Ini adalah pertemuan yang ke-sebelas kami dalam mata kuliah wrting. Masih membahas hal yang sama dengan minggu
yang sebelumnya yaitu mengenai Papua atau Irian Jaya. Selama in saya hanya melihat banyaknya
konflik yang terjadi di negara lain seperti di Timur Tengah saja, tanpa
menyadari bahwa sebenarnya di negara tercinta ini juga masih terdapat banyak
sekali permasalahan yang serupa. Namun
yang saya heran, mengapa justru permasalahan di negara kita jarang atau sedikit
sekali yang di publikasikan, atau memang saya saja yang kurang memperhatikan
berita-berita yang ada?
Saya baru mau mencari permasalahan tersebut ketika Dosen Writing kami
menyuguhkan sebuah artikel yang ditulis oleh orang luar. Akhirnya saya mencoba untuk mencari tahu
sebanyak mungkin tentang hal tersebut. Di setiap pertemuan dalam dua minggu terakhir ini kami diminta untuk membicarakan hal itu. Ini adalah hasil diskusi di kelas kami minggu kemarin.
Selain itu, kami juga melakukan diskusi diluar kelas, dan inilah kesimpulan per paragraf dari diskusi yang kami lakukan.
Paragraf 1 : Sebuah pesta oleh salah satu salah satu pekerja HAM untuk penulis, untuk menandai akhir penelitiannya di Papua.
Paragraf 1 : Sebuah pesta oleh salah satu salah satu pekerja HAM untuk penulis, untuk menandai akhir penelitiannya di Papua.
Paragraf 2 : Alasan penulis datang ke Papua. Namun pada akhirnya penulis tertarik dengan
hal lain yang terjadi di Papua.
Paragraf 3 : Penulis
baru dapat memahami mengapa banyak orang Papua yang ingin merdeka, bukannya
sebuah reformasi.
Paragraf 4 :
Paragraf 5 :
Oleh penduduk Papua, penulis dianggap sebagai sekutu yang sangat potensial
sehingga banyak diantara orang Papua yang mencarinya untuk dijadikan
sekutu. Pada akhirnya penulis juga
merasa bahwa dirinya sudah terlibat jauh serta cukup memahami apa yang
sebenarnya terjadi di Papua.
Paragraf 6 : Kembali
berbicara mengenai pesta perpisahannya, dimana penulis dapat berkenalan dengan
salah satu anggota KOMNAS HAM dari Papua, yang bernama Telys Waropen. Pada paragraf ini pula penulis mengungkapkan
beberapa hal tentang Telys Waropen.
Paragraf 7 :
Penulis menuliskan lebih tentang asal-usul daerah dari Telys Waropen, yaitu
sebuah daerah yang pernah dilanda konflik yaitu Wasior.
Paragraf 8 :
Menceritakan tentang pengalaman penulis ketika meneliti di Wasior.
Paragraf 9 :
Menceritakan tentang keinginan dari penulis yang ingin mewawancarai dukun yang
berada di dekat gunung.
Paragraf 10 : Kembali
lagi pada pesta perpisahannya. Penulis
menganggap bahwa teman barunya tersebut (Telys Waropen), merupakan sumber yang
sangat penting yang dapat memenuhi kekosongan dalam penelitian penulis.
Paragraf 11 : Penulis
berpendapat untuk menyembunyikan narasumber, namun Waropen berpendapat
sebaliknya, Waropen berpendapat bahwa “tidakkah sebuah data akan lebih kuat
jika penulis mencantumkan nama dari sumber tersebut.
Paragraf 12 : Penulis
mendapatkan saran dari teman dan pembimbingnya untuk menjaga kerahasiaan dari
sumber-sumbernya, ini dilakukan untuk mendapatkan pengecualian dari dewan
lembaga review yang ada di universitasnya.
Penulis berpendapat bahwa melakukan penelitian di Papua telah membawanya
pada kesimpulan bahwa menjaga menjaga narasumber tetap rahasia tidak hanya
untuk melindungi mereka (narasumber) dari omong kosong birokratis, tetapi juga
untuk menghapus identitas mereka sama sekali.
Paragraf 13 :
Pandangan orang terhadap koran atau majalah yang tidak mencantumkan nama dari
narasumber. Mencantumkan nama dari
narasumber untuk menghindari penulis yang nakal (tidak etis), dan mencegah
penyebaran informasi yang salah.
Paragraf 14 :
Penulis menunjukkan kepada Waropen bagaimana sebuah wawasan dari budaya kritis
dan paska teori strukteral yang mungkin dapat menyegarkan pandangan pada
konflik di wilayah Papua Barat.
Paragraf 15 :
Ketika perbincangan dengan Waropen memanas, penulis memberikan alasan mengapa
dia tidak menuliskan nama dari narasumbernya.
Penulis berkata “ sungguh ada kasus dalam HAM yang telah dilaporkan
dimana narasumber harus dilindungi.
Paragraf 16 :
Disadari oleh penulis, bahwa saat dia berbincang-bincang dengan Waropen penulis
secara tidak langsung telah diprovokasi oleh Waropen.
Paragraf 17 :
Penulis ditanya dan didorong oleh Waropen untuk menjadi penulis yang lebih baik
dan lebih autoritatif dalam memahami cultural
anthropology.
Paragraf 18 : Penulis sudah
mempublikasikan beberapa artikel mengapa papua barat. Waropen mendorong penulis
untuk bertindak bukan hanya menulis dan mempublikasikan masalah, tetapi harus
melakukan perubahan untuk mengatasi fakta-fakta yang ada.
Paragraf 19 : Saat penulis dan
Denny di Wasior mereka meneliti rumor yang menghubungkan BP dengan kekerasan
yang terjadi baru-baru ini. Penulis di paragraph ini menebak siapa saja yang
terlibat dalam kekerasan yang terjadi.
Paragraf 20 : Penulis
berhasil mewawancarai Papua double-agent “perjuang kemerdekaan” dari wawancara
tersebut penulis mengetahui dan berhasil mengaitkan rumor kekerasan yang
terjadi di Wasior dengan peroyek BP. Agen ganda merasa khawatir akan keselamatan
dirinya karena mengetahui terlalu banyak rahasia kerja sama antara militer dan
BP.
Paragraf 21 : Dua minggu
setelah Waropen menuntut penulis, tepatnya akhir mei 2003 Rumbiak meminta
penulis untuk bergabung dengan pertemuan di London sehingga penulis bisa
menyajikan temuan-temuannya tentang kekerasan milisi di Wasior
Paragraf 22 : Saat di London
penulis bertemu dengan Rumbiak, mereka tersesat saat menuju pertemuan dengan BP
mereka terlambat 20 menit. Saat diperjalanan mereka menceritakan perjalanan
yang telah dilakukan.
Paragraf 23 : Paragraf ini
menceritakan keadaan penulis saat dipertemuan BP dengan CFO Byron Grote dan John
O’Reilly yang menjadi senior wakil president BP untuk Indonesia
Paragraf 24 : Paragraf ini
menceritakan keadaan saat diskusi, penulis menyajikan pesan yang jelas kepada
Dr. Grote dan John O’reilly.
Paragraf 25 : Dr. Grote mengatakan
kekerasan tidak baik untuk bisnis dan yang baik adalah membangun kerjasama.
Paragraf 26 : Rumbiak
meminta penulis untuk mempresentasikan temuannya di Wasior. Penulis pun mengemukakan
temuannya dengan jantung berdebar-debar.
Sementara bagian yang ini adalah hasil dari kesimpulan kami masing-masing dari artikel tersebut.
Sementara bagian yang ini adalah hasil dari kesimpulan kami masing-masing dari artikel tersebut.
Bagian yang terakhir ini adalah kesimpulan kami semua tentang isi dari paragraf 1-26,
adalah:
Sebelum kami merangkum, disini kami terlebih dahulu
akan menyebutkan siapa saja atau pihak mana saja yang terkait.
1. S.
Eben Kirksey sang penulis artikel.
2.
Denny Yomaki,
a human rights worker .
3.
Telys Waropen a member of Komnas HAM, the National Human
RightsCommission.
4.
Dr.
Byron Grote, the Chief Financial Officer (CFO).
5.
John
O’Reillywas BP’s Senior Vice President for Indonesia.
6.
Richard
Gozney British Ambassador.
7.
John
Rumbiak, a Papuan human rights defender.
8.
Polisi Indonesia.
9.
Militer
Indonesia.
11. Pejuang kemerdekaan ( OPM ).
12. Agen ganda.
13. BP ( British Petroleum ).
14. Pemerintah Indonesia.
15. Pemerintah Inggris.
16. Pemerintah Amerika Serikat.
Penulis adalah seorang mahasiswa S2 yang datang ke Papua untuk meneliti
tentang musim kering yang pernah melanda Papua.
Namun, sangat disayangkan ketika penulis datang ke Papua kemarau di sana
sudah berakhir. Penulis tidak mungkin
langsung pulang ke negri asalnya dengan tangan kosong. Bisa jadi penulis memutuskan untuk tetap
tinggal di sana, hingga akhirnya penulis menemukan sebuah fakta yang menarik
yang terjadi di Papua.
Di Papua penulis
melakukan penelitian mengenai kekerasan yang terjadi di sana. Tentu tidak mudah untuk menyelidiki hal
tersebut, tanpa bantuan dari penduduk lokal.
Selama tinggal di sana selama kurang lebih lima tahun penulis telah
mewawancarai lebih dari 350 orang.
Selama penelitian tersebut penulis menemukan beberapa hal yang
membingungkan, seperti:
·
Adanya pihak yang disatu sisi saling
bertentangan, namun disisi lain ada rumor yang mengatakan bahwa mereka saling
kerjasama.
·
Keterkaitan antara perusahaan multi-nasional
yang ada di sana dengan pihak yang bertikai.
·
Tempat terjadinya keributan yaitu Wasior.
Meskipun pada awalnya penulis merasa bingung, namun pada akhirnya penulis
dapat mengerti keterkaitan dari semuanya itu.
Penulis berpendapat bahwa melakukan penelitian di Papua telah membawanya
pada kesimpulan bahwa menjaga narasumber tetap rahasia tidak hanya untuk
melindungi mereka (narasumber) dari omong kosong birokratis, tetapi juga untuk
menghapus identitas mereka sama sekali.
Setelah selesai melakukan penelitian di Papua, tiba saatnya bagi penulis
untuk mengungkapkan hasil temuannya tersebut.
Ketika penulis mengungkapkan hasil penelitiannya tersebut, penulis
berkesempatan mengenal beberapa orang penting dari British Petroleum ( BP
). Dalam kesempatan ini penulis berniat
untuk membantu Papua untuk terbebas dari Indonesia, dalam kesempatan kali ini penulis pun membantu
salah satu aktivis HAM yang mengajaknya dalam rapat tersebut, John Rumbiak, namun
ternyata salah seorang dari petinggi BP mengatakan bahwa keributan yang terjadi
di sana adalah bukan lah skenario
dari BP. Namun hal tersebut
bertentangan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu narasumber
(salah seorang militer) yang diinterview penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic