We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 03 Maret 2014


Waspada Dahsyatnya  Radiasi Nuklir Literasi!
Critical Review 2



Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. al-’Ashr: 1-3)


Sejarah bagaikan dasar samudera yang amat dalam. Bila kita hanya melihat sebatas mata memandang, maka dasar samudera itu tak akan pernah mungkin terihat. Permukaan laut yang merupakan tempat kita menatap menggambarkan kita yang hidup pada masa ini, sedangkan dasar samudera menggambarkan buramnya sejarah masa lalu yang tak terlihat itu. Siapa yang peduli untuk memikirkan betapa dalamnya samudera tersebut? Atau hal-hal apa sajakah yang ada di dalam sana? Mayoritas manusia hanya memandang ke atas langit, dalam artian ia hanya memikirkan mengenai masa depan yang akan terjadi pada dirinya. Memang suatu tindakan yang sangat cerdas untuk selalu menatap masa depan. Namun apakah ia tidak menyadari bahwa dalamnya samudera, luasnya daratan dan tingginya langit merupakan suatu kesatuan yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Dapat diibaratkan seperti seorang pengendara motor, ia hanya fokus untuk melihat ke depan tanpa pernah melihat ke arah kaca spionnya. Apa yang akan terjadi saat pengendara lain menyalip tanpa ia sadari? Mungkin sesuatu yang tak diinginkan akan terjadi. Sejarah merupakan kaca spion pembelajaran bagi kita untuk menatap perjalanan ke depan. Kaca spion yang terpasang secara “benar” adalah yang mampu membantu kita dalam berkendara. Lalu bagaimana apabila kaca spion tersebut terpasang “terbalik”? Tentu kita akan selalu dibodohi oleh kaca spion masa lalu itu.

Sama halnya seperti sejarah. Bagaimana apabila sejarah yang telah diikrarkan ternyata berlawanan dengan “kebenaran”? Siapa yang ingin bertanggug jawab? Siapa yang berani menjamin bahwa di Indonesia peristiwa G30SPKI benar-benar terjadi? Atau siapa yang berani menjamin Cristopher Columbus adalah orang pertama yang menemukan benua Amerika? Ini seperti menggali dasar samudera yang teramat begitu luas dan dalam. Dibutuhkan alat “canggih” untuk meneliti hal ini. Siapa sangka dalamnya samudera ini mampu diteliti dengan menggunakan alat canggih “robot” seperti pada penelitian “TITANIC” di Samudera Atlantik Utara itu. Sejarah juga ternyata mampu digali dengan menggunakan robot canggih yang bernama “literasi”. Dahsyatnya literasi ini ternyata lebih menggemparkan daripada bom atom yang dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki Jepang. Fakta mencengangkan muncul, ketika literatur milik Howard Zinn mengobrak-abrik keyakinan penduduk Amerika bahkan penduduk dunia dalam buku non-fiksinya yang berjudul A People's History of the United States Chapter 1 Columbus, the Indians, and Human Progress dengan artikelnya yang terkenal berjudul Speaking Truth to Power with Book.  Ia menyebutkan bahwa Columbus adalah seorang “pembantai” manusia yang sangat keji dan tidak layak dikatakan sebagai pahlawan yang selalu diperingati dalam “Columbus day”.

Dalam bukunya, Howard Zinn membidik tajam seorang yang dulu sangat dikenal agung atas jasanya menemukan benua Amerika, namun ia berani mengungkap habis kejanggalan yang ditutupi sejarah palsu tersebut. Ia menjabarkan mengenai awal peradaban asli Amerika di Amerika Utara dan Bahama, genosida dan perbudakan yang dilakukan oleh awak Christopher Columbus, dan insiden penjajahan dengan kekerasan. Bukunya ini mendapat cercaan dari banyak pihak yang memang telah sepenuhnya dibodohi oleh Columbus. Namun seiring berjalannya waktu mereka telah sadar akan keganjilan sejarah ini.

Ternyata terdapat sumber menyebutkan bahwa alasan sebenarnya Columbus pergi berlayar adalah untuk mencari India. Singkat cerita, Columbus memperkosa putri salah satu bangsawan Spanyol yang masih berusia 13 tahun. Pengadilan tidak bisa memutuskan ia harus dihukum mati, sehingga akhirnya Ratu Isabella mengirimnya dalam misi mencari benua baru (India) dan dengan harapan Columbus tidak akan bisa pulang kembali. Saat akhirnya Columbus mendarat pertama kali di Benua Biru Amerika,  ia masih mengira inilah tanah India. Saat itu para penduduk asli menyambut Columbus dengan gembira. Namun, sebaliknya apa yang ditulis Columbus dalam jurnalnya? “Mereka membawakam kami burung beo, bola kapas dan tombak dan banyak hal lainnya sebagai hadiah.  Mereka rela memperdagangkan segala yang mereka miliki. Mereka tidak memanggul senjata, padahal saya menunjukkan pedang. Mereka tidak memiliki besi. Tombak mereka terbuat dari tebu. Mereka akan dengan mudah kami taklukan menjadi budak. Dengan lima puluh orang saja, kita bisa menundukkan mereka semua dan membuat mereka melakukan apapun yang kita inginkan. Saya percaya bahwa mereka akan dengan mudah menjadi orang Kristen buatan, karena sepertinya mereka tidak beragama”. Dalam catatan hariannya, Columbus juga mengakui bahwa saat ia tiba di Hindia (ia saat itu masih percaya telah menemukan India, bukan Amerika), ia menyiksa penduduk pribumi, menggantung, mencambuknya, hanya demi satu informasi penting mengenai dimana letak emas. Selain menyiksa, ia juga sering memperkosa perempuan-perempuan pribumi lalu mencambuk mereka demi kesenangan belaka (Helen Ellerbe, dalam “The Dark Side of Christian History” hal. 86-88).

Apakah benar Columbus yang menemukan pertama kali benua Amerika? Hal inilah yang harus dikritisi dan dianalisis kebenarannya. Pendapat ini dibantah oleh Howard Zinn dan banyak sumber-sumber literatur lain. Sebuah sumber lain menyebutkan bahwa Columbus bukanlah orang pertama yang menemukan benua Amerika, melainkan Jhon Cabot asal Italia.  Seperti diketahui, di tahun 1492 Columbus mendarat di sekitar kepulauan Karibia. Baru sekitar tahun 1498 Columbus diketahui mendarat di daratan utama Amerika. Sebuah dokumen dengan paten kerajaan dari masa Henry VII mengungkap bahwa pedagang asal Italia, John Cabot, sebagai orang yang pertama menemukan Amerika. Di dokumen itu diketahui bahwa Cabot berlayar dari Bristol Inggris ke Amerika Utara pada 1497, hanya selisih satu tahun sebelum Columbus sampai di Amerika. Menurut Discovery News, dokumen itu menjelaskan kalau Cabot melakukan tiga perjalanan antara 1496 hingga 1498. Dalam periode itu, di tahun 1497 Cabot diketahui mendarat di Newfoundland. Diketahui dari sebuah arsip pribadi Florence, dokumen juga menyebut mengenai pembayaran 50 noble sterling kepada Giovanni Chabotte (John Cabot) dari Venesia. Ini merupakan dana yang diperlukan untuk modal ekspedisi "berangkat dan menemukan dunia baru". Seperti dikutip harian Daily Mail, dana itu berasal dari institusi perbankan yang bernama Bardi. Cabot disebut menerima dana itu pada 1496. Sejarawan juga menyebut, bahwa bangsa Eropa telah lama menemukan Dunia Baru, bahkan sebelum Columbus dan Cabot mulai penjelajahannya.

Ternyata terdapat pula sumber lain yang menjelaskan bahwa jauh sebelum Columbus mengklaim menemukan benua Amerika, umat Islam sudah terlebih dahulu menemukannya. Sebuah fakta yang tak terbantahkan lagi jika umat Islam sudah terlebih dahulu berada di daratan luas Amerika. Fakta yang paling mudah untuk dikenali yakni terdapat nama- nama daerah di Amerika yang sama dengan kota suci di daratan Arab. Misalnya Mecca di Indiana, Medina di Idaho, Medina di New York, Medina dan Hazen di North Dakota, Medina di Ohio, Medina di Tennessee, Medina di Texas (dengan penduduk 26.000 orang), Medina di Ontario Canada, kota Mahomet di Illinois, Mona di Utah, Arva di Ontario Canada, dan beberapa nama seperti California (Caliph Haronia), Alabama (Alah Bumnya), Arkansas (Arkan-sah), Tennessee (Tanasuh), T Allah Hassee (Tallahassee), Alhambra, Islamorada, dan sekitar 500 nama daerah lain yang berasal dari bahasa Arab. Beberapa nama-nama suku Indian dan kepala sukunya juga berasal dari akar kata bahasa Arab, seperti: Anasazi, Apache, Arawak, Cherokee (Shar-kee), Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan Zuni. Kepala suku Indian Cherokee yang terkenal, Sequoyah yang nama aslinya Sikwoya, merupakan ketua suku yang sangat terkenal karena beliau menciptakan sillabel huruf-huruf (Cherokee Syllabary) bagi orang Indian pada tahun 1821. Namanya diabadikan sebagai nama pohon Redwood yang tertinggi di California, sekarang dapat disaksikan di taman hutan lindung di utara San Francisco.

Terdapat pula jejak-jejak peninggalan muslim Amerika yang menjelaskan bahwa di sekujur benua Amerika, kita akan bisa mendapatkan jejak-jejak umat Islam gelombang pertama dan kedua, jauh sebelum kedatangan Columbus. Mari kita lihat peta Amerika hari ini buatan Rand McNally dan cermati nama-nama tempat yang ada di Amerika. Di tengah kota Los Angeles terdapat nama kawasan Alhambra, juga nama-nama teluk El Morro dan Alamitos, serta nama-nama tempat seperti Andalusia, Attilla, Alla, Aladdin, Albany, Alcazar, Alameda, Alomar, Almansor, Almar, Alva, Amber, Azure, dan La Habra. Di bagian tengah Amerika, dari selatan hingga Illinois terdapat nama-nama kota Albany, Andalusia, Attalla, Lebanon, dan Tullahoma. Di negara bagian Washington misalnya, terdapat kota Salem. Lalu di Karibia (ini jelas kata Arab) dan Amerika Tengah misalnya ada nama Jamaika, Pulau Cuba (berasal dari kata Quba?) dengan ibukotanya La Habana (Havana), serta pulau-pulau Grenada, Barbados, Bahama, dan Nassau. Di Amerika Selatan terdapat nama kota-kota Cordoba (di Argentina), Alcantara (di Brazil), Bahia (di Brazil dan Argentina). Nama-nama pegunungan Appalachian (Apala-che) di pantai timur dan pegunungan Absarooka di pantai barat. Kota besar di Ohio pada muara sungai Wabash yang panjang dan meliuk-liuk bernama Toledo, satu nama universitas Islam ketika Islam masih berjaya di Andalusia, Spanyol.


        Apakah fakta-fakta tersebut kurang kuat untuk membuktikan bahwa umat Islamlah yang menemukan benua Amerika untuk pertama kalinya? Distorsi sejarah Islam Amerika menyebutkan 70 tahun sebelum Columbus menjejakkan kaki di Amerika, laksamana muslim yang berasal dari China yang bernama Cheng Ho (Zhang He) telah mendarat di Amerika. Bahkan berabad-abad sebelum Cheng Ho, pelaut-pelaut muslim dari Spanyol dan Afrika Barat telah membuat kampung-kampung di Amerika dan berasimilasi secara damai dengan penduduk lokal di sana. Penemu Amerika bukanlah Columbus. Penemu Amerika adalah umat muslim. Mereka menikah dengan penduduk lokal orang indian, sehingga menjadi bagian dari local-genius Amerika.

Terdapat sejumlah literatur yang berangkat dari fakta-fakta empirik bahwa umat Islam sudah hidup di Amerika beberapa abad sebelum Columbus datang. Salah satunya yang populer adalah essay Dr. Youssef Mroueh, dari Prepatory Commitee for International festivals to celebrate the Milenium arrival to the Americans, tahun 1996, yang berjudul “Precolumbian Muslims in America”. Dalam essaynya, Doktor Mroueh menulis, “Sejumlah fakta menunjukkan bahwa Muslimin dari Spanyol dan Afrika Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Columbus. Pada pertengahan abad ke-10, pada waktu pemerintahan Khalifah Umayyah, yaitu Abdurrahman III (929 – 961M), kaum Muslimin yang berasal dari Afrika berlayar ke Barat dari pelabuhan Delbra (Palos) di Spanyol, menembus “samudra yang gelap dan berkabut”. Setelah menghilang beberapa lama, mereka kembali dengan sejumlah harta dari negeri yang “tak dikenal dan aneh”. Ada kaum Muslimin yang tinggal bermukim di negeri baru itu, dan mereka inilah kaum imigram Muslimin gelombang pertama di Amerika.”

Selain itu terdapat literatur lain yang membuktikan adanya kehadiran Muslimin gelombang pertama ke Amerika jauh sebelum zaman Columbus. Abul-Hassan Ali Ibnu Al-Hussain Al-Masudi merupakan seorang pakar sejarah dan geografi yang hidup dari tahun 871-957 M. Dalam karyanya yang berjudul “Muruj adh-dhahab wa maad aljawhar” (Hamparan Emas dan Tambang Permata), Abu Hassan menulis bahwa pada waktu pemerintahan Khalifah Abdullah Ibn Muhammad (888-912), penjelajah Muslim Khasykhasy Ibn Sa’ied Ibn Aswad dari Cordova-Spanyol, telah berlayar dari Delba (Palos) pada 889, menyeberang Samudra yang gelap dan berkabut dan mencapai sebuah negeri yang asing (al-ardh majhul) dan kembali dengan harta yang mentakjubkan. Pada peta Al-Masudi terbentang luas negeri yang disebutnya dengan al-ardh majhul. [Al-Masudi: Muruj Adh-Dhahab, Vol. 1, P. 1385]

Kemudian Loe Weiner, pakar sejarah dari Harvard University, dalam bukunya “Africa and the Discovery of America” (1920) menulis bahwa Columbus telah mengetahui kehadiran orang-orang Islam yang tersebar seluas Karibia, Amerika Tengah dan Utara, termasuk Canada. Mereka berdagang dan telah melakukan asimilasi perkawinan dengan orang-orang Indian dari suku Iroquois dan Algonquin.

Selain itu seorang geografer dan pembuat peta bernama Al-Syarif Al-Idrisi (1099- 1166) menulis dalam bukunya yang terkenal Nuzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaaq (Ekskursi dari yang Rindu Mengarungi Ufuq) bahwa sekelompok pelaut dari Afrika Utara berlayar mengarungi Samudra yang gelap dan berkabut dari Lisbon (Portugal) dengan maksud mendapatkan apa yang ada di balik samudra itu, betapa luasnya dan di mana batasnya. Mereka menemukan pulau yang penghuninya bercocok tanam dan telah mempergunakan bahasa Arab.

Kemudian terdapat pula literatur Sultan-Sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) mencatat berbagai ekpedisi ini dengan cermat. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu. Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 – 1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi. Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I (1517). Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara akurat.

Semua penejelasan literatur tersebut membuktikan bahwa Columbus bukanlah orang pertama yang menemukan benua Amerika. Terdapat salah satu buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia karya Gavin Menzies, seorang bekas pelaut yang menerbitkan hasil penelusurannya, menemukan adanya peta empat buah pulau di Karibia yang dibuat pada tahun 1424 dan ditandatangani oleh Zuane Pissigano, kartografer dari Venesia. Peta ini berarti dibuat 68 tahun sebelum Columbus mendarat di Amerika. Dua pulau pada peta ini kemudian diidentifikasi sebagai Puerto Rico dan Guadalupe. Menzies juga mengemukakan bahwa Laksamana Zheng He (Ceng Ho), seorang Lakasamana Cina Muslim, telah mendarat di Amerika pada tahun 1421, 71 tahun lebih awal ketimbang Columbus. Lima abad sebelumnya, Khaskhas Ibn Saeed Ibn Aswad pun telah menjejakkan kaki di Amerika. Jelas, penemu Amerika sama sekali bukan Colombus, tetapi para pionir pelayaran dunia, yakni pelaut-pelaut Islam yang ulung.

Ini yang seharusnya dkritisi bahwa pada kenyataanya, Columbus dan para penjelajah Spanyol serta Portugis mampu berlayar menyeberang Samudra Atlantik, adalah karena bantuan informasi geografis dan navigasi dari peta yang dibuat oleh pedagang-pedagang Muslimin, termasuk informasi dari buku tulisan Abul Hassan Al-Masudi yang berjudul Akhbar az-Zaman. Tidak banyak diketahui orang, bahwa Columbus dibantu oleh dua orang nakhoda Muslim pada waktu ekspedisi pertamanya menyeberang transatlantik. Kedua kapten Muslim itu adalah dua bersaudara Martin Alonso Pinzon yang menakodai kapal Pinta, dan Vicente Yanez Pinzon yang menakodai kapal Nina. Keduanya adalah hartawan yang mahir dalam seluk-beluk perkapalan, membantu Columbus dalam organisasi ekspedisi itu, dan mempersiapkan perlengkapan kapal bendera Santa Maria. Bersaudara Pinzon ini masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Abuzayan Muhammad III (1362-66), Sultan Maroko dari dinasti Marinid (1196-1465). (Thacher, John Boyd: Christopher Columbus, New York 1950).

Artikel Howard Zinn ini hanyalah sebuah pembuka akal pikiran, perspektif dan paradigma bagi mereka orang-orang barat yang tertutup matanya akan kemajuan keilmuan Islam pada zaman keemasan Islam kala itu. Ternyata hanya Howard Zinn yang telah mampu membukakan mata bangsanya sendiri. Sebenarnya, apabila mereka mau membuka dan mempelajari literatur Islam, maka akan diperoleh suatu “kebenaran” yang valid. Tidaklah mungkin seorang “penjahat” Columbus menjadi penemu bahkan menjadi “pahlawan” yang jelas-jelas mentalnya telah bobrok dan ia telah jelas-jelas melakukan tindakan kejahatan yang di luar batas kemanusiaan. Yang patut dipertanyakan mengapa para ahli literatur sebelum masa Howard Zinn menutupi kebiadaban “Columbus” kala itu. Apakah suatu “pembantaian masal dan (maaf) pemerkosaan masal” dapat dimaafkan hanya karena ia mengklaim telah menemukan sebuah benua baru?

Ternyata memang sungguh sangat luar biasa kekuatan literasi bak senjata nuklir yang diluncurkan oleh seorang Columbus yang mampu menghipnotis sejarah dunia oleh kebohongannya itu. Howard Zinn dengan literaturnya sungguh sangat berani telah meluncurkan serangan balik senjata nuklir itu dan berhasil membalikkan suatu fakta keadaan yang sebenarnya dengan membongkar kebohongan Columbus itu. Namun Howard Zinn kurang begitu berani menegaskan bahwa literatur Islam telah ada jauh sebelum Columbus memproklamasikan kebohongannya. Inilah sisi kebenaran yang di sembunyikan oleh mereka. Seakan-akan mereka membuat suatu perspektif dan paradigma bahwa bangsa Baratlah yang menemukan segala sesuatu (everything) termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.  

Islam mengajarkan akan arti sebuah kehidupan yang sangat berharga. Islam menyuruh umatnya untuk menjadikan baca-tulis sebagai bagian dari kehidupan umatnya. Jelas sekali bahwa hal pertama yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW adalah untuk membaca (iqra) disertai dengan menulis (kalam). Ini menandakan suatu rahasia istimewa di balik dahsyatnya literasi bagi suatu peradaban dunia. Untuk dapat menjadi bangsa yang berperadaban di dunia maka syaratnya adalah baca-tulis. Baca-tulis merupakan suatu senjata yang ampuh untuk melawan pembodohan masal. Baca-tulis juga merupakan media untuk mengukir sejarah. Tidak salah jika seorang Columbus mampu mengukir sejarah karena kepiawainnya dalam baca-tulis. Sejarah itu banyak diisi dengan kebohongan. Namun sejarah adalah kebohongan yang tetap penting untuk dipelajari. Memang benar sejarah dipenuhi dengan memori kelam yang bisa membangkitkan perasaan negatif. Namun sejarah tetap merupakan hal berharga untuk tetap diingat dan kita harus bijak dalam menyikapinya. Sejarah baik dan sejarah buruk sama pentingnya untuk dipelajari karena keduanya memberikan pelajaran berbeda yang sama-sama berharga. Tempatkan sesuatu pada tempatnya. Tempatkan impian dimasa depan. Jadikan sejarah sebagai suatu pembelajaran.




References:

QS. al-’Ashr: 1-3

Dr. H. Muhsin An. Syadilie, M.Si, dkk. Konsep Pendidikan Perspektif Alquran. 2012. Yogyakarta : Spirit for Education and Development.







  

1 komentar:

  1. I am happy with the progress you made so far. Artikel ini menunjukkan kamu punya momentum untuk menunjukkan potensi terbesar kamu. Citarasa tulisan dan aromanya sudah mengental, dan ga cape baca artikel ini. Tapi, pastikan kamu memagari gumpalan gagasan dengan struktur generik yang gamblang seperti yang ditulis di silabus, dan coba petakan ulang keterkaitan ulang antara sejarah dan praktik literasi. Kenapa pula tidak melihat teks sejarah sebagai artefak yang dinamis, seperti yang Lehtonen bilang?

    BalasHapus

a space for comment and critic