Berkarib dengan Sejarah
Sinar
matahari mulai menyebar ke hamparan bumi, sehingga panasnya sangat terasa bagi
manusia. Beberapa hari ini, udaranya tidak bersahabat. Terlalu menyegat sampai
ke lapisan kulit terdalam. Namun semua
itu tidak menghentikan aktivitasku. Setelah diberi waktu untuk beristirahat
sejenak. Sekarang waktunya untuk memulai kembali dan berkarib dengan
keheningan, malam dan menari di atas kertas. Tak lupa mulai mengarungi lautan
academic writing kembali, dimana kita sudah berada di tengah-tengah lautan.
Butuh perjuangan yang banyak bila ingin singgah ke samudera.
4
April 2014 merupakan pertemuan ke sembilan dengan mata kuliah writing 4. Pada
pertemuan ini akan berkarib dengan “Reading Time” tentang teks “Don’Use Data as
a Pillow”. Sebelum membahas tentang apa yang terjadi di kelas, sebaiknya iklan
terlebih dahulu. Mr lala berkata bahwa mengajar writing capeknya luar dalam, “Writing is real
job”. Saya juga berfikir seperti itu karena dibandingkan dengan speaking dan
listening adalah tidak terlihat wujudnya, tidak seperti writing.
Real
job dalam pembahasan di atas adalah sebagai Multilingual Writer and Reader. Seperti yang dikatakan oleh Pak A.
Chaedar Alwasilah (2002: 163) bahwa “dalam dimensi bahasa beranologi ke dimensi
monolingual, bilingual, dan multilingual”. Dalam multilingual writer itu
seorang penulis dapat menggunakan bahasa ib maupun bahasa Ingris itu sendiri.
Namun lihatlah pada zaman sekarang bahwa banyak remaja yang tidak memperdulikan bahasa daerah untuk menulis. Sebagai penulis yang baik adalah mampu menjadi
multilingual writer, tetapi sebelumnya harus menjadi multilingual reader.
Dalam perjalanan menuju
setengah lautan lagi harus membahas point-point di bawah ini:
- A better framework of the sacred word “ATTITUDE”
- A constant reading (extensive and intensive) experience
- A constant discussion with the best partner
- A constant dua every single second!
- A constant gathering outside the classroom
- A constant FOCUS is a must!
- A constant COMMITMENT is a must!
- A constant PERSEVERANCE is a must!
- A constant TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK,
TEAMWORK is a must!
Kami diberi waktu untuk berdiskusi (dengan
satu
kelompok berisi lima orang) tentang teks “Don’t use data as a pillow”
yang
membahas tentang research dari S. Eben Kirksey yang membahas Papua
Barat. Kami
diperintahkan untuk menanalis teks setiap kalimat bukan paragraph. Baru
setelah menganalisa kalimat berlanjut ke setiap paragrafnya, karena
menurut Mr Lala
harus berangkat dari hal terkecil menuju ke hal terbesar.
Pada awalnya kita berdiskusi tentang judulnya
terlebih dahulu. Kelompok saya beranggotakan lima orang yaitu Ria Nuralawiyah,
Restu Fajri Neila, Siti Andini, Sri Maryati dan saya Riana Indrawati. Pada
pembahasan mengenai judul yang harus diperhatikan adalah kata “data” dan
“pillow”. Sri mengartikan bahwa data adalah sumber sumber lain. Sedangkan Restu
mengartikan data sebagai sumber lain atau pengetahuan lain,
sedangkan Andini berendapat bahwa data adalah kumpulan informasi,
jawaban Andini hampir sama dengan pendapat saya dengan Ria. Saya
berpendapat bahwa data
adalah informasi yang terdapat dari sebuah penelitian, dan Ria
berpendapat
bahwa kumpulan informasi yang sudah terdapat dalam otak kita. Jadi,
dapat
disimpulkan bahwa data adalah informasi yang dalam hal ini di dapatkan
adalam konteks penelitian.
Kemudian, diskusi kami berlanjut ke kata “pillow”.
Dalam mengartikan kata pillow ini sedikit sulit. Sri mengartikan pillow adalah
sebagai kenyamana atau sandaran. Sedangkan Restu mengartikan bahwa pillow itu
merupakan tidak terfokus pada satu titik dan harus lebih luas. Siti Andini
berpendapat bahwa pillow adalah jangan gunakan data satu saja. Saya berpendapat
bahwa pillow adalah dalam konteks penelitian, tidak hanya terfokus dalam satu
data saja melainkan melakukan penelitian kembali dan dikombinasikan dengan
data-data yang lain. Sedangkan berbeda dengan Ria mengartikan bahwa pillow itu
tidak hanya informasi satu saja, melainkan harus dengan informasi dan
pengetahuan yang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pillow adalah barometer
atau sandaran. Jadi, kemompok kami mengartikan judul “Don’t use data as a
pillow” adalah sebuah informasi yang didapatkan dari penelitian dan iformasi
tersebut jangan dijadikan sebagai sandaran saja, melainkan mengambil dari
sumber lain.
Diskusi kami dilanjutkan setelah membahas judul lalu
ke paragraph pertama kalimat pertama
yaitu “A small feast had been prepared for my going away party: salty
sago pudding, fish broth, fried papaya leaves, boiled yams, and chicken.”
Menurut Siti Andini, pada kalimat pertama itu dapat diartikan pesta perpisahan
unutuk penulis. Menurut saya adalah menyiapkan segala sesuatu supaya pesta itu
berjalan dengan lancar. Sedangkan menurut Sri Maryati adalah mempersiapkan
pesta perpisahan. Begitu juga menurut Restu yaitu memperiapkan pesta agar
tertata dengan baik dan berjalan dengan lancar. Berbeda dengan Ria Nuralawiyah
yang bependapat bahwa pesta kecil yang harus dipersiapkan dengan baik dan
menyiapkan dengan lengkap dan kalimat pertama itu dapat dianalogikan dengan
judulnya. Pesta itu dapat dianalogikan sebagai sebuah data.
Awalnya kelompok kami berdebat masalah kalimat
pertama ini, karena tiba-ba membicarakan tentang pesta. Saya dan Ria
berpendapat tentang kalmat pertama yang dapat dianalogikan dengan judul. Tapi,
berbeda dengan Sri dan Andini yang tidak setuju bahwa kalimat pertama itu dapat
dianalogikan. Mereka berpendapat bahwa itu hanyalah sebuah pesta perpisahan
untuk seorang penulis, karena kalimat-kalimat selanjutnya itu masih berhubungan
dengan pesta. Jadi, dapat disimpulkan dalam kelompok kami tentang kalimat
pertama pada paragraph pertama adalah sebuah pesta perpisahan untuk S. Eben
Kirksey yang dilakuan oleh warga Papua dan dalam pesta tersebut menghidangkan
banyak makanan yang khas dari daerah Papua, seperti pudding sagu asin, kaldu ikan, daun pepaya
goreng, ubi rebus, dan ayam.
Setelah waktu 20 menit itu habis,
kami diperintahkan untuk membacakan hasil diskusi setipa kelompok dan Mr Lala menjelaskan tentang data adalah
sebuah informasi, bukan sumber informasi, kerena sebuah informasi dan sumber
informasi itu berbeda dan data dalam hal ini gunakan untuk konteks penelitian.
Dalam teks “Don’t Use Data as a Pillow” itu merupakan penelitian yang dilakukan
oleh S. Eben Kirksey.
Dalam
slidenya Mr Lala ada pertanyaan yang harus dibahas, tentunya mengenai Papua
Barat, Irian Jaya, NKRI, dan reformasi. Kami diperintahkan untk menjawab
sembilan pertanyaan tentang Papua (Trivial Quiz).
1.
What is West Papua? And where is it located?
Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya).
2.
What differences can you spot between PAPUA and IRIAN
JAYA?
(PAPUA) Provinsi Papua dulu
mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat. Pada masa pemerintahan
kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal
sebagai Nugini Belanda (Nederlands
Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea).
(IRIAN JAYA) Setelah berada bergabung
dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia, wilayah ini dikenal
sebagai Provinsi Irian Barat
sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga
tahun 2002.
3.
In what year the land called Papua integrated into NKRI?
Kelicikan Belanda membentuk negara bonekanya di papua itu, tentu saja membuat bangsa Indonesia berang.
Maka pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara
Jogjakarta, Presiden Indonesia Soekarno mengumumkan Trikora ( Tri
Komando Rakyat) untuk mengembalikan
Irian Barat kepangkuan Negara Republik Indonesia. Konfrontasi dengan
Belandapun tak terhindarkan.
4.
What is Trikora?
Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Tugas
komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Isi trikora adalah
sebagai berikut:
1. Gagalkan pembentukan
"Negara Papua" bikinan Belanda kolonial
2. Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa
2. Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa
5.
What are the roles of Soekarno in the integration of
Papua into NKRI?
Ketika Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim
seluruh wilayah Hindia Belanda,
termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda. Pemerintah Belanda kemudian memulai
persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua
menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian
dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional.
Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia
tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua bagian barat, namun setuju
bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka waktu 1 tahun.
6. What did the Dutch colonial do in Papua?
Dutch colonial
(Pemerintah Belanda) pada tahun 1957 mulai bekerjasama dengan Australia untuk
men-dekolonisasi wilayah koloni mereka masing-masing, namanya wilayah Papua dan
New Guinea (Australia) dan Nederland Nieu Guinea (Belanda).
7.
What are the roles of US-UN and our neighbouring
countries in the Papua conflicts?
Melalui upaya diplomasi yang alot yang difasilitasi PBB
(Perserikatan Bangsa-bangsa),
Belanda akhirnya mau menandatangani New York Agreement
(NYA) bersama Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1962.
Indonesia diwakili oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman
van Roijen dan C.W.A. Schurmann. Isi kesepakatan itu
intinya memuat road map penyelesaian sengketa
atas wilayah Papua/Irian Barat. Lima hari kemudian (20 September
1962) dilakukan pertukaran instrumen ratifikasi NYA antara Indonesia
dengan Belanda tetapi pertukaran tersebut tidak menjadikannya otomatis
berlaku,karena PBB terlibat. Maka PBB pun membawa Persetujuan
bilateral (NYA) ini ke dalam forum PBB, yang
kemudian diterima dan dikukuhkan
dengan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1752 yang mulai berlaku 21
September 1962.
Agar Belanda tidak kehilangan
muka, perundingan New York (NYA) mengatur penyerahan kekuasaan dari
Belanda atas tanah Papua dilakukan secara tidak langsung. Belanda
menyerahkannya kepada PBB, baru setelah itu PBB menyerahkanya ke
pemerintah Indonesia melalaui referendum (PEPERA).
Maka terjadilah pada 1 Oktober 1962, wakil gubernur jenderal
Belanda H. Veldkamp menyerahkan kekuasaannya atas Papua Barat kepada sebuah
badan PBB yang khusus dibentuk untuk mengurusi masalah Papua
tersebut. Badan PBB itu bernamaUNTEA (United Nations Temporary
Executive Authority). Pada acara penyerahan itu, H. Veldkamp mengatakan
: “Mulai saat ini, akibat persetujuan Indonesia akibat persetujaun
Internasional yang berhubungan dengan itu, maka tanah dan bangsa Nieuw Guenea
Barat telah ditempatkan di bawah kepemerintahan yang baru : Penguasa sementara
perserikatan bangsa-bangsa. Kedaulatan Netherlands atas tanah ini telah
berakhir. Tibalah suatu jangka waktu yang baru, jangka mana berlangsung sampai
pada saat pertanggunganjawab atas pemerintahan diserahkan kepada Indonesia
sepenuhnya.” (Mangasi Sihombing, 2006:32).
Referendum (PEPERA)
UNTEA lalu mempersiapkan referendum. Pada tanggal 1 Mei
1963, UNTEA menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada Indonesia. Hollandia yang
tadinya menjadi pusat kekuasaan kerajaan Belanda di Papua, diubah namanya
menjadi Kota Baru. Momentum 1 Mei ini hingga kini diperingati
sebagai Hari kembalinya Papua ke dalam NKRI. Tiga hari
kemudian, tepatnya 4 Mei 1963 Bung Karno menjejakkan kakinya di Tanah Papua. Di
hadapan ribuan orang Papua di Kota Baru, Bung Karno dengan semangat membara
menyampaikan pidato :
“Irian Barat sejak 17 Agustus 1945
sudah masuk dalam wilayah Republik Indonesia. Orang kadang-kadang
berkata, memasukan Irian Barat ke dalam wilayah Ibu Pertiwi. Salah! Tidak!
Irian Barat sejak daripada dulu sudah masuk ke dalam wilayah Republik
Indonesia…” (cuplikan pidato Bung Karno di Kota Baru,
Jayapura, tanggal 4 Mei 1963) Pada 5 September 1963, Papua bagian barat
dinyatakan sebagai “daerah karantina”. Pemerintah Indonesia membubarkan Dewan
Papua dan melarang bendera Papua dan lagu kebangsaan Papua yang di bentuk oleh
belanda. Keputusan ini ditentang oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Proses
persiapan referendum memakan waktu tujuh tahun. Baru pada
tahun 1969, referendum (PEPERA) digelar dengan disaksikan oleh dua utusan
PBB. Hasilnya, Papua akhirnya kembali ke pangkuan NKRI. Maka jadilah
Papua menjadi provinsi ke-26 Indonesia dengan nama Irian Jaya. Namun keputusan
ini lagi-lagi ditentang OPM dan sejumlah pengamat independen yang
diprovokasi Belanda.Negara-negara Barat yang dimotori Amerika
Serikat mendukung hasil PEPERA itu punya alasan karena tidak ingin
Indonesia bergabung dengan pihak Uni Soviet (lawan mereka).
Inipun belum berakhir, Hasil PEPERA harus diuji dalam
Sidang Majelis Umum PBB. Dan, lagi-lagi sejarah mencatat, PBB akhirnya mengesahkan
hasil PEPERA dengan sebuah Resolusi Majelis Umum PBB No. 2504 tanggal 19
Oktober 1969. Bahwa kemudian PEPERA diragukan keabsahannya, itu adalah
bahasa kecewa sekelompok aktivis Papua yang sengaja di bentuk dan dibiayai oleh
Belanda yang lahir jauh setelah PEPERA disahkan. Mereka terus berupaya
agar di Tanah Papua dilakukan referendum ulang. Padahal mereka tahu bahwa
hal itu tidak mungkin dilakukan.
8.
What is Organisasi Papua Merdeka (OPM) and who finances
them?
Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM)
adalah sebuah organisasi yang didirikan tahun 1965 dengan tujuan membantu dan
melaksanakan penggulingan pemerintahan
yang saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia, sebelumnya bernama Irian Jaya, memisahkan diri dari Indonesia, dan
menolak pembangunan ekonomi dan modernitas. Organisasi ini mendapatkan dana dari
pemerintah Libya pimpinan Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliranMaois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan
Nasional Amerika Serikat.
Organisasi ini dianggap
tidak sah di Indonesia. Perjuangan meraih kemerdekaan di tingkat provinsi dapat
dituduh sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara. Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan
dialog diplomatik, mengibarkan bendera Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua. Para pendukungnya
sering membawa-bawa bendera Bintang Kejora dan simbol persatuan
Papua lainnya, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan
lambang nasional. Lambang nasional tersebut diadopsi sejak tahun 1961 sampai
pemerintahan Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963 sesuai Perjanjian New York.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada pertemuan ke
delapan dan untuk dua minggu kedepan akan terus “Reading Time” dan teksnya
adalah “Don’t Use Data as a Pillow”. Kami harus menganalisis kalimat demi
kalimat, paragraph demi paragraph dalam teks “Don’t Use Data as a Pillow” yang d
dalamnya berisi penelitian dari S. Eben Kirksey tentang penetian di Papua Barat.
Writing merupakan real job, dan penulis yang baik adalah penulis yang mampu menjadi
multilingual writer and reader. Pad kegitan yang belangsung
dikelas membahas tentang teks “Don’t
Use Data as a Pillow”. Menurut kelompok saya, data adalah adalah informasi
yang dalam hal ini di dapatkan adalam konteks penelitian dan pillow adalah adalah
barometer atau sandaran. Jadi, kemompok kami mengartikan judul “Don’t use data
as a pillow” adalah sebuah informasi yang didapatkan dari penelitian dan
iformasi tersebut jangan dijadikan sebagai sandaran saja, melainkan mengambil
dari sumber lain. Pada pembahasn ini pula banyak membahas tentang sejarah Papua,
Irian Jaya, Papua Barat, OPM dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic