We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Minggu, 20 April 2014

PAPUA BERDARAH


-9th Class review-




Seperti masuk ke mesin waktu, 8 April 2014 kita kembali terlempar ke ingatan masa lalu, menoleh ke kejadian masa lalu yang kelabu, tentang sejarah. Kita tak banyak tahu soal itu, banyak kekejaman, masalah politik, masalah ekonomi dan banyak senjata yang angkat bicara tentang itu. Mengingat sedikit sejarah yang dicerna dibenak kita, sejarah negeri kita adalah kumpulan pahlawan yang tak segan-segan merebut hak untuk merdeka di tangan penjajah dari negeri sebrang. Kaum elit maupun kaum yang termarjinalkan bersatu mengikat kekuatan dengan semangat untuk melawan. Tapi ada hal penting yang hilang, yaitu tentang jajahan yang masih menjamah hak bagian dari negeri Indonesia, yaitu Papua. Tentang Papua, Mr. Lala Bumela membawa kita ke era dulu, membawa kita ke dalam konflik Papua dulu.

Seperti yang kita tahu, Papua adalah bagian Timur Indonesia yang mempunyai kekayaan alam yang luar biasa. Kekayaan alam tersebut seperti magnet yang menimbulkan banyak hasrat berbagai Negara untuk memilikinya, termasuk Belanda, Amerika, maupun Inggris yang ingin menguasainya. Di era penjajahan Belanda, Papua menjadi sorotan Amerika. Keduanya ingin menguasai Papua dengan jalan masing-masing, Amerika yang memiliki hubungan bilateral dengan Indonesia memanfaatkan bantuannya untuk menguasai Papua. Sedangkan Inggris dengan memanfaatkan penanaman investasinya di Papua melalui pembangunan BP (British Petroleum), di sinilah konflik mulai berkembang dari dulu hingga sekarang.

Dalam artikel S. Eben Kirskey yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow”, ia mengemukakan soal apa yang terjadi di Papua. Konflik tentang Papua mewarnai tulisannya, dalam pembahasan kali ini kita akan membahas sebagian tulisan Eben dari paragraph 1-26.

1.      Eben menceritakan flashback tentang kunjungannya di Papua, ia datang ke Papua untuk melakukan penelitian gelar   thesisnya. Hingga akhir, ia mendapatkan sambutan suka cita dengan menggelar pesta perpisahan oleh orang-orang Papua yang diselenggarakan oleh Denny Yomanaki – seorang pekerja komnas HAM. Jamuan pesta ini digelar sebagai bentuk apresiasi  terhadap berakhirnya  penelitian  Eben pada Mei 2003 di Papua Barat.

2.      Eben datang ke Papua pada tahun 1998 untuk meneliti kekeringan di sana, tapi ia mengurungkan penelitian itu dan mengganti penelitiannya karena kondisi Papua yang tidak mendukung untuk rencana penelitiannya, karena datangnya musim hujan dan kurangnya antusiasme warga Papua untuk membicarakan perihal kekeringan. Sehingga ia beralih untuk meneliti Papua, dengan melihat apa yang sebenarnya terjadi di tanah Papua tentang kemerdekaan yang diinginkan. Di era Soeharto Papua tidak memiliki kewenangan untuk merdeka, sehingga Papua ingin merdeka dan melepaskan diri dari Indonesia bukannya reformasi. Tapi setelah Soeharto lengser, rakyat Papua tetap saja keukeuh ingin melepaskan diri. Awalnya Eben masih bingung, mengapa mereka repot-repot  membentuk pemerintahan baru jika presiden Sueharto telah tumbang. Soeharto tumbang karena gerakan reformasi, karena ia sering korupsi dan melanggar HAM, dan reformasi adalah jalan perbaikannya.

3.      Setelah ia melihat apa yang terjadi di tanah Papua, menyaksikan serangkaian pembantaian militer Indonesia (dimana mahasiswa ditembak di kepala dan puluhan demonstran tak bersenjata lainnya dibuang ke laut) Eben mulai mengerti mengapa banyak orang Papua yang ingin lepas dari Indonesia, bukan dengan reformasi. Nyatanya militer Indonesia terlibat dalam genosida, dan pemerintah Indonesia mengumumkan rencana untuk meningkatkan kehadirannya di Papua Barat dengan 50.000 tentara dan dengan 1 prajurit untuk penjagaan 24 warga Papua (Dengar-dengar Australia juga membantu dalam genosida militer Indonesia terhadap Papua dengan  meminjamkan 2 helikopter). Di tahun 1960, Indonesia juga merebut Papua dengan kekerasan dengan menewaskan 500.000 orang Papua. Setetelah mengambil alih, pemerintah Indonesia telah melakukan “slow motion genosida”. Latar belakang terjadinya pembantaian-pembantaian itu disebabkan karena banyak terjadi pembunuhan oposisi, oposisi adalah anti pemerintahan Indonesia. Selain itu pemabantaian yang dilakaukan militer Indonesia itu dipicu oleh setiap ada jiwa pemberontak yang menginginkan papua merdeka maka jiwa pemberontak itu akan dibunuh oleh TNI militer Indonesia. Walaupun Papua sudah diberi kebijakan “otonomi daerah” oleh pemerintah Indonesia, tapi tetap saja Papua menjadi boneka bagi Indonesia karena dibawah genggaman Indonesia. Jadi, wajar saja jika mereka menginginkan kemerdekaan.

4.      Setelah lulus, Eben memuat ulang perjalanan Papua dan mencatat bahwa dalam konflik Papua lainnya yang ia tak menyangka yaitu cerita penyiksaan, adanya peran pemerintah AS dalam medukung pendudukan militer, dan hasrat ingin merdeka. Eben telah belajar tentang kampanye terror yang dipicu oleh TNI (penyiksaan), dan nenek moyang Eben telah mencuri apa yang ada dalam penduduk Papua. Artinya investor asing telah ikut campur dengan apa yang ada di Papua. Setelah Eben melihat hal ini ia berfikir dua kali untuk masalah penelitiannya, tentang adanya perusahaan multinasional dan bahkan koperasi militer rahasia Indonesia telah memberi dukungan kepada aktivis Papua yang menginginkan kemerdekaan. Hal tersebut merupakan kerjasama antar keduanya, dan ini adalah strategi utama dari gerakan politik adat di Papua Barat.

5.      Orang Papua yang melihat Eben mampu untuk mengusut kasus ini, ditarik untuk ikut bergabung menyelesaikan konflik Papua. Ia didorong oleh seorang aktivis HAM untuk meneliti kampanye terror oleh pasukan keamana Indonesia, dengan mempelajari dimensi budaya kekerasan. Eben berfikir mampu untuk membantu orang Papua dalam mencapai suatu kebebasan dari terror rezim saat pendudukan Indonesia.

6.      Eben bertemu dengan Telys Waropen, seorang anggota komnas HAM yang dikenalkan oleh Denny dalam pestanya. Waropen adalah seorang penghasut muda di usia 20-an dan usia Waropen sama dengan usia Eben, setelah itu mereka membicarakan banyak hal.

7.      Waropen berasal dari Wasior, tempat dimana polisi Indonesia telah melakukan serangan berkelanjutan terhadap golongan separatis Papua yang dikenal dengan OPP (Operasi Penyisiran dan Penumpasan). Eben yang ditemani Denny melakukan  penyelidikan terkait rumor bahwa agen-agen militer Indonesia  dian-diam mendukung milisi Papua. Ini berarti ada militer Indonesia yang pro-Indonesia dan ada juga Pro-Papua, jadi setengah dari agen militer tersebut ada yang berhianat dengan ikut membantu milisi Papua untuk membantu pembunuhan berencana terhadap penduduk Papua.

8.      Eben memulai penelitiannya di Wasior yang berlangsung dalam pengawasan intens oleh polisi Indonesia, sehingga Eben hanya bisa mewawancarai warga-warga yang mau untuk dijadikan responden. Ia juga mengatur jalannya wawancara untuk mendapatkan informasi dengan sembunyi-sembunyi di kegelapan malam, hal ini supaya identitas Eben dan responden-respondennya tetap aman tersembunyi.

9.      Dalam agenda selanjutnya, Eben ingin mewawancarai kepala suku terkenal di pegununganya yang ditemani oleh Denny. Eben ingin mewawancarai kepala suku tersebut karena ia yang tau segalanya tentang seluk beluk dan permasalahan Papua. Tapi berhubung Eben dan Denny berada dalam pengawasan, mereka tidak bisa pergi untuk mewawancarainya.

10.  Eben melihat bahwa Waropen adalah sumber terpenting, dan kehadirannya dapat membantu mengumpulkan bongkahan informasi yang hilang. Waropen telah belajar banyak tentang menjadi kepala suku di Wasior di Universitas local, sehingga Eben beralih untuk menjadikan Waropen sebagai narasumbernya.

11.  Eben mencoba untuk bertanya kepada Waropen, dengan menjelaskan bahwa nanti Waropen sebagai sumber akan tetap anonym, seperti sumber-sumber sebelumnya. Waropen mundur dan menanyakan penelitian tersebut itu untuk apa. Waropen juga memberikan banyak nasehat kepada Eben tentang penggunaan anonym untuk artikelnya akan jauh lebih buruk, jika ia tetap menyantumkan sumber-sumber tetap anonym.

12.  Sumber anonym yang Eben lakukanpun memang itu semua adalah saran informal dari rekan-rekan dan mentornya dari universitasnya. Hal ini juga disampaikan sama dalam buku pedomannya, tentang rahasia sumber anonym yang terapkan. Eben menarik kesimpulan dalam penelitiannya, bahwa menjaga sumber anonym bukan hanya sarana untuk menghindari omong kosong birokrasi. Waropen dan penduduk Papua lainnya ingin mereka dikutip dalam artikelnya sebagai sumber, dan Eben menganggap mereka adalah orang-orang yang ingin diakui sebagai intelektual public.

13.  Eben harus mempertimbangkan kembali mengenai apa yang ia tulis mengenai sumber anonym, karena sumber anonim dipandang sebagai kecurigaan oleh pembaca media surat kabar. Eben mestiya mampu menempatkan kapan sumber anonym ditempatan di tulisan umum, karena tetap saja itu tidaklah sah, bisa jadi itu adalah sebuah penipuan argumen yang ditulis oleh Eben.

14.  Eben menunjukkan data kepada Waropen, dengan menunjukkan kepadanya tentang bagaiman wawasan dari kritik budaya dan teori pasca-struktural menawarkan perspektif segar tentang konflik Papua. Dengan menjelaskan bahwa Papua menginginkan jalan kemerdekaan. Eben menyarankan bahwa jika nama Waropen dicantumkan, ini akan memicu rumor yang menghasilkan terror kepada Waropen, jadi ia tetep keukeuh mempertahankan Waropen dalam status anonimnya. Waropen melihat Eben sebagai peneliti yang kritis, tapi ia perlu belajar lebih banyak lagi.


15.  Dalam perbincangannya dengan Waropen yang semakin memanas, Eben tetap mempertahankan argumennya mengenai penggunaan sumber anonim tersebut dengan alasan bahwa pasti ada kasus dimana HAM harus melaporkan identitas korban sebagai saksi harus dilindungi. Waropen kemudian mengatakan bahwa apa yang Eben lakukan dalam penelitiannya tersebut seolah-olah menempatkan datanya sebagi sandarannya saja. Maksudnya dalam hal ini, ia menggunakan data ketika ia butuhkan saja, sedangkan jika tidak, data tersebut dilupakan.

16.  Waropen memprovokasi Eben untuk menjadi seorang peneliti kritis yang memperhitungkan dan mempertanggung jawabkan segala sesuatunya. Melaui kata-kata itu, Eben sadar bahwa data-datanya agar bisa dipertanggung jawabkan dengan serius.

17.  Waropen meminta Eben untuk memikirkan kembali tentang apa yang disebut sebagai “data” dalam antropologi budaya, dengan mengajarkan Eben lebih baik lagi. Waropen menjelaskan bahwa antropolog sering mengecewakan orang-orang yang mereka selaraskan, jadi Waropen menentang Eben untuk tahu tentang hal-hal mengenai antropolog.

18.  Dengan menerbitkan artikelnya dengan mengandalkan data-data yang Eben peroleh untuk memajukan peluang profesionalnyanya, jelas ini tak dapat diterima oleh Waropen. Eben bertemu Waropen, sesudah ia menerbitkan artikelnya tentang Papua Barat. Ia menuliskan karyanya yang berjudul “Guardian of London”, yang mengeksplorasi bagaimana resistensi terhadap skema penebangan dan pasukan militer yang sedang terinspirasi oleh perpaduan keseimbangan lingkungan hidup dan praktek ritual adat. Waropen mendorong Eben untuk tetap berada pada fakta-fakta dan tindakan nyata. Sehingga Eben dilemma untuk memutuskan bagaimana caranya ia mampu membawakan data dan pengetahuan Papua Barat ke kancah global.

19.   Disini Eben menjelaskan bahwa apa yang terjadi di Papua, sebenarnya ada keterkaitan antar BP dengan konflik Papua. Ia menyelidiki kasus ini saat ia pergi ke Wasior bersama Denny. BP (British Petroleum) mengubah citranya menjadi Beyond Petroleum, dengan menghabiskan dana lebih dari £ 100 juta.  Untuk beyond petroleum itu sendiri diartikan bahwa BP sekarang ini bukan mutlak merupakan perusahaan yg bergerak di petroleum (Pertambangan minyak & gas) saja, tapi sudah memulai research di energi alternatif lainnya spt solar energy misalnya. Oleh karenanya mereka menyebut kata "beyond". Tentunya Ini setelah bergabung bp+Amoco dan setelah punya logo baru, karena Inggris untuk kebutuhan masa depannya tidak hanya membutuhkan minyak, tetapi juga gas bumi, batu-bara, dan apa saja yang dapat dijadikan substitusi enerji minyak bumi. BP bergerak mengeksploitasi gas alam Papua Barat dengan menghasilkan lebih dari $ 198.000.000.000 (Vidal 2008). Proyek BP ini dilindungi agen militer Indonesia (pro-Papua yang mengaku sebagai pejuang kemerdekaan) dengan memprovokasi kekerasan, dengan membunuh satu peleton polisi di Wasior. Ada keterkaitan antara milisi Papua dan militer Indonesia yang pro-Papua, dari sini Eben melihat seberapa kompleks permasalahan yang terjadi di papua dengan memperkirakan:  provokator militer, korban polisi, dan Papua double-agen (agen yang pro-Papua dan Pro-Indonesia) dengan alasan berjuang menjaga orang-orang yang benar. Jadi permasalahannya, mengapa salah satu cabang dari pasukan keamanan Indonesia akan menggelar serangan terhadap cabang lain? Mengapa Papua "pejuang kemerdekaan"(OPM) berkolaborasi dengan militer Indonesia? Bagaimana ini berhubungan dengan BP? (lihat di akhir pembahasan)

20.  Eben di Wasior mewawancarai Papua double-agen, “pejuang kemerdekaan” dengan hubungan dugaan militer. Salah satu pria tersebut mengakui dirinya membunuh para perwira polisi Indonesia, ia mengaku mendapatkan dukungan perbekalan dan pengamatan dari militer Indonesia. Melalui wawancara ini, Eben dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan kekerasan di Wasior untuk proyek BP. Tapi mungkin ini akan menjadi pembunuhan antar sesama, karena pria tersebut pernah mencoba untuk dibunuh oleh perwira militer. Ia tahu banyak tentang pasukannya yang bekerjaasama dengan BP.

21.  Eben kembali ke Inggris untuk berkesempatan merubah apa yang ia lakukan pada datanya, mengingat ia dituntut Waropen karena data yang ia gunakan melebihi apa yang ia gunakan. Pada akhir Mei 2003, Rumbiak (pembela HAM) meminta Eben untuk bergabung dan menjadi saksi dalam menghadiri pertemuan di markas London BP dengan Dr. Byron Grote (kepala keuangan BP). Rumbiak berbicara tentang bagaimana kebijakan keamanan BP mempengaruhi iklim HAM di Papua. Rumbiak tahu tentang apa yang dilakukan BP dari penelitian Eben, sehingga Eben diminta untuk menyajikan temuan-temuannya tentang kekerasan di Wasior.

22.  Eben bertemu dengan Rumbiak sebelum pergi ke kantor BP, Rumbiak seorang pria yang murah senyum. Mereka berdua menuju ke kantor BP.

23.  Setelah sampai dikantor BP, Eben dan Rumbiak mengadakan suatu pertemuan dengan  Byron Grote (kepala keungan BP) dan John O’Reilly (wakil presiden BP). Sebelumnya keduanya (Grote & O’Reilly) bekerja di BP Columbia, kasus yang sama terjadi di sana ketika BP ikut campur dalam masalah pertahanan proyeknya dengan agen militer membunuh para aktivis. Jadi BP sebelum mambuat kekacauan di Papua, mereka membuat kekacauan yang sama di Columbia dan ini semua karena proyek BP yang ingin tetap bertahan untuk meraup banyak keuntungan.

24.  Dalam pertemuannya, Grote & O’Reilly meminta bahwa percakapan untuk pertemuan tersebut tidak boleh direkam. Sedangkan Rumbiak meminta sebaliknya, karena rakyat Papua ingin mengetahui apa yang mereka bicarakan. Rumbiak segera mengatakan, bahwa kebijakan keamanan BP yang berbasis masyarakat menghasut kekerasan. Bahwa Pasukan keamanan Indonesia telah dibayar 80% untuk melindungi perusahaan dan kebijakan BP untuk mengurangi militer. Milter Indonesia akan tetap melakukan kekerasan sampai BP mengalah untuk memberi kontrak keamanan.

25.  Tapi dalam jawabannya, Dr. Grote telah mengatakan bahwa “kekerasan tidak baik untuk bisnis”. Ia mengelak tudingan Rumbiak yang diarahkan kepadanya bahwa BP tidak akan melakukan hal seperti itu untuk kepentingan bisnis, ia juga mengatakan bahwa rakyat juga ikut membantu dengan baik sehingga bisnis tumbuh dengan subur. Ada statement Grote yang membuat Eben merasa ganjil bahwa, Jika kita membatalkan proyek ini maka perusahaan lain yang tidak berbagi kode etik akan masuk dan mengembangkan lapangan gas ini. Ini yang membuat Eben berfikir, bahwa mungkin BP bisa membantu mengesampingkan militer Indonesia di Papua Barat.

26.  Eben telah menceritakan semua temuannya tentang konflik Papua di Wasior, bahwa banyak sekali hal yang ia temui terkait masalah Papua dengan BP. Ia mengatakan bahwa pernah mewawancarai seorang anggota milisi  Papua, karena tahu kerjasamanya dengan BP dengan membunuh sekelompok polisi  Indonesia  dengan bantuan agen militer Indonesia. Kemudian polisi Indonesia menggunakan insiden ini untuk meluncurkan OPP (Operasi Penyisiran dan Penumpasan), baik polisi dan militer sama-sama ingin meminta kontrak perlindungan dari BP. pembunuhan itu terjadi ketika O’Reilly mengunjungi lokasi proyek gas dengan Richard Gozey, Duta Besar Inggris.

Militer Indonesia (TNI)
British Petroleum (BP)
Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Polisi
 Melihat begitu banyak konflik yang terjadi di Papua, kita dapat menyimpulkan bahwa konflik Papua bisa digambarkan:

  


Kita bisa lihat dari ilustrasi tersebut bahwa British Petroleum (BP) adalah sumber yang menyelimuti konflik di Papua dengan keterkaitan dengan Militer indonesia (TNI), OPM, dan Polisi. Kita juga bisa lihat di beberapa paragraf akhir yang disampaikan oleh Eben bahwa sebagai subjek pembahasan, Papua menginginkan kemerdekaan. Dengan keinginan tersebut, banyak sekali dukungan-dukungan yang menimbulkan kekerasan, yaitu gerakan OPM yang mendukung kebebasan karena mereka anti-Indonesia.

Walaupun Indonesia memberikan Otonomi Khusus (Otsus) kepada Papua setelah masuk kedalam NKRI, tapi ternyata pemerintah Indonesia tidak berhasil mendorong Papua mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lainnya dalam waktu yang singkat. Mereka berfikir Indonesia menjadikannya sebagai boneka untuk hanya memperalat dan memeras SDA-nya saja, sehingga timbul gerakan OPM. Perjuangan organisasi merdeka salah satunya dengan mencari dukungan internasional, yaitu Negara serumpun, Negara Eropa maupun lainnya termasuk BP. OPM berteduh dibawah BP untuk mencari dukungan kemerdekaan, ironisnya BP juga mendukung hal tersebut dengan mendanai dan melatih OPM menjadi anggota milisi dan mengusik tanah Papua. 

Selain OPM, yaitu Agen militer Indonesia (TNI). Usaha pemerintah RI dalam memadamkan pemberontakan Organisasi Papua Merdeka adalah dengan menggunakan pendekatan keamanan yaitu mengirim pasukan TNI untuk melakukan Berbagai operasi untuk menumpas OPM dan pendekatan kesejahteraan, yaitu pemerintah melibatkan TNI untuk melakukan operasi di daerah sasaran operasi kemudian setelah daerah itu dikuasai oleh TNI, baru diselenggarakan pembangunan. Tapi disini TNI terpecah menjadi dua dengan sebagian pro-Indonesia dan Pro-Papua, ini karena hasutan BP untuk mendukung Papua merdeka dengan mendanai persenjataan dan akomodasi TNI. Di sini juga TNI yang pro-Papua mendukung OPM.

Kemudian Polisi, tugas Polisi adalah untuk mengamankan wilayah yang terjadi konflik. Tapi di sini Polisi banyak yang menjadi korban konflik, banyak terror yang dilakukan OPM dengan cara membunuh Polisi. TNI yang Pro-Papua juga membunuh Polisi. Keinginan kuat OPM untuk merdeka diduga adanya campur tangan asing, terutama dari BP. Ada sebagian pihak cenderung melakukan upaya maintenance agar Papua selalu bergejolak, yang nantinya ketika kepentingan mereka sedang terancam, mereka akan menggunakan isu OPM sebagai alat untuk mengganggu. Keterlibatan pihak asing di balik OPM terlihat sangat jelas sekali. Tidak mungkin OPM dapat dengan leluasa mendapatkan persenjataan serta memiliki ketahanan sekian lama kalau tidak ada kekuatan dukungan dari pihak luar.

BP melakukan hal ini diduga karena ingin mempertahankan proyeknya, ia tak ingin ada perusahaan asing yang masuk dan mengembangkan lapangan gas alam yang berada di Papua. Sehingga ia membuat konflik di Papua, supaya perusahaan asing takut untuk masuk ke Papua. Latar belakang konflik tersebut merupakan sebuah polemik yang masih harus dipecahkan. Jika BP mempertahankan proyeknya ini, supaya mereka bisa meraup untung banyak dan mendapatkan banyak uang dari perusahaannya. 

Jika itu soal uang, perusahaan tersebesar, SHELL dari Belanda juga ikut masuk dalam pengaturan uang Negara. Jika kita ingat kejadian kenaikan harga BBM, sebenarnnya itu sudah di setting oleh kesepakatan kedua belah pihak antar Shell dan Negara. Pada tanggal 18 Maret 2012, harga bensin super Shell Rp. 9.550 per liter. Harga Rp. 9.550 dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 = Rp. 8.984 per liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, harga ini setara dengan harga minyak mentah USD 0,9982 per liter atau USD 159 minyak mentah per barrel. Harga minyak mentah di pasar internasional USD 105 per barrel. Shell mengambil untung dari rakyat Indonesia sebesar USD 54 per barrel atau USD 0,34 per liter, yang sama dengan Rp. 3.057 per liternya. Ini kalau minyak mentahnya dibeli dari pasar internasional dengan harga USD 105 per barrel. Tetapi kalau minyak mentahnya berasal dari bagiannya dari kontrak bagi hasil, kita bisa bayangkan berapa untungnya. Shell dalam hal ini bekerjasama dengan BP dalam mengeksploitasi minyak dan gas.

Dengan demikian, kita bisa melihat banyak sekali konflik yang terjadi di Papua sampai sekarang. Hanya karena uang, kemerdekaan Papua masih belum menapak pasti. Terkadang jika kita ingat bagaimana Indonesia dalam mengintegrasikan Papua, banyak sekali jalan perjuangan yang dilakukan. Oleh Karena itu, jangan sampai kita kehilangan Papua. Tanah Papua adalah tanah Indonesia, orang Papua adalah orang Indonesia. Bukan artian untuk “memaksa”, tapi kita adalah keluarga, karena tangisan Papua adalah tangisan Indonesia.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic