We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Minggu, 06 April 2014

8th Class Review

Berkarib dengan Sejarah

Sinar matahari mulai menyebar ke hamparan bumi, sehingga panasnya sangat terasa bagi manusia. Beberapa hari ini, udaranya tidak bersahabat. Terlalu menyegat sampai ke lapisan kulit terdalam.  Namun semua itu tidak menghentikan aktivitasku. Setelah diberi waktu untuk beristirahat sejenak. Sekarang waktunya untuk memulai kembali dan berkarib dengan keheningan, malam dan menari di atas kertas. Tak lupa mulai mengarungi lautan academic writing kembali, dimana kita sudah berada di tengah-tengah lautan. Butuh perjuangan yang banyak bila ingin singgah ke samudera.
4 April 2014 merupakan pertemuan ke sembilan dengan mata kuliah writing 4. Pada pertemuan ini akan berkarib dengan “Reading Time” tentang teks “Don’Use Data as a Pillow”. Sebelum membahas tentang apa yang terjadi di kelas, sebaiknya iklan terlebih dahulu. Mr lala berkata bahwa mengajar writing capeknya luar dalam, “Writing is real job”. Saya juga berfikir seperti itu karena dibandingkan dengan speaking dan listening adalah tidak terlihat wujudnya, tidak seperti writing.
Real job dalam pembahasan di atas adalah sebagai Multilingual Writer and Reader. Seperti yang dikatakan oleh Pak A. Chaedar Alwasilah (2002: 163) bahwa “dalam dimensi bahasa beranologi ke dimensi monolingual, bilingual, dan multilingual”. Dalam multilingual writer itu seorang penulis dapat menggunakan bahasa ib maupun bahasa Ingris itu sendiri. Namun lihatlah pada zaman sekarang bahwa banyak remaja yang tidak  memperdulikan bahasa daerah untuk menulis. Sebagai  penulis yang baik adalah mampu menjadi multilingual writer, tetapi sebelumnya harus menjadi multilingual reader.
Dalam perjalanan menuju setengah lautan lagi harus membahas point-point di  bawah ini:
-  A better framework of the sacred word “ATTITUDE”
-  A constant reading (extensive and intensive) experience
-  A constant discussion with the best partner
-  A constant dua every single second!
-  A constant gathering outside the classroom
-  A constant FOCUS is a must!
-  A constant COMMITMENT is a must!
-  A constant PERSEVERANCE is a must!
- A constant TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK is a must!

Kami diberi waktu untuk berdiskusi (dengan satu kelompok berisi lima orang) tentang teks “Don’t use data as a pillow” yang membahas tentang research dari S. Eben Kirksey yang membahas Papua Barat. Kami diperintahkan untuk menanalis teks setiap kalimat bukan paragraph. Baru setelah menganalisa kalimat berlanjut ke setiap paragrafnya, karena menurut Mr Lala harus berangkat dari hal terkecil menuju ke hal terbesar. 
Pada awalnya kita berdiskusi tentang judulnya terlebih dahulu. Kelompok saya beranggotakan lima orang yaitu Ria Nuralawiyah, Restu Fajri Neila, Siti Andini, Sri Maryati dan saya Riana Indrawati. Pada pembahasan mengenai judul yang harus diperhatikan adalah kata “data” dan “pillow”. Sri mengartikan bahwa data adalah sumber sumber lain. Sedangkan Restu mengartikan data sebagai sumber lain atau pengetahuan lain, sedangkan Andini berendapat bahwa data adalah kumpulan informasi, jawaban Andini hampir sama dengan pendapat saya dengan Ria. Saya berpendapat bahwa data adalah informasi yang terdapat dari sebuah penelitian, dan Ria berpendapat bahwa kumpulan informasi yang sudah terdapat dalam otak kita. Jadi, dapat disimpulkan bahwa data adalah informasi yang dalam hal ini di dapatkan adalam konteks penelitian.
Kemudian, diskusi kami berlanjut ke kata “pillow”. Dalam mengartikan kata pillow ini sedikit sulit. Sri mengartikan pillow adalah sebagai kenyamana atau sandaran. Sedangkan Restu mengartikan bahwa pillow itu merupakan tidak terfokus pada satu titik dan harus lebih luas. Siti Andini berpendapat bahwa pillow adalah jangan gunakan data satu saja. Saya berpendapat bahwa pillow adalah dalam konteks penelitian, tidak hanya terfokus dalam satu data saja melainkan melakukan penelitian kembali dan dikombinasikan dengan data-data yang lain. Sedangkan berbeda dengan Ria mengartikan bahwa pillow itu tidak hanya informasi satu saja, melainkan harus dengan informasi dan pengetahuan yang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pillow adalah barometer atau sandaran. Jadi, kemompok kami mengartikan judul “Don’t use data as a pillow” adalah sebuah informasi yang didapatkan dari penelitian dan iformasi tersebut jangan dijadikan sebagai sandaran saja, melainkan mengambil dari sumber lain.
Diskusi kami dilanjutkan setelah membahas judul lalu ke paragraph pertama kalimat pertama  yaitu “A small feast had been prepared for my going away party: salty sago pudding, fish broth, fried papaya leaves, boiled yams, and chicken.” Menurut Siti Andini, pada kalimat pertama itu dapat diartikan pesta perpisahan unutuk penulis. Menurut saya adalah menyiapkan segala sesuatu supaya pesta itu berjalan dengan lancar. Sedangkan menurut Sri Maryati adalah mempersiapkan pesta perpisahan. Begitu juga menurut Restu yaitu memperiapkan pesta agar tertata dengan baik dan berjalan dengan lancar. Berbeda dengan Ria Nuralawiyah yang bependapat bahwa pesta kecil yang harus dipersiapkan dengan baik dan menyiapkan dengan lengkap dan kalimat pertama itu dapat dianalogikan dengan judulnya. Pesta itu dapat dianalogikan sebagai sebuah data.
Awalnya kelompok kami berdebat masalah kalimat pertama ini, karena tiba-ba membicarakan tentang pesta. Saya dan Ria berpendapat tentang kalmat pertama yang dapat dianalogikan dengan judul. Tapi, berbeda dengan Sri dan Andini yang tidak setuju bahwa kalimat pertama itu dapat dianalogikan. Mereka berpendapat bahwa itu hanyalah sebuah pesta perpisahan untuk seorang penulis, karena kalimat-kalimat selanjutnya itu masih berhubungan dengan pesta. Jadi, dapat disimpulkan dalam kelompok kami tentang kalimat pertama pada paragraph pertama adalah sebuah pesta perpisahan untuk S. Eben Kirksey yang dilakuan oleh warga Papua dan dalam pesta tersebut menghidangkan banyak makanan yang khas dari daerah Papua, seperti pudding sagu asin, kaldu ikan, daun pepaya goreng, ubi rebus, dan ayam.
Setelah waktu 20 menit itu habis, kami diperintahkan untuk membacakan hasil diskusi setipa kelompok dan Mr Lala menjelaskan tentang data adalah sebuah informasi, bukan sumber informasi, kerena sebuah informasi dan sumber informasi itu berbeda dan data dalam hal ini gunakan untuk konteks penelitian. Dalam teks “Don’t Use Data as a Pillow” itu merupakan penelitian yang dilakukan oleh S. Eben Kirksey.                       

            Berhubungan dengan data yang dikemukakan oleh Lehtonen (2000:48) bahwa “Correspondingly, ‘text’ can mean any orm of signification: writings, photographs, movies, newspaper and magazines advertisements and commercials; all and all, every kind of human signification practice. These, in turn, often combine spoken dan written words, images and sounds. Indeed, categorizing texts is not always an easy task, and all categorizing has its own problematic. One way is to divide texts into verbal and nonverbal categories. Verbal texts however can be either written or spoken, just as non-verbal texts can be images or sounds. Another way is to make a distinction between visual and auditory texts.” Jadi, jelas bahwa data itu bukan hanya lewat tulisan saja, melainkan dari visual dan picture juga termasuk gambar. Pembahasan berlanjut ke kata “Pillow”. Menurut Mr Lala pillow itu  sifatnya optional. Kebanyakan dari kelompok kami (PBI-C) mengartikannya sebagai suah sandaran.
Dalam slidenya Mr Lala ada pertanyaan yang harus dibahas, tentunya mengenai Papua Barat, Irian Jaya, NKRI, dan reformasi. Kami diperintahkan untk menjawab sembilan pertanyaan tentang Papua (Trivial Quiz).

1.      What is West Papua? And where is it located?
Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya).
 
 


2.      What differences can you spot between PAPUA and IRIAN JAYA?
(PAPUA) Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea).
(IRIAN JAYA) Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.
3.      In what year the land called Papua integrated into NKRI?
Kelicikan Belanda membentuk negara bonekanya di papua itu, tentu saja membuat bangsa Indonesia berang. Maka pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara Jogjakarta, Presiden Indonesia Soekarno mengumumkan Trikora ( Tri Komando Rakyat) untuk mengembalikan Irian Barat kepangkuan Negara Republik Indonesia. Konfrontasi dengan Belandapun tak terhindarkan.
4.      What is Trikora?
Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Isi trikora adalah sebagai berikut:
1. Gagalkan pembentukan "Negara Papua" bikinan Belanda kolonial
2. Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa
5.      What are the roles of Soekarno in the integration of Papua into NKRI?
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda. Pemerintah Belanda kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua bagian barat, namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka waktu 1 tahun.
6.      What did the Dutch colonial do in Papua?
Dutch colonial (Pemerintah Belanda) pada tahun 1957 mulai bekerjasama dengan Australia untuk men-dekolonisasi wilayah koloni mereka masing-masing, namanya wilayah Papua dan New Guinea (Australia) dan Nederland Nieu Guinea (Belanda).
7.      What are the roles of US-UN and our neighbouring countries in the Papua conflicts?
Melalui upaya diplomasi yang alot yang difasilitasi PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa), Belanda akhirnya mau menandatangani New York Agreement (NYA) bersama Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1962. Indonesia diwakili oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan C.W.A. Schurmann. Isi kesepakatan itu intinya memuat road map penyelesaian sengketa atas wilayah Papua/Irian Barat. Lima hari kemudian (20 September 1962) dilakukan pertukaran instrumen ratifikasi NYA antara Indonesia dengan Belanda tetapi pertukaran tersebut tidak menjadikannya otomatis berlaku,karena PBB terlibat. Maka PBB pun membawa Persetujuan bilateral (NYA) ini ke dalam forum PBB, yang kemudian diterima dan dikukuhkan dengan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1752 yang mulai berlaku 21 September 1962.
Agar Belanda tidak kehilangan muka, perundingan New York (NYA) mengatur penyerahan kekuasaan dari Belanda atas tanah Papua dilakukan secara tidak langsung. Belanda menyerahkannya kepada PBB, baru setelah itu PBB menyerahkanya ke pemerintah Indonesia melalaui referendum (PEPERA).
Maka terjadilah pada 1 Oktober 1962, wakil gubernur jenderal Belanda H. Veldkamp menyerahkan kekuasaannya atas Papua Barat kepada sebuah badan PBB yang khusus dibentuk untuk mengurusi masalah Papua tersebut. Badan PBB itu bernamaUNTEA (United Nations Temporary Executive Authority). Pada acara penyerahan itu, H. Veldkamp mengatakan : “Mulai saat ini, akibat persetujuan Indonesia akibat persetujaun Internasional yang berhubungan dengan itu, maka tanah dan bangsa Nieuw Guenea Barat telah ditempatkan di bawah kepemerintahan yang baru : Penguasa sementara perserikatan bangsa-bangsa. Kedaulatan Netherlands atas tanah ini telah berakhir. Tibalah suatu jangka waktu yang baru, jangka mana berlangsung sampai pada saat pertanggunganjawab atas pemerintahan diserahkan kepada Indonesia sepenuhnya.” (Mangasi Sihombing, 2006:32).

Referendum (PEPERA)
UNTEA lalu mempersiapkan referendum. Pada tanggal 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada Indonesia. Hollandia yang tadinya menjadi pusat kekuasaan kerajaan Belanda di Papua, diubah namanya menjadi Kota Baru. Momentum 1 Mei ini hingga kini diperingati sebagai Hari kembalinya Papua ke dalam NKRI. Tiga hari kemudian, tepatnya 4 Mei 1963 Bung Karno menjejakkan kakinya di Tanah Papua. Di hadapan ribuan orang Papua di Kota Baru, Bung Karno dengan semangat membara menyampaikan pidato :
“Irian Barat sejak 17 Agustus 1945 sudah masuk dalam wilayah Republik Indonesia. Orang kadang-kadang berkata, memasukan Irian Barat ke dalam wilayah Ibu Pertiwi. Salah! Tidak! Irian Barat sejak daripada dulu sudah masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia…” (cuplikan pidato Bung Karno di Kota Baru, Jayapura, tanggal 4 Mei 1963) Pada 5 September 1963, Papua bagian barat dinyatakan sebagai “daerah karantina”. Pemerintah Indonesia membubarkan Dewan Papua dan melarang bendera Papua dan lagu kebangsaan Papua yang di bentuk oleh belanda. Keputusan ini ditentang oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Proses persiapan referendum memakan waktu tujuh tahun. Baru pada tahun 1969, referendum (PEPERA) digelar dengan disaksikan oleh dua utusan PBB. Hasilnya, Papua akhirnya kembali ke pangkuan NKRI. Maka jadilah Papua menjadi provinsi ke-26 Indonesia dengan nama Irian Jaya. Namun keputusan ini lagi-lagi ditentang OPM dan sejumlah pengamat independen yang diprovokasi Belanda.Negara-negara Barat yang dimotori Amerika Serikat mendukung hasil PEPERA itu punya alasan karena tidak ingin Indonesia bergabung dengan pihak Uni Soviet (lawan mereka).
Inipun belum berakhir, Hasil PEPERA harus diuji dalam Sidang Majelis Umum PBB. Dan, lagi-lagi sejarah mencatat, PBB akhirnya mengesahkan hasil PEPERA dengan sebuah Resolusi Majelis Umum PBB No. 2504 tanggal 19 Oktober 1969.  Bahwa kemudian PEPERA diragukan keabsahannya, itu adalah bahasa kecewa sekelompok aktivis Papua yang sengaja di bentuk dan dibiayai oleh Belanda yang lahir jauh setelah PEPERA disahkan. Mereka terus berupaya agar di Tanah Papua dilakukan referendum ulang. Padahal mereka tahu bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan.
8.      What is Organisasi Papua Merdeka (OPM) and who finances them?
Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah sebuah organisasi yang didirikan tahun 1965 dengan tujuan membantu dan melaksanakan penggulingan pemerintahan yang saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia, sebelumnya bernama Irian Jaya, memisahkan diri dari Indonesia, dan menolak pembangunan ekonomi dan modernitas. Organisasi ini mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliranMaois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan Nasional Amerika Serikat.
Organisasi ini dianggap tidak sah di Indonesia. Perjuangan meraih kemerdekaan di tingkat provinsi dapat dituduh sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara. Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik, mengibarkan bendera Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua. Para pendukungnya sering membawa-bawa bendera Bintang Kejora dan simbol persatuan Papua lainnya, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang nasional. Lambang nasional tersebut diadopsi sejak tahun 1961 sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963 sesuai Perjanjian New York.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada pertemuan ke delapan dan untuk dua minggu kedepan akan terus “Reading Time” dan teksnya adalah “Don’t Use Data as a Pillow”. Kami harus menganalisis kalimat demi kalimat, paragraph demi paragraph dalam teks “Don’t Use Data as a Pillow” yang d dalamnya berisi penelitian dari S. Eben Kirksey tentang penetian di Papua Barat. Writing merupakan real job, dan penulis yang baik adalah penulis yang mampu menjadi multilingual writer and reader. Pad kegitan yang belangsung dikelas membahas tentang teks “Don’t Use Data as a Pillow”. Menurut kelompok saya, data adalah adalah informasi yang dalam hal ini di dapatkan adalam konteks penelitian dan pillow adalah adalah barometer atau sandaran. Jadi, kemompok kami mengartikan judul “Don’t use data as a pillow” adalah sebuah informasi yang didapatkan dari penelitian dan iformasi tersebut jangan dijadikan sebagai sandaran saja, melainkan mengambil dari sumber lain. Pada pembahasn ini pula banyak membahas tentang sejarah Papua, Irian Jaya, Papua Barat, OPM dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic