Bacalah!
“If you don't have time to read,
you don't have the time to write. Simple as that”
Setengah
perjalan semester ini sudah terlewati, mata kuliah academic writing bersisa
setengah jalan lagi. Setengah perjalanan yang tersisa ini akan melibatkan
petualangan dan pertarungan sengit antara kami para mahasiswa mata kuliah ini,
teks, alat tulis, dan kertas. Sisa pertemuan untuk kurang lebih delapan
pertemuan ke depan memiliki tantangan yang begitu membuat bulu kuduk berdiri.
Tarikan dan hembusan nafas sedikit terasa memanjang saat tantangan ini sudah di
depan mata.
Bapak
Lala Bumela mengatakan kepada kami bahwa tugas berat kami setelah menulis
critical review adalah untuk membaca, membaca, dan membaca. Tentu membaca bagi
beliau bukan hanya sekedar tahu isi dari bacaan itu, tetapi juga menelisik
lebih jauh dan lebih dalam isi dari bacaan yang dibaca. Kami sangat dituntut
untuk menjadi pembaca yang memiliki dua pengalaman, extensive dan intensive
experience.
Ada
tiga kata yang tegas digarisbawahi oleh Bapak Lala yang harus kami, mahasiswa
miliki. Tiga keharusan itu adalah kefokusan, sebuah komitmen, dan daya banting
kita. Sedikit saja ada yang terlewat atau kehilangan titik focus, akan sulit
untuk menemukan titik focus itu kembali. Kami diminta untuk senantiasa
mempertahankan titik focus kami. Sebenarnya, tanpa diminta pun memang itulah
tugas kami. Dari awal kita sudah membuat komitmen, dengan penuh kesadaran kita
harus mematuhi komitmen itu. Yang paling sulit untuk dipertahankan dari tiga
kata yang tegas dikatakan oleh Bapak Lala Bumela, yaitu daya banting. Kita
harus mendesain diri kita ini lulus oleh uji tahan banting.
Seperti
yang tertulis pada paragraph kedua bahwa tugas berat kami di sisa perjalanan
ini adalah membaca. Kami diminta untuk membuat sebuah club membaca yang
beranggotakan lima orang. Kami dibebaskan memilih anggota club kami sendiri,
demi kenyamanan bekerja kami. Issue besar yang terpampang untuk hari itu dan
kurang lebih akan bertahan sampai dua minggu ke depan adalah tentang “PAPUA
BARAT”.
Tugas
setiap club membaca adalah menganalisis setiap kalimat yang tertulis pada
artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow”
dan kami harus menulis setiap detail yang disampaikan oleh teman satu club
membaca kami ini.anggota club mambaca saya adalah Sandi Pramuji, Siti Hurriyah,
Siti Roki’ah, dan Wiwi Rif’atul Qodriyah. Kami diberi waktu selama duapuluh
menit untuk memecahkan misteri yang ada pada “Don’t Use Your Data as a Pillow” ini. Sebelum
kami memulai berdiskusi tentang artikel ini, Bapak Lala member sebuah sajian
awal berupa Trivia Quiz untuk kami.
Soal-soal
trivia quiz ini adalah sebagai berikut:
} What is West Papua? And where is
it located?
} What differences can you spot
between PAPUA and IRIAN JAYA?
} In what year the land called Papua
integrated into NKRI?
} What is Trikora?
} What are the roles of Soekarno in
the integration of Papua into NKRI?
} What did the Dutch colonial do in
Papua?
} What are the roles of US-UN and
our neighbouring countries in the Papua conflicts?
} What is Organisasi Papua Merdeka
(OPM) and who finances them?
} Will you personally support Papua to become a newly seperated country? Why?
Berikut
adalah jawaban-jawaban yang saya dapat dari Trivia Quiz ini. Jawaban dari
pertanyaan di atas saya buat saling berkaitan antara jawaban soal satu sapai
terakhir dalam paragraph yang padu. Papua Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia Provinsi Papua Barat terletak antara 0 – 4 derajat Lintang
Selatan dan 124 – 132 derajat Bujur Timur, tepat dibawah garis katulistiwa
dengan ketinggian 0 – 100 meter dari permukaan laut. Luas wilayah Provinsi
Papua Barat sebesar 126.093 kilometer persegi. Batas Utara: Laut Pasifik, Batas
Barat: Laut Seram Provinsi Maluku, Batas Selatan: Laut Banda Provinsi Maluku,
Batas Timur: Provinsi Papua. Nama provinsi ini sebelumnya adalah Irian Jaya Barat yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi Papua Barat. Papua Barat
dan Papua merupakan provinsi yang memperoleh status otonomi khusus.
Secara administratif, Provinsi Papua
Barat terdiri dari delapan kabupaten dan satu kotamadya, yaitu Kabupaten
Fak-fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni,
Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja
Ampat, dan Kotamadya Sorong. Terdiri dari 124 Kecamatan, 48 Kelurahan, dan 1173
Kampung. Pada tahun 1990 jumlah penduduk di Provinsi Papua Barat tercatat
sebanyak 385.509 jiwa, sedangkan pada tahun 2000 tercatat 571.107 jiwa, dan
tahun 2007 telah mencapai 722.981 jiwa.
Penduduk Provinsi Papua Barat
memeluk agama yang berbeda-beda, namun kerukunan hidup beragama dapat terjaga
dengan baik, hal ini terlihat dari tumbuhnya fasilitas peribadatan bagi semua
pemeluk agama dan bertambahnya rohaniawan dari masing-masing agama. Data Tahun
2006 menunjukkan bahwa prosentase terbesar pemeluk agama adalah Kristen
Protestan (50,70%), kemudian Islam (41,27%), Kristen Katolik (7,70%), Hindu
(0,12%), Budha (0,08%) dan Konghucu (0,01%). Pada Provinsi Papua Barat terdapat
Kabupaten yang mendapat julukan Kota Injil yaitu Kabupaten Manokwari dimana
pertama kali Injil datang ke Tanah Papua di Pulau Mansinam yang merupakan
wilayah Kabupaten Manokwari.
Tak
banyak orang tahu, bahwa kata ‘Papua’ tidak disukai oleh penduduk asli bumi
Cendrawasih tersebut. Mereka lebih suka menyebut negeri mereka dengan nama Nuu
Waar. Nuu Waar adalah dua kata bahasa Irarutu di kerajaan Tota Kaimana, yakni
Nuu Eva. Nuu bermakna sinar, pancaran atau cahaya. Sementara Waar dari kata
Eva, yang makna pertama adalah ‘mengaku’ atau diterjemahan dengan makna lebih
dalam yang artinya ‘menyimpan rahasia’. Dari bahasa Onim (Patipi) Nuu juga
adalah cahaya. Waar artinya perut besar yang keluar dari perut Ibu. Maka nama
Nuu Waar artinya negeri yang mengaku menyimpan atau memikul rahasia.
Nama
Nuu Waar nama yang berkembang dengan siar islam sejak kehadiraan Samudera
Pasai, Raden Fatah pada abad 13 M, Aru Palaka sampai Sultan Tidore pada abad 15
M dengan wilayah Kesultanan dan kekuasaan melalui perdagangan sampai ke Nuu
Waar. Pergantikan nama Nuu Waar menjadi Papua dan Irian terjadi sejak 1214
masehi. Kata Papua’ itu sendiri diambil dari beberapa bahasa daerah di Nuu
Waar, yang maknanya hitam, keriting, bodoh, jahiliah, jahat, perampok, pemeras,
pemerkosa, bahkan lebih sadis dimaknai sebagai suka makan orang.
Makna
negatif itulah yang membuat suku asli tidak suka pada kata ‘Papua’. Namun oleh
bangsa Portugis kata itu terus dikembangkan, sehingga membentuk opini. Upaya
tersebut juga bagian dari politik memecah belah warga setempat. Setelah bangsa
Portugis tidak lagi menjajah, nama Papua terus dipopulerkan oleh Belanda.
Pada
Desember 1961 Presiden Soekarno melakukan operasi trikora. Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah konflik selama
dua tahun
yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember
1961, Soekarno
mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta.
Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor
Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima.
Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi
militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Frans,
seorang tokoh sejarah dari Papua mengatakan bahwa sejak Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945 berdasarkan azas uti prossidentis juris, Azas ini diakui
dalam hukum internasional dan sudah dipraktikan secara luas di berbagai negara.
Azas ini pada intinya mengatur bahwa batas wilayah negara bekas jajahan yang kemudian merdeka,
mengikuti batas wilayah sebelum negara tersebut merdeka. Konsekuensi
logisnya, Papua
Barat (West Papua) otomatis
beralih statusnya menjadi bagian wilayah Republik Indonesia sejak saat
proklamasi 17 Agustus 1945. Peta di bawah ini memperkuat argumen
di atas :
Papua
adalah bagian dari Indonesia namun ditahan oleh Belanda untuk
sementara waktu dan diserahkan kepada Indonesia melalui proses
Pepera. Namun, Penentuan Pendapat Rakyat (PAPERA) adalah cacat hukum, yang
tentu tidak sesuai dengan fakta sejarah. Perwakilan orang Papua Asli saat itu
hanya sampai di Jakarta dan tidak dihadirkan di New York. Tapi orang Indonesia
dari Jakarta yang melakukan Perjanjian PEPERA atas nama perwakilan orang asli
Papua.
Sejarah
membuktikan bahwa Papua memang sudah di bawah NKRI sejak kemerdekaan 17 Agustus
maka dengan adanya 1 Mei 1963 merupakan langkah strategis berdasar
Perjanjian New York yang memperkuat kembalinya Papua ke pangkuan ibu
pertiwi.
Dengan
demikian, status persoalan Papua bukan harga mati atau sudah final masuk bagian
NKRI. Jadi yang tepat, Indonesia merebut kembali Papua/Irian melalui
jalan diplomasi. “Karena itu istilah yang tepat adalah
Papua/Irian ‘diperoleh kembali’ atau ‘masuk kembali’ Papua ke NKRI, bukan
diintegrasikan,” tegasnya.
Dulunya,
Wilayah Papua atau Irian Jaya menjadi bagian Hindia Belanda Timur sejak tahun
1828 yang kemudian dikenal dengan nama Irian Barat. Wilayah ini tetap dijajah
Belanda setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945 dan
pengakuan kedaulatan penuh oleh Belanda 1949. Alasan Belanda untuk mempertahankan Papua adalah bahwa
pada saat itu Belanda sedang mengadakan eksplorasi / penelitian sumber daya
alam di Irian dan berhasil menemukan fakta bahwa di Irian Barat terdapat
tambang emas dan uranium terbesar di dunia.
Dalam
pembebasan papua banyak Negara tetangga yang ikut berperan dalam pembebasannya,
tetapi banak tujuan-tujuan yanag terselubung dalam peran mereka contohnya saja
Amerika. Akar Masalah Integrasi Papua tahun 1962 yang merupakan rekayasa
kepentingan Amerika dan Indonesia tanpa mekanisme, one man one vote (satu orang
satu suara). PT Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, masuk tahun 1967,
sebelum status Papua resmi masuk Indonesia di dewan PBB tahun 1979.
Indonesia menempuh jalur diplomasi secara regional dengan
mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika yang
diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan
Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh
kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.
Di papus, ada organisasi yang
dinamakan OPM. OPM tidak mengurusi persoalan agama demikian juga dengan isu
rasisme yang sempit, siapapun anda, darimanapun asal, apapun keyakinan, anda
punya hak dan dilindungi negara untuk menjalani kehidupan di Tanah Papua sesuai
dengan perundang undangan negara yang nantinya berlaku.
OPM murni memperjuangan harkat dan
martabat teritorial Bangsa Papua Barat dari Sorong sampai Merauke berdasarkan
Fakta Hukum, Fakta Sejarah yang mana Papua di korbankan dengan skeme sebagai
berikut : Otak intelektualnya adalah America untuk Freeport menanda tangani
Kontrak secara ilegal dengan Indonesia tahun1967 sebelum Pepera 1969.
Organisasi
Papua Merdeka (OPM) yang sekarang secara gencar mengembangkan manuver
internasionalnya lewat Free West Papua Campaign, kiranya perlu
dicermati secara intensif dan penuh kewaspadaan. Betapa tidak. Pada 28 April
2013 lalu, kantor perwakilan OPM di Oxford, Inggris secara resmi dibuka. Tak
pelak lagi, hal ini mengindikasikan semakin kuatnya tren ke arah
internasionalisasi isu Papua tidak saja di Amerika Serikat, melainkan juga di
Inggris, Australia dan Belanda.
Bayangkan,
pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris dihadiri oleh Walikota Oxford
Mohammaed Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris,Andrew Smith, dan mantan
Walikota Oxford, Elise Benjamin. Bagaimanapun juga hal ini secara
terang-benderang menggambarkan adanya dukungan nyata dari berbagai elemen
strategis Inggris baik di pemerintahan, parlemen dan tentu saja Lembaga Swadaya
Masyarakat.
Bila
ditanya apakah saya setuju atau tidak bila Papua ingin memisahkan diri dari
Indonesia, saya akan menjawab setuju. Saya berani berkata seperti ini karena
saya tidak dapat melakukan apa-apa untuk membela Papua bila orang-orang di
tahta teratas sendiri seakan menganaktirikan Papua. Pemimpin kita dahulu
terlihat sangat terburu-buru untuk melakukan perjanjian dengan Amerika yang
memberikan ijin penambangan demi membeli senjata untuk melawan Belanda. Menurut
salah satu sumber Indonesia hanya mendapatkan 1% dari hasil pertambangan dan
Amerika mendapatkan 99% sampai 2041
Setelah membahas tentang Trivia
Quiz, kini saatny amembahas hasil diskusi club membaca kami tentang artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow”. Pada
diskusi kali ini kami hanya sempat membahas tentang judul dari artikel ini
saja. Kami menggarisbawahi dua kata yang nantinya akan didiskusikan lebih
dalam, yaitu kata Data dan Pillow.
Menurut Sandi Pramuji, Data
merupakan sumber informasi dan Pillow adalah Bantal, sandaran, dan pedoman
untuk mengungkap sesuatu. Sandi berkesimpulan bahwa judul ini mengatakan bahwa
jangan menggunakan data mentah yang telah dimanipulasi oleh penulis yang
memiliki ideology tertentu sebagai sandaran dalam mengungkap sesuatu, khususnya
sejarah.
Siti Roki’ah berpendapan bahwa data
merupakan sumber dan ia mengatakan bahwa pillow adalah sandaran. Siti Roki’ah
berpendapat bahwa tidak semua data bisa dijadikan sandaran. Penggunaan data
bergantung pada pembacanya. Pembaca harus menjadi qualified reader dan critical
reader.
Wiwi Rif’atul Qodriyah berkata lain
tentang ini. Menurutnya, data merupakan sekumpulan informasi tentang suatu hal
yang belum tentu kebenarannya. Pillow menurut Wiwi adalah referensi, sandaran,
dan pegangan. Wiwi mengatakan bahwa belum tentu semua data itu benar, kita
harus bisa menyeleksi data yang akan dijadikan sandaran.
Menurut rekan satu club saya satu
lagi yaitu Siti Hurriyah, data merupakan informasi dan pillow adalah landasan.
Hampir sama dengan yang lain, ia berkata bahwa jangan pernah menggunakan data
yang belum valid sebagai sebuah landasan.
Empat pendapat rekan satu club saya
sudah tertuliskan. Saya sendiri berpendapat bahwa data adalah informasi dan
pillow itu sandaran. Menurut saya satu informasi itu jangan asal ssaja dijadikan
sebuah sandaran, harus ada informasi pendukung lainnya. Kita harus mencari
ceruk-ceruk baru lagi untuk menjadikannya sebuah sandaran
Dapat
disimpulkan pada class review kali ini baahwa Papua Barat, yang merupakan isu
besar kami memperlihatkan bahwa untuk membaca memerlukan extensive experience. Class
review kali ini memiliki beban panggul sangat berat karena kami dituntut untuk
mencari ceruk baru yang sangat banyak. Sekali lagi ditekankan bahwa kita harus
menjadi seorang qualified reader.
References :
Retrieved April 05, 2014 from http://forum.kompas.com/nasional/45916-papua-sudah-lepas-dari-nkri-tahun-1961-benarkah.html
Retrieved April 05, 2014 from http://www.papuapos.com/index.php/warta-daerah/kab-nduga/item/2045-papua-masuk-nkri-melalui-kekuatan-diplomasi-bukan-aneksasi
Retrieved April 06, 2014 from http://pembebasan-papua.blogspot.com/
Retrieved April 06, 2014 from http://sejarah.kompasiana.com/2011/10/30/papua-secara-historis-bagian-nkri-408249.html
Retrieved April 06, 2014 from http://widhisejarahblog.blogspot.com/2010/09/perjuangan-bangsa-indonesia-merebut.html
Retrieved April 06, 2014 from http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=12964&type=99#.U0E1T-zjLlw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic