Konflik di Bumi Cendrawasih
Pagi
ini terasa sangat sejuk, bahkan cenderung dingin. Angin berhembus damai,
membuat pagi semakin dingin. Kumandang Adzan Subuh mengiringi goresan tinta
pertama saya pada class review kali ini. Nomor-nomor yang mengikuti kata “class
review” semakin bertambah, dari angka satu dan kini sudah sangat jauh ke angka
sembilan. Ya, ini adalah class review ke sembilan. Ada informasi yang
mengejutkan pada class review ke Sembilan ini. Informasi mengejutkan yang
terjadi di Bumi Cendrawasih, Papua.
Setelah pada pertemuan sebelumnya
saya diminta membaca 26 paragraf pada artikel yang berjudul “Don’t Use your Data as a Pillow”, kini
saatnya untuk membahas isi dari artikel tersebut. S. Eben Kirksey, penulis dari
artikel ini mengalami pengalaman yang sangat menarik dan menantang untuknya,
berawal hanya untuk meneliti El Nino yang terjadi di Papua ia berubah haluan
untuk menelisik lebih jauh tentang pencentus kekerasan yang terjadi di Papua.
Awalnya, Eben pergi ke Papua untuk
meneliti kekeringan yang terjadi disana. Sayangnya, sesampainya Eben di Papua
kekeringan sudah tidak lagi terjadi. Air surge turun dengan deras, membuat tak
ada satupun orang yang bisa diwawancarai. Eben menjadi sungkan untuk meneliti
kekeringan lagi.
Eben menemukan hal yang lebih
menarik yaitu ia melihat rakyat Papua yang ingin berpisah dari Indonesia. Latar
belakangnya adalah banyaknya pembunuhan anggota oposisi oleh militer Indonesia.
Salah satu kekejaman yang dilakukan militer Indonesia adalah menembak mati
orang-orang oposisi dan menenggelamkannya ke laut.
Eben
dipercaya oleh masyarakat Papua untuk bekerja sama, karena mereka menganggap
bahwa Eben memiliki keahlian untuk membantu mereka menyelidiki tentang terror
kekerasan yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia. Eben pun berharap
bahwa penelitiannya itu dapat membantu Rakyat Papua untuk memeluk
kemerdekaannya.
Kerusuhan yang terjadi di Papua,
khususnya di Wasior sudah memakan banyak korban. Korban-korban ini kebanyakan
para milisi Papua yang pada saat itu hidupnya merasa sangat terancam. Eben dan
kawannya, Denny sempat pergi ke Wasior untuk mencari tahu tentang adanya
militer Indonesia yang diam-diam mendukung gerakan Papua merdeka. Mereka juga
berniat untuk mewawancarai dukun di Wasior yang disebut sebut terlibat atas
jatuhnya pesawat yang membawa pasukan militer Indonesia.
Niat untuk mewawancarai dukun
diurungkan, Eben lebih memilh untuk mewawancarai teman Denny yang bernama Telys
Waropen seorang pakar HAM yang tinggal di Wasior dan tahu banyak tentang dukun
yang ada disana. Sepertinya Eben sudah tidak tertarik akan penelitiannya
tentang dukun itu. Eben berkali-kali merubah penelitiannya. Penelitian terakhir
yang sudah ia yakini yaitu ia ingin meneliti tentang keterlibatan British
Petroleum dalam kekerasan yang terjadi di Wasior, Papua.
Saat Eben dan Denny meneliti
hubungan antara British Petroleum dengan kerusuhan yang terjadi di Papua,
British Petroleum membersihkan citra dirinya dengan mengubah nama menjadi
Beyond Petroleum dengan menghabiakan uang 100 juta Euro. Setelah namanya
berhasil dibersihkan, BP mulai mengeksploitasi lahan minyak dan gas di Papua
yang diperkirakan memiliki keuntungan sebesar 198 milyar Dolar Amerika.
Informasi ini tertulis pada keseluruhan paragraph 19.
Kabarnya,
agen militer Indonesia memprovokasi kekerasan dalam upaya konvensional untuk menguntungkan "perlindungan" kontrak
BP. Ternyata, BP memiliki strategi dalam bisnisnya yaitu community based
security. BP juga merupakan mengucur dana untuk OPM dan militer double agent. Militer
double agent ini merupakan para militer yang berkhianat pada bangsa Indonesia
demi merauk sejumlah uang yang dijanjikan oleh BP.
Jadi
sebenarnya, BP memanfatkan konflik antara OPM dan aparat keamanan Indonesia yang
sudah terjadi sebelumnya yang dilatarbelakangi ingin merdekanya Papua. Pihak BP
memanfaatkan situasi itu untuk membuat Papua tetap seperti itu sehingga
perusahaan-perusahaan lain tidak berani untuk mendirikan perusahaannya di
Papua. BP memberikan suntikan dana kepada OPM. Lebih mengejutkan lagi, ada
beberapa oknum militer Indonesia yang mendukung OPM tetapi tetap berwajah manis
bagi Indonesia dan mereka mendapat sejumlah uang dari pihak BP. Karena OPM dan
militer Indonesia sudah bergabung maka polisi sangat terpojokkan dan meminta
lagi kontrak perlindungan dari BP. Jadi BP tidak perlu khawatir akan ada pesaing
bisnisnya akan datang ke Papua dan jalan ini mereka lakukan dengan tangan
bersih sedangkan OPM, militer, dan polisi lah yang harus berdarah-darah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic