Class Review 9
Selasa, 08 April 2014.
Hari itu merupakan hari dimana saya dan teman-teman mengikuti pertemuan
kesepuluh dalam mata kuliah writing. Dalam dua pertemuan terakhir ini, kami lebih
difokuskan kepada membaca. Sebuah artikel
yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” memang membutuhkan waktu
membaca yang intens untuk bisa memahaminya.
Mengarungi tanah Papua dengan berbagai keindahan alamnya dan juga berbagai
konflik yang terjadi didalamnya. Inilah hasil
diskusi kami tentang artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” dari paragraf
pertama sampai paragraf ke-26 :
Kesimpulan dari paragraf pertama yaitu
sebuah pesta perpisahan yang diselenggarakan oleh Denny Yomaki, pekerja hak
asasi manusia, dalam rangka berakhirnya penelitian Eben di Papua.
Kesimpulan dari paragraf kedua yaitu
ketika Eben hendak melakukan penelitian tentang kekeringan El Nino di Papua,
ternyata pada saat itu sedang turun hujan.
Sehingga hal itu mengurangi antusiasme Eben untuk meneliti kekeringan El
Nino. Eben justru merasa bingung karena
pada saat itu, disana sedang maraknya gerakan reformasi setelah lengsernya
Presiden Suharto.
Kesimpulan dari paragraf ketiga yaitu
setelah Eben menyaksikan serangkaian pembantaian yang dilakukan oleh militer
Indonesia terhadap masyarakat Papua.
Eben mulai mengerti mengapa masyarakat Papua lebih memilih ingin
mengambil jalan kemerdekaannya sendiri dibandingkan dengan reformasi.
Kesimpulan dari paragraf keempat yaitu
Eben melakukan perjalanan ulang ke Papua untuk melakukan penelitian adat khas
Papua. Fakta mencengangkan adalah ketika
Eben mengetahui bukti bahwa nenek moyangnya pernah menjajah Papua. Hal tersebut membuat Eben berpikir kembali
untuk melakukan penelitiannya.
Kesimpulan dari paragraf kelima yaitu
orang-orang Papua melihat Eben sebagai sekutunya. Tetapi disisi lain tertarik untuk membantu
orang Papua mencapai kebebasannya.
Kesimpulan dari paragraf keenam yaitu
Telys Waropen, anggota Komnas HAM diundang oleh Denny ke pestanya. Kemudian terjadi perbincangan antara Waropen
dan Eben. Dari perbincangan tersebut
mengingatkan Eben ketika dia datang pertama kali ke Papua, dimana pada saat itu
sedang maraknya gerakan reformasi di Indonesia.
Kesimpulan dari paragraf ketujuh yaitu
Eben dan Denny mengunjungi Wasior. Hal
itu bertujuan untuk menginvestigasi rumor bahwa agen-agen militer Indonesia
ternyata diam-diam mendukung misi Papua untuk merdeka.
Kesimpulan dari paragraf kedelapan
yaitu penelitian Eben dan Denny di Wasior dilakukan secara rahasia dan intens
dengan menyembunyikan identitas nara sumber yang bersedia diwawancarai oleh
mereka.
Kesimpulan dari paragraf kesembilan
yaitu Eben dan Denny tidak ingin mengambil resiko untuk mewawancarai seorang
dukun yang telah diagendakan sebelumnya dalam penelitian mereka.
Kesimpulan dari paragraf kesepuluh
yaitu Eben bermaksud untuk menjadikan Waropen sebagai nara sumber penting. Hal itu bertujuan untuk membantu mengisi beberapa kesenjangan
dalam penelitiannya mengenai dukun yang belum berhasil ia wawancarai.
Kesimpulan dari paragraf ke-11 yaitu
Eben mewawancarai Waropen dengan tetap menyembunyikan identitasnya sebagai nara
sumber. Waropen pun balik bertanya
kepada Eben mengapa Eben menyembunyikan identitas nara sumber, padahal dengan
mencantumkannya hal tersebut dapat menguatkan hasil penelitiannya.
Kesimpulan dari paragraf ke-12 yaitu
Eben mendapatkan pengecualian dari Universitasnya untuk menyembunyikan
identitas para nara sumber yang telah ia wawancarai. Namun, sebagai nara sumber, Waropen
menginginkan identitasnya dicantumkan karena ia ingin diakui sebagai
intelektual publik.
Kesimpulan dari paragraf ke-13 yaitu
sebuah sumber yang disembunyikan dapat menimbulkan kecurigaan pembaca. Namun, para jurnalis dan editor memiliki
hukum untuk menyembunyikan identitas nara sumber, guna melindungi diri dari
gugatan pencemaran nama baik, karena ada beberapa hal tertentu yang tidak bisa
dipublikasikan.
Kesimpulan dari paragraf ke-14 yaitu
Waropen merupakan salah satu sumber informasi penting dalam penelitian yang
dilakukan oleh Eben. Eben menawarkan
beberapa saran untuk mencapai kebebasan di Papua. Saran Eben tersebut sudah terpikirkan oleh
Waropen. Namun, Waropen tidak mempunyai
cukup bukti. Sedangkan sistem hukum
sekarang segala sesuatunya harus berdasarkan bukti. Waropen melihat Eben sebagai sekutu. Tetapi disisi lain, Eben membutuhkan
keterangan Waropen untuk penelitian dari Universitasnya.
Kesimpulan dari paragraf ke-15 yaitu percakapan
antara Waropen dan Eben mulai memanas dan mereka saling beradu argumen mengenai
disembunyikannya identitas narasumber.
Bahkan Eben mulai menyinggung mengenai kasus HAM bahwa identitas korban
dan saksi dalam kasus HAM pun pastinya harus dilindungi. Waropen pun bersikeras sehingga mengatakan
“Jangan menggunakan data kamu sebagai bantal dan pergi tidur ketika kamu
kembali ke Amerika,” Waropen bersikeras.
“Jangan hanya menggunakan ini sebagai jembatan untuk peluang profesional
kamu sendiri.”
Kesimpulan dari paragraf ke-16 yaitu Waropen menginginkan Eben untuk
menjadi seorang ahli regional yang handal (seseorang yang mengetahui hal-hal
yang pasti), dengan alasan banyak atropolog budaya terlalu berhati-hati dalam
melakukan researchnya, jika researchnya tersebut berhungan dengan kekuasaan.
Selain itu, ahli regional sering mengabaikan tuntutan akuntabilitas dari
orang-orang yang mereka pelajari (narasumber), sehingga kritikan-kritikan ahli
regional yang ditunjukkan kepada para penguasa tidak pernah mendapatkan respon
yang serius, dan dianggap sebagai angin lalu.
Kesimpulan
dari paragraf ke-17 yaitu Waropen meminta Eben untuk memikirkan kembali apa yang disebut sebagai
“data” dalam atropology budaya. Karena baru-baru ini Charles Hale mendesak
atropology untuk mengambil metodology positive serius dalam setiap research.
Kesimpulan dari
paragraf ke-18 yaitu ketika Eben bertemu dengan Waropen, dia sudah menerbitkan
sejumlah artikel koran tentang Papua Barat.
Waropen mendorong Eben untuk menunjukkan fakta dan tindakan nyata dalam
tulisannya. Konfrontasi Waropen membuat
Eben berpikir bagaimana dia bisa mulai masuk untuk membawa pengetahuan dan
penelitiannya tentang Papua Barat pada dunia.
Kesimpulan dari paragraf ke-19 yaitu
ketika Eben dan Denny pergi ke Wasior, Eben hendak meneliti tentang kekerasan
yang terjadi di perusahaan BP. BP
sebelumnya bernama “British Petroleum” kemudian diubah menjadi “Beyond
Petroleum”, baru saja mulai mengeksploitasi ladang gas alam di Papua Barat yang
diperkirakan akan menghasilkan keuntungan dan hasil yang sangat besar. Kabarnya, agen militer Indonesia memprovokasi
kekerasan dalam upaya konvensional untuk menguntungkan “perlindungan” kontrak.
Kesimpulan dari paragraf ke-20 yaitu Eben berhasil mewawancarai dua orang agen Papua. Salah satunya mengatakan
bahwa dia mendapatkan dukungan logistik dan intelijen untuk membunuh para
perwira polisi. Wawancara tersebut membuktikan rumor yang menghubungkan
kekerasan yang terjadi di Wasior untuk proyek BP. Agen yang sama tersebut mengatakan
bahwa seorang perwira militer aktif telah mencoba untuk membunuhnya karena ia
tahu terlalu banyak. Dia meminta bantuan Eben untuk melarikan diri, namun Eben
tidak bisa melakukan apapun untuk membantunya.
Kesimpulan dari paragraf ke-21 yaitu John Rumbiak, orang Papua pelindung HAM, meminta
Eben untuk menghadiri sebuah pertemuan di markas London
BP (British Petroleum) dengan Dr Byron Grote , Chief Financial Officer ( CFO )
dari raksasa minyak ini. Dengan menghadiri
pertemuan itu, sehingga Eben bisa mempresentasikan hasil penemuannya tentang
kekerasan militer yang ada di Wasior. Secara
tidak langsung Eben telah dijadikan sebagai saksi dipertemuan itu.
Kesimpulan dari paragraf ke-22 yaitu
Eben bertemu dengan Rumbiak sebelum menghadiri pertemuan di kantor pusat. Mereka bercerita tentang pengalaman atau
perjalanan terakhir dengan menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris saat
mengobrol.
Kesimpulan dari paragraf ke-23 yaitu
Eben merasa tersanjung dan terhormat karena bisa bertemu dengan orang-orang
yang paling berkuasa di Eropa.
Kesimpulan dari paragraf ke-24 yaitu
Rumbiak keberatan jika diskusi tersebut tidak direkam. Dia ingin apa yang terjadi saat pertemuan
direkam untuk ditunjukan kepada rakyat Papua Barat. Tetapi perwakilan BP menolak karena khawatir
akan keamanan perusahaan mereka. BP
menolak untuk melakukan kekerasan.
Kesimpulan dari paragraf ke-25 yaitu
Dr. Grote menolak melakukan kekerasan untuk dapat mengeksplor wilayah di
Papua. Membuka masyarakat adalah cara
yang baik. Dia menjamin semua masyarakat
akan tetap bekerja. Dr. Grote tidak
ingin perusahaan lain yang tidak punya kode etik mengembangkan ladang
tersebut. Eben terpukau dengan perkataan
tersebut.
Kesimpulan dari paragraf ke-26 yaitu
Eben mempresentasikan penemuannya di Wasior. Seorang anggota milisi Papua mengaku membunuh
sekelompok polisi Indonesia atas bantuan dari militer Indonesia.
Berbicara
mengenai Papua, sepertinya tidak akan pernah surut dari kekisruhan konflik di
Pulau yang satu ini. Jika melihat
literatur ada banyak riset yang mencermati
konflik di tanah papua. Ester Heidbuchel (2007) misalnya mengkategorikan konflik papua dalam empat level; pertama adalah subjective
level yakni perbedaan stereotip orang papua dengan indonesia, perbedaan
ras,ketakutan disintegrasi versus ketakutan untuk dimusnahkan, ketidakpercayaan
pemerintah terhadap warga papua dan begitu pula sebaliknya; kedua adalah
issue level yakni inkonsistensi kebijakan, pelanggaran HAM dan korupsi .
ketiga adalah damand level, yakni integritas atau persatuan nasional
versus tuntutan merdeka atau pelurusan sejarah. Keempat compromissie
level, yakni otonomi khusus.
Konflik papua
secara sederhana menururt Amich
Alhumani dapat di lihat dari dua sisi, yakni sisi Ekonomi dan politik. Faktor utama yang bisa menjelaskan sisi dimensi
ekonomi adalah eksploitasi sumber daya alam (SDA) Papua
yang tidak di rasakan oleh warga setempat. Seperti yang kita ketahui bahwa propinsi Papua adalah propinsi yang kaya di Indonesia. Akan
tetapi fakta menunjukan standar
hidup penduduk asli masih dibawah rata-rata daerah lain. Kebijakan pemerintah
pusat telah menghasilkan adanya kesenjangan kesejahteraan ekonomi yang
besar di antara penduduk Papua tidak
puas dengan strategi pembangunan nasional yang disiapkan pemerintah pusat yang
telah nyata bahwa ketidak sejajaran kesejahteraan.
Tidak ada
respon yang memadai atas ketidakpuasan itu juga
yang kemudian membawa masalah ke wilayah politik. Kekecewaan atas praktik
marjinalisasi yang di lakukan pemerintah pusat akhirnya membuat beberapa
kelompok elit memperjuangkan kemerdekaan.meski pemerintah sudah menerapkan Otonomi Khusus (Otsus) sejak tahuin
2001, beberapa elemen di Papua sudah tetap menyuarahkan pemisahan diri
dari Indonesia . selain melakukan konsolidasi di tingkat akar rumput, mereka
juga menggalang dukungan Internasional dengan melakukan kampanye dalam sejumlah
forum Internasional.
Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia
Sementara tim
Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membagi sumber konflik Papua ke
dalam empat isu Utama: Pertama, sejarah integrasi dan status
identitas politik. Pada problem ini konflik papua di dasarkan pada adanya
perbedaan cara pandang antara nasionalis Indonesia dan nasionalis Papua
atas sejarah peralihan papua kekuasaan papua dari Belanda ke Indonesia.
Nasionalis Indonesia memandang polemik penyerahan kekuasaan dan status politik
Papua telah selesai dengan adanya PEPERA 1969 dan di terimanya hasil
penentuan tersebut oleh majelis umum sidang PBB. Sementara, nasionalis
Papua berpandangan PEPERA 1969 itu sendiri terjadi banyak kecurangan yang
di lakukan oleh pemerintah Indonesia, kalah itu termasuk dalam 1.025 perwakilan
warga.Terlebih nasionalis papua berpegang pada insiden 1 desmber 1961.
Kedua, problem kekerasan politik dan pelanggaran HAM.
Lipi mencatat problem ini muncul sebagai ekses dari pandangan dari
keutuhan NKRI adalah harga mati dan gagasan memisahkan diri
merupakan tindakan melawan hukum yang di kemudian di identifikasikan
secara militeristik sehingga upaya tersebut di artikan dengan menggunakan
pendekatan keamanan sebagai solusi untuk mengakhiri perbedaan. Hasilnya rakyat
Papua mengalami kekerasan politik dan terlanggar hak asasinya akibat
pelaksanaan tugas memerangi organisasi Papua Merdeka (OPM). Negara seharusnya
hadir sebagai institusi yang mensejahterahkan justru muncul sebagai sosok yang
berwajah sangar.
Ketiga, adalah problem kegagalan pembangunan.
Topik pembangunan di jadikan salah satu isu utama yang menjadi akar konflik di
Papua di karenahkan adanya ketimpangan yang terjadi. Gap ekonomi dan
pembangunan, jika di bandingkan dengan daerah lain, lalu diskriminasi kebijakan
pusat ke daerah dan eksploitasi besar-besaran yang di lakukan terhadap kekayaan
alam Papua adalah beberapa hal yang menjadikan pemerintah gagal
melakukan pembangunan di Papua. Ironisnya, data menunjukan pembangunan ekonomi
justru lebih banyak di lakukan di erah sebelum dari pada setelah
pelaksanaan otsus.kondisi ini di perparah dengan adanya tingkat kecemburuan
sosial yang tinggi antara penduduk asli dan pendatang atas penguasaan
sektor perekonomian.
Terakhir, persoalan marginalisasi
orang papua dan inkonsistensi kebijakan otsus. Seperti juga telah di
singgung Amich Alhumami,praktek marginalisaidapat jelas terlihat di Papua. Tim
lipi menjelaskan marginalisasi dapat di lihat pada asprk demografi, sosial
politik, sosial ekonomi dan sosial budaya, seringkali di identikan dengan
kegiatan separatisme. Sedangkan dari bidang politik terutama di erah orde baru,
orang Papua tercatat beberapa kali menduduki jabatan gubernur.
British Petroleum
bp
atau BP (dulunya "British Petroleum") adalah sebuah perusahaan
minyak bumi
bermarkas di London,
dan salah satu 4 besar perusahaan minyak di seluruh dunia (bersama dengan Shell,
ExxonMobil,
dan Total).
Pada Desember
1998, BP bergabung dengan
American Oil Company (Amoco), membentuk "BP
Amoco". Namun, langkah ini dipandang umum sebagai sebuah pembelian Amoco
oleh BP, hanya saja digambarkan secara resmi sebagai sebuah penggabungan karena
alasan legal. Dan setelah setahun beroperasi bersama, mereka menggabungkan
banyak operasi dan nama "Amoco" dilepas dari nama perusahaan. Divisi
BP Solar telah menjadi pemimpin dalam produksi panel surya. BP juga merupakan partner pemimpin dalam jalur pipa
Baku-Tbilisi-Ceyhan yang kontroversial.
BP
Indonesia merupakan perusahaan minyak dan gas
bumi yang berkantor pusat di London, Kerajaan Inggris. BP
telah beroperasi di Indonesia lebih dari 35 tahun, kini menjadi salah satu
investor terbesar di Indonesia, dengan investasi
kumulatif lebih dari USD
5 Milyar.
Akuisisi asset ARCO pada tahun 2000-an dan persetujuan dari
Pemerintah Republik Indonesia pada Maret 2005 untuk
memulai konstruksi LNG Tangguh, memperbesar secara signifikan
posisi BP pada sektor energi di Indonesia. Saat ini BP Indonesia memiliki karyawan lebih dari
1.000 orang, yang sebagian besar berada di Jakarta
dan Papua Barat.
Dalam kekisruhan konflik yang terjadi di Papua, semuanya bermula dari
BP. BP mampu memprovokasi antara OPM,
TNI, dan Polisi. Berbicara mengenai BP,
pasti berhubungan dengan uang. Ketiga kelompok
tersebut semuanya berada dibawah perlindungan BP. Dengan begitu, BP mampu mengadu domba ketiga
kelompok tersebut. TNI seolah-olah
melakukan pembantaian dan polisi juga melakukan penyerangan. Dengan begitu, OPM ingin memisahkan diri dari
NKRI.
Perusahaan Multinasional
Pada tahun 1999, Freeport
membuat kebijakan yang komprehensif mengenai masalah Sosial, Tenaga kerja dan
HAM. Dua tahun kemudian, mereka membentuk Dana Abadi Kepemilikan Lahan Secara
Sukarela (Voluntary Land Rights Trust Fund), dimana dikumpulkan untuk generasi
penerus dari suku Amungme dan Kamoro yang berada dekat dengan lokasi proyek di
Timika. Freeport memberikan dana awal sebesar US$2,5 juta pada Dana Abadi
tersebut dan bertekad untuk melakukan pmebayaran sebesar US$500.000. Di tambah
lagi, Dana satu persen Freeport memberikan kontribusi senilai US$11-18 juta per
tahun (berasal dari 1 persen atas pendapatan bruto perusahaan di Papua) untuk
pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan pembangunan infrastruktur. Freeport juga
merupakan anggota dari Inisiatif Pertambangan Global (Global Mining Initiatives),
yang berusaha menekan pengaruh negatif terhadap sosial dan lingkungan akibat
penggalian mineral.
Bekerja sama dengan BPMIGAS
(Badan Pelaksana Migas), BP mengadakan pembangunan Projek Gas Alam Cair
Tangguh, yang akan melibatkan penggalian di lokasi pertambangan Tangguh,
memproses gas hingga menjadi LNG, dan mengirimkannya terutama ke pasar Asia
Timur, termasuk Cina. British Gas bekerja sama dengan BP, mengirim gas ke
proyek gas alam Tangguh menggunakan cadangan yang berasal dari kontrak pembagian
produksi untuk lokasi tambang di Wiriagar, Berau dan Muturi. BP mempunyai
komitmen untuk bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan dalam pengelolaan
sumber daya. Mereka bekerja sama dengan pemerintah lokal dan partner lainnya
untuk melaksanakan strategi dalam mendiversifikasikan pertumbuhan (seperti,
investasi pada desa setempat). BP juga mengembangkan inovasi dalam kerjasama
keamanan yang berbasiskan masyarakat.
INPEX adalah perusahaan milik
Jepang yang melakukan eksport gas alam dan mengirimkan kepada pasar domestik
Indonesia. Pada bulan November 1998, INPEX memperoleh 20 persen saham Papua
Timur dan Blok Bagian Barat Arguni, dimana 80 persen sisanya milik BP. JAPEX,
yang dimiliki oleh pemerintah Jepang, bekerja sama dengan BPMIGAS, regulator
pemerintah untuk bidang sumber daya Petrolium, dan menguasai 60 persen dari
blok Semirak di Papua. Marubeni Sagindo adalah perusahaan Jepang yang
beroperasi di dalam sektor kehutanan.
Perusahaan multinasional
lainnya yang aktif di Papua adalah Conoco Phillips dan Total Fina Elf, sama
halnya dengan perusahaan Jepang, Korea, Australia dan perusahaan lainnya.
Conoco telah beroperasi di Indonesia selama 33 tahun. Mereka mengoperasikan Blok
B, Tobong, dan kontrak pembagian produksi Blok II bagian Utara Selatan Laut Natuna
dan mempunyai minat pada bagian Selatan Sokang. Pada tahun 1998, Perusahaan pembangunan
serta konstruksi milik Pertamina dan Sembawang mencapai kesepakatan untuk
membuat perjanjian dengan dukungan Conoco menjual 325 juta kubik per hari untuk
mengrimkan gas alam melalui pipa ke Singapura. Melalui kerjasama dengan BPMIGAS,
Conoco membangun pertambangan minyak di pinggir pantai Belida dan pertambangan
gas alam Bloc B di wilayah pedalaman. Perusahaan Total Indonesia (anak perusahaan
dari Total Fina Elf), yang aktif beroperasi di Kalimantan, juga mempunyai minat
di sektor energi Papua. Perusahaan Lamso Runtu Ltd yang menguasai blok Runtu yang
meliputi bagian pantai Kuta, dimana telah digali lima tambang sejak 1990. Perusahaan
Global Santa Fe mengoperasikan tambang minyak Klamono di Papua. Perusahaan Ramu
Internasional mengoperasikan tambang minyak Rombebai. Perusahaan Nasional
Minyak Korea (Korea National Oil Company, KNOC) adalah produser dari minyak dan
gas. Mamberamo adalah perusahaan Australia yang beroperasi di sektor kehutanan
Papua.
Dari pembahasan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa Pulau yang bernama Papua ini sepertinya tidak pernah surut
dari kekisruhan berbagai konflik yang terjadi selama ini, baik itu dari segi
etnik, struktur sosial, bahasa, kepercayaan/agama, tradisi, dan sebagainya. Papua dengan keindahan dan kekayaan alamnya
sehingga banyak perusahaan asing yang ingin menguasainya. Walaupun Papua memiliki kekayaan alam yang
begitu melimpah, tetapi masyarakat Papuanya sendiri tidak bisa menikmati
kekayaan alamnya tersebut. Oleh karena
itu, problematika yang terjadi di Papua sepertinya menjadi polemik yang panjang
selama ini.
REFERENCES
Indonesia_Report_Bahasa.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic