Jum’at, 4 April 2014 divisi
PBI-C kembali bersemayam dalam kabut-kabut polemik. Polemic ini seakan menjadi
terror kekejaman yang menjamah ideology, mengonversikan paradigma, dan memarginalkan
dogma-dogma yang tak terfilter dengan nyata. Kini, kita kembali dalam komando
Mr. Lala Bumela sebagai salah satu bidak dalam medan peperangan. Perang ini
mungkin akan menjadi sequel dari perang-perang sebelumnya, dengan tetap
bertahan dalam memerangi musuh yang tak nyata dan membawa beban mental yang
nyata. Tapi di tengah peperangan ini kita terjebak dalam membaca siasat musuh,
yang bersarang dalam ribuan kalimat. Ini adalah pengalaman perang sebelumnya
dengan ketidakberdayaan memahami konteks dalam content teks. Maka dari itu
beliau dalam pembahasan kali ini merujuk kearah “Reading Time”, dan pembahasan
kali ini akan merujuk pada kedua buku milik dengan melihat sedikit fakta yang
ditulis Ken Hyland English for Academic Purposes (2006) dan
Teaching and Researching Writing (2009).
Kita tahu membaca adalah
salah satu cikal bakal kita untuk tetap bertahan di area peperangan ini, maka
dari itu membaca sangat penting untuk menggali informasi dan menggali
ketrampilan ideology. Dalam peperangan di setengah musim ini, beliau banyak
menemukan kualitas kinerja kita dalam menulis dan ini terkait dengan
ketrampilan kita dalam membaca konteks suatu teks. Beliau melihat (1) ada
kemajuan yang tampak, walaupun (2) beliau mengalami kehabisan tenaga untuk
setiap literasi yang berada di setiap subjek pembahasan, (3) karya-karya kita
yang jauh dari degradasi, tapi (4) kita sering melakukan pelanggaran aturan
dalam pengajuan kertas, dan (5) beliau tak mentolerir itu walau sedikit, maka
dari itu (6) penulis multibahasa dan pembaca adalah pekerjaan yang nyata, (7) dan
bergerak di L1-L2 kontinum adalah perjalanan yang nyata.
Dalam point-point di
atas, kita sedang bergerak di point-point akhir. Dengan bergerak di L1-L2, ini
adalah spesialis kita mestinya. Dalam buku English
for Academic Purposes (Ken Hyland, 2006:163 ), Hyland dan Milton fokus pada L1 dan L2 tahun terakhir
penggunaan siswa sekunder 'lindung nilai dan penguat untuk mengungkapkan
kepastian yang lebih besar atau kualifikasi dalam tulisan mereka. Simpson membandingkan penggunaan
highfrequency ekspresi diformulasikan dalam korpus akademik besar berbicara
dengan register berbicara lain. Membaca
ini menyajikan studi corpus yang menyelidiki masalah utama bagi EAP (English for Academic
Purposes) penulis: kemampuan untuk menyampaikan
gelar yang sesuai dengan hati-hati dan
kepastian dalam pernyataan mereka.
Untuk
mempelajari lebih lanjut tentang cara siswa Hong Kong pernyataan hadir dalam
tulisan mereka, penulis membandingkan penggunaan 1.700 Inggris dan Hong Kong
siswa 'dari keraguan dan kepastian dalam korpus script ujian sebesar satu juta
kata. Ekstrak menggambarkan bagaimana studi frekuensi dapat
menerangi pemahaman kita tentang menulis
siswa dan memberikan dasar bagi pemahaman rinci tertentu fitur
yang kemudian dapat membentuk dasar instruksi. Kita juga sebenarnya
sama, dengan menulis dan membaca dari L1-L2. Tapi dengan kurang nya di zona L1,
maka L2 juga akan semakin melemah.
Dalam pembahasan minggu
ini, kita sebenarnya sedang bergerak dari L1-L2. Kita disuguhkan dengan
teks-teks dalam bahasa asing, ini masa peralihan kita dan ini masa uji coba
kita memulai lagi mengoneksikan kedua bahasa tesebut. Kisah pembahasan Howard
Zinn dengan Columbus sebagai saksi di peperangan sebelumnya bahwa kita
benar-benar beralih dalam menulis dan membaca dari L1-L2. Dalam hal ini
tentunya ada beberapa kendala dalam baca-tulis L1-L2 dan kekuatan serta
kelemahan kita sebagai reader.
Ketika kita membaca, tentunya focus
merupakan hal utama, dengan mengalihkan konsentrasi penuh untuk meneliti setiap
kalimat yang dibaca. Kerap kali membaca dengan teks dengan bahasa sendiri saja
sudah tak mampu untuk menganalisisnya, apalagi dengan bahasa lain. Maka dari
itu ada sedikit daftar kendala yang dapat dilihat dengan apa
yang sebenarnya kita mengerti atau tidak
mengerti dari kegiatan membaca
a.
Hilangnya focus
Memahami teks memang membutuhkan
keheningan dan kejernihan pikiran. Jika focus terputus ditengah jalan maka
analisis juga akan hilang ditengah jalan. Apalagi dengan beralih ke L2, focus
ini akan sulit terbentuk dan berjalan dengan konstan. Penciptaan sebuah focus
memang susah, karena ini tergantung mood dan background knowledge kita untuk
memahami teks.
Penulis kerap kali menaruh analogi
yang sulit kita jangkau, dan pemakaian bahasa-bahasa ilmiah membuat kita kurang
dalam memahami teks. Beralih ke L2 membuka kesulitan baru, banyak sekali
vocabulary dan idiom-idiom yang nyaris belum kita jamah sebelumnya. Antara
kalimat satu dengan kalimat selanjutnya kadang tak mudah untuk dimengerti, hal
ini karena tak memahami ideology sehingga untuk menuliskannya kembali kita
cenderung hanya mengandalkan perkataan penulis, bukan mengembangakan dan
memahaminya.
Membaca adalah salah
satu objek untuk melangkah ke tahap menulis, sebagai reader kadang kita juga
puya sisi kekuatan dan kelemahan sebagai reader. Kita kadang tahu apa yang
sebelumnya akan dikuak dalam buku. Maka dari itu dalam buku English for Academic Purposes (Ken Hyland, 2006:163),
dalam membaca ada Before read, As you read, dan After
read. Untuk kelemahan, mungkin kita harus menyorot ke buku Hyland lain dalam Teaching and Researching Writing (2009:29) kita kurang memehami
teks yang ditulis oleh penulis. Bahwa dalam menulis, penulis melihat beberapa pendekatan yang belum kita
pahami sepenuhnya.
Sebuah pendekatan yang luas akhir memperluas pengertian konteks
di luar fitur dari
situasi penyusunan dengan tujuan, sasaran dan
menggunakan teks selesai pada akhirnya memenuhi. Perspektif dibahas dalam bagian ini berbagi pandangan bahwa penulis memilih kata-kata
mereka untuk terlibat dengan
orang lain dan untuk mempresentasikan ide mereka dengan cara yang membuat paling masuk akal untuk pembaca mereka.
Ini melibatkan apa Halliday sebut sebagai fungsi interpersonal
bahasa, dan dikodekan
dalam setiap kalimat yang kita
tulis. Pembaca harus ditarik, dipengaruhi dan
sering dibujuk oleh teks yang melihat dunia dalam cara yang mirip dengan mereka. Dengan kata lain, menulis adalah kegiatan interaktif, serta kognitif, yang
mempekerjakan sumber daya yang
diterima untuk tujuan berbagi makna
dalam konteks itu.
a.
Kelemahan kita sebagai reader
·
Kuranganya mengerti teks jika tak disertai dengan gambar
yang mendukung.
Dalam buku Mikko
Lehtonen “The Cultural Analysis of Text (2006:48)”, pemahaman teks juga terkai
dengan penggunaan bahasa. Bahasa dan sistem
lain dari simbol tidak berada dalam dunia abstrak, yang ada berdasarkan mereka
sendiri, seperti ada kekuatan non-material. Sebenarnya, bahasa seperti itu ada
tempat sama sekali tapi sebagai abstraksi. Dalam prakteknya, ada sebagai bahasa
lisan, tertulis, dicetak, teks listrik, digital atau diproduksi. Dengan
demikian, konsep 'bahasa ' tidak terbatas hanya untuk bahasa lisan atau
tertulis. Kita mungkin berpikir bahwa bahasa terdiri dari semua sistem
komunikasi yang menggunakan tanda-tanda diatur dengan cara tertentu tertentu. Oleh
karena itu, konsep 'bahasa' memperluas untuk memasukkan, misalnya, gambar dan
musik juga.
b.
Kelebihan kita sebagi reader
- Fokus terhadap teks terhadap tempat yang lebih sunyi
Memang, membaca
membutuhkan suatu kefokusan yang luar biasa untuk memahami benar apa yang ada
dalam teks. Untuk itu tempat sunyi dan dan suasana tenang menjadi kandang
tersendiri untuk bisa mentransfer ideology. Dalam kedua poin
tersebut adalah keluhan dan kendala kita sebagai seorang reader, yang mana kita
mesti meng-highlight permasalahan ini. Membuka kisah selanjutnya untuk
pembahasan kali ini, kita terpatri dalam L2 untuk awal pembahasan kedepan. Dengan
teks “Don’t Use Your Data as a Pillow” yang ditulis oleh S. Eben Kirksey membuka lembaran baru
kisah kita dalam menjajaki L2. Artikel ini menjelaskan tentang apa yang
sebenarnya terjadi di Papua Barat, dan kasus-kasusnya. Kita dibentuk oleh
beliau untuk menganalisis teks tersebut, dengan membuat grup pembaca. Hal ini
juga sesuai dengan apa yang di tulis Hyland dalam Teaching and Researching Writing, dengan membuat Discourse
Community untuk memecahkan masalah yang ada di teks tersebut.
'Sebuah komunitas wacana (Discourse Community)
adalah sekelompok orang yang memiliki teks dan praktik yang sama, apakah
itu sekelompok akademisi, atau pembaca majalah remaja. Bahkan, komunitas wacana
dapat merujuk kepada orang-orang teks ini ditujukan untuk; dapat menjadi
orang-orang yang membaca teks; atau dapat merujuk kepada orang-orang yang
berpartisipasi dalam serangkaian
penerapan wacana baik dengan membaca dan
menulis.’ (Ken Hyland, 2009:35).
Kegiatan ini sama dengan
apa yang kita lakukan dalam pertemuan kali ini, kita dibentuk sesuai dengan
komando beliau. Yaitu supaya kita bersama-sam memecahkan masalah yang ada dalam
teks. Tapi untuk segera menyelesaikan diskusi ini, kita sebagai reader sebelum
memulai membaca harus melihat Background Knowledge sebagai pengetahuan dasar
kita. Mengenai Papua Barat, ada beberapa Background knowledge yang dapat kita
lihat.
1.
What is West
Papua? And where is it located?
Papua Barat (sebelumnya Irian Jaya Barat
disingkat Irjabar) adalah sebuah provinsi
Indonesia yang
terletak di bagian barat pulau Papua. Ibukotanya adalah Manokwari. Nama provinsi ini sebelumnya adalah Irian Jaya Barat yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi
Papua Barat. Papua Barat dan Papua merupakan provinsi yang memperoleh
status otonomi khusus.
2.
What differences can you spot between PAPUA and IRIAN
JAYA?
Papua
dan Irian Jaya adalah sama, namun pengubahan nama dalam pemerintahan tiap
pemimpin yang membuatnya berbeda. Istilah "
Papua " memiliki beberapa konotasi sejarah dan politik yang berbeda tetapi
pada dasarnya berarti pulau dan orang-orang dari New Guinea , pusat utama tapi
tidak total Melanesia . Karena isu Papua Barat / Irian Jaya masih luka terbuka
, istilah " Papua " dapat mengambil nuansa makna dalam diskusi
politik. Tetapi tidak ada perbedaan ras atau etnografi. Perbatasan antara Papua
dan PNG adalah garis murni sewenang-wenang yang dibuat oleh Belanda dan Inggris
, kembali sekitar 1884.
Tapi, Setelah berada di bawah penguasaan
Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969
hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada
saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan
secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai
UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada 2003, disertai oleh
berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi
menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama
Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun
kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah
Provinsi Papua pada saat ini.
3.
In what year the land called Papua integrated into NKRI?
Sebenarnya Papua bukan diintegrasikan dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena berintegrasi/
bergabung adalah proses masuk dari luar ke dalam Indonesia. Padahal,
Papua/Irian sejak sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berdasarkan
azas uti prossidentis juris, adalah bagian dari Indonesia, tapi
ditahan oleh Belanda untuk sementara waktu dan diserahkan
kepada Indonesia melalui proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
“Jadi yang tepat, Indonesia merebut kembali Papua/Irian melalui jalan diplomasi. Karena itu istilah yang tepat adalah Papua/Irian “diperoleh kembali”/”masuk kembali” Papua ke NKRI, bukan diintegrasikan,” tegas Franzalbert Joku, seorang tokoh yang banyak mengkritisi segala dinamika yang tumbuh dan berkembang di Tanah Papua.
“Jadi yang tepat, Indonesia merebut kembali Papua/Irian melalui jalan diplomasi. Karena itu istilah yang tepat adalah Papua/Irian “diperoleh kembali”/”masuk kembali” Papua ke NKRI, bukan diintegrasikan,” tegas Franzalbert Joku, seorang tokoh yang banyak mengkritisi segala dinamika yang tumbuh dan berkembang di Tanah Papua.
Lebih lanjut Franzalbert
Joku menyampaikan, kalau dilihat dari bukti sejarah bahwa Papua
memang sudah dibawah NKRI sejak kemerdekaan 17 Agustus maka dengan adanya 1 Mei
1963 merupakan langkah strategis berdasar Perjanjian New York yang
memperkuat kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi. Sesungguhnya, perjuangan
warga Papua makin bergelora sejak dikumandangkan Proklamasi 17 Agustus 1945,
tukasnya, namun saat itu masih sangat terbatas karena
beberapa tekanan dan larangan yang ketat dari kolonial
Belanda yang masih belum meninggalkan Tanah Papua sampai pada 1 Mei 1963.
Jadi, Papua berdasarkan New
York Agreement telah kembali diserahkan kepada Indonesia
pada 1 Mei 1963. Kekuatan diplomasi internasional yang menjadikan Papua
kembali ke wilayah NKRI bukan melalui proses aneksasi.
4.
What is Trikora?
Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah
konflik 2 tahun yang dilancarkan
Indonesia untuk
menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jendral Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas
komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
5.
What are the roles of Soekarno in the integration of
Papua into NKRI?
Dalam buku yang ditulis oleh Nicolaas
Jouwe (salah satu mantan pendiri OPM dan penasehat dan anggota delegasi Belanda),
ada Poin penting yang ditulis dalam bukunya. Buku ini terkait dengan integrasi
Papua ke dalam NKRI. Jouwe mengisahkan, tak lama setelah mereka mendeklarasikan
kemerdekaan Papua pada, Belanda justru terlibat dalam perundingan dengan
Indonesia untuk menyerahkan kekuasaannya atas wilayah Irian Barat. Perundingan
itu menghasilkan kesepakatan yang dikenal dengan New York Agreement
yang diteken di New York tanggal 15 Agustus 1962. Menurut Jouwe, inspirator
perundingan New York adalah Bung Karno.
Pada
waktu itu Presiden Amerika diatur oleh pemerintahan JF Kennedy, dan ia adalah
salah satu teman baik Soekarno semenjak masih dalam bangku perkuliahan, JF
Kennedy sering mengangkat Soekarno dalam topik-topik diskusi di kampusnya. Itu
dilakukannya karena ketertarikannya pada perjuangan Bung Karno membebaskan bangsanya
dari penjajahan serta keberhasilan diplomasi Bung Karno menggalang kekuatan
dari negara-negara di Asia dan Afrika. Keterlibatan AS dalam penyelesaian
konflik status politik wilayah Irian Barat pada era 1960-an berawal dari
kedekatan kedua pemimpin negara ini. JF
Kennedy pada waktu itu mengalami sakit, Bung Karno pun menyatakan keinginannya
ke gedung putih untuk menjenguk sahabatnya yang sedang sakit itu. Dalam
kunjungannya Bung Karno punya maksud tertentu untuk itu.
Kennedy : “Apa sih yang bikin Tuan
Sukarno ingin dari Irian Barat, ras melanesia beda dengan ras melayu”
Sukarno : “You tau, wilayah itu adalah
bagian dari negara kami, Irian Barat harus segera dilepaskan”.
Kennedy : “Tetapi orang Papua adalah
ras yang berbeda”.....
Sukarno : “Tuan Kennedy, jangan lupa
di Amerika Serikat itu lebih rupa-rupa lagi ras-nya. Kelak bisa saja Amerika
punya Presiden Kulit Hitam atau Menteri Pertahanan ras Arab. Sebuah negara
tidak ditentukan oleh ras, sebuah nation tidak dibangun dari
prasangka-prasangka rasial, tapi sebuah negara dibangun dari keinginan bersama
untuk membebaskan dirinya untuk masa depan lebih baik”.......
Beberapa
bulan kemudian, terjadi perubahan arah dukungan AS. Diam-diam JF Kennedy
menugaskan Mr. Parker, mantan Dubes AS di India membahasnya dengan Mr. U Thant,
Sekjen PBB untuk mengatur proses formal penyerahan kekuasaan atas Irian Barat
dari Belanda kepada Indonesia. Bung Karno juga menyiapkan delegasi yang
dipimpin Dr. Soebandrio untuk berunding dengan Belanda guna membahas mekanisme
penyerahan itu. Jadi, Soekarno memiliki peran penting dalam penyatuan Papua ke
dalam NKRI. Ia mampu memaksa Amerika untuk berunding dan meredamkan perebutan
wilayah Papua ke dalam NKRI.
6.
What did the Dutch colonial do in Papua?
Seluruh
wilayah Indonesia dulu dijajah oleh Belanda, termasuk Papua. Baru pada 27 Desember
1949, kedaulatan Indonesia diakui. Papua bagian Barat (Irian
Jaya) masih dikuasai Belanda sampai tahun 1961. Banyak di
antara warga Papua pada tahun 1969 merasa tertipu oleh pemerintah kolonial Belanda
yang telah menjanjikan kemerdekaan kepada mereka. Tapi janji itu palsu, lalu
datanglah seorang tokoh Papua bernama Frans Kaisipo yang telah berjuang
sejak masa-masa kemerdekaan RI. Tindakannya yang sangat teguh menyatakan bahwa
Papua merupakan bagian dari Nusantara Indonesia, menjadikan dirinya
“dipinggirkan” oleh pemerintah Belanda karena hingga setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia, pemerintah Belanda masih bersikukuh menjadikan Papua
sebagai wilayah koloninya.
Adanya beberapa
tuntutan dari berbagai pihak agar Irian (Papua) segera diserahkan kepada
pemerintah Indonesia mengakibatkan perlunya konferensi yang membicarakan hal
tersebut. Oleh sebab itu, tahun 1949, digelarkan Koferensi Meja Bundar (KMB).
Pada saat itu, Belanda meminta Frans Kaisiepo masuk sebagai anggota delegasi
Belanda atau negara bagian BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg). Jelas hal
tersebut langsung ditolak oleh Frans.
Berbagai jalur
diplomasi pun terus dilakukan Pemerintah Indonesia, namun Belanda semakin
bersikukuh mempertahankan kolonialisasinya terhadap Papua bahkan semakin
terlihat keinginan Belanda menyiapkan “Negara Papua”. Setelah melewati beberapa
konfrontasi, pada 4 Agustus 1969 dilaksanakanlah Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera) yang pada saat itu Frans masih menjadi Gubernur Papua. Jelas Frans
Kaisiepo sangat berperan dalam pelaksanaan Pepera tersebut. Hasil dari dari
Pepera tersebut adalah suara bulat dari masyarakat Papua adalah tetap bergabung
dengan Indonesia.
7.
What are the roles of US-UN and our neighbouring
countries in the Papua conflicts?
Ada
beberapa peran penting US-UN dan Negara-negara tetangga yang perlu disimak, US
sendiri berkeinginan membantu penyelesaian konflik Papua oleh Belanda. Pemerintahan
US yang dipimpin oleh JF Kennedy membuat US dan Indonesia membentuk
persahabatan baik, untuk itu ia mampu membantu Indonesia. Kennedy berasumsi
bahwa Negara yang akan dibelanya berada di pihaknya dan melawan komunis Tapi,
Kennedy semakin dilemma dengan keputusan dua kelompok penasehatnya yang membantu Presiden
Kennedy dalam merumuskan kebijakan-kebijakan luar negrinya. Kelompok yang
pertama bersikap anto-Indonesia dan anto-Presoden Soekarno, sedangkan kelompok
yang kedua lebih menganut cara pendekatan yang positif terhadap Indonesia
maupun pemerintahan Presiden Soekarno.
Para penasihat yang berasal dari
kelompok pertama cenderung berpandangan Eropa-sentris, kususnya dalam melihat
berbagai maslah menyangkut kepentingan Belanda dan Indonesia.Orang-orang dari
kelompok ini mendasarkan pandangan mereka atas persahabatan yang sudah lama terjalin antara A.S. dan Belanda. Alasan lain adalah
pentingnya posisi Belanda sebagai sekutu A.S. dalam pakta pertahanan NATO di
Eropa Barat. Mereka juga curiga bahwa
pemerintahan Indonesia itu pro-komunis dan oleh karena itu tidak selayaknya mendapat
dukungan dari Amerika. Karena selain meminta
bantuan ke Amerika, Indonesia juga meminta bantuan kepada Unisoviet dan ini
berhasil. Dengan memberi senjata militer kepada Uni Soviet, tapi selain itu
juga dia mendesak Wshington
untuk berpihak kepada Indonesia dalam masalah ini sambil mengatakan bahwa jika
A.S mau mendukung Indonesia “Soekarno akan berpaling kepada A.S. dengan sepenuh
hati” lebih jauh ia menyarankan bahwa pemerintahan Kennedy berperan aktif dalam
menyelesaikan krisis ini. Dia kembali menegaskan sikap dan keyakinan bahwa cara
paling baik untuk menyelesaikan masalah persoalan Irian Barat ini adalah dengan
membiarkan Indonesia mengambil alih wilayah tersebut.
Peran Negara ttangga juga ikut
berpartisipasi dalam konflik Papua, contoh kongkrit adalah Australia. Hal ini
karena adanya hubungan bilateral antara keduanya. Hubungan Indonesia dan
Australia pada era Soekarno terjadi pada rentang tahun 1945-1950 sangatlah
kuat, karena Australia mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia atas Belanda.
Hal ini diwujudkan dalam peran Australia sebagai mediator
perundingan antara Indonesia dan Belanda dalam usaha memerdekakan diri.
Hubungan bilateral Indonesia dan Australia pada era Soekarno dipengaruhi oleh
tiga faktor utama, yaitu; Perang Dingin, dekolonisasi Irian Barat, dan
rekonstruksi nasional di Malaysia.
Namun, setelah Soekarno menjalankan politik luar negeri yang
militan dalam usaha kampanye pembebasan Irian Barat sehingga menyebabkan
hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia mulai beku dan merenggang
(Suryadinata, 1998). Hal ini dikarenakan perbedaan kepentingan Indonesia dan
Australia dalam menanggapi klaim Belanda atas wilayah Irian Barat,dimana
Soekarno bersikeras ingin memasukkan Irian Barat dalam NKRI, sementara Belanda
tidak berniat melepaskan Irian Barat. Hubungan diplomatik Indonesia dan
Australia yang sempat tegang tersebut melunak setelah rezim Soekarno jatuh dan
digantikan oleh Soeharto (Suryadinata, 1998). Menteri luar negeri Australia,
Barwick mengubah haluan dengan mendukung Indonesia atas kontrol terhadap Irian
Barat, karena selain itu ada kepentingan lain Australia yang melihat bahwa
peluang kerjasama dengan Indonesia akan lebih menguntungkan daripada dengan
Australia.
8.
What is Organisasi Papua Merdeka (OPM) and who finances
them?
OPM
(Organisasi Papua Merdeka) adalah salah satu gerakan separatis yang ingin
menginginkan kemerdekaan di bentuk pada tanggal 28 Juli 1965. Lahirnya OPM di
kota Manokwari pada tanggal itu ditandai dengan penyerangan orang-orang Arfak
terhadap barak pasukan Batalyon 751 (Brawijaya) di mana tiga orang anggota
kesatuan itu dibunuh. Picu "proklamasi OPM" yang pertama itu adalah
penolakan para anggota Batalyon Papua (PVK = Papoea Vrijwilligers Korps ) dari
suku Arfak dan Biak untuk didemobilisasi, serta penahanan orang-orang Arfak
yang mengeluh ke penguasa setempat karena pengangguran yang tinggi serta
kekurangan pangan di kalangan suku itu (Ukur dan Cooley,
1977: 287; Osborne, 1985: 35-36; Sjamsuddin, 1989: 96-97; Whitaker, 1990: 51).
9.
Will you personally support Papua to become a newly
seperated country? Why?
Papua
adalah salah satu wilayah NKRI, jika Papua pisah dengan NKRI ini akan menjadi
polemic baru. Karena banyak sekali campur tangan dari negeri lain yang
menginginkan Papua untuk tetap pisah dengan ibu pertiwi, terutama Amerika, hal
ini pasti ada sebab tersendiri Amerika mendukung penuh Papua untuk lepas. Papua
adalah asset yang berharga bagi Indonesia, jika Papua lepas dan tak terkontrol
oleh pemerintah Indonesia, isi perut Papua akan dikeruk habis oleh Amerika.
Dengan
melihat Background knowledge diatas, kita sedikit tahu tentang apa yang akan
menjadi sasaran teks selanjutnya. Kita mulai mengkaji artikel yang berjudul
“Don’t Use Your Data as a Pillow”, dengan grup lima orang Saya (Sri Maryati),
Siti Andini, Riana Indrawati, Ria Nuralawiyah dan Restu Fajri Neila. Dalam
menganalisis judul tersebut timbullah beberapa perdebatan mengenai apa itu
“Data” dan apa itu “Pillow”. Menurut saya sendiri, Data adalah suatu informasi
lain atau hasil sumber-sumber lain dan Pillow adalah sandaran. Siti Andini juga
berpendapat demikian Data adalah
kumpulan informasi dan Pillow adalah
informasi sumber lain. Lalu Riana Indrawati menerjemahkan Data sebagai
informasi yang ada dalam penelitian dan Pillow sebagai sumber lain, Ria juga
berpendapat bahwa Data adalah kumpulan informasi dan Pillow adalah sandaran.
Restu juga berperndapat dengan kita semua dengan mengartikan Data sebagai
kumpulan informasi dan Pillow sebagai sandaran yang nyaman.
Dengan
melihat berbagai pendapat di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Data
adalah kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan, dapat berupa angka,
lambang atau sifat. Menurut Webster New World Dictionary,
pengertian data adalah things known or assumed,
yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap. Diketahui
artinya yang sudah terjadi merupakan fakta (bukti). Data dapat memberikan
gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan. Data bisa juga didefinisikan
sebagai sekumpulan informasi atau nilai yang diperoleh dari pengamatan
(obsevasi) suatu objek.
Data
juga banyak berbentuk teks, verbal dan non verbal. Salah satu cara adalah dengan membagi
teks ke dalam verbal dan nonverbal kategori. Teks verbal, bagaimanapun, dapat baik tertulis
atau lisan, sama seperti non-verbal teks dapat berupa gambar atau
suara. Cara lain adalah dengan membuat perbedaan antara teks visual dan
pendengaran (misalnya, antara menulis dan berbicara, atau gambar dan suara)
[Lehtonen (2006:48)]. Jadi data adalah bentuk artefak yang bermacam-macam,
selain teks verbal juga non verbal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic