We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 19 Maret 2014

Class review 6

Bias Ideologi

            Hari ini langit mendung, tak hujan tak panas hanya berkabut saja. Angin semakin kencang berhembus tanpa arah, dunia jauh mengabur. Ah... ini membuat kalut saja. Sepertinya dunia sedang tak berpihak, berjam-jam leptop ku dandangi tapi tetap saja tampilan ketikan kata-kata ini tak mau melangkah ke kanan arah. Berpikir lagi! Terus begitu dan terus berpikir.
            Selasa, 11 Maret 2014 adalah hari dimana mata kuliah writing berlangsung. Pada awal pembelajran Mr. Lala Bumela memberikan sebuah quote “tugas kaum literat adalah meneroka ceruk ceruk baru tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari suara-suara penuh kuasa di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan literat; mereka baru pada fase awal; peniru.
Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan ini salah itu tak benar, tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari “Rejim kebenaran tak terbantahkan.” Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita sedikit ketahui.”
            Dari sini kita dapat melihat bahwa begitu tingginya standar literat. Orang yang dikatakan literat adalah orang yang mencintai pengetahuan yakni seseorang yang meneroka ceruk ceruk baru tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, mengumpulkan dan menguasai pengetahuan dalam perjalanan hidupnya. Literat tidak cukup hanya mengetahui berbagai teori-teori dari bidang yang digeluti. Pada fase ini hanya dikatakan meniru. Meniru merupakan bagian penting dari menemukan lalu menciptakan. Ketika kita sudah pada tahap menciptakan barulah kita dapat dikatakan literat. 
 

            Memasuki materi inti, kita akan kembali menyusuri masa lalu. Dengan bermodalkan literasi kita akan mampu mengendalikan mesin waktu yang disebut sejarah tanpa harus terjun langsung kembali ke masa silam. Sejarah berarti kejadian masa lalu yang berhubungan dengan orang banyak. Eratnya hubungan antara sejarah dan literasi ditandai dengan pencatatan sejarah dimulai sejak aksara dan sistem tulisan diciptakan, tetapi asal mula peradaban bertolak belakang dari periode sebelum penciptaan tulisan atau zaman prasejarah. Setelah sistem tulisan diciptakan, manusia mampu mencatat sejarahnnya.
     Pencatatan sejarah memerluan teks dan alat proses yang disebut dengan ideologi (Fowler,1996:12). Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu. Secara umum ideologi diartikan sebagai sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan utama di balik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Menurut Dr. Hafidh Shaleh ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia. Ideologi ada pada setiap teks tunggal baik dalam lisan, tertulis, audio, visual atau kombinasi dari keempatnya (Fowler 1996).
Membaca dan menulis selalu termotivasi secara ideologis oleh karena itu produksi teks tidak pernah netral (Fairclough 1989; 1992; 1995; 2000; Lehtonen 2000; Alwasilah 2001; 2012). Di dalam teks selalu ada kepentingan dan  ideologi di dalamnya. Pesan dalam teks mengandung unsur-unsur ideologi dan nilai (teks messages contain ideological and value messages); baik secara eksplisit maupun implisit, teks selalu menghadirkan pesan-pesan ideologis.
Nilai atau dalam bahasa Inggris disebut value berarti harga, penghargaan, atau tafsiran. Artinya, harga atau penghargaan yang melekat pada sebuah objek. Objek yang dimaksud adalah berbentuk benda, barang, keadaan, perbuatan, atau perilaku. Nilai (value) adalah sesuatu yang abstrak, bukan konkret. Menilai berati menimbang, yaitu kegiatan manusia yang menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk mengambil suatu keputusan. Nilai adalah sesuatu yang abstrak, bukan kongkret dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik, apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah dan benar atau salah. Untuk menentukan sesuatu dapat dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh masyarakat. Tak heran apa bila diantara masyarakat yang satu dengan masyarakta yang lain terdapat perbedaan tata nilai.
Menurut Kimball Young nilai adalah asumsi abstark dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat. Sedangkan menurut Wood nilai merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti halnya linguis kritis, sejarahwan bertugas untuk memahami nilai-nilai yang mendukung formasi sosial, ekonomi, politik, dan perubahan nilai-nilai (Fowler,1996:10). Sama halnya dengan sejarahwan, menulis pada level perguruan tinggi sering kali mengambil bentuk persuasi meskipun dalam hal ini kita belum bisa dikatakan selevel dengan sejarahwan. Persuasi di sini berarti himbauan atau ajakan untuk mengajak pembaca agar mengikuti apa yang kita sampaikan pada teks dengan cara meyakinkana pembaca bahwa penulis memiliki sesuatu yang menarik dan memiliki sudut pandang logika pada subjek yang penulis pelajari. Persuasi merupakan keterampilan terlatih dalam kehidupan sehari-hari.
Pada tingkat perguruan tinggi mahasiswa sering kali diberi tugas untuk membuat kasus persuasi secara terulis. Setelah pengenalan singkat tentang topik yang disajikan oleh penulis dan menyatakan sudut pandang penulis terhadap topik secara langsung. Persuasi ditujuakan kepada penerima informasi agar tertarik dengan isi atau ide gagasan dalam informasi yang diberikan dan mau mengikuti atau dipengaruhi oleh informasi yang telah diberikan. Penulis akan menyatakan informasi ini dalam satu kalimat yang disebut dengan ”Thesis Statement.” Thesis statement berfungsi sebagai ringkasan dari argumen penulis.
Thesis statement adalah adalah satu atau dua kalimat dalam teks yang menjadi fokus isi dalam teks sehingga penulis akan memberitahu pembaca tentang keseluruhan teks yang disajikan. Kurangnya thesis statement merupakan gejala dari sebuah teks yang kekurangan fokus. Thesis statement bisa terdapat pada kalimat pertama atau bisa muncul pada akhir paragraf pertama. Thesis statement merupakan interpretasi dari pernyataan atau subjek, tetapi bukan subjek itu sendiri. Thesis harus menawarkan cara untuk memahami klaim bahwa orang lain akan membantah. Thesis adalah hasil dari proses berpikir panjang. Sebelum penulis mengembangkan argumen tentang topiknya, penulis harus mengumpulkan dan mengatur bukti dan mencari hubungan antara fakta yang diketahui.
Jika thesis penulis berhasil melewati “SO WHAT” test, maka penulis tidak perlu lagi mengklarifikasi tentang thesisnya. Jika pada test ini gagal, maka penulis perlu menjelaskan untuk menghubungkan pada masalah yang lebih besar. Teks dan thesis harus saling berkaitan. Jika thesis penulis dan teks tidak selaras maka thesis ataupun teksnya harus dirubah.
Selanjutnya, apakah thesis penulis dapat melewati “HOW AND WHY” test, jika pembaca merespon dan bertanya “HOW AND WHY” maka hal ini mengidentifikasikan penulis perlu memberikan penjelasan lebih kepada pembaca. Jika penulis belum bisa melewati “ SO WHAT” dan “HOW AND WHY” test, ini berarti ada banyak ruang yang perlu diperbaiki oleh penulis.
Membaca dan menulis selalu termotivasi oleh ideologi. Beberapa orang bisa menulis dengan sudut pandang yang berbeda padahal toipk yang disajikan masih dalam rumpun yang sama. Contohnya kita dapat melihat bahwa ada beberapa versi sejarah tentang benua Amerika terutama tentang Christopher Colombus.  Howard Zin telah mematahkan bahwa sejarah tidak selalu ditulis dari sudut pandan seorang pemenang. Zinn dtang dengan ideologi yang berbeda dalam menulis sejarah. Alhasil versi sejarah yang ditulisnya pun berbeda. zinn adalah seseorang yang anti kekerasan dan menolak alasan apapun yang digunakan untuk mendukung sebuah perang. Wajar bila Zinn menulis sejarah Amerika dalam bukunya “A People’s History of the United States” sangat tidak berbihak pada Colombus. Dalam bukunya ia menceritakan perspektif lain tentang sejarah Amerika yakni perjuangan penduduk asli Amerika terhadap kedatangan para kolonis termasuk Colombus yakni tentang penaklukan, expansi, menentang perbudakan dan hak-hak sipil.
Bebeda dengan Zinn, sejarahwan Harvard, Samuel Elliot Morison menulis versi lain tentang sejarah benua Amerika yang tentunya memiliki ideologi yang berdeda dengan Zinn. Dalam bukunya “Christopher Colombus, Marriner” Morison menulis tantang hal yang mengagumkan tentang kebesaran Colombus. Keputusan untuk menceritakan sebuah heroisme dan mengabaikan fakta pembantaian-pembantaian yang terjadi pada penduduk asli Amerika. Meskipun Morison tak sedikitpun berbohong tentang kekejaman Colombus. Ia bahkan menyebutkan bahwa Colombus telah melakukan genosida terhadap suku Indian Arawaks.
Ketika distorsi atau bias kartografer bersifat teknis, maka para sejarahwan biasnya tiada lain adalah bias idelogi. Sikap penekanan tertentu dari penulisan sejarah akan mendukung sebuah kepentingan. Bisa kepentinngan politik, ekonomi, rasial ataupun nasional.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca dan menulis merupakan praktek literasi yang termotivasi oleh ideologi. Hal ini menyebabkan produksi teks tidak pernah netral. Ideologi ada pada setiap teks tunggal baik dalam lisan, tulisan, audio, visual atau kombinasi dari keempatnya dan penghantar ideologi di sini adalah bahasa.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic