9th
Class Review
Pada
tanggal 8 April 2014, kami masih membahas mengenai paper yang berjudul “Don’t
Use Your Data as a Pillow”. Kami berdiskusi dengan ‘Team Work’ dalam ‘Reading Club’
dan kesimpulan dari 26 paragraf yang telah kami diskusikan dari paper tersebut
akan di paparkan pada Class Review ke-9 ini. Apa yang kami lakukan saat ini
diakui oleh Lehtonen dalam bukunya
(The Cultural Analysis: 77):
Ø ‘The work itself’ is an abstract produced
from a concrete text by a researcher’. Often, another equivalent
construction ‘the qualified reader’sets to reading it’.
Menjadi ‘qualified reader’ yakni dengan
membaca secara detail, tanpa melewatkan satu katapun, seperti yang sedang kami
lakukan pada wacana “Don’t use your data as a pillow”. Dimana kami harus
membaca secara detail dan membuat ‘meaning negotiation’ (perundingan arti) bersama
teman-teman satu grup, dan disinilah terjadi kerjasama antar team work sehingga
kita bisa merasakan pentingnya TEAM WORK
Menurut Lehtonen, media untuk berkomunikasi atau untuk mendapatkan informasi
itu banyak sekali, diantaranya melalui pembicaraan, tulisan, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan cara berpakaian. Apalagi sekarang ini banyak media seperti
halnya TV, film, video, radio, rekaman, majalah, buku, telephone, fax,
internet, email dan lain sebagainya. Dari semua media tersebut, dengan mudah
kita bisa mendapatkan informasi atau data yang kita inginkan. Data atau
informasi yang kita dapat itu digunakan ketika kita sedang melakukan research.
Ø Language exists as spoken, written, printed, electrical,
digital or otherwise produced texts (Lehtonen, 2000: 48).
Ø Bahasa atau
informasi itu ada dalam ucapan, tulisan,
hasil print, media elektronik atau cara lain yang memproduksi teks.
Ken Hyland (2006: 78), Untuk mengumpulkan data
tentang berbagai kebutuhan guru cenderung untuk menarik pada berbagai sumber
dan metode yang berbeda. Jordan (1997), misalnya, berisi empat belas berbeda
prosedur untuk mengumpulkan data kebutuhan, termasuk self-assessment siswa,
kelas kemajuan tes dan penelitian sebelumnya, sedangkan Brown (1995) daftar dua
puluh empat, pengelompokan mereka ke dalam enam kategori utama: informasi yang
ada, tes, observasi, wawancara, pertemuan dan kuesioner. Anehnya, tidak
menyebutkan mengumpulkan dan menganalisis teks otentik, sekarang dianggap
sebagai sumber utama informasi tentang situasi sasaran. Pendekatan yang paling
banyak digunakan adalah:
Ø Kuesioner.
Ø Analisis otentik teks lisan dan
tulisan.
Ø Wawancara terstruktur.
Ø Pengamatan.
Ø Hasil penilaian.
Ø Konsultasi informal dengan dosen,
pelajar, guru EAP lainnya, dll
Setelah melakukan diskusi bersama
Team Work, berikut adalah kesimpulan dari 26 paragraf artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” hasil
diskusi reading club:
1. Pesta
perpisahan yang diselenggarakan oleh Denny Yomaky (Anggota Komnas HAM) yang
diadakan sebelum kembalinya Eben ke sekolah Pascasarjana untuk menulis
penemuannya.
2. Berawal dari Eben yang hendak
meneliti kekeringan di Papua namun berubah menjadi meneliti kehidupan orang
Papua, terutama keadaan politiknya setelah lengsernya Soeharto oleh gerakan
reformasi. Salah satunya rasa penasaran Eben terhadap perubahan nama dari Papua
Barat menjadi Irian Jaya.
3. Terjadinya
pembantaian militer Indonesia, dimana mahasiswa ditembak dan puluhan demonstran
dibuang ke laut. Sehingga orang Papua ingi merdeka sendiri dibanding mengambil
jalan reformasi.
4. Konflik-konflik
Papua ingin merdeka di dukung oleh pemerintah AS dan bahkan militer Indonesia.
5. Orang-orang
Papua melihat Eben sebagai sekutu tetapi
di sisi lain tertarik untuk membantu pasukan orang Papua mencapai kemerdekaan
dari rezim sekarang.
6. Perbincangan
antara Telys Waropen dan Eben
tentang gerakan reformasi di indonesia. Telys Waropen seorang pembela dan anggota Komnas HAM namun
lebih dianggap sebagai penghasut muda.
7. Agen-agen militer Indonesia diam-diam mendukung milisi
Papua.
8. Penelitian Eben dibawah pengawasan
semua pihak dan Eben melindungi identitas narasumbernya.
9. Eben dan Denny Yomaki mencoba mewawancari seorang
dukun namun
urung dilaksanakan karena tidak berani mengambil resiko
10. Eben mulai melihat Waropen sebagai
sumber yang penting untuk penelitiannya
11. Eben
mewawancarai Waropen dengan
menyembunyikan identitasnya. Tetapi, Waropen menolak
identitasnya disembunyikan. Waropen beranggapan identitas itu penting untuk
memperkuat ‘data’ penelitian.
12. Pertentangan antara
Eben dan Waropen dalam menuliskan identitas sumber pada data penelitian.
Eben ingin melindungi/merahasiakan
identitas sumber sedangkan Waropen
ingin identitasnya dicantumkan karena ingin di akui sebagai intelektul publik.
13. Sebuah
sumber yang disembunyikan dapat menimbulkan kecurigaan pembaca, namun jurnalis dan editor memiliki hak untuk
menyembunyikan identitas, karena untuk menghindari
pencemaran nama baik.
14. Waropen
menjadi sumber informasi
penting dalam penelitian Eben. Eben menawarkan beberapa saran untuk mencapai
kebebasan di Papua. Waropen
melihat
Eben sebagai sekutu. Tetapi disisi lain
Eben membutuhkan keterangan Waropen untuk penelitiannya.
15. Percakapan
antara Waropen dan Eben mulai memanas dan mereka saling beradu argumen mengenai
disembunyikannya identitas narasumber bahkan Eben mulai menyinggung mengenai
kasus HAM bahwa identitas korban dan saksi dalam kasus HAM pun pastinya harus
di lindungi.
16. Waropen
memprovokasi Eben untuk menjadi ahli regional. Seseorang yang akan mengetahui
hal-hal dengan pasti dan seseorang yang akan mengambil akuntabilitas.
17. Waropen memprovokasi Eben, dengan
meminta meninjau balik apa itu “data” dalam penelitian antropologi.
18. Waropen memberi penyadaran kepada
Eben, bahwa ia harus melakukan aksi nyata. Tidak hanya lewat kata-kata.
19. Pertanyaan besar mengenai hubungan
Beyond Petroleum (BP), provokasi militer, korban polisi, dan kemerdekaan Papua?
20. Menguhubungkan kekerasan di Wasior
dengan BP.
21. John Rumbiak (pembela HAM di
Papua) meminta Eben untuk datang ke London untuk membicarakan tentang BP dan
iklim HAM di Papua. Bersama Dr Byron Grote,
disana Eben bisa mempresentasikan penemuannya tentang kekerasan militer di
Wasior.
22. Eben bertemu dengan Rumbiak sebelum
pergi ke kantor BP. Rumbiak, seorang pria yang murah senyum.
23. Berhadapan dengan orang yang
berkuasa di Eropa membuat Eben terpacu adrenalinnya. Byron Grote dan O’ Reilly
adalah orang penting BP, dimana sebelumnya bekerja di BP Colombia perusahaan
yang terlibat kontroversi paramiliter yang membunuh aktivis lingkungan
24. Rumbiak
keberatan jika melekukan diskusi yang tidak direkam. Rumbiak ingin semua yang
terjadi saat pertemuan direkam untuk diperlihatkan kepada rakyat Papua Barat.
Namun, BP menolak karena khawatir kepada perusahaan mereka.
25. Dr.
Grote menolak melekukan kekerasan di Papua. Dia menjamin masyarakat akan tetap
bekerja. Dr. Grote tidak ingin perusahaan lain yang tidak punya kode etik
mengembangkan ladang tersebut. Eben terpana degan perkataan Dr. Grote.
26. Rumbiak meminta Eben untuk berbicara
tentang penemuannya di Wasior bahwa ada tidaknya peran BP dalam kisruh di Papua.
Berikut akan di paparkan Informasi mengenai Papua dan yang
terjadi di dalamnya (West Papua).
Papua Barat begitu luas yakni 309.934,4 km², sama dengan 3,5
kali Pulau Jawa. Wilayah ini subur dengan kandungan mineral dan potensi SDA
(sumber daya alam) yang melimpah; dari mulai hutan, tambang emas, tembaga hingga uranium. Dari sisi geopolitik pun, Papua sangat strategis.
Namun, dengan potensi SDA Papua yang demikian
besar, Indek Pembangunan Manusia (IPM) Papua termasuk yang paling rendah
dibandingkan dengan seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Tingkat
kemiskinan masyarakatnya juga sangat merisaukan. Padahal Papua telah terbukti
memberikan banyak keuntungan dengan kandungan kekayaan alamnya yang melimpah
kepada perusahaan lokal, nasional maupun multinasional (asing). Namun, Papua
seolah hanya menjadi pundi-pundi kekayaan dan sapi perah kepentingan
perusahaan-perusahaan tersebut dan pihak asing, termasuk para elit penguasanya.
Lepasnya Timor-Timor menjadi pengalaman sangat pahit.
Sementara itu, Papua jauh lebih besar potensi SDA-nya dibandingkan Timor-Timor.
Jika penguasa saat ini tidak mengubah kebijakan dan orentasi pembangunannya,
niscaya Pemerintah akan menelan buah simalakama demokrasinya. Dalam ruang
demokrasi tidak ada lagi sumbatan bagi setiap warga, khususnya warga Papua,
untuk menyerukan keinginannya, bahkan di forum-forum internasional, termasuk
PBB. Apalagi Papua adalah ladang subur tempat melampiaskan ketamakan para
kapitalis asing melalui instrumen negaranya untuk melakukan penjajahan
sekaligus mengeruk habis kekayaan Papua.
Banyak
‘bukti’ yang menunjukkannya adanya dukungan
Australia dalam membantu para pemberontak
di Papua, baik secara langsung atau melalui New Guinea, yang juga
menyediakan tempat yang aman kepada para pemberontak separatis di samping
dukungan finansial dan militer. Semua itu tentu saja menunjukkan betapa Amerika
dan Australia begitu bersemangat untuk ‘melepaskan’ Papua dari Indonesia dengan
memanfaatkan konflik-konflik yang terjadi.
Sesungguhnya negera-negera penjajah ini lah yang memiliki
kepentingan dan bakal meraih keuntungan jika Papua merdeka atau memisahkan diri
melalui referendum yang sedang diusahakan oleh mereka. Jika tidak di cermati
bisa jadi nasib Papua akan seperti Timor-Timur yang lepas begitu saja dari
pangkuan Indonesia.
Pada 1935, NNGPM
(the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai mengeksplorasi
bagian barat Papua (Vogel Kop – Bird’s Head, alias Kepala Burung) seluas 10
juta hektar. Kemudian ditemukannya mineral ore di Ertsberg tahun 1936
menjadi awal dari bencana kemanusiaan di Papua masa kini. Perlu diingat bahwa
Papua tidak serta merta menjadi bagian Indonesia setelah kemerdekaan de facto pada 1945 – seperti halnya orang-orang di
pulau cenderawasih itu tidak menjadi bagian dari proses pembangunan
nasionalisme Indonesia pada 1928. Belanda mempertahankan Papua dengan sengit
dalam perundingan Meja Bundar 1949, dan memulai 10 tahun proses Papuanisasi di
tahun 1957. dan untuk pertama kalinya bendera bintang kejora berkibar pada 1
Desember 1961.
Freeport McMoran Copper
Erstberg yang sempat terbengkalai selama 20 tahun
mulai diperhatikan kembali setelah diketemukan juga cadangan emas di sekitar
laut Arafura. Dan Freeport McMoran Copper and Gold dari Amerika Serikat turut
mengambil kesempatan secara langsung bekerjasama dengan Soeharto untuk
menyelidiki Erstberg. Dalam situasi demikian New York Agreement 15 Agustus 1962
dilahirkan, dan UNTEA menyerahkan administrasi Papua (saat itu West New Guinea)
pada Indonesia. Hasilnya “integrasi” Papua ke Indonesia, di bawah todongan
senjata, melalui apa yang dianggap sebagai jajak pendapat rakyat (Pepera) 1969,
hanya diikuti sekitar 1024 orang Papua dewasa dari 815.000 penduduk Papua
dewasa pada saat itu.
Dua tahun sebelum
Pepera, justru UU
PMA No 1 1967 telah lahir dan PT. Freeport mendapat berkah kontrak eksplorasi
penuh di Erstberg
Papua. Dalam konteks politik Indonesia, peristiwa ini dapat terjadi
setelah Soeharto
pada masa Orde Baru berhasil menjadi pemenang dari malapetaka pembantaian tak
kurang dari 1 juta manusia pendukung Soekarno dan Partai Komunis Indonesia
(PKI).
Dalam semua bisnis
ekonomi keruk inilah, sejak potensinya ditemukan tahun 1936 di areal wilayah yang kini
menjadi Papua, rakyat Papua asli telah sejak awal ditinggalkan dan diabaikan Grasberg
milik PT FI
adalah tambang emas terbesar di dunia. Manurut laporan tahun 2010,
keuntungan yang didapat PT FI sebesar Rp. 4000 trilyun. Terakhir eksploitasi
tambang ini sedang dalam pembicaraan untuk diperpanjang lagi hingga 2041. Dari
sejak empat dasawarsa beroperasi, total kontribusi (royalti, deviden, PPH badan
dan karyawan) yang dibayar FI pada pemerintah hingga Juni 2011 sebesar 12,8
milyar USD. Sementara gaji karyawan hanya berkisar 3,5 sampai 5,5 juta rupiah.
Berbicara tentang
Freeport, bahkan juga tentang seluruh investasi raksasa ekonomi keruk Papua
dalam roadmap MP3EI, tak bisa dilepaskan dari tinjauan
sejarah, setting sosial budaya dan ekologi serta dampak kemanusiaan
yang terjadi hingga saat ini. Pelanggaran HAM terhadap orang asli Papua terus
terjadi dalam berbagai bentuk yang paling jahat: penyiksaan, pemerkosaan,
diskriminasi, penyingkiran, pembunuhan, penghilangan paksa, penangkapan
sewenang-wenang, intimidasi, pengawasan dan pengancaman, serta penutupan ruang
demokrasi yang parah, menghambat akses untuk duduk di perwakilan, penghancuran
sumber-sumber kehidupan mereka, kejahatan terhadap hak-hak kebudayaan dan
spiritualitas lokal, serta pemindahan paksa komunitas-komunitas masyarakat. Sebagian
besar dari kejahatan ini termasuk juga yang menyebabkan kerusakan lingkungan merupakan
produk dari operasi pertambangan PT Freeport. Dan kejahatan lainnya seperti, kekerasan
adalah hasil dari penggunaan kekuatan militer
Indonesia terhadap rakyat Papua. Saat ini tak satupun data bisa
dengan terang menunjukkan berapa sesungguhnya tentara Indonesia yang
ditempatkan di Papua. Yang pasti tentara organik dan non organik bertambah,
pos-pos tentara dan komando teritorial bertambah, orang-orang yang dibunuh, dipenjarakan karena sikap
politik, hak berekspresi dan berkumpul, juga bertambah.
Dari berbagai fakta
ini, tidak ada kerugian sebetulnya jika kita mengakui bahwa NKRI sama sekali
belum selesai. Lima puluh tahun Papua bersama Indonesia, yang sudah
mengorbankan ratusan ribu nyawa, bahkan beberapa suku/marga yang dimusnahkan
karena terkait Organisasi Papua Merdeka, stigmatisasi separatis pada semua yang
melawan pemerintah Jakarta, tidak juga bisa menghentikan suara-suara yang
menuntut penentuan nasib sendiri. Adriana Elisabeth, peneliti LIPI yang turut menjadi
bagian tim penyusunan Road Map Papua, pun sudah mengakuinya: NKRI
belum final ditinjau dari kompleksitas masalah Papua.
Dari sudut pandang perjuangan demokrasi Indonesia, turunnya Soeharto sekaligus juga bermakna menilai kembali ke-Indonesiaan kita yang sejak 1965-1966 hingga 1998 dipelihara melalui rasa takut, anti perbedaan, anti-ideologi, militerisme, anti separatisme, bahkan anti-politik. Papua adalah bintang kejora di ujung Timur yang justru akan mengubah perspektif kita atas bangsa Indonesia yang kita kenal melalui versi Orde Baru. Memperjuangkan masa depan Papua menghendaki keadilan dalam melihat sejarah, menyingkirkan prasangka-prasangka ras yang mungkin dihidupkan dalam pikiran kita. Dan satu gerakan solidaritas dari orang-orang Indonesia yang mencintai kemanusiaan Papua adalah langkah penting untuk memulai proses itu.
Dari sudut pandang perjuangan demokrasi Indonesia, turunnya Soeharto sekaligus juga bermakna menilai kembali ke-Indonesiaan kita yang sejak 1965-1966 hingga 1998 dipelihara melalui rasa takut, anti perbedaan, anti-ideologi, militerisme, anti separatisme, bahkan anti-politik. Papua adalah bintang kejora di ujung Timur yang justru akan mengubah perspektif kita atas bangsa Indonesia yang kita kenal melalui versi Orde Baru. Memperjuangkan masa depan Papua menghendaki keadilan dalam melihat sejarah, menyingkirkan prasangka-prasangka ras yang mungkin dihidupkan dalam pikiran kita. Dan satu gerakan solidaritas dari orang-orang Indonesia yang mencintai kemanusiaan Papua adalah langkah penting untuk memulai proses itu.
Nemangkawi (Erstberg), Greesberg,
dan gunung-gunung salju lainnya yang mengandung sejumlah besar mineral
berharga bagi komoditi pasar dunia telah menjadi tujuan yang sangat
ambisius bagi Amerika Serikat, blok modalnya, serta pemerintah Indonesia. Untuk
tujuan itu, hak-hak dasar orang Papua telah lama dikorbankan, termasuk hak
untuk menentukan nasib sendiri. Rezim Militer Orde Baru mendukung upaya
investasi Freeport di Papua dengan cara melahirkan dua unndang-undang
yakni, Undang
Undang No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA) dan Undang Undang Nomor
11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan.
Dengan dasar dua undang undang diatas, Kontrak
Karya (KK) I dengan Resim Militer Orde Baru dilaksanakan pada 5 April 1967
dan berlaku selama 30 tahun, terhitung sejak eksplorasi Erstberg beroperasi
pada bulan Desember. Proses penandatangan KK I ini ilegal karena terjadi dua
tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) dan PBB pun belum mengakui Papua
sebagai wilayah Indonesia. Saat ini aktivitas eksploitasi dijalankan sesuai KK
II yang ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991 untuk jangka waktu 30 tahun, dan
dapat diperpanjang sebanyak dua kali, masing-masing 10 tahun. Namun KK II
inipun mengandung unsur Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN), sebab dilakukan 6
tahun sebelum KK I berakhir, sangat tertutup, dan tidak melalui konsultasi
dengan komunitas masyarakat pemilik hak ulayat.
Demi amannya bisnis Freeport, dengan tekun James R Moffet membina persahabatan dengan Presiden Soeharto dan kroninya – policy paper PBHI, merujuk laporan New York Times.
“Freeport membayar ongkos-ongkos mereka berlibur, bahkan biaya kuliah anak-anak mereka, termasuk membuat kesepakatan-kesepakatan yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.” Diuraikan dalam policy paper tersebut bahwa antara tahun 1998-2004 Freeport telah memberikan hampir 20 juta dolar (sekitar Rp 184 miliar) dan tambahan 10 juta dolar (sekitar Rp 90 miliar) kepada jenderal, colonel, mayor, dan kapten tentara maupun polisi, dan unit-unit militer. Tidak sedikit rakyat Papua Menjadi korban kekerasan di areal pertambangan perusahaan raksasa ini, terutama manusia Amungme, Nduga, Damal, Dani, Moni, Mee, dan Kamoro. Rezim Militeristik Orde Baru telah menjamin berjalannya investasi perusahaan ini, hampir tanpa protes yang berarti selama bertahun-tahun, meski perusahaan ini terindikasi melakukan kejahatan ekonomi, kejahatan kemanusiaan, perusakan lingkungan dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Kalaupun ada protes dari masyarakat, dengan cepat dan tanpa ampun tentara akan menghadapinya dengan pendekatan-pendekatan yang sangat militeristik.
Demi amannya bisnis Freeport, dengan tekun James R Moffet membina persahabatan dengan Presiden Soeharto dan kroninya – policy paper PBHI, merujuk laporan New York Times.
“Freeport membayar ongkos-ongkos mereka berlibur, bahkan biaya kuliah anak-anak mereka, termasuk membuat kesepakatan-kesepakatan yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.” Diuraikan dalam policy paper tersebut bahwa antara tahun 1998-2004 Freeport telah memberikan hampir 20 juta dolar (sekitar Rp 184 miliar) dan tambahan 10 juta dolar (sekitar Rp 90 miliar) kepada jenderal, colonel, mayor, dan kapten tentara maupun polisi, dan unit-unit militer. Tidak sedikit rakyat Papua Menjadi korban kekerasan di areal pertambangan perusahaan raksasa ini, terutama manusia Amungme, Nduga, Damal, Dani, Moni, Mee, dan Kamoro. Rezim Militeristik Orde Baru telah menjamin berjalannya investasi perusahaan ini, hampir tanpa protes yang berarti selama bertahun-tahun, meski perusahaan ini terindikasi melakukan kejahatan ekonomi, kejahatan kemanusiaan, perusakan lingkungan dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Kalaupun ada protes dari masyarakat, dengan cepat dan tanpa ampun tentara akan menghadapinya dengan pendekatan-pendekatan yang sangat militeristik.
Ketua Dewan Adat Papua Forkorus
Yaboisembut yang sebelumnya telah mendapatkan informasi dari Dr S Kirksey, antropolog dari
Universitas California,
menilai bahwa “rangkaian
peristiwa teror ini bukan dilakukan oleh OPM yang sesungguhnya”. Ini
merupakan skenario untuk mencapai target tertentu, bahkan dilihatnya sebagai
perang terbuka antara TNI-Polri dalam ‘memperebutkan dolar’ dari Freepot.
Kekerasan yang terjadi di Freeport
sangat menyengsarakan banyak masyarakat Papua yang tak bersalah, terutama yang
berada di sekitar lokasi Freeport. Sejak operasi pertambangan Freeport-McMoRan
tahun 1967
hingga saat ini, Papua telah masuk dalam cengkraman kapitalisme ekstraktif yang
memberikan prioritas pada keamanan aliran energi, material dan investasi
(finance kapital) lebih utama ketimbang keselamatan alam dan manusia
lokal. Tata ruang di Papua kini penuh sesak dengan konsesi-konsesi
pertambangan dan migas yang dikenal memiliki daya rusak besar pada secara
permanen pada lingkungan. Papua juga menjadi incaran industri
perkebunan skala besar baik yang terkait atau tidak dengan MP3EI. Industri kehutanan (logging)
juga marak merambah segenap penjuru kawasan hutan di Papua. Data dinas
kehutanan untuk kegiatan pertambangan di Papua yang telah dizinkan 42 unit
dengan total luas 96.563 Ha. Kementrian ESDM mengaku tidak memiliki data dari
izin usaha pertambangan (IUP) data yang dikeluarkan pemerintah daerah. Saat ini
ada 60 izin (Papua 26 izin dan Papua Barat 34 Izin) meliputi luas Sekitar
961.372,39 hektar. Itu belum termasuk izin baru dari kabupaten, Konsesi kontrak
karya (KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2B) dan
Wilayah Kerja Migas.
Konsesi kontrak
karya (KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2B) dan
Wilayah Kerja Migas oleh pemerintah pusat masih mendominasi peruntukan lahan di
Papua. Peta ruang konsesi pertambangan dan migas menjadi bukti masifnya
konsolidasi lahan untuk kepentingan industri keruk. Konsesi tambang yang
notabene dikeluarkan oleh pemerintah pusat menyisakan sedikit ruang bagi daerah
kabupaten. Di Kabupaten Tolikara Papua, hanya tersisa tidak lebih 50% wilayah
kelola daerah setelah dikurangi berbagai konsesi tambang termasuk konsesi
Freeport dan kawasan lindung kehutananan. Tidak sedikit perseteruan berlanjut
hingga proses gugatan pengadilan atau para Bupati yang mbalelo dengan mengeluarkan izin pertambangan di
lokasi yang sama. Pada akhirnya keputusan yang kental dengan praktik korup ini
menjadi “bom
waktu” konflik dikemudian hari.
Di lapangan perampasan paksa
berlangsung secara kasat mata. Mega proyek LNG Tangguh telah merampas 50 ha lahan marga Sowai
di kampung Tanah Merah lama. PT Freeport juga telah mengambil paksa tanah adat
orang Amungme. Tragedi kelaparan dan
kematian massal warga di Distrik Kwoor berhubungan dengan konflik konsesi pertambangan dan kerusakan lingkungan di bagian hulu
Kwoor, Kabupaten Tambrauw. Konflik konsesi tambang antara PT. Akram Resources
dan PT. Choice Plus Energi Petroleum diduga telah menyebabkan kerusakan
lingkungan di kawasan cagar alam Tambrauw Utara juga di Suaka Marga Satwa Jamursbamedi.
Sebagaimana
diketahui, Freeport
adalah perusahaan tambang milik Amerika Serikat yang telah bereksplorasi sejak
1976. Sesuai dengan kontrak karyanya PT Freeport merupakan perusahaan
pertambangan umum dengan produk akhir berupa konsentrat yang mengandung logam emas, tembaga dan perak. Namun,
secara diam-diam, dan terselubung, Freeport telah mengambil kekayaan alam di
Papua ini selain emas. Dari laporan anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat
Papua ini yang digali dari para karyawan dan beberapa masyarakat, diketahui
bahwa, selain berupa konsentrat, Freeport juga mengeruk uranium.
Uranium adalah bahan bakar reaktor nuklir dan senjata nuklir yang
nilainya jauh lebih tinggi dibanding emas. Penambangan uranium
memiliki dampak yang sangat besar terhadap lingkungan. Sedangkan, AS sendiri merupakan Negara konsumen uranium terbesar di dunia,
yang mana AS tidak memiliki sumber daya alam yang memadahi mengenai potensi
bahan baku nuklir itu. Oleh karena itu, sekecil apapun, potensi uranium di
Papua akan disantap oleh AS. Munculnya isu ini berkaitan dengan kondisi lokal
dan nasional. Kondisi lokalnya, selama ini Freeport dianggap sebagai biang
konflik yang terjadi di Papua. Kerusakan-kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh penambangan ini tidak kecil. Adapun kondisi nasionalnya pemerintah
dianggap tidak bertindak tegas dalam melakukan pengawasan terhadap operasi dan
hasil produksi untuk mengetahui apa dan berapa yang sengguhnya mereka produksi.
Informasi mengenai Uranium
1 gram Uranium = 2000 Liter minyak
1 gram Uranium = 3 TON Batu Bara
1 gram Uranium dapat menyalakan 23000 TV selama 1 jam
1 gram Uranium dapat mengerakkan mobil kecil untuk mengelilingi separuh dunia
1 gram Uranium = 3 TON Batu Bara
1 gram Uranium dapat menyalakan 23000 TV selama 1 jam
1 gram Uranium dapat mengerakkan mobil kecil untuk mengelilingi separuh dunia
(Sumber
Berita Kekayaan Papua https://www.ForumHijauIndonesia/posts/426436250780811
diakses pada 10 April 2014, 18:48 WIB)
Hubungan
Freeport dan TNI
Selama
bertahun-tahun, Freeport memiliki unit pengamanannya sendiri, sementara militer
Indonesia memerangi perlawanan separatis yang lemah dan rendah gerakannya.
Kemudian kebutuhan keamanan ini mulai saling terkait. Tidak ada investigasi
yang menemukan keterkaitan Freeport secara langsung dengan pelanggaran HAM,
tetapi semakin banyak orang-orang Papua yang menghubungkan Freeport dengan
tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI, dan pada sejumlah kasus kekerasan itu
dilakukan dengan menggunakan fasilitas Freeport. Seorang ahli antropologi Australia, Chris Ballard,
yang pernah bekerja untuk Freeport, dan Abigail Abrash, seorang aktivis HAM dari Amerika Serikat, memperkirakan, sebanyak 160 orang
telah dibunuh oleh militer antara tahun 1975–1997 di daerah tambang dan
sekitarnya. Pada bulan Maret 1996, kemarahan terhadap perusahaan pecah dalam
bentuk kerusuhan ketika sentimen anti-perusahaan dari beberapa kelompok yang
berbeda bergabung. Freeport menyadap berita-berita dalam e-mail. Menurut dua
orang yang membaca e-mail pada saat itu, ada unit-unit militer tertentu,
masyarakat setempat, dan kelompok-kelompok lingkungan hidup yang bekerjasama.
Sebuah pertukaran informasi dengan menggunakan e-mail antara seorang tokoh
masyarakat dengan pimpinan organisasi lingkungan hidup penuh dengan taktik
intelijen militer. Dalam e-mail yang lain, seorang pimpinan organisasi
lingkungan meminta para anggotanya mundur karena demonstrasi telah berubah
menjadi kerusuhan. Dari wawancara yang dilakukan, bekas pejabat dan pejabat
Freeport menyatakan, mereka terkejut melihat sejumlah orang dengan potongan
rambut militer, mengenakan sepatu tempur dan menggenggam radio walkie-talkie di
antara para perusuh itu. Orang-orang itu terlihat mengarahkan kerusuhan itu,
dan pada satu ketika, mengarahkan massa menuju ke laboratorium Freeport yang
kemudian mereka obrak-abrik.
Informasi mengenai
Shell:
S
|
hell mempunyai beberapa keunggulan, dimana dari
segi kehandalan kualitas shell rajanya, selain durabilitas tinggi, kekuatan
kohesif tinggi, juga performa aspal terjamin. Sedangkan untuk spesifikasi
produk Shell Bitumen, lebih bagus dan terjaga dari produk lainya, baik dari
berat jenis, titik lembek, indek penetrasi, dan titik nyala. Untuk indek penetrasi 60/70 drum,
sangat cocok untuk menompang beban berat, seperti landasan pacu pesawat.
Karena, bisa dipastikan dengan tingkat penetrasi yang prima sesuai standart
ISO, landasan pacu akan lebih kuat, aman dan tahan lama. Untuk titik nyala,
Shell Bitumen lebih cepat, hanya membutuhkan waktu satu jam saja. Jadi shell
lebih efektif, efisien dan ekonomis. Shell bitumen Indonesia Hadir 60/70 drum
dengan dua pilihan volume yaitu 163 kg dan 200 kg. Dimana produk tersebut
memiliki kwalitas property produk yang tinggi dan dan konsisten serta peka
untuk memenuhi kebutuhan Infrastuktur di Indonesia, terutama di wilayah timur,
khususnya Papua.
British
Petroleum (BP)
BP
(Beyond Petroleum/British Petroleum/BP) adalah sebuah perusahaan
MIGAS raksasa ketiga dunia setelah Exxon Mobile milik Amerika dan Shell milik Belanda
yang bermarkas di London – Inggris. Perusahaan ini telah beroperasi lama di
Indonesia yaitu di laut Jawa dan kini mulai hijra (pindah) ke Papua karena
cadangan MIGAS di laut Jawa semakin berkurang akibatnya dijual BP Laut Jawa ke
PERTAMINA. Anak Perusahaan BP di Papua yang beroperasi di wilayah Teluk
Bintuni – Papua Barat diberi nama LNG Tangguh. LNG Tangguh adalah mega-proyek yang
membangun kilang LNG di Teluk Bintuni, Papua Barat, untuk menampung gas alam
yang berasal dari 7 Blok Sumur Gas di sekitar Teluk Bintuni, seperti Vorwata
14.2 TCF, Roabiba 1.1 TCF, Otoweri 1.1 TCF, West Berau 1.4 TCF, Wariagar 2.4
TCF). Target kedua BP yaitu Blok Kaimana dan Blok Enanwatan serta Dataran
Fakfak. LNG Tangguh ini melengkapi pengilangan gas yang sudah ada di Indonesia,
yaitu di LNG Arun, Aceh dan LNG Bontang, Kalimantan Timur.
Penting
bagi BP untuk terus memantapkan struktur yang berkelanjutan yang dapat
mengikuti proses perubahan politik yang
terjadi. Struktur tersebut harus
memanfaatkan semua elemen-elemen politik utama yang ada, dengan demikian
diharapkan dapat mengurangi keinginan beberapa kelompok untuk mengganggu
jalannya proyek. Panel percaya bahwa
pelaksanaan Otonomi Khusus dengan tepat waktu dan dapat membangun sebuah
struktur yang secara signifikan akanmengurangi resiko dari ketidakstabilan di
Papua.Isu yang dianggap mempunyai sensitivitas tinggi adalah kehadiran dan
keterlibatan militer Indonesia dalam pengamanan proyek-proyek vital nasional,
serta ketakutan dan keresahan rakyat Papua akibat aktivitas militer
didaerahnya. Struktur keamanan di
Tangguh mungkin berkembang sejalan dengan waktu, namun Panel percaya bahwa
penting bagi BP untuk mulai melaksanakan, sejauh mungkin, konsep “Keamanan Berbasis
Masyarakat” (Community-Based Security, atau
‘CBS’). Panel, menyimpulkan bahwa diperlukan keluwesan dan pendekatan
tingkat tinggi dengan TNI dan Polisi dalam waktu dekat sebelum BP pada akhirnya
komit untuk melanjutkan proyek. Pengaturan keamanan
dapat disesuaikan guna memenuhi kebutuhan semua pihak.
Pada tanggal 13 Juni yang lalu telah terjadi serangkaian tindakan brutal yang dilakukan oleh pasukan Indonesia. Peristiwa
itu terjadi sebagai balasan atas tewasnya lima anggota Brimob dan pegawai
perusahaan kayu di kecamatan Wasior, sebelah timur proyek gas Tangguh di Teluk
Bintuni. Masih di tempat yang sama, pada bulan Maret sebelumnya tiga orang
pegawai perusahaan kayu (PT Dharma Mukti Persada) tewas ditembak. Sejak saat
itu, kecamatan Wasior dinyatakan tertutup
bagi pekerja kemanusiaan.
Organisasi Hak Asasi
Manusia di Papua Barat, ELSHAM, melaporkan bahwa setelah peristiwa tanggal 13
Juni itu, enam orang penduduk sipil tewas dan lainnya luka-luka. Mereka adalah
korban serangan balasan yang dilakukan pasukan brimob. Selain itu, pihak aparat
keamanan juga melancarkan "Operasi Penyisiran
dan Penghancuran" melalui penangkapan, pemukulan dan penyiksaan
terhadap penduduk lokal. Kaum perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang juga
menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Korban berjatuhan akibat tindak
kekerasan yang dilakukan kepolisian guna mendapatkan informasi tentang
peristiwa pembunuhan terhadap anggota mereka. Pada akhir bulan Juni lalu,
diberitakan seorang perempuan tewas akibat tembakan dari aparat. Meningkatnya
ketegangan pada akhirnya memaksa lima ribu orang meninggalkan kampung halaman
mereka untuk mencari tempat perlindungan yang lebih aman. Segera setelah
terjadi peristiwa itu, sekitar 300 sampai 600 pasukan Brimob, polisi reguler
dan tempur dikirim ke Wasior. Dengan demikian, jumlah aparat keamanan dan
militer di tempat itu sekarang ini meningkat menjadi 2000 orang. Masih belum
jelas bagaimana motivasi dibalik serangan bulan Juni lalu. Tetapi kepolisian telah menuduh pasukan bersenjata OPM
sebagai dalang di balik peristiwa
itu. Operasi "pembersihan" besar-besaran yang
dilakukan menyusul setelah terjadinya peristiwa pembunuhan itu mencerminkan
sikap garis keras militer dan polisi dalam menghadapi gerakan pro-kemerdekaan.
Keberadaan BP melalui
pelaksanaan proyek besar ini berpengaruh luas terhadap situasi militer di
wilayah tersebut. Pasukan Indonesia ingin menunjukkan kekuatannya di seluruh
wilayah dan meredam perlawanan politik. Agenda itu sendiri sudah berjalan – di
mana keamanan di Tangguh berkait dengan operasi Wasior. Segera setelah peristiwa
13 Juni, Gubernur Papua, JP Salossa mengatakan bahwa proyek
Tangguh harus terus berjalan meskipun ada ancaman serangan terhadapnya. Ia
mengatakan akan meminta komandan militer dan polisi setempat membantu
pemerintah daerah menjaga keamanan proyek tersebut dan "faktor keamanan adalah prioritas dalam pembangunan LNG di
Bintuni."
Situasi umum keamanan di Papua Barat dan Indonesia
adalah faktor kunci kemampuan
Tangguh memenangkan kontrak pemasokan LNG. Ini merupakan syarat penting apabila
proyek tersebut ingin terus berjalan. Pembeli utama gas olahan – Proyek Gas
Alam Cair China Guandong – sangat peduli terhadap kemampuan Indonesia menjamin
kelancaran pasokan. Desas-desus menyatakan bahwa China National
Offshore Oil Corps (CNOOC) yang mengerjakan proyek Guandong sedang
mencari dua sumber pemasok. Menurut Baihaki Hakim yang menjabat sebagai
Pimpinan Pertamina, hal itu akan membuat nilai ekonomis proyek Tangguh merosot.
Sekarang ini, BP menawarkan kepada CNOOC 5% saham proyek Tangguh untuk
mempermudah mereka memenangkan tender. Namun dikabarkan pula bahwa kriteria
seleksi di Cina memasukan masalah stabilitas politik seperti halnya stabilitas
produksi dan pasokan jangka panjang sebagai pertimbangan dasar mereka. Dengan
demikian, penghentian operasi Exxon Mobil di Aceh dengan alasan keamanan hanya
akan menjadi kendala yang menghambat mereka.
Bagi kalangan garis
keras dalam pemerintahan Indonesia, keamanan adalah faktor pembenar tindakan
membungkam perlawanan politik di Papua Barat. Seperti saat penutupan Exxon
Mobil yang mendorong gelombang operasi militer baru di Aceh, kebijakan yang
sama juga dapat digunakan di Papua Barat untuk mencegah terganggungnya proyek
Tangguh dan menjamin pembeli potensial bahwa pasokan yang mereka inginkan akan
terus di dapat.
Jarak tempat pelaksanaan
proyek yang jauh – seperti halnya tambang Freeport - memungkinkan pemerintah
lebih mudah mengontrol informasi. Ini juga yang menjadi alasan mengapa kematian tragis 48 bayi di desa
Weriagar pada tahun 1996 tidak pernah tersebar luas. Para ahli lingkungan
mengatakan bahwa bayi-bayi tersebut meninggal setelah perusahaan – yang
kemudian berganti nama menjadi ARCO - mulai melakukan
pemboran gas di sungai yang sebelumnya merupakan sumber daya air masyarakat
adat. Ada laporan yang menyatakan bahwa penduduk desa sesungguhnya ingin
melaporkan kematian bayi-bayi mereka kepada pemerintah daerah, "namun ketika pasukan tiba melindungi
tempat penambangan, mereka paham bahwa sikap diam merupakan langkah terbaik
bagi keselamatan mereka."
Sikap ini mungkin
berbeda seratus delapan puluh derajat dengan sikap perusahaan yang menjalankan
proyek penambangan mineral dan emas yang pertama di wilayah tersebut, yaitu
Freeport/Rio Tinto. Sejarah perusahaan Freeport penuh diwarnai dengan cerita
pembunuhan, pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan. Meskipun demikian, kritik
terhadap proyek BP di negeri lain telah menghancurkan upaya mereka menampilkan
wajah yang lebih manusiawi dan menempatkan diri sebagai perusahaan minyak
multinasional yang berpandangan jauh kedepan. Terlebih lagi, kegiatan utama BP
di Indonesia, yaitu tambang batubara Kaltim Prima yang dijalankan bersama
dengan Rio Tinto / Freeport– sedang dilanda masalah pemogokan dan sengketa
tanah.
Kunjungan Komandan
Militer ke Tangguh
Pada bulan Maret, Mayor Jendral Mahidin
Simbolon, komandan militer di Papua, mengunjungi proyek tersebut bersama
dengan anggota keamanan lainnya. Menurut laporan Wall Street Journal, dengan
mengutip pernyataan saksi, "para
pengunjung mengelilingi proyek tersebut dengan membawa senjata otomatis".
Surat kabar juga mengutip pernyataan pejabat BP yang tak disebutkan namanya,
yang mengatakan bahwa Simbolon berkata kepada mereka bahwa pihak militer
memiliki tanggungjawab untuk melindungi aset-aset nasional seperti proyek BP.
Sebelumnya Ia juga mengatakan bahwa hanya aturan dari Presiden Megawati dapat
mencegah pihak militer untuk mengambil alih peran keamanan. Sebagai tanggapan
atas surat dari West Papua Association di Inggris, BP Indonesia mengatakan
bahwa Simbolon tidak pernah mengeluarkan pernyataan tersebut, dan ia juga telah
menyarankan agar pihak perusahaan seharusnya bekerja sama erat dengan
masyarakat setempat untuk mencegah timbulnya berbagai masalah.
Menurut pembela HAM yang
berbasis di Papua, pembunuhan-pembunuhan
dan berbagai tindakan teror yang menyusul kemudian adalah bentuk peringatan
terhadap BP bahwa perusahaan tersebut tidak mungkin menjalankan kegiatan mereka
sendiri tanpa bantuan pasukan keamanan. Kelompok HAM, ELSAM, mempertanyakan
apakah mungkin protes Saengga merupakan hasil provokasi dari luar untuk
membenarkan kehadiran polisi atau militer ke wilayah pertambangan tersebut.
Pendekatan keamanan BP
yang berbasiskan pada masyarakat nampaknya terus berlangsung sampai sekarang.
Meskipun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa pendekatan tersebut masih sangat
rentan. Sejauh mana perusahaan tersebut dapat bertahan terhadap campur tangan
langsung yang melibatkan militer dan polisi dalam masalah keamanan adalah ujian
terbesar bagi proyek tersebut.
(Sumber: http:///www.Kerebok_Vol
3/20;Wall_Street_Journal diakses 14 April
2014, 23:07 WIB )
Surat DTE kepada anggota Dewan ADB menyatakan bahwa
pembangunan proyek itu dilakukan dalam kondisi masyarakat Papua tidak memiliki
kesempatan memenuhi hak untuk membuat persetujuan atas dasar informasi awal dan
tanpa paksaan(PADIATaPa atau FPIC) karena alasan keamanan. Selain itu terjadi
pengingkaran hak-hak adat pendudut setempat ketika pengambilalihan lahan untuk
pelaksanaan proyek itu dilakukan. Surat itu juga menggaris bawahi:
-
Fakta mengenai meluasnya pelanggaran HAM di Papua yang dilakukan
aparat keamanan dengan sedikit sekali upaya mengadili para pelaku pelanggaran
tersebut;
-
Meningkatnya jumlah personel militer di Papua Barat, termasuk
pembentukan divisi Kostrad baru di Sorong di bagian barat wilayah itu, tidak
jauh dari tempat pelaksanaan proyek dan kemungkinan meningkatnya pelanggaran
HAM di wilayah itu;
-
Meningkatnya ketegangan sosial akibat pengaruh proyek itu terhadap
penduduk desa, dan fakta bahwa penduduk desa telah menolak pelaksanaan proyek
tersebut;
-
Adanya keprihatinan mendalam dari kelompok-kelompok masyarakat
sipil di Papua dan dunia internasional yang dinyatakan dalam surat yang
ditujukan kepada BP pada bulan Desember 2004. Inti utama surat itu menyinggung
masalah hak asasi manusia, transparansi, dan konteks yang lebih luas dalam
kehidupan masyarakat Papua
Surat
itu juga menyatakan bahwa proyek itu
lebih melayani kebutuhan konsumen gas internasional, dibandingkan kebutuhan
terhadap energi dari orang-orang Papua. Selain itu, proyek itu dijalankan
dengan prioritas yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan swasta dan
pemerintah Indonesia, dibandingkan prioritas pembangunan Papua itu sendiri.
Dalam kaitan inilah kemudian surat itu menyatakan bahwa hal itu akan 'mendorong
lahirnya serangkaian pertanyaan terhadap ADB tentang persoalan apakah atau
kapan proyek itu dapat digunakan untuk menjamin keberlanjutan, energi yang
dapat diperbaharui dan memberikan keuntungan bagi penduduk lokal, serta turut
menyumbang bagi pengurangan kemiskinan.'
Meningkatnya kehadiran
militer di sekitar proyek BP Tangguh
Pada pertemuan
Panel Penasehat Independen untuk Tangguh (TIAP)
yang diselenggarakan pada tanggal 22 April 2008 di
London, keprihatinan mengenai hal tersebut diangkat ke permukaan. Dalam
pertemuan tersebut salah seorang hadirin membawa dan menunjukkan foto seorang
pria Papua yang menjadi korban pemukulan oleh pihak keamanan Indonesia. Situasi
politik di sekitar lokasi proyek BP cenderung bertentangan dengan kesan
peningkatan kondisi sosial ekonomi yang tenang dan damai seperti yang
digambarkan perusahaan. Panel TIAP juga mengungkapkan adanya penambahan 100
personil TNI ke Bintuni dan 30 personil ke Babo, dua kota kecil di Teluk
Bintuni. Ditambahkan bahwa kota-kota dan desa-desa di sekitar proyek Tangguh
mengalami pembengkakan jumlah penduduk baru yang berbondong datang untuk
memetik keuntungan ekonomi dari keberadaan proyek tersebut. . Kondisi
perkembangan tersebut menjadi keprihatinan mengingat adanya kesamaan pola
dengan yang terjadi di Freeport/tambang Grasberg Rio Tinto di Timika, yaitu
terjadinya gelombang masuk penduduk baru dan militerisasi. BP sangat keberatan
dibandingkan dengan Freeport, mengingat Freeport/Rio Tinto telah dikecam keras
atas kedekatan dengan militer dan polisi di sekitar pertambangan.
Hasil pengamatan TIAP tersebut menimbulkan keraguan atas
efektifitas penjagaan keamanan BP melalui sistem pengaman terintegrasi berbasis
masyarakat (Integrated Community based Security), yang dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya militerisasi.
Ini
adalah isi Surat Lord Browne, ketua eksekutif BP
“Suka atau tidak suka,
sejauh menyangkut masalah uang, TNI akan dengan cepat menguasainya. Mereka akan
menciptakan 'insiden', menyalahkan OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan mengatakan bahwa
mereka dapat memberikan 'perlindungan', dengan harga tertentu,
terhadap 'aset-aset nasional.' Anda mengatakan bahwa
sekarang ini telah berhati-hati untuk tidak mengulangi kesalahan Freeport,
tetapi saya katakan atas nama rakyat bahwa jika anda benar-benar peduli dengan
orang-orang Papua seperti yang anda katakan, anda seharusnya tidak mengambil
langkah yang akan menciptakan resiko besar bagi kehidupan kita.
(Sumber tambahan: Surat Tapol kepada menteri luar negeri Inggris,
Jack Straw, pada tanggal 24/Januari/2006. Tapol menyampaikan protes
mereka terhadap pengerahan pasukan Indonesia yang menggunakan peralatan senjata
buatan Inggris dilengkapi dengan meriam air - lihat http://tapol.gn.apc.org)
BP, Tangguh dan
Perubahan Iklim
Emisi gas rumah kaca
dari proyek LNG Tangguh akan berkontribusi terhadap perubahan iklim dan mungkin
bahkan akan sedikit memainkan peran tak langsung dalam penyusutan ukuran
gletser gunung Jayawijaya di dataran tinggi tengah Papua, demikian menurut
AMDAL yang merupakan kajian terinci mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup
yang dibuat sebelum proyek disetujui.
Pendekatan BP
pada pengoperasian proyek Tangguh mengisyaratkan langkah yang semakin menjauh
dari 'niat baik' perusahaan tersebut yang selama ini dikemukakan untuk
meyakinkan publik baik di Indonesia maupun di Inggris. Kasus masyarakat nelayan
di desa Tanah Merah mencuat setelah isu tersebut dimuat dalam terbitan lokal
Suara Perempuan Papua. Tanah Merah adalah sebuah desa di wilayah selatan Teluk
Bintuni yang digusur untuk mendirikan lokasi utama proyek.
Peran Pemerintah Inggris
Perlu diperhatikan pula
bagaimana peran pemerintah Inggris yang mendukung proyek Tangguh. Duta besar
Inggris, Richard Gozney, pernah berkunjung ke Tangguh saat terjadinya
pembunuhan Wasior. Dilaporkan pula bahwa Gozney mengeluarkan komentar yang
menandakan persetujuan pemerintah Inggris atas operasi militer yang terjadi di
wilayah tersebut. Berkatian dengan hal tersebut, TAPOL, lembaga Kampanye HAM
Indonesia di Inggris, telah menuntut pemerintah Inggris melakukan tekanan
kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan operasi militernya di Wasior dan
menarik pasukan tambahan yang ditempatkan di sana.
Kembali ke Petroleum
Sejak kepergian mantan CEO Lord Browne,
BP tampaknya membuat langkah mundur dalam hal lingkungan hidup dan
keberlanjutan. BP tak hanya menanamkan modalnya dalam Canadian Tar Sands di
Kanada (suatu bentuk ekstraksi minyak yang merusak, khususnya secara lingkungan),
tetapi BP baru-baru ini juga telah mengurangi pendanaan bagi energi alternatif
dari US$1,4 miliar pada tahun 2008 menjadi US$1 miliar di tahun 2009.
Sebagai akibatnya, tampaknya
direktur pelaksana energi alternatif BP, Vivienne Cox, telah mengundurkan diri,
sehingga surat kabar utama di Inggris, Guardian menyindir bahwa BP tak lagi
bersemangat untuk bergerak "beyond Petroleum" (seperti yang
pernah dinyatakan oleh logo (BP), tetapi "back to Petroleum".
(Sumber BP: http://www.bp.com/sectiongenericarticle.do?categoryId=463&contentId=2000625
di akses pada 14 April 2014, 21:03 WIB)
Perusahaan Lainnya
Ø Nation
Petroleum (NP)
NP
adalah sebuah Perusahaan ke-12 terbesar dunia milik Canada yang kini baru memulai
beroperasi di Indonesia yaitu di wilayah Selat Yapen antara Waropen dan Pulau
Yapen di Provinsi Papua. Ahli Geologi memperkirakan terdapat 98 TCF gas dan 5 Billion Minyak di Blok
Yapen dan Blok Rombebai di Provinsi Papua. Blok Rombebai berada di onshore
berdekatan dengan Wapoga sedangkan Blok Yapen berada di daerah offshore di Laut
Yapen.
Ø PT.
Nikel Gag
Pulau
Gag adalah salah satu pulau di bagian barat Kabupaten Raja Ampat di Provinsi
Papua Barat. Pulau ini ternyata banyak terdapat Nikel yang dikelolah oleh PT. Gag
Nikel yaitu sebuah Perusahaan Indonesia yang didirikan tahun 1996 melalui
Penanda-tanganan perjanjian kerjasama antara BHP Billiton (75% Saham) dan
Perusahaan Pertambangan Milik Negera Indonesia yaitu PT. Aneka
Kekuatan Militer
dan Polisi Indonesia di Papua
Penambahan
jumlah kekuatan Militer dan Polisi di Papua yang begitu dasyat sehingga
menimbulkan trauma panjang berpuluh-puluh tahun ketika Pendudukan wilayah Papua
oleh Bangsa Indonesia. Kedua angkatan ini paling pandai dalam hal bersandiwara
untuk menyerang pos-pos mereka kemudian menuduh kepada para pelaku aktivis
Pejuang Papua Merdeka untuk dijadikan sebagai dalang/pelaku penyerangan
tersebut. Kekuatan ini dibarengi dengan perekrutan Milisi Barisan Merah Putih
serta peningkatan jumlah Inteligen dan Pasukan Jihad yang mana suatu ketika
tinggal membumi-hanguskan Papua seperti Timor Leste.
Pengentasan Kemiskinan?
Pengalaman masa lalu di
Papua Barat menunjukkan bahwa proyek-proyek ekstraksi sumber daya alam di
wilayah itu sama sekali tidak memiliki kaitan dengan upaya pengentasan
kemiskinan penduduk setempat. Sebagai contoh, tambang emas Freeport/Rio Tinto
telah beroperasi lebih dari tiga dekade di wilayah itu, memberikan keuntungan
besar bagi pemilik saham dan pajak pendapatan bagi kas pemerintah Indonesia.
Secara resmi, Papua adalah propinsi terkaya kedua di Indonesia. Sayangnya,
kekayaan alam di wilayah itu tidak membantu meningkatkan kesejahteraan penduduk
di propinsi tersebut.
(Sumber:http://www.wikipedia_Laporan_Ikhtisar_Analisis_Pengeluaran_publik_Papua/ringkasan_eksekutifdi akses pada 15 April
2014, 22:14 WIB)
Isu yang Terjadi di Papua
Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam hasil penelitiannya yang berjudul Papua Road Map, Negotiating the Jast,
improving the Present, and Securing the future. Dimana telah diidentifikasi
adanya 4 (empat)
isu utama dalam konteks peta konflik di Papua, yaitu :
-
Isu Pertama, masalah marjinalisasi dan
efek diskriminatif terhadap orang asli Papua akibat pembangunan ekonomi,
konflik politik dan deimigrasi masal ke Papua sejak tahun 1970. Untuk menjawab
masalah ini, diperlukan adanya kebijakan afirmatif relogvisi untuk pemberdayaan
orang Asli Papua.
-
Isu Kedua, kegagalan pembangunan
terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Untuk
itu diperlukan paradigma baru pembangunan yang berfokus pada perbaikan
pelayanan publik demi kesejahteraan orang Asli Papua di Kampung – kampung.
-
Isu Ketiga, adalah adanya kontradiksi
sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Jakarta. Masalah ini
hanya bisa diselesaikan dengan dialog seperti yang sudah dilakukan untuk Aceh.
-
Isu Keempat, pertanggung jawaban atas
kekerasan Negara di masa lalu terhadap warga Negara Indonesia di Papua.
Papua
Road Map menyimpulkan bahwa keempat isu dan agenda tersebut dapat
dirancang sebagai strategi kebijakan yang saling terkait untuk penyelesaian konflik
Papua secara menyeluruh dalam jangka panjang.
Menurut
LP3BH, tanggung jawab utama tetap ada di pihak yang terlibat konflik yaitu
pemerintah Indonesia dan orang asli Papua sendiri. Kedua belah pihak mempunyai
tanggung jawab yang sama untuk menyusun dan merancang strategi dalam mendorong
terlaksananya dialog damai
(Sumber:
Isu di Papua http://papuapost.wordpress.com/2010/08/13/papua-road-mapungkap-4-isu-utama-peta-konflik/ diakses pada 10 April 2014, 21:57 WIB)
KESIMPULAN
Pundi-pundi kekayaan SDA yang ada di papua menyebabkan
banyaknya pembangunan-pembangunan perusahaan asing di wilayah tersebut untuk
mengeruk SDA seperti; logam emas, perak, tembaga, uranium, dan masih banyak
kekayaan alam lainnya.
Adanya perusahaan-perusahaan seperti BP (British
Petroleum), Freeport, dls. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak akan berjalan
tanpa adanya perlindungan dari polisi, TNI, tentara, dan militer Indonesia
lainnya. Mereka saling bekerja sama bahkan adanya campur tangan pro-kemerdekaan
West Papua pun tidak dapat dipisahkan dari keberadaan mereka disana. Telah banyak
sekali kasus penyiksaan, pembantaian, pembunuhan, bahkan pemerkosaan yang di
lakukan oleh milisi militer-militer tersebut. Tujuan dari serangkaian aksi ini
tidak jauh dari tugas mereka untuk melindungi proyek-proyek yang mereka jaga. Di
bawah kekuasaan perusahaan korban-korban banyak yang berjatuhan ulah militer
Indonesia juga dengan keberadaan proyek menyebabkan kerusakan lingkungan.
Ini adalah Peta dari Elemen-elemen yang
terkait masalah Papua Barat
Referensi
-
Paradigma
Papua bagi Solusi Damai http://cetak.shnews.co/web/read/2013-05
03/11659/paradigma.papua.bagi.solusi.damai..#.UaQiOtI3BEo diakses pada 8 April 2014,
19.16 WIB.
-
Pelanggaran
HAM di Kongres Rakyat PapuaIII: http://news.detik.com/read/2011/11/04/125200/1760261/10/4-pelanggaran-ham-di-kongres-rakyat-papua-iii diakses pada 11
April 2014, 22:38 WIB.
-
Adriana
Elisabeth, Fakta (Papua). West Papua: A History of Exploitation: http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2011/08/201182814172453998.html di akses pada 11
April 23:07 WIB.
-
KeuntunganFreeport:http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=18&newsnr=4975 di akses pada 12
April 2014, 19:17 WIB
-
Pengantar dokumen Standar BP : http://www.downtoearthindonesia.org/sites/downtoearthindonesia.org/files/Tanggu,%20BP%20and%20International%20Standards%20%2011%20April%202011.pdf di
akses pada 15 April 2014, 22:54 WIB
-
Ringkasan Amdal Proyek LNG Tangguh di Indonesia http://www.adb.org/Documents/Environment/Ino/ino-tangguh-lng-project.pdf di akses pada 15
April 2014, 23:17 WIB
-
BP_Indonesia, http://www.bp.com/sectiongenericarticle.do?categoryId=9004756&contentId=7008828
di akses pada 15 April 2014, 23: 22 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic