We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Minggu, 06 April 2014

READING DISCOURSE

Jum’at, 4 April 2014 divisi PBI-C kembali bersemayam dalam kabut-kabut polemik. Polemic ini seakan menjadi terror kekejaman yang menjamah ideology, mengonversikan paradigma, dan memarginalkan dogma-dogma yang tak terfilter dengan nyata. Kini, kita kembali dalam komando Mr. Lala Bumela sebagai salah satu bidak dalam medan peperangan. Perang ini mungkin akan menjadi sequel dari perang-perang sebelumnya, dengan tetap bertahan dalam memerangi musuh yang tak nyata dan membawa beban mental yang nyata. Tapi di tengah peperangan ini kita terjebak dalam membaca siasat musuh, yang bersarang dalam ribuan kalimat. Ini adalah pengalaman perang sebelumnya dengan ketidakberdayaan memahami konteks dalam content teks. Maka dari itu beliau dalam pembahasan kali ini merujuk kearah “Reading Time”, dan pembahasan kali ini akan merujuk pada kedua buku milik dengan melihat sedikit fakta yang ditulis Ken Hyland English for Academic Purposes (2006) dan Teaching and Researching Writing (2009).

Kita tahu membaca adalah salah satu cikal bakal kita untuk tetap bertahan di area peperangan ini, maka dari itu membaca sangat penting untuk menggali informasi dan menggali ketrampilan ideology. Dalam peperangan di setengah musim ini, beliau banyak menemukan kualitas kinerja kita dalam menulis dan ini terkait dengan ketrampilan kita dalam membaca konteks suatu teks. Beliau melihat (1) ada kemajuan yang tampak, walaupun (2) beliau mengalami kehabisan tenaga untuk setiap literasi yang berada di setiap subjek pembahasan, (3) karya-karya kita yang jauh dari degradasi, tapi (4) kita sering melakukan pelanggaran aturan dalam pengajuan kertas, dan (5) beliau tak mentolerir itu walau sedikit, maka dari itu (6) penulis multibahasa dan pembaca adalah pekerjaan yang nyata, (7) dan bergerak di L1-L2 kontinum adalah perjalanan yang nyata.

Dalam point-point di atas, kita sedang bergerak di point-point akhir. Dengan bergerak di L1-L2, ini adalah spesialis kita mestinya. Dalam buku English for Academic Purposes (Ken Hyland, 2006:163 ), Hyland dan Milton fokus pada L1 dan L2 tahun terakhir penggunaan siswa sekunder 'lindung nilai dan penguat untuk mengungkapkan kepastian yang lebih besar atau kualifikasi dalam tulisan mereka. Simpson membandingkan penggunaan highfrequency ekspresi diformulasikan dalam korpus akademik besar berbicara dengan register berbicara lain. Membaca ini menyajikan studi corpus yang menyelidiki masalah utama bagi EAP (English for Academic Purposes) penulis: kemampuan untuk menyampaikan gelar yang sesuai dengan hati-hati dan kepastian dalam pernyataan mereka. 

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang cara siswa Hong Kong pernyataan hadir dalam tulisan mereka, penulis membandingkan penggunaan 1.700 Inggris dan Hong Kong siswa 'dari keraguan dan kepastian dalam korpus script ujian sebesar satu juta kata. Ekstrak menggambarkan bagaimana studi frekuensi dapat menerangi pemahaman kita tentang menulis siswa dan memberikan dasar bagi pemahaman rinci tertentu fitur yang kemudian dapat membentuk dasar instruksi. Kita juga sebenarnya sama, dengan menulis dan membaca dari L1-L2. Tapi dengan kurang nya di zona L1, maka L2 juga akan semakin melemah.

Dalam pembahasan minggu ini, kita sebenarnya sedang bergerak dari L1-L2. Kita disuguhkan dengan teks-teks dalam bahasa asing, ini masa peralihan kita dan ini masa uji coba kita memulai lagi mengoneksikan kedua bahasa tesebut. Kisah pembahasan Howard Zinn dengan Columbus sebagai saksi di peperangan sebelumnya bahwa kita benar-benar beralih dalam menulis dan membaca dari L1-L2. Dalam hal ini tentunya ada beberapa kendala dalam baca-tulis L1-L2 dan kekuatan serta kelemahan kita sebagai reader.

Ø  Kendala dalam baca-tulis L1-L2
Ketika kita membaca, tentunya focus merupakan hal utama, dengan mengalihkan konsentrasi penuh untuk meneliti setiap kalimat yang dibaca. Kerap kali membaca dengan teks dengan bahasa sendiri saja sudah tak mampu untuk menganalisisnya, apalagi dengan bahasa lain. Maka dari itu ada sedikit daftar kendala yang dapat dilihat dengan apa yang sebenarnya kita mengerti atau tidak mengerti dari kegiatan membaca
a.      Hilangnya focus
Memahami teks memang membutuhkan keheningan dan kejernihan pikiran. Jika focus terputus ditengah jalan maka analisis juga akan hilang ditengah jalan. Apalagi dengan beralih ke L2, focus ini akan sulit terbentuk dan berjalan dengan konstan. Penciptaan sebuah focus memang susah, karena ini tergantung mood dan background knowledge kita untuk memahami teks.

b.      Sulit memahami bahasa penulis
Penulis kerap kali menaruh analogi yang sulit kita jangkau, dan pemakaian bahasa-bahasa ilmiah membuat kita kurang dalam memahami teks. Beralih ke L2 membuka kesulitan baru, banyak sekali vocabulary dan idiom-idiom yang nyaris belum kita jamah sebelumnya. Antara kalimat satu dengan kalimat selanjutnya kadang tak mudah untuk dimengerti, hal ini karena tak memahami ideology sehingga untuk menuliskannya kembali kita cenderung hanya mengandalkan perkataan penulis, bukan mengembangakan dan memahaminya.

Ø  Kekuatan dan kelemahan kita sebagai reader
Membaca adalah salah satu objek untuk melangkah ke tahap menulis, sebagai reader kadang kita juga puya sisi kekuatan dan kelemahan sebagai reader. Kita kadang tahu apa yang sebelumnya akan dikuak dalam buku. Maka dari itu dalam buku English for Academic Purposes (Ken Hyland, 2006:163), dalam membaca ada Before read, As you read, dan After read. Untuk kelemahan, mungkin kita harus menyorot ke buku Hyland lain dalam Teaching and Researching Writing (2009:29) kita kurang memehami teks yang ditulis oleh penulis. Bahwa dalam menulis, penulis  melihat beberapa pendekatan yang belum kita pahami sepenuhnya.

Sebuah pendekatan yang luas akhir memperluas pengertian konteks di luar fitur dari situasi penyusunan dengan tujuan, sasaran dan menggunakan teks selesai pada akhirnya memenuhi. Perspektif dibahas dalam bagian ini berbagi pandangan bahwa penulis memilih kata-kata mereka untuk terlibat dengan orang lain dan untuk mempresentasikan ide mereka dengan cara yang membuat paling masuk akal untuk pembaca mereka. Ini melibatkan apa Halliday sebut sebagai fungsi interpersonal bahasa, dan dikodekan dalam setiap kalimat yang kita tulis. Pembaca harus ditarik, dipengaruhi dan sering dibujuk oleh teks yang melihat dunia dalam cara yang mirip dengan mereka. Dengan kata lain, menulis adalah kegiatan interaktif, serta kognitif, yang mempekerjakan sumber daya yang diterima untuk tujuan berbagi makna dalam konteks itu.
a.       Kelemahan kita sebagai reader
·         Kuranganya mengerti teks jika tak disertai dengan gambar yang mendukung.
Dalam buku Mikko Lehtonen “The Cultural Analysis of Text (2006:48)”, pemahaman teks juga terkai dengan penggunaan bahasa. Bahasa dan sistem lain dari simbol tidak berada dalam dunia abstrak, yang ada berdasarkan mereka sendiri, seperti ada kekuatan non-material. Sebenarnya, bahasa seperti itu ada tempat sama sekali tapi sebagai abstraksi. Dalam prakteknya, ada sebagai bahasa lisan, tertulis, dicetak, teks listrik, digital atau diproduksi. Dengan demikian, konsep 'bahasa ' tidak terbatas hanya untuk bahasa lisan atau tertulis. Kita mungkin berpikir bahwa bahasa terdiri dari semua sistem komunikasi yang menggunakan tanda-tanda diatur dengan cara tertentu tertentu. Oleh karena itu, konsep 'bahasa' memperluas untuk memasukkan, misalnya, gambar dan musik juga. 

b.      Kelebihan kita sebagi reader   
  • Fokus terhadap teks terhadap tempat yang lebih sunyi
Memang, membaca membutuhkan suatu kefokusan yang luar biasa untuk memahami benar apa yang ada dalam teks. Untuk itu tempat sunyi dan dan suasana tenang menjadi kandang tersendiri untuk bisa mentransfer ideology. Dalam kedua poin tersebut adalah keluhan dan kendala kita sebagai seorang reader, yang mana kita mesti meng-highlight permasalahan ini. Membuka kisah selanjutnya untuk pembahasan kali ini, kita terpatri dalam L2 untuk awal pembahasan kedepan. Dengan teks “Don’t Use Your Data as a Pillow” yang ditulis oleh S. Eben Kirksey membuka lembaran baru kisah kita dalam menjajaki L2. Artikel ini menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi di Papua Barat, dan kasus-kasusnya. Kita dibentuk oleh beliau untuk menganalisis teks tersebut, dengan membuat grup pembaca. Hal ini juga sesuai dengan apa yang di tulis Hyland dalam Teaching and Researching Writing, dengan membuat Discourse Community untuk memecahkan masalah yang ada di teks tersebut. 
 
'Sebuah komunitas wacana (Discourse Community) adalah sekelompok orang yang memiliki teks dan praktik yang sama, apakah itu sekelompok akademisi, atau pembaca majalah remaja. Bahkan, komunitas wacana dapat merujuk kepada orang-orang teks ini ditujukan untuk; dapat menjadi orang-orang yang membaca teks; atau dapat merujuk kepada orang-orang yang berpartisipasi dalam serangkaian penerapan wacana baik dengan membaca dan menulis. (Ken Hyland, 2009:35).  

Kegiatan ini sama dengan apa yang kita lakukan dalam pertemuan kali ini, kita dibentuk sesuai dengan komando beliau. Yaitu supaya kita bersama-sam memecahkan masalah yang ada dalam teks. Tapi untuk segera menyelesaikan diskusi ini, kita sebagai reader sebelum memulai membaca harus melihat Background Knowledge sebagai pengetahuan dasar kita. Mengenai Papua Barat, ada beberapa Background knowledge yang dapat kita lihat.

1.      What is West Papua? And where is it located?
Papua Barat (sebelumnya Irian Jaya Barat disingkat Irjabar) adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian barat pulau Papua. Ibukotanya adalah Manokwari. Nama provinsi ini sebelumnya adalah Irian Jaya Barat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi Papua Barat. Papua Barat dan Papua merupakan provinsi yang memperoleh status otonomi khusus.

2.      What differences can you spot between PAPUA and IRIAN JAYA?
Papua dan Irian Jaya adalah sama, namun pengubahan nama dalam pemerintahan tiap pemimpin yang membuatnya berbeda. Istilah " Papua " memiliki beberapa konotasi sejarah dan politik yang berbeda tetapi pada dasarnya berarti pulau dan orang-orang dari New Guinea , pusat utama tapi tidak total Melanesia . Karena isu Papua Barat / Irian Jaya masih luka terbuka , istilah " Papua " dapat mengambil nuansa makna dalam diskusi politik. Tetapi tidak ada perbedaan ras atau etnografi. Perbatasan antara Papua dan PNG adalah garis murni sewenang-wenang yang dibuat oleh Belanda dan Inggris , kembali sekitar 1884.

Tapi, Setelah berada di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.

3.      In what year the land called Papua integrated into NKRI?
Sebenarnya Papua bukan diintegrasikan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena  berintegrasi/  bergabung adalah proses masuk  dari luar ke dalam Indonesia. Padahal, Papua/Irian sejak sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berdasarkan azas  uti prossidentis juris, adalah bagian  dari Indonesia, tapi ditahan oleh  Belanda  untuk sementara  waktu dan diserahkan kepada Indonesia  melalui proses Penentuan Pendapat Rakyat  (Pepera).
“Jadi   yang tepat, Indonesia  merebut kembali Papua/Irian melalui  jalan diplomasi. Karena  itu istilah yang  tepat adalah Papua/Irian “diperoleh kembali”/”masuk kembali” Papua  ke NKRI, bukan diintegrasikan,”  tegas  Franzalbert Joku,  seorang  tokoh   yang banyak mengkritisi   segala dinamika  yang tumbuh  dan berkembang di Tanah Papua.

Lebih lanjut  Franzalbert  Joku menyampaikan, kalau  dilihat dari  bukti sejarah bahwa Papua memang sudah dibawah NKRI sejak kemerdekaan 17 Agustus maka dengan adanya 1 Mei 1963 merupakan langkah strategis berdasar  Perjanjian New York yang memperkuat kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi. Sesungguhnya, perjuangan warga Papua makin bergelora sejak dikumandangkan Proklamasi 17 Agustus 1945, tukasnya,  namun saat  itu masih sangat terbatas karena beberapa  tekanan dan larangan yang  ketat  dari  kolonial Belanda  yang masih belum meninggalkan Tanah Papua sampai pada 1 Mei 1963. Jadi, Papua   berdasarkan New York Agreement telah kembali diserahkan  kepada Indonesia  pada  1 Mei  1963. Kekuatan diplomasi   internasional yang menjadikan Papua kembali  ke  wilayah NKRI bukan melalui proses aneksasi.

4.      What is Trikora?
Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jendral Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.

5.      What are the roles of Soekarno in the integration of Papua into NKRI?
Dalam buku yang ditulis oleh Nicolaas Jouwe (salah satu mantan pendiri OPM dan penasehat dan anggota delegasi Belanda), ada Poin penting yang ditulis dalam bukunya. Buku ini terkait dengan integrasi Papua ke dalam NKRI. Jouwe mengisahkan, tak lama setelah mereka mendeklarasikan kemerdekaan Papua pada, Belanda justru terlibat dalam perundingan dengan Indonesia untuk menyerahkan kekuasaannya atas wilayah Irian Barat. Perundingan itu menghasilkan kesepakatan yang dikenal dengan New York Agreement  yang diteken di New York tanggal 15 Agustus 1962. Menurut Jouwe, inspirator perundingan New York adalah Bung Karno. 

Pada waktu itu Presiden Amerika diatur oleh pemerintahan JF Kennedy, dan ia adalah salah satu teman baik Soekarno semenjak masih dalam bangku perkuliahan, JF Kennedy sering mengangkat Soekarno dalam topik-topik diskusi di kampusnya. Itu dilakukannya karena ketertarikannya pada perjuangan Bung Karno membebaskan bangsanya dari penjajahan serta keberhasilan diplomasi Bung Karno menggalang kekuatan dari negara-negara di Asia dan Afrika.  Keterlibatan AS dalam penyelesaian konflik status politik wilayah Irian Barat pada era 1960-an berawal dari kedekatan kedua pemimpin negara ini.  JF Kennedy pada waktu itu mengalami sakit, Bung Karno pun menyatakan keinginannya ke gedung putih untuk menjenguk sahabatnya yang sedang sakit itu. Dalam kunjungannya Bung Karno punya maksud tertentu untuk itu.
Kennedy : “Apa sih yang bikin Tuan Sukarno ingin dari Irian Barat, ras melanesia beda dengan ras melayu”
Sukarno : “You tau, wilayah itu adalah bagian dari negara kami, Irian Barat harus segera dilepaskan”.
Kennedy : “Tetapi orang Papua adalah ras yang berbeda”.....
Sukarno : “Tuan Kennedy, jangan lupa di Amerika Serikat itu lebih rupa-rupa lagi ras-nya. Kelak bisa saja Amerika punya Presiden Kulit Hitam atau Menteri Pertahanan ras Arab. Sebuah negara tidak ditentukan oleh ras, sebuah nation tidak dibangun dari prasangka-prasangka rasial, tapi sebuah negara dibangun dari keinginan bersama untuk membebaskan dirinya untuk masa depan lebih baik”....... 

Beberapa bulan kemudian, terjadi perubahan arah dukungan AS. Diam-diam JF Kennedy menugaskan Mr. Parker, mantan Dubes AS di India membahasnya dengan Mr. U Thant, Sekjen PBB untuk mengatur proses formal penyerahan kekuasaan atas Irian Barat dari Belanda kepada Indonesia. Bung Karno juga menyiapkan delegasi yang dipimpin Dr. Soebandrio untuk berunding dengan Belanda guna membahas mekanisme penyerahan itu. Jadi, Soekarno memiliki peran penting dalam penyatuan Papua ke dalam NKRI. Ia mampu memaksa Amerika untuk berunding dan meredamkan perebutan wilayah Papua ke dalam NKRI.

6.      What did the Dutch colonial do in Papua?
Seluruh wilayah Indonesia dulu dijajah oleh Belanda, termasuk Papua. Baru pada 27 Desember 1949, kedaulatan Indonesia diakui. Papua bagian Barat (Irian Jaya) masih dikuasai Belanda sampai tahun 1961.  Banyak di antara warga Papua pada tahun 1969 merasa tertipu oleh pemerintah kolonial Belanda yang telah menjanjikan kemerdekaan kepada mereka. Tapi janji itu palsu, lalu datanglah seorang tokoh Papua bernama Frans Kaisipo yang telah berjuang sejak masa-masa kemerdekaan RI. Tindakannya yang sangat teguh menyatakan bahwa Papua merupakan bagian dari Nusantara Indonesia, menjadikan dirinya “dipinggirkan” oleh pemerintah Belanda karena hingga setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah Belanda masih bersikukuh menjadikan Papua sebagai wilayah koloninya.

Adanya beberapa tuntutan dari berbagai pihak agar Irian (Papua) segera diserahkan kepada pemerintah Indonesia mengakibatkan perlunya konferensi yang membicarakan hal tersebut. Oleh sebab itu, tahun 1949, digelarkan Koferensi Meja Bundar (KMB). Pada saat itu, Belanda meminta Frans Kaisiepo masuk sebagai anggota delegasi Belanda atau negara bagian BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg). Jelas hal tersebut langsung ditolak oleh Frans. 

Berbagai jalur diplomasi pun terus dilakukan Pemerintah Indonesia, namun Belanda semakin bersikukuh mempertahankan kolonialisasinya terhadap Papua bahkan semakin terlihat keinginan Belanda menyiapkan “Negara Papua”. Setelah melewati beberapa konfrontasi, pada 4 Agustus 1969 dilaksanakanlah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang pada saat itu Frans masih menjadi Gubernur Papua. Jelas Frans Kaisiepo sangat berperan dalam pelaksanaan Pepera tersebut. Hasil dari dari Pepera tersebut adalah suara bulat dari masyarakat Papua adalah tetap bergabung dengan Indonesia.

7.      What are the roles of US-UN and our neighbouring countries in the Papua conflicts?
Ada beberapa peran penting US-UN dan Negara-negara tetangga yang perlu disimak, US sendiri berkeinginan membantu penyelesaian konflik Papua oleh Belanda. Pemerintahan US yang dipimpin oleh JF Kennedy membuat US dan Indonesia membentuk persahabatan baik, untuk itu ia mampu membantu Indonesia. Kennedy berasumsi bahwa Negara yang akan dibelanya berada di pihaknya dan melawan komunis Tapi, Kennedy semakin dilemma dengan keputusan dua kelompok penasehatnya yang membantu Presiden Kennedy dalam merumuskan kebijakan-kebijakan luar negrinya. Kelompok yang pertama bersikap anto-Indonesia dan anto-Presoden Soekarno, sedangkan kelompok yang kedua lebih menganut cara pendekatan yang positif terhadap Indonesia maupun pemerintahan Presiden Soekarno. 

Para penasihat yang berasal dari kelompok pertama cenderung berpandangan Eropa-sentris, kususnya dalam melihat berbagai maslah menyangkut kepentingan Belanda dan Indonesia.Orang-orang dari kelompok ini mendasarkan pandangan mereka atas persahabatan yang sudah lama terjalin antara A.S. dan Belanda. Alasan lain adalah pentingnya posisi Belanda sebagai sekutu A.S. dalam pakta pertahanan NATO di Eropa Barat. Mereka juga curiga bahwa pemerintahan Indonesia itu pro-komunis dan oleh karena itu tidak selayaknya mendapat dukungan dari Amerika. Karena selain meminta bantuan ke Amerika, Indonesia juga meminta bantuan kepada Unisoviet dan ini berhasil. Dengan memberi senjata militer kepada Uni Soviet, tapi selain itu juga dia mendesak Wshington untuk berpihak kepada Indonesia dalam masalah ini sambil mengatakan bahwa jika A.S mau mendukung Indonesia “Soekarno akan berpaling kepada A.S. dengan sepenuh hati” lebih jauh ia menyarankan bahwa pemerintahan Kennedy berperan aktif dalam menyelesaikan krisis ini. Dia kembali menegaskan sikap dan keyakinan bahwa cara paling baik untuk menyelesaikan masalah persoalan Irian Barat ini adalah dengan membiarkan Indonesia mengambil alih wilayah tersebut.

Peran Negara ttangga juga ikut berpartisipasi dalam konflik Papua, contoh kongkrit adalah Australia. Hal ini karena adanya hubungan bilateral antara keduanya. Hubungan Indonesia dan Australia pada era Soekarno terjadi pada rentang tahun 1945-1950 sangatlah kuat, karena Australia mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia atas Belanda. Hal ini diwujudkan dalam peran Australia sebagai mediator perundingan antara Indonesia dan Belanda dalam usaha memerdekakan diri. Hubungan bilateral Indonesia dan Australia pada era Soekarno dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu; Perang Dingin, dekolonisasi Irian Barat, dan rekonstruksi nasional di Malaysia. 

Namun, setelah Soekarno menjalankan politik luar negeri yang militan dalam usaha kampanye pembebasan Irian Barat sehingga menyebabkan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia mulai beku dan merenggang (Suryadinata, 1998). Hal ini dikarenakan perbedaan kepentingan Indonesia dan Australia dalam menanggapi klaim Belanda atas wilayah Irian Barat,dimana Soekarno bersikeras ingin memasukkan Irian Barat dalam NKRI, sementara Belanda tidak berniat melepaskan Irian Barat. Hubungan diplomatik Indonesia dan Australia yang sempat tegang tersebut melunak setelah rezim Soekarno jatuh dan digantikan oleh Soeharto (Suryadinata, 1998). Menteri luar negeri Australia, Barwick mengubah haluan dengan mendukung Indonesia atas kontrol terhadap Irian Barat, karena selain itu ada kepentingan lain Australia yang melihat bahwa peluang kerjasama dengan Indonesia akan lebih menguntungkan daripada dengan Australia.

8.      What is Organisasi Papua Merdeka (OPM) and who finances them?
OPM (Organisasi Papua Merdeka) adalah salah satu gerakan separatis yang ingin menginginkan kemerdekaan di bentuk pada tanggal 28 Juli 1965. Lahirnya OPM di kota Manokwari pada tanggal itu ditandai dengan penyerangan orang-orang Arfak terhadap barak pasukan Batalyon 751 (Brawijaya) di mana tiga orang anggota kesatuan itu dibunuh. Picu "proklamasi OPM" yang pertama itu adalah penolakan para anggota Batalyon Papua (PVK = Papoea Vrijwilligers Korps ) dari suku Arfak dan Biak untuk didemobilisasi, serta penahanan orang-orang Arfak yang mengeluh ke penguasa setempat karena pengangguran yang tinggi serta kekurangan pangan di kalangan suku itu (Ukur dan Cooley, 1977: 287; Osborne, 1985: 35-36; Sjamsuddin, 1989: 96-97; Whitaker, 1990: 51).

9.      Will you personally support Papua to become a newly seperated country? Why?
Papua adalah salah satu wilayah NKRI, jika Papua pisah dengan NKRI ini akan menjadi polemic baru. Karena banyak sekali campur tangan dari negeri lain yang menginginkan Papua untuk tetap pisah dengan ibu pertiwi, terutama Amerika, hal ini pasti ada sebab tersendiri Amerika mendukung penuh Papua untuk lepas. Papua adalah asset yang berharga bagi Indonesia, jika Papua lepas dan tak terkontrol oleh pemerintah Indonesia, isi perut Papua akan dikeruk habis oleh Amerika. 

Dengan melihat Background knowledge diatas, kita sedikit tahu tentang apa yang akan menjadi sasaran teks selanjutnya. Kita mulai mengkaji artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow”, dengan grup lima orang Saya (Sri Maryati), Siti Andini, Riana Indrawati, Ria Nuralawiyah dan Restu Fajri Neila. Dalam menganalisis judul tersebut timbullah beberapa perdebatan mengenai apa itu “Data” dan apa itu “Pillow”. Menurut saya sendiri, Data adalah suatu informasi lain atau hasil sumber-sumber lain dan Pillow adalah sandaran. Siti Andini juga berpendapat demikian Data adalah kumpulan informasi dan Pillow adalah informasi sumber lain. Lalu Riana Indrawati menerjemahkan Data sebagai informasi yang ada dalam penelitian dan Pillow sebagai sumber lain, Ria juga berpendapat bahwa Data adalah kumpulan informasi dan Pillow adalah sandaran. Restu juga berperndapat dengan kita semua dengan mengartikan Data sebagai kumpulan informasi dan Pillow sebagai sandaran yang nyaman.

Dengan melihat berbagai pendapat di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Data adalah kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan, dapat berupa angka, lambang atau sifat. Menurut Webster New World Dictionary, pengertian data adalah things known or assumed, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap. Diketahui artinya yang sudah terjadi merupakan fakta (bukti). Data dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan. Data bisa juga didefinisikan sebagai sekumpulan informasi atau nilai yang diperoleh dari pengamatan (obsevasi) suatu objek.

            Data juga banyak berbentuk teks, verbal dan non verbal. Salah satu cara adalah dengan membagi teks ke dalam verbal dan nonverbal  kategori. Teks verbal, bagaimanapun, dapat baik tertulis atau lisan, sama seperti non-verbal teks dapat berupa gambar atau suara. Cara lain adalah dengan membuat perbedaan antara teks visual dan pendengaran (misalnya, antara menulis dan berbicara, atau gambar dan suara) [Lehtonen (2006:48)]. Jadi data adalah bentuk artefak yang bermacam-macam, selain teks verbal juga non verbal. 

            Dengan demikian, teks adalah senjata penting yang digunakan pembaca untuk melakukan pertukaran ideology. Memahami kondisi kita sebagai pembaca juga penting, karena itu akan menciptakan focus yang mendalam, sehingga kita mampu dalam menganalisis teks. Jika kita mampu menganalisis teks dengan baik, kita juga mampu menjadi penulis terbaik. Tapi ada syarat untuk itu, yaitu kita harus tahu background knowledge untuk memahami teks yang dibaca. Terkadang background knowledge sebagai dasar pemahaman saja tak cukup, kita harus focus dan paham dengan konteks yang ada dalam teks. Ini akan timbul gairah untuk memahami teks sepenuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic