We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 28 April 2014

Menguak Misteri Penyebab Terjadinya Konflik di Papua Barat (Class Review 9)


Senja pun telah bergulir, berganti pekatnya malam berhiaskan gemintang perak menggantung di hamparan langit hitam. Sirius mulai menampakkan diri ditemani bola kuning bercahaya, rembulan. Inilah saatnya aku mulai membuka lembaran demi lembaran dari buku catatanku, dan ku rangkaikan kata demi kata untuk mengulas kembali apa yang telah dibahas oleh Mr. Lala Bumela, M.Pd minggu lalu dalam mata kuliah “Writing 4”.
Pada pertemuan kemarin, kami masih membahas tentang sebuah tulisan yang berjudul “Don’t use your data as a pillow” karangan S.Eben Kirksey.  Dalam tulisan tersebut penulis menjelaskan makna yang terkandung dalam artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” di setiap paragrafnya. Di paragraf pertama, Eben menuliskan keterkesanannya terhadap sebuah pesta yang sengaja dibuat oleh warga Papua untuknya sebelum ia kembali ke Negara asalnya.  Pesta itu diselenggarakan oleh Denny Yomaki, seorang pekerja hak asasi manusia untuk menandai akhir dari penelitian Eben yang jatuh pada bulan Mei 2003.  Dari pesta itulah, Eben berharap pesta tersebut bisa menjadi bagian dari sebuah ritual sebagai pertanda lancarnya transisi dalam jaringan baru atas kewajiban dan tugasnya.

Paragraf kedua, membahas tentang tujuan kedatangan Eben ke Papua Barat yakni untuk melakukan penelitian tugas tesisnya di New College of Florida.  Ia datang ke Papua Barat untuk yang pertama kalinya yaitu sekitar lima tahun sebelum 2003, tepatnya pada tahun 1998.  Setelah kejadian itu barulah "Papua Barat" secara resmi dikenal sebagai "Irian Jaya."  Pada mulanya Eben berniat untuk mempelajari kekeringan (El Nino) yang melanda wilayah tersebut.  Namun, ketika ia tiba, rintik hujan mulai turun dan membasahi daerah tersebut.  Karena turunnya hujan, akhirnya Eben tidak merasa antusias lagi untuk mempelajari dan meneliti kekeringan yang melanda wilayah tersebut.  Pada saat itu, bertepatan dengan masa reformasi dimana Soeharto, sebagai seorang presiden yang paling lama menjabat di Indonesia, baru saja digulingkan oleh gerakan reformasi.  Di hari itu mereka merasa bebas dan merdeka.  Setelah kejadian itu, muncullah seruan dari nasionalis Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaannya dari kolonialisme Belanda, yaitu gerakan merdeka. Gerakan merdeka adalah gerakan inspirasi yang ingin membebaskan diri atau memerdekakan diri dari Negara Indonesia seperti yang ada di Aceh, Papua Barat, dan Timor Timur.  Awalnya Eben merasa kebingungan, mengapa mereka harus repot-repot memisahkan diri dari pemerintah untuk membentuk wilayah baru? Padahal menurut Eben, dengan adanya sebuah gerakan reformasi yang popular ini justru dapat melenturkan otot-otot di seluruh Indonesia setelah tersingkirnya Soeharto.
Paragraf ketiga, menceritakan tentang alasan mengapa Papua Barat ingin memisahkan diri dari Indonesia. Hal ini karena dilatarbelakangi oleh banyaknya peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh militer Indonesia terhadap golongan oposisi (anti pemerintah), dimana ada seorang mahasiswa yang ditembak kepalanya hingga tewas serta puluhan demonstran tak bersenjata lainnya yang dibuang dan ditenggelamkan ke dalam laut.  Dari serangkaian peristiwa inilah, Eben mulai mengerti mengapa banyak orang Papua Barat yang ingin mengambil jalan kemerdekaan bukan reformasi. 
Pada paragraf keempat, Eben kembali melakukan perjalanan ke Papua Barat untuk mencatat cerita tentang adat atau budaya khas dari daerah tersebut.  Dari beberapa cerita yang ia dengar, akan menjadi sebuah cerita yang familiar bagi siapapun yang setiap harinya mengikuti berita tersebut, dari mulai daerah yang memiliki banyak konflik tentang penyiksaan yang dilakukan oleh anggota militer Indonesia, maupun peran pemerintah AS dalam mendukung pasukan militer Indonesia, serta keinginan mereka untuk merdeka. Bahkan masih banyak lagi cerita-cerita lain yang membuatnya lebih terkejut.
Paragraf kelima, menjelaskan tentang masyarakat Papua yang ingin menjadikan Eben sebagai sekutu atau partner kerjasama mereka, karena mereka menganggap Eben memiliki potensi dan keahlian.  Di samping itu, seorang aktivis hak asasi manusia juga mendorongnya untuk meneliti kampanye teror yang dilakukan oleh pasukan militer Indonesia terhadap masyarakat Papua. Dengan mempelajari dimensi budaya kekerasan, Eben berharap penelitiannya dapat membantu rakyat Papua untuk meraih kebebasan dari teror rezim yang sedang beredar dikalangan penduduk Indonesia.
Paragraf keenam, menceritakan bagaimana Eben menikmati pesta perpisahan itu yakni dengan berbincang-bincang bersama Denny Yomaki.  Di situlah ia bertemu dengan Waropen untuk yang pertama kalinya.     Waropen adalah seorang penghasut muda di akhir tahun 20-an, yang pasca pemerintahnya baru-baru ini telah diciptakan untuk menanggapi tuntutan gerakan reformasi di Indonesia.
Paragraf ketujuh, menceritakan tentang kunjungan Eben dan Denny ke Wasior yang dilakukan beberapa minggu terakhir.  Wasior merupakan daerah asal Waropen, tempat di mana polisi Indonesia baru-baru ini melakukan serangan berkelanjutan tepatnya pada dugaan separatis Papua yang bernama “Operasi Pengasingan dan Pembasmian” (Operasi penyisiran dan penumpasan).  Tujuan mereka pergi kesana yakni untuk menyelidiki rumor bahwa agen-agen militer Indonesia diam-diam mendukung anggota milisi Papua.
Paragraf kedelapan, menceritakan tentang proses penelitian mereka di Wasior yang berlangsung di bawah kondisi pengawasan intens.  Mereka kesulitan untuk mencari informasi dari orang-orang yang ada di daerah tersebut karena anggota militer Indonesia selalu mengawasi mereka, sehingga tidak ada yang mau diwawancarai.  Kalaupun ada yang mau diwawancarai, maka wawancara tersebut harus dilakukan di malam hari.
Paragraf kesembilan, menjelaskan bahwa agenda penelitian ambisius juga telah mereka awali termasuk rencana untuk mewawancarai dukun terkenal di pegunungan yang dekat dari daerah tersebut.  Beberapa dukun ini telah mengklaim bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas penyebab terjadinya gempa bumi baru-baru ini di Indonesia tepatnya di bagian tengah pulau Jawa.  Selain itu mereka pulalah yang menjatuhkan sebuah pesawat yang membawa petinggi militer Indonesia.  Karena Denny dan Eben sedang berada di bawah pengawasan anggota militer Indonesia, jadi mereka tidak ingin mengambil risiko jika mereka menghubungi dukun tersebut.
Paragraf kesepuluh, menceritakan bahwa beberapa minggu kemudian Eben pergi menemui Telys Waropen untuk mempelajari tentang perdukunan yang terjadi di Papua, tepatnya di daerah Wasior, agar ia bisa menyelesaikan tugas tesisnya. Sehingga Eben mengambil kesempatan ini untuk mengisi kesenjangan dalam penelitian Eben.  Paragraf kesebelas, membahas tentang pandangan Eben terhadap Waropen bahwa Waropen adalah narasumber yang sangat penting bagi Eben dalam rangka menyelesaikan tugas penelitiannya.  Selain itu, Eben juga meminta Waropen untuk mewawancarainya.  Dalam wawancara tersebut, Waropen mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya seperti  "apa jenis penelitian yang anda lakukan?", "mana identitas narasumber anda?”, apakah itu tidak penting?”, “bukankah data Anda akan menjadi lebih kuat jika anda mengutip sumber-sumber yang terpercaya?”.  Pada dasarnya, ketika Eben akan pergi ke pesta yang diselenggarakan di rumah Denny, ia telah melakukan lebih dari 350 wawancara berbahasa Indonesia dengan politisi Papua, korban kekerasan, tahanan politik, pejuang gerilya, aktivis hak asasi manusia, dan pemimpin adat.  Akan tetapi, semua wawancara yang telah ia lakukan sebelumnya, tidak disebutkan nama narasumbernya.  Hal inilah yang membuat Waropen sedikit cemas karena Eben tidak menyebutkan nama narasumbernya.
Di paragraf kedua belas, rekan-rekan serta mentor-mentor informalnya menyarankan Eben untuk menyimpan semua sumber yang tidak diketahui namanya agar bisa mendapatkan pengecualian dari dewan review kelembagaan universitasnya.  Melalui penelitian lapangan di Papua Barat, telah membawa Eben pada sebuah kesimpulan bahwa menjaga sumber anonim bukan hanya sekedar sarana untuk menghindari omong kosong birokrasi semata.  Akan tetapi, dengan menjaga sumber-sumber anonim yang Eben lakukan, jelas menimbulkan konfrontasi dari beberapa orang Papua, seperti halnya Waropen yang ingin kutipan mereka dapat diakui sebagai intelektual publik.  Dengan adanya konfrontasi ini, Eben dipaksa untuk mempertimbangkan kembali kepribadian, keprofesionalan, hukum, serta kewajiban etis yang masih berantakan.
Paragraf ketiga belas, menjelaskan bahwa sumber Anonymous (yang tidak diketahui namanya) dianggap sebagai sebuah pengertian yang masih mencurigakan dan penuh misteri oleh para pembaca surat kabar atau majalah.  Bahkan menurut Boeyink (1990), jurnalis dan editor biasanya menggunakan satu set pedomannya dengan sangat teliti, untuk menentukan kapan mereka harus menggunakan sumber anonym.  Kriteria ini dilakukan agar pembuatan cerita yang ditulis oleh penulis yang tidak etis dan penyebaran informasi yang salah dari sumber yang telah Eben dapatkan dari telinga wartawan dapat tetap terjaga.  Selain itu, strategi kutipan tersebut juga dapat memiliki fungsi hukum juridico yang legal: hal ini merupakan cara bagaimana jurnalis dan penerbit melindungi dirinya dalam gugatan pencemaran nama baik.  Setelah melakukan praktik etnografi yang standar selama wawancara berlangsung, Eben telah melakukan pendekatan dengan gagasan bahwa ia bisa belajar tentang sesuatu, sekalipun jika sumbernya  anonym atau bahkan sengaja berbohong.  Dari wawancara tersebut, ia mendapatkan informasi yang sangat terkenal yaitu tentang pengalaman hidup seorang yang merasa dirinya diteror atau bahkan hilang begitu saja, yang tidak dapat dibicarakan di depan umum atau ditulis dalam catatannya.
Pargraf keempat belas, menceritakan bahwa ketika Waropen ada dihadapan Eben, ia menanyakan Eben tentang kerealibitasan dari data-datanya.  Kemudian setelah itu, Eben mencoba untuk menunjukkan kepada Waropen tentang bagaimana pandangannya terhadap kritik budaya dan teori pasca-struktural yang dapat menawarkan perspektif segar pada konflik yang terjadi di Papua Barat.  Eben memberikan saran yang mungkin dapat membantu mereka untuk memahami bagaimana sebuah isu dapat menghasilkan sebuah teror atau rasa takut sebagai salah satu rute untuk menuju sebuah kemerdekaan (kebebasan).  Ia sangat sadar bahwa sebuah rumor atau isu dapat membantu menghasilkan sebuah teror.  Namun, wawasan ini tidak membantunya untuk mendapatkan daya tarik di ranah hukum yang memiliki standar berbeda dari bukti-bukti yang sudah berlaku.  Waropen mengatakan kepada Eben bahwa ia ingin melihat anggota pasukan keamanan dituntut di pengadilan Indonesia.  Oleh karena itu, perlu adanya rekonstruksi (pembangunan kembali) untuk pemerataan desa-desa.  Ia bahkan melihat Eben sebagai sekutu yang memiliki potensi, akan tetapi ada beberapa hal serius yang harus ia pelajari kembali.
Paragraf kelima belas, membahas tentang perdebatan antara Waropen dan Eben mengenai kasus Eben yang membenarkan penelitiannya.  Berawal dari perdebatan itulah baru kemudian Waropen berkata kepada Eben, "Jangan gunakan data Anda sebagai bantal untuk tidur ketika Anda akan kembali ke Amerika," Waropen bahkan bersikeras menegaskan kepadanya bahwa "Jangan hanya menggunakan ini sebagai jembatan untuk peluang keprofesionalan diri anda sendiri."
Paragraf keenam belas, menjelaskan bahwa pada bagian ini, Waropen memprovokasi Eben untuk menjadi seorang ahli yang dapat diandalkan yakni orang yang dapat mengetahui hal-hal dengan pasti dan dapat mengambil pertanyaan akuntabilitas secara serius (dapat dipertanggungjawabkan).  Sedangkan di paragraf ketujuhbelas, menceritakan bahwa Waropen meminta Eben untuk memikirkan kembali informasi yang telah ia dapatkan untuk dijadikan sebagai "data" dari antropologi budaya.  Ia bahkan mendorong Eben untuk menjadi seorang penerjemah yang lebih baik, dan lebih otoriter.  Selain itu, ia juga menantang Eben untuk mengetahui tentang hal-hal penting serta dapat mengenal hal tersebut dengan baik.  Konfrontasi inilah yang mendorong Eben untuk menerjemahkan suatu pengetahuan yang belum mereka ketahui ke dalam bentuk narasi atau tulisan agar bisa dibaca oleh semua orang dan berharap bisa dipublikasikan ke dunia luar.
Paragraf kedelapan belas, membahas tentang pendapat Eben yang menyebutkan bahwa hanya dengan menerbitkan temuannya dalam jurnal peer-review, atau menggunakan datanya untuk memajukan peluang keprofesionalannya sendiri, itu semua sudah cukup.  Namun hal ini jelas tidak dapat diterima oleh Waropen.  Meskipun pada saat Eben bertemu dengan Waropen, ia telah menerbitkan sejumlah artikel koran tentang Papua Barat, akan tetapi bagi Waropen semua itu belum cukup.  Waropen bahkan menantang Eben untuk mengambil tindakan nyata.  Konfrontasi inilah yang membuat Eben berpikir tentang bagaimana ia bisa mulai melakukan penelitiannya lebih dari sekedar menulis kata-kata, serta bagaimana caranya ia bisa mulai untuk membawa pengetahuannya tentang Papua Barat agar dapat dipublikasikan ke dunia luar.

Paragraf kesembilan belas, menceritakan bahwa pada saat Eben dan Denny Yomaki melakukan perjalanan ke Wasior, mereka meneliti rumor (isu) tentang keterkaitan British Petroleum (BP) terhadap kekerasan yang terjadi di Papua baru-baru ini.  Perusahaan ini sebelumnya bernama "British Petroleum," namun untuk mengubah citra dirinya BP mengubah namanya menjadi "Beyond Petroleum” hingga menghabiskan dana lebih dari £ 100 juta. BP baru saja mulai mengeksploitasi ladang gas alam di Papua Barat yang diperkirakan akan menghasilkan keuntungan lebih dari $ 198.000.000.000 (Vidal 2008).  
Ternyata setelah saya teliti, dalang dibalik semua kekerasan yang terjadi di Papua baru-baru ini khususnya di daerah Wasior adalah “British Petroleum (BP)”Merekalah yang mengadu domba antar penduduk Indonesia bahkan antar sesama anggota militer Indonesia, dan mereka pulalah yang membiayai agen militer Indonesia untuk memprovokasi kekerasan dalam upaya konvensional yang dapat menguntungkan BP.  Oleh karena itu, penyebab dari semua ini bukan semata-mata karena masalah nasionalisme seperti adanya OPM, kesenjangan ekonomi, maupun poilitik, melainkan yang menjadi permasalahan dari semua ini adalah “UANG”.

Sekilas Info tentang BP


BP Indonesia merupakan perusahaan minyak dan gas bumi yang berkantor pusat di LondonKerajaan Inggris.  BP telah beroperasi di Indonesia lebih dari 35 tahun, kini menjadi salah satu investor terbesar di Indonesia, dengan investasi kumulatif lebih dari USD 5 Milyar. Akui sisi asset ARCO pada tahun 2000-an dan persetujuan dari Pemerintah Republik Indonesia pada Maret 2005 untuk memulai konstruksi LNG Tangguh, memperbesar secara signifikan posisi BP pada sektor energi di Indonesia. Saat ini BP Indonesia memiliki karyawan lebih dari 1.000 orang, yang sebagian besar berada di Jakarta dan Papua Barat. Itulah sekilas info tentang perusahan BP di Indonesia.  
Paragraf kedua puluh, membahas tentang wawancara Eben di Wasior dengan beberapa agen ganda Papua "pejuang kemerdekaan", yang ia anggap bahwa mereka masih bagian dari anggota militer Indonesia.  Dalam wawancara tersebut, salah seorang dari mereka mengaku bahwa mereka akan membunuh para perwira polisi Indonesia.  Bahkan pria tersebut juga mengaku bahwa mereka mendapatkan dukungan logistik dan intelijen dari militer Indonesia.  Semua ucapan yang ia lontarkan kepada Eben, berhasil ia rekam di dalam tape recordernya.  Melalui sumber ini dan wawancara lainnya, Eben berhasil membuktikan rumor tentang keterkaitan proyek BP terhadap kekerasan yang terjadi di Wasior.  Disamping itu, orang tersebut juga mengatakan kepada Eben bahwa hidupnya terancam dalam bahaya.  Dia mengatakan bahwa seorang perwira militer yang aktif bertugas telah mencoba untuk membunuhnya dikarenakan ia tahu banyak tentang misi-misinya.  Jadi, pria tersebut merasa bahwa Eben bisa menolongnya untuk melarikan diri dari situasi yang sekarang sedang ia alami.  Sayangnya, Eben tidak mampu untuk melakukan hal itu.
Paragraf kedua puluh satu, menjelaskan bahwa pada akhir bulan Mei 2003 John Rumbiak, seorang pembela hak asasi manusia di Papua, meminta Eben untuk menghadiri pertemuan di markas besar BP yakni di London dengan Dr. Byron Grote, Ketua bagian keuangan (Chief Financial Officer/CFO) dari perusahaan BP.  Dalam pertemuan tersebut menyinggung bahwasanya BP sedang melatih sebuah "keamanan berbasis komunitas (community-based security)" yakni memaksa sekelompok penjaga keamanan Papua yang akan meminimalkan kebutuhan untuk bekerja sama dengan pasukan keamanan Indonesia.  Rumbiak telah mengamankan pertemuan tersebut untuk membicarakan tentang bagaimana kebijakan keamanan BP terhadap pengaruh iklim HAM yang terjadi di Papua Barat.  Rumbiak bahkan meminta Eben untuk bergabung dengan pertemuan tersebut agar Eben bisa mempresentasikan hasil penemuannya tentang kekerasan milisi yang terjadi di Wasior.  Dengan kata lain, Rumbiak sedang menciptakan Eben untuk menjadi saksi yang dapat diandalkan, yakni sebagai seorang ahli Papua Barat yang akan siap untuk membuat klaim kuat terhadap sebuah pengetahuan.


Paragraf kedua puluh dua, menceritikan tentang awal mula Eben bertemu dengan John Rumbiak.  Sebelum pengangkatan di kantor pusat BP, Eben bertemu dengan Rumbiak, seorang pria kurus yang murah senyum, di sebuah warung kopi yang ada di pusat kota London.  Awalnya, mereka berdua tersesat, akan tetapi setelah mereka berdua meminta petunjuk dari para penjaga di Saint James Palace, kediaman resmi Ratu, akhirnya mereka bisa menemukan kantor BP, dan pada waktu itu mereka sudah terlambat 20 menit di pertemuan itu.
Di paragraf kedua puluh tiga, mereka mulai masuk ke kantor pusat BP dan bertemu dengan CFO Byron Grote dan John O'Reilly.  John O'Reilly adalah wakil presiden senior BP untuk Indonesia.  Pada saat Eben berhadapan dengan kedua penguasa Eropa itu, ia merasa adrenalinnya semakin tertantang. Sedikit membahas tentang Byron Grote dan John O'Reilly, keduanya pernah bekerja untuk BP di Kolombia, di mana perusahaan ini terlibat dalam kontroversi ketika regu kematian paramiliter mulai membunuh aktivis lingkungan (Gillard 2002). 
Paragraf kedua puluh empat, menceritakan tentang diskusi antara Rumbiak, Eben dan Dr. Grote yang bersifat sangat rahasia karena Dr. Grote meminta mereka untuk tidak merekam diskusi tersebut.  Akan tetapi Rumbiak tidak bisa mengabulkan permintaanya dikarenakan rakyat Papua Barat ingin tahu apa yang mereka bicarakan ketika Rumbiak bertemu dengan Dr. Grote.  Dalam diskusi tersebut, Rumbiak langsung menyampaikan sebuah pesan dari masyarakat Papua yang menyebutkan bahwa mereka menuntut kebijakan seperti kontrak keamanan dan pendapatan yang akan diberikan oleh BP kepada mereka.
Paragraf kedua puluh lima, berisi tentang tanggapan Dr. Grote yang menyatakan bahwa "kekerasan itu tidak baik untuk sebuah bisnis."  Bagi mereka, bekerja di Papua Barat merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus mereka ambil.  Mereka yakin bahwa kebijakan keamanan berbasis masyarakat akan tetap berjalan.  Jika mereka membatalkan proyek ini, maka perusahaan lain yang tidak berbagi kode etik akan masuk dan mengembangkan ladang gas ini.  Bahasa yang digunakan oleh Grote begitu menggoda dan mengundang.  Bahkan dalam diri Eben pun masih bertanya-tanya, apakah mungkin perusahaan ini bisa menjadi kekuatan untuk membantu mengesampingkan militer Indonesia di Papua Barat.
Paragraf kedua puluh enam, menjelaskan bahwa Rumbiak meminta Eben Kirksey untuk mempresentasikan hasil penemuannya sewaktu di Wasior. Dengan jantung yang berdebar-debar, ia mencoba merangkum serangkaian peristiwa yang begitu rumit.  Dalam presentasinya, ia menceritakan hasil wawancaranya dengan salah satu anggota milisi Papua yang merasa hidupnya terancam.  Orang tersebut mengatakan bahwa, "dia mengaku telah membunuh sekelompok polisi Indonesia dengan bantuan agen militer Indonesia.” Pembunuhan itu terjadi pada hari yang sama dimana John O'Reilly, Wakil Presiden senior BP untuk Indonesia, sedang mengunjungi lokasi proyek gas dengan seorang Duta Besar dari Inggris yang bernama Richard Gozney.  Kemudian dengan adanya peristiwa itu, insiden tersebut dijadikan sebagai alasan untuk meluncurkan Operasi pengasingan dan pemusnahan oleh polisi Indonesia, karena baik anggota polisi maupun militer, keduanya ingin mendapatkan kontrak perlindungan dari BP.
Dalam sebuah video wawancara Profesor Noam Chomsky yang saya dapatkan dari berita terkini pada tanggal 14 desember 2013, yang berbicara tentang Papua Barat.  Dalam video tersebut, ia menganggap kasus Papua Barat sebagai skandal besar yang dilakukan negara-negara Barat. “Saya pikir perlawanan Papua Barat akan berdiri dengan kasus lainnya, yakni dalam perlawanan terhadap teror dan penindasan besar-besaran sebagai inspirasi dari apa yang dapat dicapai oleh manusia dan itu belum tentu berhasil. Akan tetapi jika Negara-negara Barat bersedia untuk menghadapi tanggung jawab dan tindakan itu, maka hal ini pasti akan berhasil.” kata Noam Chomsky tentang perlawanan rakyat Papua Barat.
Noam Chomsky menyebutkan Amerika Serikat dan Australia sebagai aktor utama dibalik skandal Papua Barat, karena hal ini dilatarbelakangi oleh kepentingan mereka atas sumberdaya alam yang ada di Papua Barat. Baginya, Indonesia hanyalah sebuah negara yang disupport oleh Amerika Serikat untuk menjalankan skandal tersebut.  Seperti halnya kasus Timor Leste yang “dimainkan” oleh Australia.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa ternyata dalang dibalik semua konflik dan kekerasan yang terjadi di Papua Barat baru-baru ini khususnya di daerah Wasior adalah “British Petroleum (BP)”.  Merekalah yang mengadu domba antar penduduk Indonesia bahkan antar sesama anggota militer Indonesia, dan mereka pulalah yang membiayai agen militer Indonesia untuk memprovokasi kekerasan dalam upaya konvensional yang dapat menguntungkan perusahaan mereka.  Oleh karena itu, penyebab dari semua ini bukan semata-mata karena masalah nasionalisme seperti adanya OPM, kesenjangan ekonomi, maupun poilitik, melainkan “UANG” lah yang menjadi penyebab dari semua permasalahan ini.

Referensi
·        http://papuapost.com/2013/12/noam-chomsky-kasus-papua-barat-itu-major-scandal/ diakses pada tanggal 14 April 2014 pukul 19.30 WIB.
·         http://id.wikipedia.org/wiki/BP_Indonesia diakses pada tanggal 15 April 2014 pukul 19.00 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic