We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 05 Mei 2014



Ada Udang di Balik Batu
Dalam class review kali ini, “Papua” masih merupakan topik terhangat untuk dikaji lebih lanjut. Melanjutkan cerita mengenai British Petroleum (BP) yang terlibat dalam skema kekerasan dan pembunuhan di Wasior Papua pada artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” milik Eben S. Kirksey, ditemukan sebuah alasan mengapa Eben berhenti dalam menindaklanjuti masalah mengenai BP. Ini dikarenakan ideology Eben sebagai warga negara Amerika Serikat yang telah melanjutkan studi di Oxford, Inggris. Ia secara terang-terangan terlibat sebagai sekutu bagi orang-orang Papua untuk mencapai kemerdekaan. Hebatnya, Eben berhasil mempublikasikan artikelnya melalui The Sunday Times yang berisikan: Perusahaan terbesar BRITAIN'S, BP, telah membuat marah kelompok-kelompok hak asasi manusia dengan menjadi terlibat dengan pasukan keamanan brutal Indonesia dalam upaya untuk melindungi skema produksi gas senilai £ 28 Milyar. Perusahaan ini menggunakan petugas dari - yang telah dituduh berbagai pelanggaran hak asasi manusia - untuk menjaga bahan peledak. . . . Beberapa kritikus percaya tentara mungkin sudah mengadakan insiden kekerasan sebagai dalih untuk melakukan intervensi. Salah satu terjadi pada tahun 2001, ketika lima polisi tewas. . . . Barnabas Mawen, nama samaran untuk salah satu kelompok yang membunuh polisi, mengatakan kepada The Sunday Times bahwa agen-agen militer Indonesia telah memasok dia dengan peluru, makanan, dan uang sebelum serangan. BP mengatakan kebijakan keamanan dirancang untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya keterlibatan militer. 
Namun banyak hal-hal yang hilang dalam artikel Sunday Times yakni: laporan lengkap dari pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan di Wasior, konteks yang lebih luas dari gerakan kemerdekaan Papua Barat, dan persaingan Papua melalui proyek gas BP. Akhirnya setelah berhasil menerbitkan artikel ini, sebuah koalisi muncul dari kelompok mahasiswa, aktivis lingkungan, dan aktivis hak asasi manusia - ingin melihat proyek BP berhenti. Lantas mengapa Eben tidak menindaklanjuti masalah mengenai BP? Alasannya karena Eben mendukung Papua untuk merdeka, sedangkan banyak orang Papua melihat BP sebagai sekutu dalam perjuangan mereka untuk kebebasan. 2000 Papua Kongres, sebuah acara belum pernah terjadi sebelumnya di mana ratusan delegasi bersatu di belakang tuntutan masyarakat untuk kemerdekaan, telah didanai, sebagian, melalui sumbangan dari BP. Presidium Dewan Papua, kelompok yang menyelenggarakan Kongres, menerima uang dari BP untuk akomodasi, transportasi, dan tempat-tempat pertemuan (Richards 2002: 14-16).
            Setelah mempelajari artikel Eben S Kirksey, hal selanjutnya adalah kami harus bersiap untuk berperang dengan essay milik Eben dalam argumentatif essay kami. Namun sebelum berperang, kita harus mengenal terlebih dahulu tentang argumentatif essay. Menurut Fitzpatrick (2005), “Argumentatif essay adalah genre penulisan yang mengharuskan siswa untuk menyelidiki topik; mengumpulkan, menghasilkan, dan mengevaluasi bukti; dan membangun posisi pada topik secara ringkas. Beberapa kebingungan mungkin terjadi antara esai argumentatif dan esai ekspositori. Kedua genre serupa, tetapi esai argumentatif berbeda dari esai ekspositori dalam jumlah pra-menulis (penemuan) dan penelitian yang terlibat. Esai argumentatif umumnya ditugaskan sebagai batu penjuru atau tugas akhir secara tertulis tahun pertama, penelitian lebih rinci. Esai ekspositori melibatkan penelitian lebih pendek. Esai ekspositori sering digunakan untuk latihan menulis di kelas atau tes, seperti GED atau GRE.
Dalam menulis argumentative essay, penulis harus membujuk audiens untuk mempertimbangkan sudut pandang penulis, bahkan jika mereka mungkin tidak setuju dengan penulis. Hal ini membutuhkan beberapa perawatan dan keterampilan: Penulis perlu menunjukkan rasa hormat karena menentang sudut pandang, harus memilih kosa kata dengan hati-hati, dan harus menulis dengan jelas dan logis. Dalam menulis argumentatif essay, penulis harus melakukan langkah-langkah berikut:
1.      Define the topic (menentukan topic)
Topik untuk menulis argumentatif essay telah ditentukan yakni “Haruskah Papua tetap berintegrasi dengan NKRI?” Dalam define the topic, penulis harus menjelaskan mengenai Papua, yakni sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea. Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat, namun sejak tahun 2003 wilayah ini dibagi menjadi dua provinsi dimana bagian timur tetap memakai nama provinsi Papua sedangkan bagian baratnya memakai nama provinsi Papua Barat.
2.      Limit the topic (membatasi topik)
Beberapa topik argumentatif memerlukan pembatasan. Maksudnya agar topik tersebut lebih spesifik. Misalnya provinsi Papua dan provinsi Papua Barat sangatlah berbeda dengan Papua New Guinea sehingga pembaca harus mengetahui jelas mengenai topic dan mampu membedakan mengenai Papua dan Papua Nugini.
3.      Analyse the topic (menganalisa topik)
Sebelum penulis menentukan sudut pandang (point of view), penulis harus terlebih dahulu menganalisis masalah secara menyeluruh. Topik yang paling argumentatif memiliki dua sudut pandang yakni mendukung atau menentang, dan dapat dinyatakan sebagai yes / no question. Misalnya, “Should Papua still integrate with NKRI?” Penulis harus menentukan mendukung atau menentang mengenai hal tersebut. Apabila penulis mendukung, penulis dapat menuliskan “Papua should still integrate with NKRI.” Atau bahkan apabila penulis menentang, ia dapat menuliskan “Papua should not still integrate with NKRI.” Atau “Papua should disintegrate with NKRI.”

Kemudian terdapat format standar untuk argumentative essay, yakni:
1.      Introduction
2.      Body
                        first point and supporting info
                        second point and supporting info
                        third point and supporting info
3.      Conclusion

Selanjutnya penulis menyediakan Outline untuk persiapan membuat Argumnetatif Essay, yakni:

1.      Introduction - Thesis Statement
The purpose of this essay is to offer arguments about why Papua province and West Papua province should still integrate with NKRI, while Eben S Kirksey on his article entitled “Don’t Use Your Data as a Pillow” supports Papuans to get their freedom. This region should still integrate with NKRI because the basic problem is still in economic concern, especially for the natural resources which is controled by the foreign companies such as BP and FreePort. However, Papuans cannot declare their independence because they are still lack in education, economic concerns, cultural aspects, political factors and a combination historical issues which clearly plays a role in the dispute.

2.       Body Paragraph
There are several reason why Papua province and West Papua province should still integrate with NKRI:
1.      Education
Ø  How many people who do not get formal education?
Ø  How many students who graduate from Elemtary School, Junior High School, Senior High School, university?
With the lack of education, Papuans cannot control their territory if they will declare their independence. Other country especially USA, Australia, and British have a big opportunity to take control these region. That is why Eben support Papuans to declare their independence in order to his state will take control them.
2.      Economic and Natural Resources
Ø  How many  income from these region?
Ø  How much rupiah from Timber, Gold, Gas? BP?
Ø  How much rupiah from the sea? Others?
Papua province and West Papua province are a diamond with the trillions of rupiah from their natural resources. If they disintegrate with Indonesia, Indonesia will suffer a loss the richest province. Foreign companies will take control them. 
3.      Culture and Art
Papuans, without a doubt, is the most distinct cultural groups in the country. They have a strikingly different appearance, race and identity from their Indonesian counterparts.
Ø  How many language, dance, and traditional house from Papua province and West Papua province?
Ø  How many Song from Papua and West Papua? How about the national song entitiled “Dari sabang sampai Merauke” should be changed if Papua disintegrate with Indonesia?
Papua province and West Papua province provides some culture for Indonesia. If they disintegrate with Indonesia, Indonesia will lost some culture from Papua.
4.      Politic
Political struggle for freedom in Papua province and West Papua province, however, does not win grassroots support as most Papuans living in villages. They only care about how to make ends meet or their need. Other country manipulate the violence in these region as if this struggle having a goal for freedom.
Ø  How much Indonesia spend their money to control Papua from Netherland?
Ø  How many victim from Indonesia when Indonesia launch Operation Trikora?
If Papua province and West Papua province disintegrate with Indonesia, a battle of Indonesia is useless.
5.      History
Papuans have a different historical background. Papuans were not involved in Indonesia's Youth Pledge (Sumpah Pemuda) in 1928 nor in Indonesia's Proclamation of Independence in 1945?
Ø  How about Operation Trikora in 1961, New York Agreement in 1962, and the act of free choice in 1969?
The New York Agreement came into effect with the passing at the United Nations of General Assembly resolution 1752 (XVII), Papua is legitimate as a part of Indonesia territory.  All forms of separatist rebellion are enemies of the state.

Conclusion
Finally, there are several arguments that Papua province and West Papua province should still integrate with NKRI because they really cannot declare their independence and they are still lack in education, economic, cultural aspects, political factors and a combination historical issues. Therefore, Indonesia government should notice what Papuans need. For the basic points, Indonesia should provide foods, houses, health, education, facilities and infrastructures. For economic and politic, Indonesia government should make a new system of taxation and limit the exploration of natural resources for the company which invest in Indonesia. Moreover, Indonesia governments have to nationalize all of foreign companies which provide bad impact for Indonesia. Indonesia government should give special autonomy status to the region of Papua province and West Papua province, providing the region with more money and opportunity to grow. For history and culture, Papuans have a different sense of nationalism from Indonesia because Papuans were not involved in Indonesia's Youth Pledge (Sumpah Pemuda) in 1928 nor in Indonesia's Proclamation of Independence in 1945. Indonesia government should grow nationalism in these region. If Indonesia government did all of what Papuans need,  a piece would be happen in that region.

            Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pihak asinglah yang berperan dalam konflik di Papua, yang semata-mata hanya untuk mengejar uang dan keuntungan belaka tanpa memperdulikan korban jiwa. Mereka yang memberikan dana dan mengompori orang-orang Papua untuk melakukan pemberontakan dengan iming-iming kemerdekaan, padahal jelas mereka tidak akan dapat mencapai kemerdekaan karena wilayah ini berada secara sah di bawah naungan wilayah NKRI. Menurut Lehtonen (2000), “In our culture, producers of texts have more power than their readers. Besides, producers do not produce ‘texts in general’, but at all times envision a certain function for them, be it propagating a viewpoint, making a profit or creating pleasure.” Ternyata sangatlah jelas bahwa Eben menyerang orang-orang dengan ideology propaganda tulisannya, mengobarkan kemerdekaan Papua dengan berbagai tujuan terselubung.  “Ada Udang di balik Batu”, Ini yang akan dijadikan argumen dalam argumnentatif essay saya untuk melawan Eben.  

Referensi :
Alisse Waterston and Maria D. Vesperi. Anthropology off the Shelf: Anthropologists on Writing. 2009. USA: Blackwell Publishing. (ebooksclub.org)
Lehtonen, M. (2000).  The cultural analysis of text.  London: Sage publication. (BookFi.org)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic