We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Minggu, 06 April 2014

Seluk Beluk Papua Barat



Class review 8


            Setelah satu minggu lamanya kita terbebas dari tugas writing, baik itu class review ataupun yang lainnya.  Namun, tidak bias dipungkiri bahwa kegiatan menulis dan mencari data yang dilakukan setiap minggunya itu membuat kita rindu dengan kesibukan kita dalam menulis.  Hari ini tepatnya hari jum’at 05 april 2014, kita bertemu kembali bersama Mr. Lala Bumela.  Pada hari ini kita menggantikan pertemuan kita yang seharusnya pada hari selasa, namun dikarenakan beliau ada keperluan kita putuskan hari jum’at inilah sebagai gantinya.  Menulis itu tidaklah mudah.  Jangankan kita seorang pelajar, yang mengajarnya pun akan lebih kesulitan lagi.  Mr. William berkata kepada Mr.Lala bahwa sanya mengajar ‘writing it’s will real job’.  Pastinya, karena seorang pengajar writing harus lebih berkualitas tinggi, karena akam ,emjadi pekerjaan yang nyata.
            Dalam slidenya, apa yang telah beliau lihat pada babak musim pertama ini sedikit kecewa, karena terlalu banyak mahasiswanya melanggar aturan dalam mengajukan kertas, dan itu sngat membuat beliau kecewa.  Beliau juga mentoleris\r kesalahan-kesalahan yang ada.  Kenapa ‘writing it’s will real job’ karena memang untuk mempromosikan penulis multibahasa (dan pembaca) adalah pekerjaan yang nyata.  Kemudian bergerak di L1-L2 adalah continuum yang nyata.  Maksud dari continuum disini adalah pergerakan dari bahasa pertama berajnak ke bahasa kedua.
            Dibabak musim kedua ini beliau sangat mengharapkan yaitu : sebuah npengalaman membaca konstan (ekstensif dan intensive).  Ekstensif disini adalah membaca yang bersifat menjangkau secara luas.  Dengan membaca ekstensif, Anda tidak semata-mata mengetahui isi teks saja, tetapi Anda juga akan menyerap pengetahuan yang lebih umum atau luas.  Demikianlah gambaran umum dari membaca ekstensif.  Melakukan diskusi secara terus menerus dengan mitra terbaik.   Kita juga harus terus berdo’a dalam setiap detik, dalam mngerjakan semua pkerjaan kita harus selalu disertai dengan do’a.   kemudian sebuah pertemuan yang konstan diluar kelas, selain didalam ruangan kita juga harus terus belajar dan berdiskusi di luar ruangan atau kelas.  Fokus, Ketekunan, dan Komitmen adalah sebuah keharusan yang harus kita jalani.  Tidak hanya itu, sebuah TEAMWORK merupakan sebuah keharusan, karena dengan adanya teamwork akan menjadikan mahasiswa memiliki kemampuan yang merata.
Pertemuan ke Sembilan ini kita membahas tentang artikel yang berjudul “don’t use your data as a pillow”.  Judul artikel tersebut beserta isinya kita bahas dalam sebuah kelompok.  Dimulai dari judul kita berdiskusi dengan kelompok masing-masing, setiap pendapat orang itu berbeda-beda.  Disini catatan kecil dari hasil diskusi kelompok saya mengenai judul, yang kita bahas adalah maksud dari kata ‘data’ dan ‘pillow’.
1.      Data itu sebagai penunjang, jadi dianalogikan sebagai data.
2.      Data itu mengandung berbagai informasi, sednagkan pillow itu hanya untuk bersandar.
3.      Data itu sebagai sekumpulan aset.
4.      Maksud dari judul adalah jangan jadikan data itu sebagai sandaran.
5.      Data itu dadalah sekumpulan informasi yang kita dapat, sedangkan pillow hanya sebuah sandaran. 
Pada akhirnya kelompok saya menyimpulkan bahwa maksud dari judul tersebut adalah jangan jadikan data kita atau informasi yang kita dapatkan sebagai sandaran, atau kita tidak boleh terus bersandar terhadap data.  Kemudian beranjak kepada pembahasan paragraph pertama, dan dimulai dari kalimat pertama yaitu;
1.       Menandakan bahwa makanan tersebut sesuia dengan pestanya, yaitu pesta perpisahan.
2.      Dilihat dari makanannya tidak berbau yang manis-manis, melainkan yang asin-asin dan pahit.
3.       




            Setelah kita berdiskusi dengan kelompok masing-masing, Mr.Lala meminta satu orang perwakilan dari setiap kelompok untuk menjelaskan tentang apa yang telah didiskusikan dalam kelompoknya.  Ternyata setiap kelompok itu mempunyai pendapat dan pandangan tentang judul dan isi teks tersebut. Sebelum kita memulai diskusi, kita diberi beberapa pertanyaan seputar papua, diantaranya :
1.      Apa itu papua dan dimana letaknya?
Pulau Papua atau Guinea Baru (Bahasa Inggris: New Guinea) atau yang dulu disebut dengan Pulau Irian adalah pulau terbesar kedua (setelah Tanah Hijau) di dunia yang terletak di sebelah utara Australia. Pulau ini dibagi menjadi dua wilayah yang bagian baratnya dikuasai oleh Indonesia dan bagian timurnya merupakan negara Papua Nugini. Di pulau yang bentuknya menyerupai burung rajawali ini terletak gunung tertinggi di Indonesia, yaitu Puncak Jaya (4.884 m).
2.      Perbedaan apa yang dapat kita lihat antara Papua dan Irian Jaya?
IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108). Kenapa anti Nederland karena pada waktu itu Belanja menjajah Indonesia dan menguasai daerah minyak di wilayah Papua yaitu di bagian kepala burung dan menjadikan penduduk asli pribumi sebagai buruh kasar pada perusahaan minyak mereka maka orang Papua anti dengan Nederland.
Dan kata Papua memiliki banyak arti salah satunya dalam Bahasa Tidore. Mengapa demikian karena Papua adalah wilayah kekuasaan Kerajaan Tidore. Kata Papua terdiri dari dua kata yaitu PAPA dan UA. Papa artinya Bapak dan ua artinya tidak, jadi Papua artinya tidak memiliki Bapak, karena ketika itu Sultan Tidore melihat bahwa di tanah Papua ini tidak memiliki pemimpin atau dengan kata lain orang Papua berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah oleh karena itu sultan Tidore memberi nama pulau ini dengan nama Papua dan memberikan mereka seorang pemimpin. Dan menurut tokoh masyarakat kata Papua menurut bahasa Papua sendiri artinya hitam dan keriting itu adalah ciri khas orang Papua. Mungkin kita sering mendengar lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi kondang asal Papua EDO KONDOLOGIT “Hitam Kulitku Keriting Rambutku Aku Papua” dan lagu itu melambangkan identitas orang Papua.
Kenapa dulunya Irian sekarang menjadi Papua. Nama Irian menjadi Papua yaitu pada era Presiden Gusdur. Dan pada waktu itu Gusdur melakukan perjalanan Dinas ke Papua yaitu di Jayapura dan Orang Papua sendiri yang meminta ke Presiden Gusdur bahwa mereka ingin nama Provinsinya diganti dengan nama Papua karena itu melambangkan Identitas mereka dan sekarang adalah zaman reformasi kita tidak boleh lagi membenci Negara lain, maka Gusdur menyetujui dan menggantikan nama Irian dengan Papua.
JAYAPURA--MIOL: Provinsi Irian Jaya Barat (IJB) telah berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat. Perubahan nama tersebut telah dideklarikasikan Ketua DPR Provinsi IJB Jimianus Ijie dan Gubernur IJB Abraham Oktovianus Ataruri di Manokwari, ibu kota Provinsi IJB, Selasa (6/2).

           "Perubahan nama IJB menjadi Papua Barat itu bertepatan dengan peringatan realisasi pemekaran Provinsi IJB pada 6 Februari 2005. Pemakaian nama Provinsi Papua Barat secara resmi digunakan pada Rabu, 7 Februari 2007," kata Ketua DPR Provinsi IJB Jimianus Ijie kepada Antara di Jayapura, Selasa (6/2). Menurut dia, penggunaan nama Provinsi Papua Barat itu merupakan keinginan masyarakat di Papua.

Papua Masuk NKRI Melalui Kekuatan Diplomasi Bukan
Aneksasi

JAYAPURA [PAPOS] – Berdasarkan New York  Agreement yang diserahkan kepada Indonesia 1 Mei  1963, melalui kekuatan diplomasi internasional  yang menjadikan Papua kembali  pada  wilayah NKRI, bukan  melalui proses aneksasi.
Untuk itulah pemerintah diharap memberikan ruang kepada Papua yang merupakan bagian wilayah NKRI guna berjuang bersama dengan provinsi lain yang berada di luar Papua.
Frans Albert Joku, tokoh sejarah Papua, melalui release yang diterima Redaksi Papua Pos, Senin (29/4) mengatakan, Papua bukan dianeksasi, bukan berintegrasi  dan diintegrasikan  atau digabungkan dengan NKRI, karena  berintegrasi atau bergabung adalah proses masuk  dari luar ke dalam Indonesia.
Lanjut Frans, sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berdasarkan azas  uti prossidentis juris, Papua adalah bagian  dari Indonesia namun ditahan oleh  Belanda  untuk sementara  waktu dan diserahkan kepada Indonesia  melalui proses Pepera. Jadi   yang tepat, Indonesia merebut kembali Papua/Irian melalui  jalan diplomasi. “Karena  itu istilah yang  tepat adalah Papua/Irian ‘diperoleh kembali’ atau ‘masuk kembali’ Papua  ke NKRI, bukan diintegrasikan,” tegasnya.
Bila  dicermati, konsekuensi  logis dari azas uti possidetis (batas wilayah negara bekas  jajahan  yang kemudian merdeka, mengikuti  batas wilayah   sebelum negara tersebut merdeka) dalam  hukum  internasional, jelas Yoku, yang telah diakui  dan dipraktekkan oleh berbagai negara, maka Papua merupakan bagian  integral  dari wilayah kedaulatan Republik Indonesia  sejak  tanggal 17 Agustus 1945.
Di mana  pada masa kolonial Belanda, Papua Barat merupakan  bagian dari wilayah Hindia Belanda di bawah administrasi Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.  Karena itu sebagaimana pulau-pulau  lain di  Nusantara, menurut  asaz uti possidetis juris  tersebut, seharusnya Papua Barat otomatis beralih status menjadi  bagian wilayah Republik Indonesia sejak saat Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sejarah membuktikan bahwa Papua memang sudah di bawah NKRI sejak kemerdekaan 17 Agustus maka dengan adanya 1 Mei 1963 merupakan langkah strategis berdasar  Perjanjian New York yang memperkuat kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi. “Hanya  orang-orang tertentu  saja yang belum  bisa menerima ini semua ini dikarenakan  tidak mengetahui sejarah  sesungguhnya dan saran saya  bangsa Indonesia  harus banyak memberikan suatu  bentuk-bentuk  yang bisa diterima semua  warga Papua,” tuturnya.
Untuk itulah, menjelang hari  bersejarah tepatnya, 1 Mei setiap tahun, sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Papua dengan munculnya kembali semangat kebangsaan. Sebuah semangat   yang  tumbuh dan lama berkembang bahkan sebelum lahirnya  Proklamasi 17 Agustus Republik Indonesia.
Ia mengemukakan, terdapat beberapa catatat sebagai refleksi dinamika yang tumbuh dan berkembang di Tanah Papua, hadirnya para  nasionalis Indonesia di  Tanah Papua telah muncul sebelum Proklamasi seperti contoh, Nikolas Jouwe, Corenus Cray, Silas Papare. Yang masing-masing telah mendirikan Komisi Indonesia Merdeka  (KIM). Sementara Marthen Indey  dan JA Dimara juga  tercatat  sebagai penggerak perjuangan Indonesia  di Tanah Papua.
Sesungguhnya, perjuangan warga Papua makin bergelora sejak dikumandangkan Proklamasi 17 Agustus 1945 namun saat  itu masih sangat terbatas karena beberapa  tekanan dan larangan yang  ketat  dari kolonial Belanda  yang masih belum meninggalkan Tanah Papua sampai pada 1 Mei 1963.
Lanjut  Joku, nilai politik dan nilai sejarah dalam perjalanan 50 tahun kembalinya Papua ke pangkuan Republik Indonesia, memang relatif dinamis tergantung datri sudut  pandang masing-masing. Namun  yang tak  terbantahkan adalah memang banyak kemajuan  yang dicapai Provinsi Papua sekarang ini.
Walaupun kita  tak bisa menutup mata  atas  fakta  bahwa dalan waktu  50 tahun ini, belum semua orang Papua bisa merasakan kemajuan. Inilah pekerjaan  rumah   yang harus di selesaikan bersama. “Ditanya kenapa  belum tercapai berarti ada  hal-hal yang  belum bisa diwujudkan oleh pemerintah pusat kepada Papua  baik dilihat  dari nilai sejarah, nilai kemanusiaan, maupun  nilai-nilai pembangunan yang lain,” tukasnya.

Menurut Bung Karno, Papua Sudah Menjadi NKRI walaupun Tanpa PEPERA


Penyerahan Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Pemerintah Belanda
Pada bagian pertama sudah diuraikan bahwa salah satu pemicu munculnya sikap saling curiga antara Papua dan Jakarta yakni adanya pemahaman yang berbeda tentang SEJARAH INTEGRASI PAPUA ke dalam NKRI. Padahal sejarah integrasi dimaksud sudah SANGAT JELAS, tertulis, dan terdokumentasikan secara resmi hingga ke badan dunia (PBB).
Dan bahwa sikap saling curiga itu memang sengaja diciptakan dan dipelihara oleh kelompok-kelompok kepentingan tertentu baik dari luar maupun dari dalam negeri untuk melepaskan Papua dari NKRI.
Pada bagian kedua ini akan diuraikan beberapa prinsip dasar yang melatari argumen penulis bahwa jauh sebelum Pepera 1969, Papua sudah menjadi bagian yang sah dari NKRI.
1. Azas Uti Possedetis Juris :
Azas ini diakui dalam hukum internasional dan sudah dipraktikan secara luas di berbagai negara. Azas ini pada intinya mengatur bahwa batas wilayah negara bekas jajahan yang kemudian merdeka, mengikuti batas wilayah sebelum negara tersebut merdeka.
Konsekuensi logisnya, Papua Barat (West Papua) otomatis beralih statusnya menjadi bagian wilayah Republik Indonesia sejak saat proklamasi 17 Agustus 1945. Peta di bawah ini memperkuat argumen di atas :

Peta pembagian wilayah jajahan atas Pulau Papua
Sejak tahun 1866 Pulau Papua berada dalam penjajahan 3 (tiga) negera Eropa, yakni : Belanda, Inggris dan Jerman.
Bagian sebelah timur Pulau Papua -yang oleh bangsa Eropa lebih dikenal dengan nama Papua New Guinea dikuasai oleh Jerman dan Inggris. Setelah melalui Trustee PBB /Trust Territory of new Guinea, kedua wilayah tersebut lalu dipercayakan kepada Australia dan Administrasinya dijadikan satu dalam Territory of Papua New Guine.
Sedangkan bagian barat Pulau Papua -yang oleh bangsa Eropa lebih dikenal dengan nama West Papua- dikuasai oleh Belanda dan diberi nama Netherland New Guinea.
Penentuan tapal batas ketiga wilayah kekuasaan itu (antara wilayah Jerman dan Belanda dan antara Jerman dan Inggris di Pulau Papua) dikuatkan melalui Deklarasi Raja Prusia tanggal, 22 Mei 1885. Dengan deklarasi ini dan juga karena tidak ada klaim dari pihak lain maka status Papua bagian barat sah sebagai milik Belanda dan tidak perlu menunggu pengakuan dari siapapun.
Tanggal 17 Maret 1910 Belanda menetapkan Hollandia (sekarang Jayapura) sebagai ibukota Nederland Nieuw Guinea. Nama ibukota itu (Hollandia) diberikan oleh Kapten Sachse. Kota pantai dengan geografinya yang berteluk itu sangat mirip dengan garis pantai utara negeri Belanda. (Hollandia dari kata Hol = lengkung atau teluk, dan Land = tanah). http://www.indotoplist.com
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hindia Belanda memproklamasikan kemerdekaannya menjadi Negara Indonesia. Indonesia pun menuntut semua wilayah bekas Hindia Belanda sebagai wilayah KEDAULATAN-nya. Artinya, secara de jure, (dengan mengacu pada azas Uti Possedetis Juris tesebut) sejak 17 Agustus 1945 wilayah bagian barat Pulau Papua (West Papua atau Nederland Nieuw Guinea) resmi menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan wilayah Negara Indonesia.
Namun dalam pelaksanaannya (sebagaimana isi pidato Bung Karno di atas), Belanda belum rela melepas Irian Barat. Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat sebagai negara terpisah dengan alasan adanya perbedaan etnis. Keengganan Belanda melepaskan Papua juga karena ada pusat pemerintahannya di Hollandia (Jayapura) yang topografinya sangat mirip dengan pantai utara Belanda itu. Ketidak-ikhlasan Belanda melepaskan wilayah Papua inilah yang kemudian membawa status politik wilayah Papua harus melalui perjalanan panjang di berbagai fora, sepert Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Perjanjian New York (1962), Pepera (1969), dan finalisasinya dalam Sidang Majelis Umum PBB tanggal 19 November 1969.
2. Daftar Dekolonisasi :
Di kalangan aktivis Papua saat ini berkembang sebuah argumen bahwa kekuasaan Hindia Belanda atas Indonesia secara total berakhir dengan adanya invasi Perang Dunia ke-2 oleh Jepang. Artinya Indonesia merupakan wilayah pendudukan Jepang yang tidak ada hubungan apapun lagi dengan Kerajaan Nederland. Wilayah Papua yang diduduki Jepang, dibebaskan pada tahun 1944 (setahun sebelum Indonesia merdeka), kemudian dikembalikan pengurusannya kepada Belanda (NICA) oleh tentara sekutu, sehingga tidak ada alasan untuk mengklaim wilayah West Papua sebagai bagian wilayah Indonesia.
Argumen itu seakan mendapat dukungan dengan keberadaan Program Dekolonisasi PBB tahun 1946 yang disahkan dengan Resolusi Majelis Umum PBB No. 66, tanggal 14 Desember 1946. Resolusi itu memuat Daftar Dekolonisasi (Daftar Wilayah Jajahan Yang Harus Dimerdekakan). Terdapat 72 (tujuh puluh dua) wilayah koloni yang oleh Majelis Umum PBB dinyatakan sebagai ‘Non Self-Governing Territories’ atau wilayah tak berpemerintahan sendiri yang harus dimerdekakan, termasuk Papua, Malaysia dan Timor Timur.
Argumen di atas tentu saja sangat mudah dipatahkan dengan mengacu pada bukti-bukti sejarah, antara lain :
a. Jika benar kekuasaan Belanda atas Indonesia berakhir dengan adanya invasi Perang Dunia ke-2 oleh Jepang tahun 1942, lantas mengapa harus ada perundingan Linggarjati di Kuningan, Jawa Barat tanggal 11-12 November 1946 serta Perjanjian Renville tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta? Kedua perjanjian itu pada prinsipnya sama, yakni penyerahan kekuasaan dari Belanda ke Republik Indonesia secara bertahap (wilayah Sumatera dan sebagian Jawa). Jika kekuasaan Belanda sudah berakhir tahun 1942, lantas dalam kapasitas apa Belanda hadir sebagai para pihak dalam kedua-perundingan itu?
b. Ketika Konferensi Meja Bundar tengah berproses, Kerajaan Belanda melakukan tindakan hukum yang sangat monumental. Yakni pada tanggal 19 Pebruari 1952, Belanda memasukan Irian Barat sebagai wilayah Kerajaannya dalam Undang-Undang Dasar mereka. Bagaimana dengan program Dekolonisasi PBB yang memasukan West Papua sebagai ‘Non Self-Governing Territories’ atau wilayah tak berpemerintahan sendiri yang harus dimerdekakan?
Inkonsistensi sikap
Sikap-sikap inkonsisten Belanda inilah yang membuat Bung Karno geram. Maka tak heran jika Bung Karno kemudian menggalang kekuatan dari negara-negara Asia-Afrika, dan mengutus Jenderal AH. Nasution ke Moskwa pada Desember 1960 untuk mengadakan perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5 miliar dollar dengan persyaratan pembayaran jangka panjang. Setahun kemudian, di alun-alun Utara Yogyakarta Bung Karno mengumandangkan Operasi Trikora (19 Desember 1961).
Perjuangan Bung Karno ini membuahkan hasil. 15 Agustus 1962 Indonesia-Belanda menandatangani New York Agreement yang difasilitasi PBB. Sesuai persetujuan New York itu, Belanda menyerahkan kekuasaan atas Irian Barat kepada PBB. Untuk maksud itu, dibentuklah Badan Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA).
Pengambil-alihan pemerintahan di Irian barat oleh UNTEA ini tercatat dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 1752 tanggal 21 September 1962. Maka tanggal 1 Oktober 1962 secara resmi berlangsung penyerahan kekuasaan dari Pemerintahan Belanda kepada UNTEA dibawah pimpinan Administrator Jose Rolz Bennet yang tidak lama kemudian diganti oleh Dr. Djalal Abdoh. Tanggal 31 Desember 1962 bendera Belanda diturunkan dari wilayah Papua Barat dan sebagai gantinya dikibarkanlah bendera Indonesia berdampingan dengan bendera PBB (UNTEA).

31 Desember 1962 bendera Belanda diturunkan, digantikan oleh Bendera Merah Putih mendampingi bendera PBB (UNTEA)
Februari 1963 Sekretaris Jenderal PBB  ke Jakarta dan Jayapura untuk memperjelas bahwa PBB akan menjamin kelancaran proses alih kekuasaan dari UNTEA kepada Pemerintah Indonesia. Sekjen PBB kemudian mengirimkan utusan untuk menerima pemerintahan di Irian Barat. Secara berangsur-angsur pegawai bangsa Belanda meniggalkan Irian Barat, dimana hingga Maret 1963 praktis hampir semua jabatan dalam pemerintahan UNTEA telah berada ditangan bangsa Indonesia, kecuali jabatan-jabatan tertentu dan vital yang terus dipegang oleh petugas PBB bangsa lain hingga pada akhir masa tugas UNTEA di Irian Barat, 1 Mei 1963.
Tiga hari kemudian, tepatnya 4 Mei 1963, Bung Karno tiba di Papua. Dan di Kota Baru yang sebelumnya bernama Hollandia, ibukota Nederland Nieuw Guinea (sekarang Jayapura) suara Bung Karno membahana ke seluruh Tanah Papua :
“…Dan apa yang dinamakan tanah air Indonesia? Yang dinamakna tanah air Indonesia ialah segenap wilayah yang dulu dijajah oleh pihak Belanda, yang dulu dinamakan Hindia Belanda, yang dulu dinamakan Nederlands Indië. Itulah wilayah Republik Indonesia. Dengarkan benar kataku, itulah wilayah Republik Indonesia. Itu berarti bahwa sejak 17 Agustus 1945 Irian Barat telah masuk di dalam wilayah Republik Indonesia. Apa yang belum terjadi? Karena penjajah Belanda di Irian Barat sesudah proklamasi itu masih berjalan terus, maka Irian Barat belum kembali termasuk di dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Sehingga kita punya perjuangan yang lalu ialah Saudara-Saudara perhatikan benar-benar, bukan memasukan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Kesalahan ini masih kadang-kadang dibuat. Orang masih berkata, berjuang memasukan Irian Barat kembali ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Tidak!
Irian Barat sejak 17 Agustus 1945 sudah masuk dalam wilayah Republik Indonesia. Orang kadang-kadang berkata, memasukan Irian Barat ke dalam wilayah Ibu Pertiwi. Salah! Tidak! Irian Barat sejak daripada dulu sudah masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia…”
(Dikutip dari Pidato Bung Karno di Kota Baru, Jayapura, tanggal 4 Mei 1963)

3.      Apa itu trikora?
Operasi TRIKORA di cetuskan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di alun-alun Utara yogyakarta. Trikora merupakan sebuah operasi yang bertujuan untuk mengembalikan wilayah Papua bagian barat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Trikora muncul karna adanya kekecewaan dari pihak indonesia yang selalu gagal dalam perundingan dengan Belanda untuk mengembalikan irian barat yang secara sepihak diklaim sebagai salah satu provinsi kerajaan Belanda.
Sebelum di cetuskanya TRIKORA presiden sukarno pd thn 1960 memerintahkan jend. A.H. Nasution untuk mencari peralatan militer ke luar negeri, negara yang pertama dikunjungi adalah Amerika, namun menolaknya, lalu A.H. Nasution meminta bantuan pada uni sovyet dan berhasil mengadakan perjanjian jual beli senjata dan peralatan tempur berupa : 41 Helikopter MI-4, 9 Helikopter MI-6, 30 pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap MiG-17 ,10 pesawat buru sergap MiG-19, 20 pesawat pemburu supersonik MiG-21, 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan korvet, dan 1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov, 22 pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16, dan 12 pesawat TU-16 versi maritim ( lengkap dgn rudal AS-1 Kennel ), 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12 B dan 10 jenis C-130 Hercules buatan amerika. Dengan berhasilnya mendatangkan peralatan militer yang sebanyak itu, indonesia menjelma menjadi negara yang memiliki angkatan udara terkuat di bumi bagian selatan.
Setelah dicetuskanya operasi TRIKORA, Ir.sukarno membentuk komando MANDALA yang dikomandani oleh Mayjen. Suharto. Tugas dari komando MANDALA adalah : merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia. Untuk melakukan tugas tsb mayjen. Suharto menerapkan strategi Infiltrasi (penyusupan), Eksploitasi, dan Konsolidasi.
Gelar operasi infiltrasi dilakukan secara bertahap melalui jalur udara dengan menggunakan pesawat-pesawat angkut berat AURI (TNI AU), sedangkan melalui jalur laut, ALRI (TNI AL) mengerahkan 3 kapal perang serta 2 Kapal selam. Pada tgl 15 januari 1962 terjadi insiden pertempuran dimana 3 kapal perang ALRI kepergok oleh kapal fregat belanda mengakibatkan tenggelamnya KRI Macan Tutul serta menewaskan Komodor Yos Sudarso, peristiwa ini dikenal dengan Pertempuran Laut Aru.
Setelah menggelar tahap Infiltrasi yang berlangsung hingga thn 1962, ALRI kemudian mempersiapkan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia. Lebih dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi pendaratan tersebut. Operasi ini sebagai pendukung dalam tahap Eksploitasi yang bertujuan untuk menyerang kekuatan belanda secara terbuka, dalam tahap ini ALRI juga mengerahkan 12 kapal selam serta kapal penjelajah KRI IRIAN, sedangkan AURI menerbangkan pesawat pembom TU-16 dilengkapi rudal AS 1-kennel yang siap menenggelamkan kapal induk Hr. Ms. Karel Doorman milik belanda.
Melihat kekuatan militer indonesia yang sudah pada posisi mengepung pulau papua, Amerika selaku sekutu belanda mengusulkan untuk diadakanya perundingan dan mendesak belanda untuk segera menyerahkan papua barat pada indonesia, pada tgl 15 agustus 1962 diadakan perundingan di markas PBB di New York dan dikenal dengan PERJANJIAN NEW YORK yang isi pokoknya adalah "Penyerahan wilayah Papua Barat pada PBB (UNTEA) untuk selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Indonesia yang sebelumnya harus diadakan proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang diselenggarakan sebelum thn 1969". Untuk menghormati isi Perjanjian tsb Presiden Sukarno pd tgl 18 agustus 1962 memerintahkan untuk menarik mundur semua pasukan dari papua.
PEPERA diselenggarakan thn 1969, isi PEPERA berupa 2 pilihan yaitu :
  • Tetap bergabung dengan Indonesia
  • Memisahkan diri dari Indonesia
Dan hasilnya adalah Papua Barat tetap bergabung dengan Indonesia. Dengan demikian Papua Barat menjadi Provinsi ke-26 RI dan berganti nama menjadi IRIAN JAYA.


Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah sebuah organisasi yang didirikan tahun 1965 dengan tujuan membantu dan melaksanakan penggulingan[1] pemerintahan yang saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia, sebelumnya bernama Irian Jaya, memisahkan diri dari Indonesia, dan menolak pembangunan ekonomi dan modernitas. Organisasi ini mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliran Maois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan Nasional Amerika Serikat. Organisasi ini dianggap tidak sah di Indonesia. Perjuangan meraih kemerdekaan di tingkat provinsi dapat dituduh sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara. Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik, mengibarkan bendera Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua. Para pendukungnya sering membawa-bawa bendera Bintang Kejora dan simbol persatuan Papua lainnya, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang nasional. Lambang nasional tersebut diadopsi sejak tahun 1961 sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963 sesuai Perjanjian New York.
Itulah uraian atau penjelasan tentang sejarah papua barat.  Kembali kepada judul teks yaitu “ don’t use your data as a pillow”.  Yang dimaksud dengan data adalah Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih memerlukan adanya suatu pengolahan. gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian ataupun suatu konsep.  Sedangkan informasi adalah Informasi Data bisa berujut suatu keadaan, gambar, suara, huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya yang bisa kita merupakan hasil pengolahan dari sebuah model, formasi, organisasi, ataupun suatu perubahan bentuk dari data yang memiliki nilai tertentu, dan bisa digunakan untuk menambah pengetahuan bagi yang menerimanya. Dalam hal ini, data bisa dianggap sebagai obyek dan informasi adalah suatu subyek yang bermanfaat bagi penerimanya. Informasi juga bisa disebut sebagai hasil pengolahan ataupun pemrosesan data.   Sedangkan menurut Lehtonen, data adalah tertulis, lisan, visual, atau combinasi dari semuanya.
Dari pertemuan kita kali ini, kita dapat simpulkan bahwa sekarang ini kita akan lebih kepada seorang pembaca dan memahami dengan benar-banar maksud dari teks yang kit abaca.  Khususnya, pada sekarang ini kita sedang membahas tentang sejarah papua barat.  Informasi yang telah kita dapatkan bias disebut dengan data, namun data itu jangan kita jadikan sebagai pillow atau bantal.  Yang dimana bantal itu sendiri tidak semua orang menggunakannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic