Class review 9
Hujan Konflik di
Papua Barat
Tik tik
tik. Suara air jauh terdengar jelas dari dalam kamarku. Sore ini hujan turun
dengan lebatnya dengan membawa sejuta kesejukan seakan berlomba kecepatan untuk
jatuh ke bumi. Aku menemukan diriku berdiri menatap hujan dari dalam jendela
kaca kamarku. Entah, seakan terik dan hujan tak lagi mengikuti musim. Kemarin
terasa panas sekali, tetapi hari ini hujan turun lebat padahal April memasuki
setengah masanya.
Hujan
sore ini mengingatkanku dengan tumpukan tugas dalam lembaran catatanku. Tugas
ini, tugas itu, mungkin banyak tetapi aku tak pernah lupa dengan tugas yang
satu ini, tugas writing. Perlu waktu panjang untuk menyelesaikan tugas yang
satu ini mungkin perlu waktu tiga malam atau lebih. Yang pasti aku terus
memikirkannya. Dengan bermodalkan materi minggu lalu, sore ini aku mulai
menulis.
Seperti
biasa, pertemuan minggu lalu berlangsung pada Selasa, 8 April 2014 dengan
segala kerumitannya. Dikatakan rumit kerena beberapa pertemuan terakhir ini
kita baru saja mencicipi lembaran baru artikel yang di tulis oleh S. Eben
Kirksey yang berjudul Don’t Use Your Data as a Pillom. Ada sekitar 49 paragraf
yang harus kita pahami. Untung saja Mr. Lala memberikan waktu yang cukup lama
untuk memahami artikel yang satu ini. Ada beberapa konflik tentang Papua Barat
di dalamnya yang dapat dikatakan cukup rumit. BP, TNI, polisi, dan anggota
milisi belum lagi orang-orang besar yang terlibat di dalamnya.
Pada
pertemuan kali ini tak banyak materi yang di berikan Mr. Lala. Pertemuan kali
ini masih dengan kegiatan membaca seperti minggu lalu hanya saja untuk menguji
pemahaman kami Mr. Lala menanyai satu persatu mahasiswa tentang artikel tersebut. Sebagai mana yang
telah ditugaskan minggu lalu, berikut ini rangkuman paragraf pertama sampai
dengan paragraf kedua puluh enam.
Paragraf 1
Eben sedang merayakan pesta perpisahan untuk
menandai berahirnya penelitian di Papua Barat. Pesta ini diselenggarakan oleh
Denny Yomaki seorang pekerja HAM di Papua. Eben berharap dengan berahirnya
penelitian yang ia lakukan akan menjadi ritual transisi kewajiban dan tugas
yang menjadi tantangan ntuk dirinya sendiri.
Paragraf 2
Awalnya
Eben hendak melakukan penelitian tentang kekeringan El Nino di Papua, tetapi
pada saat Eben sampai ke Papua hujan turun sehingga ini mengurangi antusias
Eben dan masyarakat di sana. Eben malah merasa bingung kerena pada saat itu
sedang maraknya gerakan reformasi setelah presiden Soeharto lengser.
Paragraf 3
Setelah
melihat serangkaian pembantaian pembantaian yang dilakukan militer Indonesia,
Eben mengerti mengapa penduduk Papua ingin kemerdekaan bukan reformasi.
Paragraf 4
Eben
melakukan perjalanan ulang ke Papua untuk melakukan penelitian tentang adat di
Papua, fakta yang mencengangkan bahwa nenek moyangnya yakni bangsa berkulit
putih telah mencuri keajaiban modernitas dari penduduk asli Papua. Eben juga
belajar tentang kampenye teror yang dipicu oleh Dracula. Hal ini membuat Eben
memikirkan ulang untuk melanjutkan penelitiaanya di Papua.
Paragraf 5
Orang Papua menganggap Eben sebagai sekutu, tetapi
di sisi lain Eben tertark untuk membantu orang Papua meraih kemerdekaanya.
Paragraf 6
Dalam pesta perpisahan yang diadakan oleh
Denny, Denny mengungdang seorang anggota komnas HAM yang bernama Telys Waropen.
Waropen adalah seorang penghasut muda yang berusia sekitar 20 tahun.
Paragraf 7
Waropen
berasal dari Wasior yakni tempat dimana baru-baru ini polisi melakukan serangan
terhadap separatis Papua dan operasi itu bernama operasi panyisihan dan
penumpasan. Setalah Eben dan Denny mengunjungi Wasior mereka mendengar bahwa
terdapat militer Indonesia yang diam-diam mendukung milisi Papua.
Paragraf 8
Penelitian
Eben dan Denny di Wasior dilakukan secara rahasia dengan menyembunyikan
identitas narasumbernya.
Paragraf 9
Kerena
penelitian Eben di bawah pengawasan ketat maka Eben tidak ingin mengambil
resiko untuk mewawancarai dukun sebagaimana yang telah diagendakan sebelumnya.
Paragraf 10
Eben
bermaksud untuk menjadikan Waropen sebagai sumber untuk melengkapi kesenjangan
penelitiannya tentang dukun karena sebelumnya Waropen pernah menulis sebuah
tesis sarjana tantang dukun.
Paragraf 11
Eben
mewawancarai Waropen dengan tetap menyembunyikan identitas Waropen. Waropen
berpendapat lain bahwa dengan tidak menyembunyikan identititas narasumber akan
menguatkan penelitian Eben.
Paragraf 12
Eben
mendapatkan pengecualialian dari universitasnya untuk menyembunyikan identitas
narasumber yang telah ia wawancarai. Namun sebagai narasumber waropen ingin identitasnya
dicantumkan karena ia ingin diakui sebagai intelektual publik.
Paragraf 13
Sebuah
narasumber yang disembunyikan dapat menimbulkan kecurigaan pembaca. Para
jurnalis dan editor memiliki hukum untuk menyembunyikan identitas narasumber
untuk melindungi dari gugatan pencemaran nama baik karena ada beberapa hal yang
tidak boleh dipublikasiakan.
Paragraf 14
Waropen
merupakn salah salah satu informasi penting dalam penelitian yang dilakukan
Eben. Eben menawarkan saran untuk mencapai kemerdekaan di Papua, tetapi saran
tersebut sudah terpikirkan oleh Waropen namunWaropen tidak punya cukup bukti
sedangkan sistem hukum sekarang segala
sesuatu berdasarkan bukti. Waropen melihat Eben sebagai sekutu tapi di sisi
lain Eben membutukan informasi dari Waropen untuk penelitiannya.
Paragraf 15
Perbicangan Eben dan Waropen mulai memanas lantaran
beradu pendapat tentang identitas narasumber yang harus disembunyikan bahkan
Eben mulai menyinggung mengenai identitas korban dan saksi dalam kasus HAM yang
harus dilindungi. Waropen pun bersikeras hingga pengatakan jangan menggunakan
data hanya sebagai bantai dan hanya untuk keprofesionalan semata pada saat Eben
kembali ke Amerika.
Paragraf 16
Waropen
menginginkan Eben untuk menjadi seorang ahli regional yang handal dengan alasan
banyak antropolog budaya yang berhati-hati dalam melakukan penelitiaanya jika
penelitiannya itu berhubungan dengan kekuasaan. Selain itu ahli regional sering
mengabaikan tuntutan akuntabititas dari orang-orang yang menjadi narasumber
mereka. Hingga kritikan-kritikan yang ditujukan kepada para penguasa tidak
mendapatkan respon yang serius.
Paragraf 17
Waropen
meminta Eben untuk memikirkan kembali apa yang disebut data dalam antropologi
budaya karena seorang ahli bernama Charles Hale mendesak antropolog untuk
mengambil metodologi positif serius dalam setiap penelitian.
Paragraf 18
Ketike
Eben bertemu dengan Waropen, Waropen
sudah menerbitkan sejumlah artikel tentang Papua Barat. Waropen mendesak
Eben untuk menunjukkan fakta dan tindakan nyata dalam tulisannya. Konfrontasi
Waropen membuat Eben berpikir tentang bagaimana pengetahuan dan penelitiaanya
tentang Papua Barat diketahui oleh dunia dan menjadi sebuah pengetahuan.
Paragraf 19
Ketika
Eben dan Denny pergi ke Wasior, Eben hendak meneliti tentang kekerasan yang
terjadi dengan BP (British Petroleum). BP baru saja mulai mengeksplorasi gas
alam di Papua Barat yang akan menghasilkan lebih dari $198.000.000.000. menurut
kabar yang beredar, agen militer Indonesia telah memprovokasi kekerasan dalam
tawaran yang tidak konvensional untuk menguntungkan perlindungan kontrak.
Anggota milisi Papua baru saja membunuh CER pejabat kepolisian Indonesia di
Wasior. Sepintas dalang di balik semua ini
adalah miiter Indonesia. Adanya provikator militer, korban polisi dan
Papua double agen membuat Eben bingung. Mengapa pasukan keamanan saling
melakukan serangan.
Paragraf 20
Di
wasior Eben berhasil mewawancarai seorang double agen Papua yang mengakui bahwa
ia harus membunuh CER pejabat kepolisian. Ia juga mengatakan bahwa ia mendapat
dukungan logistik dan intelegen dari militer Indonesia. Hal ini membuktika
bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Wasior terkait dengan proyek BP.
seorang double agen Papua ini juga mengatakan bahwa seorang militer aktif telah
mencoba membunuhnya. Ia meminta bantuan Eben untuk melarikan diri dari situasi
ini tetapi Eben tidak bisa berbuat apa-apa.
Paragraf 21
Dua minggu setelah Waropen mendesak
Eben untuk tidak menggunakan data sebagai bantal saja, ia menemukan kesempatan
untuk menjadi seorang ahli pada saat ia kembali ke Inggris. Pada akhir Mei
2003 John Rumbiak pembela HAM di Papua
meminta Eben untuk meghadiri pertemuan di markas BP di London dengan Dr. Byron
Grote selaku Chief Financial Officer dari BP. BP sedang melatih sebuah kelompok
keamanan berbasis komunitas yang akan mengurangi kebutuhan bekerjasama dengan
pasukan keamanan Indonesia dimana anggotanya terdiri dari orang-orang Papua. Dalam
pertemuan dengan Dr. Byron Grote, Rumbiak membahas tentang kebijakan keamanan
BP yang telah mempengaruhi HAM di Papua. dalam presentasi Eben kepada Dr. Byron
Grote secara tidak langsung Rumbiak sedang menjadikan Eben sebagai saksi yang
kuat tentang adanya kasus di Papua Barat.
Paragraf 22
Eben bertemu dengan rumbiak sebelum
menghadiri pertemuan di kantor pusat BP. Mereka saling bertukar cerita tentang
perjalan mereka baru-baru ini dengan menggunakan bahasa Inggris dan Indonesia.
Paragraf 23
Eben merasa tersanjung dan terhormat
karena bisa bertemu dengan orang-orang besar Eropa. setelah melawati lift dan
berjalan menyusuri lorong, akhirnya Eben dan Rumbiak menemukan ruangan yang
telah di persiapkan untuk pertemuan dengan CFO Byron Grote dan John O’Reilly.
Grote dan O’Reilly sebelumnya pernah sama-sama bekerja di BP di Colombia,
dimana perusahaan itu pernah terlibat dalam kontroversi ketika kelompok
penolong militer mulai membunuh aktivis lingkungan.
Paragraf 24
Rumbiak keberatan jika selama diskusi
tidak direkam hal ini bertujuan untuk ditunjukkan kepada rakyat Papua. Tetapi
perwkilan PB menolak kerena khawatir akan keamanan perusahaan mereka.
Paragraf 25
Menanggapi Rumbiak, Dr. Grote berpendapat bahwa kekerasan
tidak baik untuk bisnis. Dr. Grote yakin bahwa kebijakan keamanan berbasis
masyarakat akan tetap bekerja, jika BP membatalkan proyek keamanan ini maka
perusahaan lain yang tidak memiliki kode etik yang sama dengan BP akan masuk
dan mengembangkan gas alam di Papua Barat. Dalam pertemuan itu Eben bertanya
dalam hatinya, mungkinkah BP akan menjadi kekuatan yang membantu menghilangkan
militer Indonesia di Papua barat.
Paragraf 26
Dalam pertemuan itu Rumbiak meminta
Eben menceritakan hasil penemuan Eben selama di Wasior. Eben menceritakan hasil
wawancaranya dengan anggota milisi Papua yang ketakuatan dalam hidupnya.
Anggota milisi itu berkata ia harus membunuh sekelompok anggota polisi
Indonesia dengan bantuan agen militer Indonesia. Polisi Indonesia kemudian
menggunakan inseden ini sebagai alasan untuk meluncurkan operasi Isolat dan
penumpasan kepada militer Indonesia. Namun, baik polisi maupun militer
Indonesia, keduanya sama-sama ingin kontrak perlindungan dari BP. Pembunuhan
itu terjadi bertepatan saat O’Reilly dan duta besar Inggris Richard Gozney
sedang berkunjung ke lokasi proyek gas di Papua Barat.
***
Dari
paragraf pertama sampai paragraf dua puluh enam yang telah dibahas masih
terlihat samar-samar tentang dalang di balik kekerasan ini dan mengapa pasukan
keamanan Indonesia saling melakukan serangan.
BP merupakan perusahaan
minyak dan gas bumi yang berkantor pusat di London, Kerajaan Inggris. BP telah
beroperasi di Indonesia lebih dari 35 tahun, kini menjadi salah satu investor terbesar
di Indonesia, dengan investasi kumulatif lebih dari USD 5 Milyar. Akuisisi
asset ARCO pada tahun 2000-an dan persetujuan dari Pemerintah Republik
Indonesia pada Maret 2005 untuk memulai konstruksi LNG Tangguh, memperbesar
secara signifikan posisi BP pada sektor energi di Indonesia. Saat ini BP
memiliki karyawan lebih dari 1.000 orang, yang sebagian besar berada di Jakarta
dan Papua Barat. Perusahaan ini merupakan perusahaan MNC terbesar di Papua
setelah PT. Freeport Indonesia. Perusahaan ini telah mengkapling tanah seluas
3.416 Ha untuk memproduksi minyak dan gas bumi yang terdapat di Kawasan Teluk
Bintuni dengan volume cadangan sebesar 14,4 TCF (Triliun Kaki Kubik). Dari
volume tersebut 14,4 TCF adalah murni cadangan gas alam cair dan 4,0 TCF merupakan
volume cadangan minyak bumi. Perusahaan ini belum mengoperasikan proyek
Kilangan LNG yang akan dipusatkan di desa Tanah Merah, Kecamatan Babo. Tetapi
kehadiran BP-Indonesia yang masih seumur jagung di Kabupaten Manokwari, Papua
ini sudah membuat sejumlah masalah dengan masyarakat adat setempat.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa BP telah melakukan upaya yang cukup berarti untuk
meraih dukungan dari masyarakat setempat. Ini merupakan hal yang sangat rumit
karena melibatkan begitu banyak kepentingan yang terkadang saling berbenturan.
Masih terlalu awal untuk menyatakan apakah BP akan menemui keberhasilan, bahkan
untuk mendefinisikan keberhasilan. Proyek tersebut dilihat sebagai suatu uji
coba untuk melakukan pendekatan yang lebih manusiawi terhadap ekstraksi
sumberdaya. Risikonya yang cukup besar adalah kemungkinan pasukan keamanan
melibatkan diri dalam proyek, sehingga membuka peluang bagi pelanggaran hak
asasi manusia serta tindakan kejahatan yang telah menjangkiti proyek-proyek
sumberdaya lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic