-9th
Class review-
Seperti
masuk ke mesin waktu, 8 April 2014 kita kembali terlempar ke ingatan masa lalu,
menoleh ke kejadian masa lalu yang kelabu, tentang sejarah. Kita tak banyak
tahu soal itu, banyak kekejaman, masalah politik, masalah ekonomi dan banyak
senjata yang angkat bicara tentang itu. Mengingat sedikit sejarah yang dicerna
dibenak kita, sejarah negeri kita adalah kumpulan pahlawan yang tak segan-segan
merebut hak untuk merdeka di tangan penjajah dari negeri sebrang. Kaum elit
maupun kaum yang termarjinalkan bersatu mengikat kekuatan dengan semangat untuk
melawan. Tapi ada hal penting yang hilang, yaitu tentang jajahan yang masih
menjamah hak bagian dari negeri Indonesia, yaitu Papua. Tentang Papua, Mr. Lala
Bumela membawa kita ke era dulu, membawa kita ke dalam konflik Papua dulu.
Seperti
yang kita tahu, Papua adalah bagian Timur Indonesia yang mempunyai kekayaan
alam yang luar biasa. Kekayaan alam tersebut seperti magnet yang menimbulkan
banyak hasrat berbagai Negara untuk memilikinya, termasuk Belanda, Amerika,
maupun Inggris yang ingin menguasainya. Di era penjajahan Belanda, Papua
menjadi sorotan Amerika. Keduanya ingin menguasai Papua dengan jalan
masing-masing, Amerika yang memiliki hubungan bilateral dengan Indonesia
memanfaatkan bantuannya untuk menguasai Papua. Sedangkan Inggris dengan memanfaatkan
penanaman investasinya di Papua melalui pembangunan BP (British Petroleum), di
sinilah konflik mulai berkembang dari dulu hingga sekarang.
Dalam
artikel S. Eben Kirskey yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow”, ia
mengemukakan soal apa yang terjadi di Papua. Konflik tentang Papua mewarnai tulisannya,
dalam pembahasan kali ini kita akan membahas sebagian tulisan Eben dari
paragraph 1-26.
1.
Eben menceritakan flashback tentang
kunjungannya di Papua, ia datang ke Papua untuk melakukan penelitian gelar thesisnya. Hingga akhir, ia mendapatkan
sambutan suka cita dengan menggelar pesta perpisahan oleh orang-orang Papua
yang diselenggarakan oleh Denny Yomanaki – seorang pekerja komnas HAM. Jamuan pesta
ini digelar sebagai bentuk apresiasi terhadap
berakhirnya penelitian Eben pada Mei 2003 di Papua Barat.
2.
Eben datang ke Papua pada tahun 1998
untuk meneliti kekeringan di sana, tapi ia mengurungkan penelitian itu dan
mengganti penelitiannya karena kondisi Papua yang tidak mendukung untuk rencana
penelitiannya, karena datangnya musim hujan dan kurangnya antusiasme warga
Papua untuk membicarakan perihal kekeringan. Sehingga ia beralih untuk meneliti
Papua, dengan melihat apa yang sebenarnya terjadi di tanah Papua tentang kemerdekaan
yang diinginkan. Di era Soeharto Papua tidak memiliki kewenangan untuk merdeka,
sehingga Papua ingin merdeka dan melepaskan diri dari Indonesia bukannya
reformasi. Tapi setelah Soeharto lengser, rakyat Papua tetap saja keukeuh ingin melepaskan diri. Awalnya
Eben masih bingung, mengapa mereka repot-repot
membentuk pemerintahan baru jika presiden Sueharto telah tumbang.
Soeharto tumbang karena gerakan reformasi, karena ia sering korupsi dan
melanggar HAM, dan reformasi adalah jalan perbaikannya.
3.
Setelah ia melihat apa yang terjadi di
tanah Papua, menyaksikan serangkaian pembantaian militer Indonesia (dimana
mahasiswa ditembak di kepala dan puluhan demonstran tak bersenjata lainnya
dibuang ke laut) Eben mulai mengerti mengapa banyak orang Papua yang ingin
lepas dari Indonesia, bukan dengan reformasi. Nyatanya militer Indonesia
terlibat dalam genosida, dan pemerintah Indonesia mengumumkan rencana untuk
meningkatkan kehadirannya di Papua Barat dengan 50.000 tentara dan dengan 1
prajurit untuk penjagaan 24 warga Papua (Dengar-dengar Australia juga membantu
dalam genosida militer Indonesia terhadap Papua dengan meminjamkan 2 helikopter). Di tahun 1960,
Indonesia juga merebut Papua dengan kekerasan dengan menewaskan 500.000 orang
Papua. Setetelah mengambil alih, pemerintah Indonesia telah melakukan “slow motion genosida”. Latar belakang
terjadinya pembantaian-pembantaian itu disebabkan karena banyak terjadi
pembunuhan oposisi, oposisi adalah anti pemerintahan Indonesia. Selain itu
pemabantaian yang dilakaukan militer Indonesia itu dipicu oleh setiap ada jiwa
pemberontak yang menginginkan papua merdeka maka jiwa pemberontak itu akan
dibunuh oleh TNI militer Indonesia. Walaupun Papua sudah diberi kebijakan
“otonomi daerah” oleh pemerintah Indonesia, tapi tetap saja Papua menjadi
boneka bagi Indonesia karena dibawah genggaman Indonesia. Jadi, wajar saja jika
mereka menginginkan kemerdekaan.
4.
Setelah lulus, Eben memuat ulang
perjalanan Papua dan mencatat bahwa dalam konflik Papua lainnya yang ia tak
menyangka yaitu cerita penyiksaan, adanya
peran pemerintah AS dalam medukung pendudukan militer, dan hasrat ingin merdeka.
Eben telah belajar tentang kampanye terror yang dipicu oleh TNI (penyiksaan),
dan nenek moyang Eben telah mencuri apa yang ada dalam penduduk Papua. Artinya
investor asing telah ikut campur dengan apa yang ada di Papua. Setelah Eben
melihat hal ini ia berfikir dua kali untuk masalah penelitiannya, tentang
adanya perusahaan multinasional dan bahkan koperasi militer rahasia Indonesia
telah memberi dukungan kepada aktivis Papua yang menginginkan kemerdekaan. Hal
tersebut merupakan kerjasama antar keduanya, dan ini adalah strategi utama dari
gerakan politik adat di Papua Barat.
5.
Orang Papua yang melihat Eben mampu
untuk mengusut kasus ini, ditarik untuk ikut bergabung menyelesaikan konflik
Papua. Ia didorong oleh seorang aktivis HAM untuk meneliti kampanye terror oleh
pasukan keamana Indonesia, dengan mempelajari dimensi budaya kekerasan. Eben
berfikir mampu untuk membantu orang Papua dalam mencapai suatu kebebasan dari
terror rezim saat pendudukan Indonesia.
6.
Eben bertemu dengan Telys Waropen,
seorang anggota komnas HAM yang dikenalkan oleh Denny dalam pestanya. Waropen
adalah seorang penghasut muda di usia 20-an dan usia Waropen sama dengan usia
Eben, setelah itu mereka membicarakan banyak hal.
7.
Waropen berasal dari Wasior, tempat
dimana polisi Indonesia telah melakukan serangan berkelanjutan terhadap
golongan separatis Papua yang dikenal dengan OPP (Operasi Penyisiran dan Penumpasan).
Eben yang ditemani Denny melakukan
penyelidikan terkait rumor bahwa agen-agen
militer Indonesia dian-diam mendukung
milisi Papua. Ini berarti ada militer Indonesia yang pro-Indonesia dan ada
juga Pro-Papua, jadi setengah dari agen militer tersebut ada yang berhianat
dengan ikut membantu milisi Papua untuk membantu pembunuhan berencana terhadap
penduduk Papua.
8.
Eben memulai penelitiannya di Wasior
yang berlangsung dalam pengawasan intens oleh polisi Indonesia, sehingga Eben
hanya bisa mewawancarai warga-warga yang mau untuk dijadikan responden. Ia juga
mengatur jalannya wawancara untuk mendapatkan informasi dengan sembunyi-sembunyi
di kegelapan malam, hal ini supaya identitas Eben dan responden-respondennya
tetap aman tersembunyi.
9.
Dalam agenda selanjutnya, Eben ingin
mewawancarai kepala suku terkenal di pegununganya yang ditemani oleh Denny.
Eben ingin mewawancarai kepala suku tersebut karena ia yang tau segalanya
tentang seluk beluk dan permasalahan Papua. Tapi berhubung Eben dan Denny
berada dalam pengawasan, mereka tidak bisa pergi untuk mewawancarainya.
10.
Eben melihat bahwa Waropen adalah sumber
terpenting, dan kehadirannya dapat membantu mengumpulkan bongkahan informasi
yang hilang. Waropen telah belajar banyak tentang menjadi kepala suku di Wasior
di Universitas local, sehingga Eben beralih untuk menjadikan Waropen sebagai
narasumbernya.
11.
Eben mencoba untuk bertanya kepada
Waropen, dengan menjelaskan bahwa nanti Waropen sebagai sumber akan tetap
anonym, seperti sumber-sumber sebelumnya. Waropen mundur dan menanyakan
penelitian tersebut itu untuk apa. Waropen juga memberikan banyak nasehat
kepada Eben tentang penggunaan anonym untuk artikelnya akan jauh lebih buruk,
jika ia tetap menyantumkan sumber-sumber tetap anonym.
12.
Sumber anonym yang Eben lakukanpun
memang itu semua adalah saran informal dari rekan-rekan dan mentornya dari
universitasnya. Hal ini juga disampaikan sama dalam buku pedomannya, tentang
rahasia sumber anonym yang terapkan. Eben menarik kesimpulan dalam
penelitiannya, bahwa menjaga sumber anonym bukan hanya sarana untuk menghindari
omong kosong birokrasi. Waropen dan penduduk Papua lainnya ingin mereka dikutip
dalam artikelnya sebagai sumber, dan Eben menganggap mereka adalah orang-orang
yang ingin diakui sebagai intelektual public.
13.
Eben harus mempertimbangkan kembali
mengenai apa yang ia tulis mengenai sumber anonym, karena sumber anonim
dipandang sebagai kecurigaan oleh pembaca media surat kabar. Eben mestiya mampu
menempatkan kapan sumber anonym ditempatan di tulisan umum, karena tetap saja
itu tidaklah sah, bisa jadi itu adalah sebuah penipuan argumen yang ditulis
oleh Eben.
14.
Eben menunjukkan data kepada Waropen,
dengan menunjukkan kepadanya tentang bagaiman wawasan dari kritik budaya dan
teori pasca-struktural menawarkan perspektif segar tentang konflik Papua.
Dengan menjelaskan bahwa Papua menginginkan jalan kemerdekaan. Eben menyarankan
bahwa jika nama Waropen dicantumkan, ini akan memicu rumor yang menghasilkan
terror kepada Waropen, jadi ia tetep keukeuh mempertahankan Waropen dalam
status anonimnya. Waropen melihat Eben sebagai peneliti yang kritis, tapi ia
perlu belajar lebih banyak lagi.
15.
Dalam perbincangannya dengan Waropen
yang semakin memanas, Eben tetap mempertahankan argumennya mengenai penggunaan sumber
anonim tersebut dengan alasan bahwa pasti ada kasus dimana HAM harus melaporkan
identitas korban sebagai saksi harus dilindungi. Waropen kemudian mengatakan
bahwa apa yang Eben lakukan dalam penelitiannya tersebut seolah-olah
menempatkan datanya sebagi sandarannya saja. Maksudnya dalam hal ini, ia
menggunakan data ketika ia butuhkan saja, sedangkan jika tidak, data tersebut
dilupakan.
16.
Waropen memprovokasi Eben untuk menjadi
seorang peneliti kritis yang memperhitungkan dan mempertanggung jawabkan segala
sesuatunya. Melaui kata-kata itu, Eben sadar bahwa data-datanya agar bisa
dipertanggung jawabkan dengan serius.
17.
Waropen meminta Eben untuk memikirkan
kembali tentang apa yang disebut sebagai “data” dalam antropologi budaya,
dengan mengajarkan Eben lebih baik lagi. Waropen menjelaskan bahwa antropolog
sering mengecewakan orang-orang yang mereka selaraskan, jadi Waropen menentang
Eben untuk tahu tentang hal-hal mengenai antropolog.
18. Dengan
menerbitkan artikelnya dengan mengandalkan data-data yang Eben peroleh untuk
memajukan peluang profesionalnyanya, jelas ini tak dapat diterima oleh Waropen.
Eben bertemu Waropen, sesudah ia menerbitkan artikelnya tentang Papua Barat. Ia
menuliskan karyanya yang berjudul “Guardian of London”, yang mengeksplorasi
bagaimana resistensi terhadap skema penebangan dan
pasukan militer yang sedang terinspirasi oleh perpaduan keseimbangan lingkungan hidup dan praktek ritual adat. Waropen mendorong
Eben untuk tetap berada pada fakta-fakta dan tindakan nyata. Sehingga Eben
dilemma untuk memutuskan bagaimana caranya ia mampu membawakan data dan
pengetahuan Papua Barat ke kancah global.
19.
Disini Eben menjelaskan bahwa apa yang terjadi
di Papua, sebenarnya ada keterkaitan antar BP dengan konflik Papua. Ia
menyelidiki kasus ini saat ia pergi ke Wasior bersama Denny. BP (British
Petroleum) mengubah citranya menjadi Beyond Petroleum, dengan menghabiskan dana
lebih dari £
100 juta. Untuk
beyond petroleum itu sendiri diartikan bahwa BP sekarang ini bukan mutlak
merupakan perusahaan yg bergerak di petroleum (Pertambangan minyak & gas)
saja, tapi sudah memulai research di energi alternatif lainnya spt solar energy
misalnya. Oleh karenanya mereka menyebut kata "beyond". Tentunya Ini setelah bergabung bp+Amoco dan setelah
punya logo baru, karena Inggris untuk kebutuhan masa depannya tidak hanya
membutuhkan minyak, tetapi juga gas bumi, batu-bara, dan apa saja yang dapat
dijadikan substitusi enerji minyak bumi. BP bergerak
mengeksploitasi gas alam Papua Barat dengan menghasilkan lebih dari $
198.000.000.000 (Vidal 2008). Proyek BP ini dilindungi agen militer Indonesia
(pro-Papua yang mengaku sebagai pejuang kemerdekaan) dengan memprovokasi
kekerasan, dengan membunuh satu peleton polisi di Wasior. Ada keterkaitan
antara milisi Papua dan militer Indonesia yang pro-Papua, dari sini Eben
melihat seberapa kompleks permasalahan yang terjadi di papua dengan
memperkirakan: provokator militer, korban polisi, dan Papua
double-agen (agen yang pro-Papua
dan Pro-Indonesia) dengan alasan berjuang menjaga orang-orang yang benar. Jadi
permasalahannya, mengapa salah satu cabang dari pasukan keamanan Indonesia akan menggelar serangan terhadap cabang lain? Mengapa Papua
"pejuang kemerdekaan"(OPM) berkolaborasi dengan militer Indonesia? Bagaimana ini berhubungan dengan BP? (lihat di akhir pembahasan)
20. Eben
di Wasior mewawancarai Papua double-agen, “pejuang kemerdekaan” dengan hubungan
dugaan militer. Salah satu pria tersebut mengakui dirinya membunuh para perwira polisi Indonesia, ia mengaku mendapatkan dukungan
perbekalan dan pengamatan dari militer Indonesia. Melalui wawancara ini,
Eben dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan kekerasan di Wasior untuk proyek BP.
Tapi mungkin ini akan menjadi pembunuhan antar sesama, karena pria tersebut
pernah mencoba untuk dibunuh oleh perwira militer. Ia tahu banyak tentang
pasukannya yang bekerjaasama dengan BP.
21. Eben
kembali ke Inggris untuk berkesempatan merubah apa yang ia lakukan pada
datanya, mengingat ia dituntut Waropen karena data yang ia gunakan melebihi apa
yang ia gunakan. Pada akhir Mei 2003, Rumbiak (pembela HAM) meminta Eben untuk
bergabung dan menjadi saksi dalam menghadiri pertemuan di markas London BP
dengan Dr. Byron Grote (kepala keuangan BP). Rumbiak berbicara tentang bagaimana kebijakan keamanan BP mempengaruhi
iklim HAM di Papua. Rumbiak tahu tentang apa yang dilakukan BP dari
penelitian Eben, sehingga Eben diminta untuk menyajikan temuan-temuannya
tentang kekerasan di Wasior.
22. Eben
bertemu dengan Rumbiak sebelum pergi ke kantor BP, Rumbiak seorang pria yang
murah senyum. Mereka berdua menuju ke kantor BP.
23. Setelah
sampai dikantor BP, Eben dan Rumbiak mengadakan suatu pertemuan dengan Byron Grote (kepala keungan BP) dan John O’Reilly
(wakil presiden BP). Sebelumnya keduanya (Grote & O’Reilly) bekerja di BP
Columbia, kasus yang sama terjadi di sana ketika BP ikut campur dalam masalah
pertahanan proyeknya dengan agen militer membunuh para aktivis. Jadi BP sebelum
mambuat kekacauan di Papua, mereka membuat kekacauan yang sama di Columbia dan
ini semua karena proyek BP yang ingin tetap bertahan untuk meraup banyak
keuntungan.
24. Dalam
pertemuannya, Grote & O’Reilly meminta bahwa percakapan untuk pertemuan
tersebut tidak boleh direkam. Sedangkan Rumbiak meminta sebaliknya, karena
rakyat Papua ingin mengetahui apa yang mereka bicarakan. Rumbiak segera
mengatakan, bahwa kebijakan keamanan BP yang berbasis masyarakat menghasut
kekerasan. Bahwa Pasukan keamanan
Indonesia telah dibayar 80% untuk melindungi perusahaan dan kebijakan BP untuk
mengurangi militer. Milter Indonesia akan tetap melakukan kekerasan sampai BP
mengalah untuk memberi kontrak keamanan.
25.
Tapi dalam jawabannya,
Dr. Grote telah mengatakan bahwa “kekerasan
tidak baik untuk bisnis”. Ia mengelak tudingan Rumbiak yang diarahkan
kepadanya bahwa BP tidak akan melakukan hal seperti itu untuk kepentingan
bisnis, ia juga mengatakan bahwa rakyat juga ikut membantu dengan baik sehingga
bisnis tumbuh dengan subur. Ada statement Grote yang membuat Eben merasa ganjil
bahwa, Jika kita membatalkan
proyek ini maka perusahaan lain yang tidak berbagi kode etik akan masuk dan mengembangkan lapangan gas ini.
Ini
yang membuat Eben berfikir, bahwa mungkin BP bisa membantu mengesampingkan
militer Indonesia di Papua Barat.
26. Eben
telah menceritakan semua temuannya tentang konflik Papua di Wasior, bahwa
banyak sekali hal yang ia temui terkait masalah Papua dengan BP. Ia mengatakan
bahwa pernah mewawancarai seorang anggota milisi Papua, karena tahu kerjasamanya dengan BP
dengan membunuh sekelompok polisi
Indonesia dengan bantuan agen
militer Indonesia. Kemudian polisi Indonesia menggunakan insiden ini untuk
meluncurkan OPP (Operasi Penyisiran dan Penumpasan), baik polisi dan militer
sama-sama ingin meminta kontrak perlindungan dari BP. pembunuhan itu terjadi
ketika O’Reilly mengunjungi lokasi proyek gas dengan Richard Gozey, Duta Besar
Inggris.
Organisasi Papua Merdeka
(OPM)
|
Melihat begitu banyak konflik yang terjadi di
Papua, kita dapat menyimpulkan bahwa konflik Papua bisa digambarkan:
Kita
bisa lihat dari ilustrasi tersebut bahwa British Petroleum (BP) adalah sumber
yang menyelimuti konflik di Papua dengan keterkaitan dengan Militer indonesia
(TNI), OPM, dan Polisi. Kita juga bisa lihat di beberapa paragraf akhir yang
disampaikan oleh Eben bahwa sebagai subjek pembahasan, Papua menginginkan
kemerdekaan. Dengan keinginan tersebut, banyak sekali dukungan-dukungan yang
menimbulkan kekerasan, yaitu gerakan OPM yang mendukung kebebasan karena mereka
anti-Indonesia.
Walaupun
Indonesia memberikan Otonomi Khusus (Otsus) kepada Papua setelah masuk kedalam
NKRI, tapi ternyata pemerintah Indonesia tidak berhasil mendorong Papua
mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lainnya dalam waktu yang singkat. Mereka
berfikir Indonesia menjadikannya sebagai boneka untuk hanya memperalat dan
memeras SDA-nya saja, sehingga timbul gerakan OPM. Perjuangan organisasi
merdeka salah satunya dengan mencari dukungan internasional, yaitu Negara
serumpun, Negara Eropa maupun lainnya termasuk BP. OPM berteduh dibawah BP
untuk mencari dukungan kemerdekaan, ironisnya BP juga mendukung hal tersebut
dengan mendanai dan melatih OPM menjadi anggota milisi dan mengusik tanah
Papua.
Selain
OPM, yaitu Agen militer Indonesia (TNI). Usaha pemerintah RI dalam memadamkan
pemberontakan Organisasi Papua Merdeka adalah dengan menggunakan pendekatan
keamanan yaitu mengirim pasukan TNI untuk melakukan Berbagai operasi untuk
menumpas OPM dan pendekatan kesejahteraan, yaitu pemerintah melibatkan TNI
untuk melakukan operasi di daerah sasaran operasi kemudian setelah daerah itu
dikuasai oleh TNI, baru diselenggarakan pembangunan. Tapi disini TNI terpecah
menjadi dua dengan sebagian pro-Indonesia dan Pro-Papua, ini karena hasutan BP
untuk mendukung Papua merdeka dengan mendanai persenjataan dan akomodasi TNI.
Di sini juga TNI yang pro-Papua mendukung OPM.
Kemudian
Polisi, tugas Polisi adalah untuk mengamankan wilayah yang terjadi konflik.
Tapi di sini Polisi banyak yang menjadi korban konflik, banyak terror yang
dilakukan OPM dengan cara membunuh Polisi. TNI yang Pro-Papua juga membunuh
Polisi. Keinginan kuat OPM untuk merdeka diduga adanya campur tangan asing, terutama
dari BP. Ada sebagian pihak cenderung melakukan upaya maintenance agar Papua selalu bergejolak, yang nantinya ketika kepentingan
mereka sedang terancam, mereka akan menggunakan isu OPM sebagai alat untuk
mengganggu. Keterlibatan pihak asing di balik OPM terlihat sangat jelas sekali.
Tidak mungkin OPM dapat dengan leluasa mendapatkan persenjataan serta memiliki
ketahanan sekian lama kalau tidak ada kekuatan dukungan dari pihak luar.
BP
melakukan hal ini diduga karena ingin mempertahankan proyeknya, ia tak ingin
ada perusahaan asing yang masuk dan mengembangkan lapangan gas alam yang berada
di Papua. Sehingga ia membuat konflik di Papua, supaya perusahaan asing takut
untuk masuk ke Papua. Latar belakang konflik tersebut merupakan sebuah polemik
yang masih harus dipecahkan. Jika BP mempertahankan proyeknya ini, supaya
mereka bisa meraup untung banyak dan mendapatkan banyak uang dari
perusahaannya.
Jika itu soal uang, perusahaan
tersebesar, SHELL dari Belanda juga ikut masuk dalam pengaturan uang Negara.
Jika kita ingat kejadian kenaikan harga BBM, sebenarnnya itu sudah di setting oleh kesepakatan kedua belah
pihak antar Shell dan Negara. Pada tanggal 18 Maret 2012, harga bensin super
Shell Rp. 9.550 per liter. Harga Rp. 9.550 dikurangi dengan biaya LTR sebesar
Rp. 566 = Rp. 8.984 per liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, harga ini setara
dengan harga minyak mentah USD 0,9982 per liter atau USD 159 minyak mentah per
barrel. Harga minyak mentah di pasar internasional USD 105 per barrel. Shell
mengambil untung dari rakyat Indonesia sebesar USD 54 per barrel atau USD 0,34
per liter, yang sama dengan Rp. 3.057 per liternya. Ini kalau minyak mentahnya
dibeli dari pasar internasional dengan harga USD 105 per barrel. Tetapi kalau
minyak mentahnya berasal dari bagiannya dari kontrak bagi hasil, kita bisa
bayangkan berapa untungnya. Shell dalam hal ini bekerjasama dengan BP dalam
mengeksploitasi minyak dan gas.
Dengan
demikian, kita bisa melihat banyak sekali konflik yang terjadi di Papua sampai
sekarang. Hanya karena uang, kemerdekaan Papua masih belum menapak pasti.
Terkadang jika kita ingat bagaimana Indonesia dalam mengintegrasikan Papua,
banyak sekali jalan perjuangan yang dilakukan. Oleh Karena itu, jangan sampai
kita kehilangan Papua. Tanah Papua adalah tanah Indonesia, orang Papua adalah
orang Indonesia. Bukan artian untuk “memaksa”, tapi kita adalah keluarga,
karena tangisan Papua adalah tangisan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic