukkan rasa hormat karena
menentang sudut pandang, harus memilih
kosa kata dengan
hati-hati, dan
harus menulis
dengan jelas
dan logis. Dalam menulis argumentatif essay, penulis harus melakukan
langkah-langkah berikut:
1.
Define the
topic (menentukan topic)
Topik untuk menulis argumentatif essay telah ditentukan
yakni “Haruskah Papua tetap berintegrasi dengan NKRI?” Dalam define the topic,
penulis harus menjelaskan mengenai Papua, yakni sebuah provinsi terluas Indonesia
yang terletak di bagian tengah Pulau Papua
atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya).
Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini
atau East New Guinea. Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat, namun sejak tahun 2003 wilayah ini dibagi menjadi
dua provinsi dimana bagian timur tetap memakai nama provinsi Papua
sedangkan bagian baratnya memakai nama provinsi
Papua Barat.
2. Limit the topic (membatasi topik)
Beberapa
topik argumentatif
memerlukan pembatasan. Maksudnya agar topik tersebut
lebih spesifik. Misalnya provinsi Papua dan provinsi Papua
Barat sangatlah
berbeda dengan Papua New Guinea sehingga pembaca harus mengetahui jelas mengenai topic dan
mampu membedakan mengenai Papua dan Papua Nugini.
3. Analyse the topic (menganalisa topik)
Sebelum penulis menentukan sudut pandang (point of view), penulis harus terlebih dahulu menganalisis masalah
secara menyeluruh. Topik yang paling argumentatif memiliki dua sudut pandang yakni mendukung atau menentang, dan dapat dinyatakan sebagai yes / no question. Misalnya, “Should Papua still integrate with NKRI?” Penulis harus
menentukan mendukung atau menentang mengenai hal tersebut. Apabila penulis
mendukung, penulis dapat menuliskan “Papua should still integrate with NKRI.”
Atau bahkan apabila penulis menentang, ia dapat menuliskan “Papua should not
still integrate with NKRI.” Atau “Papua should disintegrate with NKRI.”
Kemudian terdapat format standar untuk
argumentative essay, yakni:
1.
Introduction
2.
Body
first point and supporting info
second point and supporting info
third point and supporting info
3.
Conclusion
Selanjutnya
penulis menyediakan Outline untuk persiapan membuat
Argumnetatif Essay, yakni:
1.
Introduction - Thesis Statement
The purpose of this essay is to offer arguments about why Papua province and West Papua
province should still integrate with NKRI, while Eben S Kirksey on his article
entitled “Don’t Use Your Data as a Pillow” supports
Papuans
to get their freedom. This region should still integrate with
NKRI because the basic problem is still in economic concern, especially
for the natural resources which is controled by the foreign companies such as BP
and FreePort. However, Papuans cannot declare their
independence because they are still lack in education, economic
concerns, cultural aspects, political factors and a combination historical
issues which clearly plays a role in the dispute.
2.
Body Paragraph
There are several reason why
Papua province and West Papua province should still integrate with NKRI:
1.
Education
Ø How many people who do not get formal education?
Ø How many students who graduate from Elemtary School,
Junior High School, Senior High School, university?
With the lack of
education, Papuans cannot control their territory if they will declare their
independence. Other country especially USA, Australia, and British have a big
opportunity to take control these region. That is why Eben support Papuans to
declare their independence in order to his state will take control them.
2.
Economic and Natural
Resources
Ø How many income
from these region?
Ø How much rupiah from Timber, Gold, Gas? BP?
Ø How much rupiah from the sea? Others?
Papua province and West
Papua province are a diamond with the trillions of rupiah from their natural
resources. If they disintegrate with Indonesia, Indonesia will suffer a loss
the richest province. Foreign companies will take control them.
3. Culture and Art
Papuans, without a
doubt, is the most distinct cultural groups in the country. They have a
strikingly different appearance, race and identity from their Indonesian
counterparts.
Ø How many language, dance, and traditional house from
Papua province and West Papua province?
Ø How many Song from Papua and West Papua? How about the national
song entitiled “Dari sabang sampai Merauke” should be changed if Papua
disintegrate with Indonesia?
Papua province and West
Papua province provides some culture for Indonesia. If they disintegrate with
Indonesia, Indonesia will lost some culture from Papua.
4.
Politic
Political struggle for freedom in
Papua province and West Papua province,
however, does not win grassroots support as most Papuans living in villages. They only care about
how to make ends meet or their
need. Other country manipulate the violence in these region as if this struggle
having a goal for freedom.
Ø How much Indonesia spend their money to control Papua
from Netherland?
Ø How many victim from Indonesia when Indonesia launch
Operation Trikora?
If Papua province and
West Papua province disintegrate with Indonesia, a battle of Indonesia is
useless.
5.
History
Papuans have a
different historical background. Papuans were not involved in Indonesia's Youth
Pledge (Sumpah Pemuda) in 1928 nor in Indonesia's Proclamation of Independence
in 1945?
Ø How about Operation Trikora in 1961, New York Agreement
in 1962, and the act of free choice in 1969?
The New York
Agreement came into effect with the passing at the United Nations of General
Assembly resolution 1752 (XVII), Papua is legitimate as a part of Indonesia
territory. All forms of separatist rebellion are enemies of the state.
Conclusion
Finally,
there are several arguments that Papua
province and West Papua province should still integrate with NKRI because they really cannot declare their independence and they are still lack
in education, economic, cultural aspects, political factors and a
combination historical issues. Therefore, Indonesia government should notice
what Papuans need. For the basic points,
Indonesia should provide foods, houses, health, education, facilities and
infrastructures. For economic and
politic, Indonesia government should make a new system of taxation and limit
the exploration of natural resources for the company which invest in Indonesia.
Moreover, Indonesia governments have to nationalize all of foreign companies
which provide bad impact for Indonesia. Indonesia government should give
special autonomy status to the region of Papua province and West Papua province,
providing the region with more money and opportunity to grow. For history and culture, Papuans have a
different sense of nationalism from Indonesia because Papuans were not involved
in Indonesia's Youth Pledge (Sumpah Pemuda) in 1928 nor in Indonesia's
Proclamation of Independence in 1945. Indonesia government should grow nationalism
in these region. If Indonesia government did all of what Papuans need, a piece would be happen in that
region.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pihak asinglah yang berperan dalam konflik di
Papua, yang semata-mata hanya untuk mengejar uang dan keuntungan belaka tanpa
memperdulikan korban jiwa. Mereka yang memberikan dana dan mengompori
orang-orang Papua untuk melakukan pemberontakan dengan iming-iming kemerdekaan,
padahal jelas mereka tidak akan dapat mencapai kemerdekaan karena wilayah ini
berada secara sah di bawah naungan wilayah NKRI. Menurut Lehtonen (2000), “In our
culture, producers of texts have more power than their readers. Besides,
producers do not produce ‘texts in general’, but at all times envision a
certain function for them, be it propagating a viewpoint, making a profit or
creating pleasure.” Ternyata
sangatlah jelas bahwa Eben menyerang orang-orang dengan ideology propaganda
tulisannya, mengobarkan kemerdekaan Papua dengan berbagai tujuan terselubung. “Ada Udang di balik Batu”, Ini yang akan dijadikan argumen dalam argumnentatif essay saya
untuk melawan Eben.
Referensi
:
Alisse Waterston and Maria
D. Vesperi. Anthropology off the Shelf: Anthropologists on
Writing. 2009. USA: Blackwell
Publishing. (ebooksclub.org)
Lehtonen, M.
(2000). The cultural analysis of text.
London: Sage publication. (BookFi.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic