Ibarat nyamuk demam berdarah dan alat pembasmi nyamuk (peptisida),
Konflik Papua antara OPM dan pihak militer Indonesia merupakan coretan panjang
sejarah Indonesia yang teramat rumit hampir selama 69 tahun sejak Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hingga sampai saat ini ternyata
belum dapat terselesaikan. Mengapa teramat begitu sulit? Bagaimana sebenarnya
kondisi di Papua? Sebelum
beranjak lebih jauh mari kita simak bagaimana sejarah panjang integrasi Papua
ke Indonesia (NKRI).


Pertanyaan ketiga, pada tahun berapa Papua berintegrasi
dengan Indonesia (NKRI)? Papua berintegrasi dengan Indonesia (NKRI) pada
tanggal 1 Mei 1963 yang mana
Indonesia melakukan perundingan dengan Belanda melalui United
Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), yang didirikan oleh Sekretaris Jenderal PBB dalam Persetujuan New York,
yang selanjutnya menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada Indonesia. Kedudukan Papua bagian barat menjadi lebih
pasti setelah diadakan sebuah referendum act of free choice atau
Pepera pada tahun 1969, dimana rakyat Papua bagian barat memilih untuk tetap
menjadi bagian dari Indonesia.
Pertanyaan keempat, apakah yang dimaksud TRIKORA? Operasi
Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah konflik 2 tahun yang
dilancarkan Indonesia
untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat dengan Indonesia (NKRI).
Latar belakang operasi ini adalah ketika Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia
Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua.
Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan
Belanda.

Pertanyaan keenam, apa yang dilakukan kolonial Belanda di
Papua? Pemerintah Belanda memulai persiapan untuk menjadikan Papua negara
merdeka selambat-lambatnya pada tahun 1970-an. Hasilnya
antara lain adalah sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua
pada 1957. Belanda
mengirimkan kapal induk Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua bagian barat.
Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung
pertahanan di perairan Papua bagian barat sampai tahun 1950. Keadaan ini
berubah sejak tahun 1958, di mana kekuatan militer Belanda terus bertambah
dengan kesatuan dari Koninklijke Landmacht (Angkatan Darat Belanda) dan Marine
Luchtvaartdienst. Selain itu, batalyon infantri
6
Angkatan Darat merupakan bagian dari Resimen Infantri Oranje Gelderland
yang terdiri dari 3 batalyon yang ditempatkan di Sorong, Fakfak, Merauke, Kaimana, dan Teminabuan.
Pertanyaan ketujuh, apakah peran Amerika Serikat beserta
PBB dan negara-negara tetangga dalam konflik Papua? Pada awalnya, Amerika
Serikat tidak mendukung penyerahan Papua bagian barat ke Indonesia karena Bureau of European
Affairs di Washington, DC menganggap hal ini akan
"menggantikan penjajahan oleh kulit putih dengan penjajahan oleh kulit
coklat". Tapi pada bulan April 1961, Robert Komer dan McGeorge Bundy mulai mempersiapkan
rencana agar PBB memberi kesan bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara
legal. Walaupun ragu, presiden John
F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena iklim Perang
Dingin saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta pertolongan
pihak komunis
Soviet bila tidak mendapat dukungan AS. Karena kekhawatiran ini, Amerika
Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini,
tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus
1962. Pemerintah Australia yang awalnya mendukung kemerdekaan Papua, juga
mengubah pendiriannya, dan mendukung penggabungan dengan Indonesia atas desakan
AS. Indonesia juga mendekati negara-negara seperti India, Pakistan, Australia, Selandia
Baru, Thailand,
Britania
Raya, Jerman,
dan Perancis
agar mereka tidak memberi dukungan kepada Belanda jika pecah perang antara
Indonesia dan Belanda.

Pertanyaan terakhir, akankah secara pribadi anda akan
mendukung Papua menjadi sebuah negara baru dan memisahkan diri dari Indonesia
(NKRI)? Saya yakin, saya tidak akan mendukung gerakan separatis yang dilakukan
oleh orang-orang Papua khususnya Organisasi Papua Merdeka (OPM) karena pada
dasarnya segala tindakan yang dilakukan pihak OPM itu merupakan tindakan teroris yang selalu sengaja membuat
situasi di Bumi Cenderawasih kacau. Papua sudah secara sah bergabung dengan
Indonesia, yang oleh PBB melalui UNTEA secara legal diakui dalam Persetujuan New York. Kedudukan
Papua bagian barat sebagai wilayah Indonesia menjadi lebih kuat setelah
diadakan sebuah referendum act of free choice atau Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969, dimana rakyat
Papua bagian barat memilih untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia. Kalaupun
terjadi tindakan pembunuhan (genosida) atau pelanggaran HAM oleh pihak militer
Indonesia, seperti apa yang disampaikan oleh S. Eben Kirskey dalam artikelnya “Don’t Use Your Data as a Pillow”, maka
hal yang harus dilakukan adalah menindak lanjuti masalah tersebut ke Pengadilan
Indonesia bahkan kalau perlu ke Mahkamah Internasional. Berikut merupakan
bukti-bukti teror dan fakta lapangan terupdate yang dilakukan OPM maupun
pemerintah Indonesia:
Pertama, pada tanggal 5 April 2014, Aksi provokasi untuk
menggagalkan pelaksanaan Pemilu dilakukan kelompok Organisasi Papua Merdeka
(OPM) terhadap warga negara RI di Papua New Guinea (PNG). OPM melakukan aksi
penembakan, pembakaran ban bekas, dan pengibaran bendera bintang kejora di
titik Zero batas Tugu Perbatasan kedua negara di Wutung. Serpihan kaca melukai
Serma Tugino, anggota unit intel Kodim 1701/JYP di bagian kepala, Kapolres kena
serpihan kaca, anggota polisi tertembak di kaki.
Kedua, pada tanggal 17 Maret 2014, Pasukan TNI/Polri
berhasil menangkap 5 anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam aksi baku
tembak di Mulia, Puncak Jaya, Papua. Saat terjadi aksi baku tembak, 3 orang
dari Kelompok OPM kena tembakan, satu diantaranya meninggal, Sementara dua
orang lainnya berhasil diamankan ketika hendak melarikan diri.
Ketiga, pada tanggal 15 Januari 2014, Indonesia dan Papua
Nugini sudah sepakat untuk bersama-sama bekerja sama terkait berbagai bidang
antara lain keamanan, kesejahteraan dan lain-lain.
Keempat pada tanggal 7 Januari 2014,OPM tembak tukang
ojek hingga tewas. Korban yang berprofesi sebagi tukang ojek bernama Muh Halil
meninggal dunia setelah diterjang peluru dari senjata api milik kelompok sipil
bersenjata yang diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang beroperasi
di wilayah tersebut. Setelah melakukan terhadap warga sipil, anggota Organisasi
Papua Merdeka (OPM) wilayah Mulia, Puncak Jaya juga melakukan penembakan
terhadap pesawat Susi Air dengan nomor lambung PK-VVV. Penembakan dilakukan
saat pesawat hendak mendarat di Bandara Mulia.
Kelima, pada tanggal 28 oktober 2013, separatis Organisasi
Papua Merdeka membuat dan membuka kantor cabang lagi di Belanda. Komisi I DPR
melakukan kunjungan kerja ke Belanda pada masa reses siding untuk gali
informasi soal OPM.
Keenam, pada
tanggal 31 Agustus 2013, penembakan di Puncak Jaya, Papua, menewaskan
Pratu Andre anggota Satgas TNI dari Yonif 753 saat melakukan tugas polisional
atau membantu tugas kepolisian yakni mengamankan jalur pasokan kebutuhan
masyarakat dan memperlancar proses pembangunan di Kabupaten Puncak Jaya.
Ketujuh, pada
tanggal 5 Juli 2013, meski di Australia ada banyak simpatisan Organisasi Papua
Merdeka (OPM), PM Kevin Rudd menegaskan dukungan penuh terhadap keutuhan NKRI.
Dia juga menyatakan keinginan bekerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk
memastikan stabilitas keamanan dan pembangunan di Papua.
Kedelapan, pada tanggal 29 Mei 2013, Indonesia
mengatakan, tuduhan dalam laporan ABC minggu lalu tentang pembunuhan massal di
Papua oleh satuan anti teror "sama sekali bohong". Kedutaan Besar RI
di Canberra mengatakan, menurut pihak berwenang di Papua, "rumor"
seperti itu tidak benar. Tuduhan itu dilontarkan oleh Jonah Wenda, juru bicara
sayap militer Organisasi Papua Merdeka. Menurut Wenda, 11 orang tewas dan 20
lainnya hilang setelah operasi gabungan tentara dan polisi terhadap para
pendukung gerakan separatis Free Papua pada bulan April.
Kesembilan, pada tanggal 24 Mei 2014, sejumlah tokoh
Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Free West Papua terus melakukan manuver di
luar negeri. Dimulai dengan mendirikan kantor di Oxford, Inggris. Kemudian
pembentukan kantor perwakilan di Vanuatu. Terakhir ceramah tokoh Papua, Benny
Wenda di Australia. Dalam pidatonya di University of Sydney, Benny mengatakan,
penindasan terus terjadi. Juga pembunuhan, penganiayaan dan pelanggaran HAM. Ia
juga menyebut tidak ada pembangunan di Papua. Tapi Kepala Unit Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B) Bambang Darmono,
membantah. Siapa bilang Papua berdarah-darah? Lebih ngeri di Aceh. Kalau yang
gitu-gitu di Papua tidak ada apa-apanya dibanding Aceh.
Setelah
membahas tentang Trivia Quiz, kini saatnya amembahas hasil diskusi kami tentang
artikel “Don’t Use Your Data as a
Pillow”. Pada diskusi kali ini kami hanya sempat membahas tentang judul
dari artikel ini saja. Kami menggarisbawahi dua kata yang nantinya akan
didiskusikan lebih dalam, yaitu kata Data dan Pillow.
Menurut Saya, data
merupakan informasi dan Pillow adalah Bantal, sandaran, dan pedoman untuk
mengungkap sesuatu. Saya berkesimpulan bahwa judul ini mengatakan bahwa jangan
menggunakan data mentah yang telah dimanipulasi oleh penulis yang memiliki
ideology tertentu sebagai sandaran dalam mengungkap sesuatu, khususnya sejarah.
Siti Roki’ah
berpendapan bahwa data merupakan sumber dan ia mengatakan bahwa pillow adalah
sandaran. Ia berpendapat bahwa tidak semua data bisa dijadikan sandaran.
Penggunaan data bergantung pada pembacanya. Pembaca harus menjadi qualified
reader dan critical reader.
Menurut Wiwi
Rif’atul Qodriyah, data merupakan sekumpulan informasi tentang suatu hal yang
belum tentu kebenarannya. Pillow menurutnya adalah referensi, sandaran, dan
pegangan. Ia mengatakan bahwa belum tentu semua data itu benar, kita harus bisa
menyeleksi data yang akan dijadikan sandaran.
Menurut Siti
Hurriyah, data merupakan informasi dan pillow adalah landasan. Hampir sama
dengan yang lain, ia berkata bahwa jangan pernah menggunakan data yang belum
valid sebagai sebuah landasan.
Ema Wiliyanti
Dewi berpendapat data adalah
informasi dan pillow itu sandaran. Menurutnya satu informasi itu jangan asal saja
dijadikan sebuah sandaran, harus ada informasi pendukung lainnya. Kita harus
mencari ceruk-ceruk baru untuk menjadikannya sebuah sandaran.
Kemudian
setelah melakukan diskusi yang alot dapat disimpulkan bahwa data adalah
informasi. Data merupakan sebuah informasi yang harus dicek kebenarannya
melalui research. Artinya, tidak semua informasi dapat dijadikan data.
Sementara research sendiri wujudnya itu lebih spesifik, dan hal-hal mengenai
research itu serba spesifik. Untuk data sendiri, biasanya berbentuk teks. Menurut
Lehtonen (2000) bahwa teks merupakan wujud fisik maupun semiotic
material. Dan kaitan keduanya yakni teks dapat menjadi wujud semiotic hanya
ketika teks memiliki beberapa bentuk fisik. Sementara pillow memiliki sifat optional
dan bukan obligatory. Hal itu karena meskipun tanpa bantal, kita masih bisa
tidur dimanapun dan kapanpun. Jadi, bantal bukanlah hal yang wajib.
Dengan demikian, menggunakan data baik itu yang berupa
written, verbal, visual, ataupun gabungan diantara ketiganya melalui suatu
research, maka dapatlah diungkap suatu kebenaran yang ilmiah, validity, dan reliability
termasuk dalam mengungkap suatu permasalahan khususnya sejarah. Menurut Lehtonen (2000 : 57), “A text can exist in many material forms. It can be
auditory (as in speech or recording), written (as in printed matter) or
pictorial (as in paintings, photographs or traffic signs)”. Dalam teks-teks audiovisual, semua tiga
bentuk dapat muncul pada waktu yang sama (seperti dalam film-film 'asing' dimana pidato dan gambar telah
dilengkapi dengan terjemahan subtitle).
Referensi :
Alisse Waterston and Maria
D. Vesperi. Anthropology off the Shelf: Anthropologists on
Writing. 2009. USA: Blackwell
Publishing. (ebooksclub.org)
Lehtonen, M.
(2000). The cultural analysis of text.
London: Sage publication. (BookFi.org)
Wikipedia.
“Papua”, (5 April 2014 pukul 21.00), http://id.wikipedia.org/wiki/Irian_Jaya
Wikipedia.
“Papua Barat”, (5 April 2014 21.00), http://id.wikipedia.org/wiki/Papua_bagian_barat
Wikipedia.
“Operasi Trikora”, (5 April 2014 21.00), http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Papua_Barat
Wikipedia,
“Organisasi Papua Merdeka”, (5 April 2014 21.00), http://id.wikipedia.org/wiki/OPM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic