MUTIARA HITAM DALAM
CENGKRAMAN SERIGALA
Perjalanan
belum selesai. Tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai tujuan. Babak baru
pun sudah dimulai. Sungguh amat sangat terasa melelahkan, tapi ini baru saja
dimulai. Kumpulkan tenaga, siapkan amunisi-amunisi yang cukup untuk menjaga
daya tahan tubuh ini. Oke kita mulai!.
Pada
edisi Review ke 9 ini,
Saya akan mencoba memetakan permasalahan atau konflik yang terjadi di Papua
Barat (West Papua) dari beberapa referensi yang telah Saya dapatkan. Jika
dilihat dari alur mundur, negara Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus
tahun 1945 tanpa Papua Barat, Saya ulangi TANPA PAPUA BARAT. Disinilah awal
terjadinya konflik antara Indonesia dan Papua Barat. Dimana pada saat Indonesia
merdeka, wilayah Papua Barat masih dikuasai oleh Belanda. Masyarakat Papua
Barat pun merasa jika Indonesia tidak memperdulikan nasib mereka. Ditegaskan
pula oleh Mohammad Hatta sang Wakil Presiden pertama yang menentang
dimasukkannya Papua Barat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (lihat Karkara
lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref). Tetapi, sang Presiden
pertama Soekarno menganggap Papua Barat adalah bagian dari NKRI. Namun,
faktanya Papua Barat masih berada dalam genggaman Belanda. Diadakanlah beberapa
agresi untuk merebut Papua Barat dari tangan Belanda.
Diawali
dengan mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) sampai pada akhirnya diadakan New
York Agreement, pada tahun 1964 Papua
Barat masuk dalam wilayah NKRI. Patut kita ketahui Amerika membantu Indonesia
dalam perebutan Papua Barat dari tangan Belanda tidaklah tanpa pamrih. Amerika
membujuk Belanda untuk melepaskan Papua Barat itu karena ada maksud tertentu.
Tanpa kita sadari pula, setelah Papua Barat lepas dari tangan Belanda, kemudian Amerikalah yang menguasai Papua Barat.
Faktanya, beberapa tahun kemudian tepatnya tahun 1967 Amerika mendirikan
perusahan sebut saja PT Freeport yang menginduk di Freeport Mc. Moran di Amerika
Serikat. PT
Freeport merupakan perusahaan pertambangan umum dengan produk akhir berupa konsentrat yang mengandung logam emas, tembaga
dan perak.
PT
Freeport adalah Perusahaan Tambang terbesar di dunia. Di Indonesia tepatnya di
Papua Barat PT Freeport mempunyai saham sebanyak 90,64% dan PT Indocooper hanya
mempunyai saham sebanyak 9,36%. Angka yang cukup mencengangkan memang. Tidak
salah jika PT Freeport di sebut sebagai Perusahaan Tambang terbesar di dunia. Namun,
telah ditemukan beberapa fakta buruk tentang PT Freeport tersebut. Secara
diam-diam dan
terselubung, Freeport telah mengambil kekayaan alam di Papua ini selain emas.
Dari laporan anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Papua ini yang digali
dari para karyawan dan beberapa masyarakat. Diketahui bahwa, selain
berupa konsentrat, Freeport juga mengeruk uranium. Uranium adalah bahan bakar
reaktor nuklir dan senjata nuklir yang nilainya jauh lebih tinggi dibanding
emas. Penambangan uranium memiliki dampak yang sangat
besar terhadap lingkungan. Komisaris
PT. Freeport Indonesia menampik kabar tersebut. Dikatakannya, Freepot hanya
menghasilkan konsentrat tembaga, perak dan emas. Tidak lebih dari itu. Dia
bekerja sesuai dengan kontrak karyanya dengan pemerintah.
Dalam
kontek kekayaan alam, Papua menjadi rebutan tiga Negara besar yaitu Amerika
Serikat, Inggris dan Australia. Kondisi ini diawali oleh keberadaan Freeport di
wilayah ini dan keberhasilannya mengeksplorasi seluruh kekayaan bawah bumi
Papua. Amerika
saat ini berada di garda paling depan dalam menguasai kekayaan alam Papua
melalui Freeport. Saking prospeknya
Papua bagi ketiga Negara tersebut, maka segala upaya dilakukan agar papua dapat
lepas dari NKRI. Maka gejolak yang muncul atau dimunculkan jauh melenceng dari persoalan sesungguhnya.
Seperti, masalah
pelanggaran HAM, pencemaran lingkungan, korupsi, konflik antar penduduk dan
lainnya.
Selain
Freeport, terdapat pula perusahaan-perusahaan asing yang meraup keuntungan
besar dari tanah Papua, diantaranya yaitu BP (British Petroleum), Newmont, Coca
cola, Chevron, Exxon Mobil, Shell, Conoco-Phillips, dll. Disinilah Saya dapat menyimpulkan bahwa konflik
yang terjadi di Papua Barat itu sengaja dibuat oleh perusahaan-perusahaan asing
di Papua, hal ini bertujuan agar tidak
ada perusahaan asing lain yang masuk ke tanah Papua. Jika ada perusahaan
baru yang datang ke Papua, jelas saja perusahaan-perusahaan asing yang sudah
lama ada di Papua akan kehilangan sebagian keuntungannya.
Berlanjut
pada bahasan artikel S. Eben Kirksey
yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow”. Setelah melewati beberapa
tahap diskusi yang mengaharukan, pada akhirnya Kami kelompok 3 (Aldha Willian, Anggi Miladi Shulhiyyah,
Siti Fadlun, dan Nurjannah) dan tidak lupa pula dibantu oleh kawan-kawan
tercinta kelas PBI C, khususnya Saya dapat memehami jalan cerita artikel tersebut.
Dimana pada paragraf 1-26, disana membicarakan tentang konflik yang terjadi di
tanah Papua Barat. Terdapat sebuah kesimpulan besar yaitu dimana peran
perusahaan BP (British Petroleum)
milik Inggris sebagai dalang utama
terjadinya konflik di Papua. BP membayar OPM, sebagai perhatian BP terhadap
OPM yang menginginkan merdeka dan memisahkan diri dari NKRI. Kemudian BP juga
membayar POLRI (militer Indonesia yang pro-pemerintah) untuk keamanan
perusahaannya. Belum berhenti disitu, BP juga membayar Militer Indonesia yang
pro-terhadap OPM, dan uang tersebut digunakan untuk menyuplai bahan logistik, intelejen,
dan senjata ke OPM. Dengan demikian, kuatlah OPM dengan adanya senjata
tersebut.
Seperti yang dituliskan Eben dalam
artikelnya, BP memprofokasi OPM, seperti dikemukakan oleh Dr. Grote “Masyarakat terbuka baik dan mereka
menciptakan lingkungan dimana bisnis tumbuh subur. Bekerja di Papua Barat
merupakan tantangan besar salah satu yang harus kami ambil. Kami yakin bahwa
kebijakan keamanan masyarakat akan tetap bekerja. Jika kami membatalkan proyek
ini maka perusahaan lain yang tidak berbagi kode etik akan masuk dan
mengembangkan ladang gas.” Jelas terlihat jika BP menciptakan konflik di
Papua Barat hanya semata-mata mereka tidak ingin perusahaan-perusahaan lain
masuk ke Papua Barat.
Selain memprofokasi OPM, menurut
pendapat Saya, BP pun melakukan politik adu domba terhadap pihak-pihak yang
sudah mereka bayar. Sebuah artikel menyebutkan bahwa dalam politik adu domba, konflik sengaja
diciptakan. Secara prinsip, praktik politik adu domba adalah memecah belah
dengan saling membenturkan (mengadu domba) kelompok besar yang dianggap
memiliki pengaruh dan kekuatan. Tujuannya adalah agar kekuatan tersebut
terpecah-belah menjadi kelompok-kelompok kecil yang tak berdaya. Dengan
demikian kelompok-kelompok kecil tersebut dengan mudah dilumpuhkan dan
dikuasai. Ketidak percayaan terhadap pimpinan atau suatu kelompok sengaja
diciptakan agar pemimpin atau kelompok tersebut tidak tumbuh besar dan solid.
Adakalanya tidak hanya ketidak percayaan, bahkan permusuhan pun sengaja
disemai. Teknik yang digunakan adalah agitasi, propaganda, desas-desus, bahkan
fitnah. Praktik seperti itu tumbuh subur saat ini. Selain itu penjajahan
Indonesia di papua saat ini, Pemerintah maupun TNI/POLRI menggandeng beberapa
pribumi untuk menjadi karyawan mereka, diberi kehidupan yang layak, tapi sadar
atau tidak, mereka dikondisikan untuk mengkhianati
bangsanya sendiri. Raja di satu kerajaan diadu domba dengan raja lain yang
pada akhirnya menimbulkan peperangan dan perpecahan. Alhasil saat itu tidak
muncul sebuah kerajaan yang besar dan kuat. Dengan kata lain, BP lah yang
mempunyai kekuatan terbesar (uang yang berperan penting) mengalahkan kaum lemah
yang haus akan uang. Miris sekali memang.
Dalam
artikelnya, Eben hanya mengaitkan BP terhadap konflik yang terjadi di Papua
Barat, muncul pertanyaan, kenapa harus BP? Kenapa tidak Freeport yang sudah
lama mendiami Papua Barat? Hal ini dikarenakan Eben mengadakan penelitiannya di
kota Wasior, dan Wasior merupakan tempat BP beroperasi. Muncul pertanyaan lagi,
kenapa Eben tidak menjelaskan tentang BP secara detail? Menurut pendapat Saya,
Eben melindungi BP berhubung BP adalah perusahaan yang berasal dari Inggris dan
Eben berasal dari Amerika Serikat, jika
kita melihat dari sejarah Inggris merupakan nenek moyang Amerika, otomatis Eben
menghormati sekali BP. Selain itu, Eben juga pro terhadap OPM yang menginginkan
merdeka.
Jadi
dapat disimpulkan, perusahaan-perusahaan asinglah yang menjadi propokator dari
adanya konflik yang terjadi di Papua Barat. Dimana mereka sengaja menciptakan
konflik tersebut dengan tujuan agar tidak ada perusahaan lain yang masuk ke
Tanah Papua. Setiap permasalahan tentunya akan ada solusi untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Beberapa solusi muncul pada saat kami mengadakan diskusi,
solusi-solusi ini mungkin dapat menjadi amunisi agar terselesainya konflik yang
terjadi, diantaranya yaitu:




Mungkin
hal itu tidak mudah dilakukan, tapi setidaknya sebagai warga negara Indonesia,
kita patut untuk menjaga apapun yang berada di wilayah Indonesia, karena itu
semua merupakan identitas bangsa Indonesia.
Referensi



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic