CLASS REVIEW 6
Selamat pagi bola kuning yang
cerah, kini akan ku mulai hariku dengan semangat baru. Aku akan mulai
berpetualang bersama teman-temanku. Wahai kelas tercinta, kaulah pintuku untuk
masuk dalam dunia baruku yang penuh dengan kata-kata asing yang belum pernah
aku dengar. Belajar tuk memahami hal baru, dan mencoba untuk menciptakan
sesuatu yang baru. Dimana aku akan
menjelajah setiap celah yang belum aku jamah. Selasa pagi tanggal 11 Maret 2014
pukul 10.50 WIB bertempat diruang 44 gedung PBI. Pertemuan minggu ini merupakan pertemuan
keenam saya dan teman-teman PBI-C
belajar mata kuliah Writing and Composition 4 bersama Mr. Lala Bumela,
M.Pd.
Pada pertemuan minggu keenam kali
ini Mr. Lala Bumela, M,Pd memperlihatkan pada kami sebuah kutipan pada slide
beliau yang berbunyi:
·
Katanya,
tugas mereka yang tercerahkan--kaum literat--adalah
meneroka ceruk ceruk 'baru' tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka
pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana
dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya
baru tahu teori ini dan itu dari 'suara-suara penuh kuasa' di bidang yang
mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan--literat; mereka baru
pada fase awal; peniru.
·
Meniru adalah
bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda
tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya
adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru
tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada
tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak
benar", tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik
awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah
membuat kita menjadi bagian dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan".
Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu
dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita
sedikit ketahui. “
Menurut pemahan saya, kutipan tersebut
bahwa seorang yang disebut sebagai kaum literat adalah seorang yang mampu
menemukan celah pada ilmu pengetahuan yang mereka pelajari, kemudian mereka
mengumpulkan data-data, bukti-bukti dan mencoba untuk mengusai dan
menganalisisnya, sebelum akhirnya dia dapat menciptakan dan mengembangkan suatu
ilmu pengetahuan yang baru. Kita
ambil contoh Herodotus yang dianggap sebagai
bapak sejarah dunia Barat. Dia mendekati sejarah sebagai ilmu dengan mengumpulkan
materinya secara sistematis dan melakukan pengujian akurasinya. Dalam banyak
literatur dikatakan bahwa Herodotus juga seorang narator berbakat. Kata sejarah
sendiri berasal dari buku Herodotus “The Histories”,
dalam bahasa Yunani berarti "penyelidikan". Buku ini juga dianggap
karya pertama sejarah dalam sastra Barat. Sehingga, tak ayal jika nama
besarnya tetap tersohor sampai sekarang karena memang dia telah memberi
sumbangsih besar sepanjang peradaban manusia. (http://larasatiliris.blogspot.com/2012/09/mengukir-sejarah-dengan-menulis.html)
Sedangkan
mereka yang baru mendengar atau memahami tanpa melakukan penelitian yang cukup
lama tentang ilmu pengetahuan tersebut, mereka belum disebut sebagai kaum
literat. Mereka masih berada di fase awal sebagai peniru, karena mereka belum
mampu menemukan dan menciptakan ilmu pengetahuan yang baru. Meniru merupakan fase awal dari menciptakan sesuatu yang
baru, karena dengan meniru kita dapat memamahi, menghasilkan, dan menemukan
pengertian yang berbeda terhadap suatu ilmu pengetahuan, setelah itu kita mampu
untuk menciptakan sebuah pemahaman baru tentang suatu ilmu pengetahuan.
Mampu menciptakan merupakan hal yang tidak biasa, terkadang orang yang merasa
dirinya paham dan mampu untuk sedikit menciptakan sesuatu dari pemahamannya
tentang suatu ilmu, maka akan muncul perasaan bangga atas kemampuannya untuk
menciptakan, padahal suatu yang diciptakannya tersebut baru berstatus meniru
hasil dari berbagai pemahaman para ahli di bidangnya. Dia belum mampu untuk
menujukkan dan melakukan perbaharuan terhadap ilmu tersebut. Padahal dia hanya menjelaskan
dan menerangkan kembali tentang suatu pengetahuan dengan menggunakan bahasanya
sendiri dengan diperkuat dari berbagai sumber pengetahuan lain yang ia dapat
sebelumnya.
Ayat
utama untuk menuju seorang yang literat yaitu emulate (meniru)-discover
(menemukan)-create (menciptakan). Meniru adalah melakukan sesuatu seperti yangg
diperbuat orang lain. Menemukan adalah mendapatkan sesuatu yg belum ada
sebelumnya. Menciptakan adalah membuat (mengadakan) sesuatu yg baru (belum
pernah ada, luar biasa, lain dari yang lain). Meniru merupakan proses awal
untuk menemukan hal baru sebelum akhirnya kita menciptakan dan mengembangkan
sesuatu yang baru tersebut.
Fowler (1996: 10): “Like the historian critical linguist aims to understand the values
which underpin social, economic, and political formations, and diachronically, changes
in values and changes in formaitons. Fowler (1996: 12): “Ideology is of course both a medium and an instrument
of historical processes”. Menurut Fowler, seperti linguis kritis
sejarawan bertujuan untuk memahami nilai-nilai yang mendukung formasi sosial,
ekonomi, dan politik, dan diakronis, perubahan
nilai dan perubahan formasi. Ideologi ini tentu saja baik media dan alat proses sejarah.
Ideology
is omnipresent in every single text (spoken, written, audio, visual or the
combinations of all of them) (Fowler 1996). Text productions is never neutral! (Fairclough
1989; 1992; 1995; 2000; Lehtonen 2000).
Literacy is NEVER neutral (Alwasilah
2001; 2012).
Therefore, reading and writing is always ideologically
motivated. Menurut Fowler ideologi
ada dimana-mana di setiap teks tunggal (lisan, tertulis, audio, visual atau
kombinasi dari semua itu) (Fowler 1996). Menurut
Fairclough dan Lehtonen produksi teks tidak pernah netral, begitu pula sama
dengan pendapat Alwasilah. Oleh karena itu, membaca dan menulis selalu
termotivasi secara ideologis. Menurut Mr. Lala Bumela, M.Pd sebaiknya sebuah
ideology penulis diletakkan diawal paragraph agar saat pembaca membaca
paragraph awal, pembaca dapat mngetahui hal apa yang akan dijabarkan oleh
penulis pada paragraph selanjutnya.
Van Djik
dalam bukunya “Ideological Discourse Analysis” menuliskan, mengabaikan diskusi besar ideologi dalam ilmu-ilmu sosial (CCCS, 1978; Eagleton,1991; Larrain, 1979; Thompson,
1984), kita akan di sini hanya mendefinisikan
ideologi sebagai sistem yang berada di dasar dari kognisi
sosial-politik kelompok (Lau dan Sears, 1986; Rosenberg,
1988). Dengan demikian, ideologi
mengatur sikap kelompok sosial yang terdiri dari
skematis terorganisir
pendapat umum tentang isu-isu sosial yang relevan ( Eagly dan Chaiken, 1993 ). Setiap kelompok akan memilih dari repertoar budaya umum
norma-norma dan nilai-nilai mereka yang optimal mewujudkan tujuan dan
kepentingan sosial dan akan menggunakan nilai-nilai ini sebagai blok bangunan
untuk ideologi kelompoknya. Orang dapat menemukan kesetaraan dan
kebebasan ekonomi baik juga relevan, dan ini juga akan ditampilkan dalam domain
yang spesifik yang relevan sikap ideologi yang bertentangan seperti mempertahankan,
dan akhirnya juga wacana mereka (Tetlock, 1989).
Representasi
sosial didefinisikan untuk kelompok, yaitu, seperti yang dimiliki oleh
(pikiran) anggota kelompok sosial (Farr dan Moscovici, 1984). Ini
berarti bahwa kita perlu untuk menjembatani
kesenjangan antara kognisi dan sosial seperti
kognisi personal (seperti pengetahuan dan pengalaman
pribadi) mendasari teks individu dan berbicara. Melalui
representasi sosial lainnya, seperti sikap dan pengetahuan sosial-budaya, ideologi
juga mempengaruhi pengetahuan ini spesifik dan kepercayaan pengguna bahasa individu. Ini
kognisi pribadi, diwakili dalam model mental dari
peristiwa konkret dan situasi (termasuk situasi komunikatif), dalam wacana
gilirannya kontrol, misalnya dalam mendongeng tentang pengalaman pribadi ,
atau dalam argumentasi tentang pendapat pribadi (Garnham,
1987; Johnson - Laird, 1983; van Dijk dan
Kintsch, 1983; van Oostendorp dan Zwaan, 1994).
Salah satu kekosongan utama di kedua sosiologis dan bahkan psikologis teori ideologi adalah rekening eksplisit struktur internal atau organisasi ideologi. Ini dapat diasumsikan, seperti yang kita lakukan, bahwa ideologi fitur, seleksi kelompok - relevan melayani diri sendiri dari sosial budaya dasar nilai-nilai. Selanjutnya, ideologi tidak terbatas pada kelompok-kelompok yang terkait dengan dominasi, kekuasaan atau perjuangan. Relevan, sesuai dengan definisi kami, namun, adalah kepentingan kelompok seperti yang didefinisikan oleh kategori identitas, kegiatan, tujuan, norma-norma dan nilai-nilai, posisi sosial dan sumber daya. Kami sekarang memiliki garis besar antarmuka yang layak antara masyarakat dan wacana, dan antara ideologi dan wacana, yaitu, bersama kelompo –aktor dimensi dan sesuai dengan hubungan antara shared kognisi sosial dan spesifik, personal atau individu kognisi . Interface ini menjelaskan baik bersama, sifat sosial teks dan berbicara, dan unik, variabel, kontekstual dan pribadi, sifat wacana (Billig, 1991).
Salah satu kekosongan utama di kedua sosiologis dan bahkan psikologis teori ideologi adalah rekening eksplisit struktur internal atau organisasi ideologi. Ini dapat diasumsikan, seperti yang kita lakukan, bahwa ideologi fitur, seleksi kelompok - relevan melayani diri sendiri dari sosial budaya dasar nilai-nilai. Selanjutnya, ideologi tidak terbatas pada kelompok-kelompok yang terkait dengan dominasi, kekuasaan atau perjuangan. Relevan, sesuai dengan definisi kami, namun, adalah kepentingan kelompok seperti yang didefinisikan oleh kategori identitas, kegiatan, tujuan, norma-norma dan nilai-nilai, posisi sosial dan sumber daya. Kami sekarang memiliki garis besar antarmuka yang layak antara masyarakat dan wacana, dan antara ideologi dan wacana, yaitu, bersama kelompo –aktor dimensi dan sesuai dengan hubungan antara shared kognisi sosial dan spesifik, personal atau individu kognisi . Interface ini menjelaskan baik bersama, sifat sosial teks dan berbicara, dan unik, variabel, kontekstual dan pribadi, sifat wacana (Billig, 1991).
Garis
besar kita tentang hubungan antara kognisi sosial dan pribadi menunjukkan tidak
hanya bahwa hubungan antara wacana dan ideologi tidak langsung dan dimediasi
oleh kognisi, tetapi juga bahwa, bahkan di dalam kognitif kerangka kerja ,
hubungan antara ideologi dan manajemen mental wacana tidak langsung. Artinya,
antara ideologi dan wacana kita menemukan lebih
sikap, pengetahuan, dan model mental tertentu peristiwa
dan konteks
komunikasi. Selain itu, pengguna bahasa tidak hanya sosial
anggota, tetapi juga orang-orang dengan sejarah pribadi
mereka sendiri ( biografi).
Kata ideologi berasal dari bahasa
Yunani “idea” dan “logos”. idea mengandung arti mengetahui pikiran, melihat
dengan budi. Adapun kata logos mengandung arti gagasan, pengertian, kata, dan
ilmu. jadi, ideologi berarti kumpulan ide atau gagasan, pemahaman-pemahaman,
pendapat-pendapat, atau pengalaman-pengalaman. Istilah ideologi dicetuskan oleh
Antoine Destutt Tracy (1757b-1836), seorang
ahli filsafat prancis. menurutnya, ideologi merupakan cabang filsafat yang
disebut science de ideas ( sains tentang ide ). Pada tahun 1796, ia
mendefinisikan ideologi sebagai ilmu tentang pikiran manusia, yang mampu
menunjukkan jalan yang benar menuju masa depan. Dengan begitu, pada awal
kemunculannya, ideologi berarti ilmu tentang terjadinya cita-cita, gagasan, dan
buah pikiran.
Dalam perkembangannya, ideologi
didefinisikan sebagai berikut.
1. Menurut Descartes,
ideologi adalah inti dari semua pikiran manusia
2. Menurut Machiavelli,
ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.
3. Menurut Thomas
Hobbes, Ideologi adalah seluruh cara untuk melindungi kekuasaan
pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya.
4. Menurut Francis
Bacon, ideologi adalah paduan atau gabungan pemikiran mendasar dari
suatu konsep
5. Menurut Karl
Marx, ideologi adalah alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan
bersama dalam masyarakat.
6. Menurut Napoleon,
ideologi adaah keseluruhan pemikiran politik dari musuh-musuhnya.
7. Menurut Dr.Hafidh
Shaleh, ideologi adalah suatu pemikiran yang mempunyai ide berupa
konsepsi rasional, yang meliputi aqidah dan solusi atas seluruh problem
kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi
metode untuk menjabarkan ide dan jalan keluarnya, metode mempertahankannya dan
metode menyebarkannya ke seluruh dunia.
8. Menurut The
American Heritage dan Dictionary of The English Language, Fourth Edition,
ideologi adalah sekumpulan ide yang mencerminkan kebutuhan-kebutuhan, darapan
dan tujuan sosial dari individu, kelompok, golongan atau budaya. dan ideologi
adalah sekumpulan ajaran atau kepercayaan yang membentuk dasar-dasar politik,
ekonomi, dan sistem-sistem yang lain.
9. Menurut Random
House Unabridged Dictionary, ideologi adalah sekumpulan ajaran, cerita
suatu bangsa, kepercayaan dan lain -lain yang menuntut individu, gerakan
sosial, institusi, golongan, atau kelompok yang besar.
10. Menurut Prof.
Lowenstein, ideologi adalah suatu penyelarasan atau gabungan pola
pikiran dan kepercayaan, atau pemikiran bertukar menjadi kepercayaan,
penerangan sikap manusia tentang hidup dan kehadirannya dalam masyarakat dan
mengusulkan sesuatu kepemimpinan dan menyeimbangkannya berdasarkan pemikirannya
dan kepercayaan itu.
11. Menurut Sastrapratedja,
ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada
tindakan yang berorganisis menjadi suatu sistem yang teratur dan ideologi
adalah ilmu yang berkaitan dengan cita-cita, yang terdiri atas seperangkat
gagasan-gagasan atau pemikiran manusia mengenai soal-soal cita politik, doktrin
atau ajaran, nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Berdasarkan uraian tersebut,
ideologi dapat disimpulkan sebagai berikut.
1) Nilai yang menentukan seluruh hidup
manusia
2) Gagasan yang diatur dengan baik
tentang manusia dan kehidupannya
3) Kesepakatan bersama yang membuat
nilai dasar masyarakat dalam suatu negara
4) Pembangkit kesadaran masyarakat akan
kemerdekaan melawan penjajah
5) Gabungan antara pandangan hidup yang
merupakan nilai-nilai dari suatu bangsa serta dasar negara yang memiliki nilai-nilai
falsafah yang menjadi pedoman hidup suatu bangsa.
Ideologi merupakan gambaran dari hal
-hal berikut.
a) Sejauh mana masyarakat berhasil
memahami dirinya sendiri
b) Lukisan tentang kemampuannya
memberikan harapan kepada berbagai kelompok atau golongan yang ada pada
masyarakat untuk mempunyai kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk
membangun masa depan yang lebih cerah.
c) Kemampuan mempengaruhi sekaligus menyesuaikan
diri dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
Ideologi dapat dianggap sebagai visi
yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam
kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis),
atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota
masyarakat. Tujuan utama dibalik ideologi adalah
untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi
adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang
diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti
politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi
walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi
ideologi Marxisme). Pada intinya ideologi
merupakan cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang sekaligus membentuk
orang atau masyarakat itu menuju cita-citanya. Ideologi merupakan sesuatu yang
dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi merupakan suatu pilihan yang jelas
membawa komitmen (keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran
ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi pula komitmennya untuk
melaksanakannya.
Kata value yang kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi nilai, berasal dari bahasa Latin valare
atau bahasa Perancis Kuno valoir (Enyclopedia of Real Esate
Terms, 2002). Terdapat perbedaan pendapat di antara para pakar, dan
perbedaan cara pandang mereka itu berimplikasi pada perumusan definisi nilai.
Nilai atau value termasuk salah satu bidang kajian dalam filsafat.
Istilah nilai dalam filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda
abstrak yang artinya keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness),
dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau
melakukan penilaian.
Dictionary of sosciology and Related sciences mengemukakan, definisi nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia,
sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok.
Pada dasarnya nilai merupakan sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu
obyek, bukan obyek itu sendiri. Sesuatu yang mengandung nilai berarti ada sifat
atau kualitas yang melekat pada sesuatu tersebut. Dengan demikian, nilai itu
sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan
lainnya. Adanya nilai karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa
nilai (wastranger).
Senada dengan pendapat diatas, Milton
Receach dan James Bank mengemukakan bahwa definisi nilai adalah suatu
tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana
seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan mengenai sesuatu yang
pantas atau sesuatu yang tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.
Pandangan ini juga berarti nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu yang
telah berhubungan dengan subyek (manusia pemberi nilai). Sementara itu,
definisi nilai menurut Frankel adalah
standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang
mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Pengertian ini
menunjukkan bahwa hubungan antar subyek dengan obyek memiliki arti yang penting
dalam kehidupan subyek.
Yvon Ambriose mengaitkan nilai dengan kebudayaan dan menganggap nilai
merupakan inti dari kebudayaan tersebut. Nilai
merupakan realitas abstrak, dirasakan dalam pribadi masing-massing sebagai
prinsip dan pedoman dalam hidup. Nilai merupakan suatu daya dorong dalam
kehidupan seseorang baik pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu nilai
berperan penting dalam proses perubahan sosial. Sedangkan Sidi Gazalba mengartikan nilai dengan sesuatu yang
bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan benda kongkrit, bukan fakta, tidak
hanya soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan
tidak disenangi. Nilai itu terletak antara hubungan subyek penilai dengan
obyek.
Berdasarkan beberapa definisi nilai, terdapat suatu
konvergensi bahwa nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat
berarti bagi kehidupan manusia, esensi itu merupakan rujukan dan keyakinan
dalam menentukan pilihan. Esensi itu sendiri belum berarti sebelum dibutuhkan
manusia, tetapi bukan berarti adanya esensi itu karena adanya manusia yang
membutuhkan. Sederhananya, kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat
sesuai dengan peningkatan daya tangkap, kepentingan, dan pemaknaan manusia itu
sendiri. Karena banyaknya definisi nilai (menurut para filosof nilai yang
bekerja dalam Union of International Association (UIA, 2003), melaporkan
terdapat 15 definisi nilai yang berbeda), maka memilih definisi nilai bukan
untuk menyalahkan definisi lain, tepi hal itu tergantung dari sudut pandang
mana orang melihat dan keperluan apa yang dibutuhkan.
Sifat-sifat
nilai adalah sebagai berikut.
a.
Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam
kehidupan manusia.
b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung
harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal
(das sollen).
c.
Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan
manusia adalah pendukung nilai.
Nilai akan selalu berkembang, contohnya adalah kejujuran,
kedamaian, kecantikan, keindahan, keadilan, kebersamaan, ketakwaan, dan
keharmonisan. Nilai juga merupakan bagian dari hidup manusia. Oleh karena itu,
hubungan antarmanusia selalu diikat oleh nilai.
Jenis-Jenis
Nilai
Dalam
filsafat, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
a.
nilai logika adalah nilai benar-salah;
b.
nilai estetika adalah nilai indah-tidak indah (jelek);
c.
nilai etika/moral adalah nilai baik-buruk.
Menurut
Notonegoro, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu nilai material, nilai vital,
dan nilai kerohanian.
a. Nilai
material adalah segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai
vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai
kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Sejarah, ideologi dan value (nilai) saling keterkaitan antara
satu sama lainnya, contohnya ideologi bangsa Indonesia sendiri. Ideologi
berasal dari kata ideo artinya cita-cita, gagasan, konsep pengertian
dasar, cita-cita. dan logy berarti: pengetahuan, ilmu dan paham. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya
dengan “cita-cita”. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang
bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan
dasar atau pandangan/paham. Hubungan manusia dan cita-ctanya disebut dengan
ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai, dimana
nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk
mencapai nilai-nilai tersebut. Ideologi yang pada mulanya berisi
seperangkat gagasan, dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu paham
menngenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk menjadi pegangan hidup.
Writing in college often takes the
form of persuasion—convincing others that you have an interesting, logical
point of view on the subject you are studying. Persuasion is a skill you practice regularly in your daily
life. In college, course assignments often
ask you to make a persuasive case in writing. Menulis di
perguruan tinggi sering mengambil bentuk persuasi-meyakinkan orang lain bahwa kita memiliki
menarik, sudut pandang logika pada subjek yang kita pelajari. Persuasi adalah keterampilan kita berlatih
secara teratur dalam kehidupan sehari-hari kita. Di perguruan tinggi, tugas kursus sering meminta kita untuk membuat
kasus persuasif secara tertulis.
Now, pay attention to THESIS STATEMENT! You are
asked to convince your reader of your point of view. This form of persuasion,
often called academic argument, follows a predictable pattern in writing. After
a brief introduction of your topic, you state your point of view on the topic
directly and often in one sentence. This
sentence is the thesis statement, and it serves as a summary of the argument
you’ll make in the rest of your paper. The thesis
of an essay is its main idea.
The thesis statement of an essay is the one- or two-sentence
statement that expresses this main idea.
The thesis statement identifies the writer’s topic and the opinion the writer has
about that topic. Kita akan diminta untuk meyakinkan pembaca kita sudut pandang kita. Bentuk persuasi, sering disebut argumen akademis, mengikuti pola diprediksi secara tertulis. Setelah pengenalan singkat dari topik kita, kita menyatakan sudut pandang kita pada topik secara langsung dan sering dalam satu kalimat. Kalimat ini adalah pernyataan tesis, dan berfungsi sebagai ringkasan dari argumen kita akan membuat di sisa kertas kita. Tesis esai adalah ide utamanya. Pernyataan tesis dari esai adalah pernyataan satu atau dua kalimat yang mengungkapkan gagasan utama ini. Pernyataan tesis mengidentifikasi topik penulis dan pendapat penulis memiliki sekitar topik itu.
Thesis Statements
Functions. The thesis statement performs two
functions:
1.
the
writer creates a thesis to focus the essay’s subject. penulis menciptakan tesis untuk fokus subjek esai.
2.
the presence of a good
thesis statement aids reader
understanding. kehadiran pernyataan tesis yang baik membantu pemahaman pembaca.
THESIS STATEMENT is
- tells the reader how you will interpret the significance of the subject matter under discussion. memberitahu pembaca bagaimana kita akan menafsirkan pentingnya materi pelajaran yang sedang dibahas.
- is a road map for the paper; in other words, it tells the reader what to expect from the rest of the paper. adalah peta jalan untuk kertas, dengan kata lain, ia memberitahu pembaca apa yang diharapkan dari sisa kertas.
- directly answers the question asked of you. A thesis is an interpretation of a question or subject, not the subject itself. The subject, or topic, of an essay might be World War II or Moby Dick; a thesis must then offer a way to understand the war or the novel. langsung menjawab pertanyaan diminta dari penulis. Tesis merupakan interpretasi dari pertanyaan atau subjek, bukan subjek itu sendiri. Subyek, atau topik, dari sebuah esai mungkin Perang Dunia II atau Moby Dick, tesis maka harus menawarkan cara untuk memahami perang atau novel.
- makes a claim that others might dispute. membuat klaim bahwa orang lain mungkin membantah.
- is usually a single sentence somewhere in your first paragraph that presents your argument to the reader. The rest of the paper, the body of the essay, gathers and organizes evidence that will persuade the reader of the logic of your interpretation. biasanya satu kalimat di suatu tempat di paragraf pertama kita yang menyajikan argumen kita kepada pembaca. Sisa kertas, tubuh esai, mengumpulkan dan mengatur bukti yang akan membujuk pembaca logika penafsiran kita.
Another crucial
reminder.
·
A thesis is the result of a lengthy
thinking process. Tesis adalah
hasil dari proses berpikir yang panjang.
·
Before you develop an argument on any
topic, you have to collect and organize evidence, look for possible
relationships between known facts (such as surprising contrasts or
similarities), and think about the significance of these relationships. Sebelum Anda
mengembangkan argumen tentang topik apa saja, Anda harus mengumpulkan dan
mengatur bukti, mencari kemungkinan hubungan antara fakta yang diketahui
(seperti kontras mengejutkan atau kesamaan), dan berpikir tentang pentingnya
hubungan ini.
Self Assessment
Procedure.
- Does my thesis pass the “So what?” test? If a reader’s first response is, “So what?” then you need to clarify, to forge a relationship, or to connect to a larger issue. Apakah tesis saya lulus "Jadi apa?" Test? Jika pembaca respon pertama adalah, "Jadi apa?" Maka Anda perlu menjelaskan, untuk menjalin hubungan, atau menghubungkan ke masalah yang lebih besar.
- Does my essay support my thesis specifically and without wandering? If your thesis and the body of your essay do not seem to go together, one of them has to change. It’s o.k. to change your working thesis to reflect things you have figured out in the course of writing your paper. Remember, always reassess and revise your writing as necessary. Apakah esai saya mendukung tesis saya secara khusus dan tanpa berkeliaran? Jika tesis Anda dan tubuh esai Anda tampaknya tidak pergi bersama-sama, salah satu dari mereka harus berubah. Ini deh untuk mengubah tesis Anda bekerja untuk mencerminkan hal-hal yang sudah tahu dalam rangka penulisan makalah Anda. Ingat, selalu meninjau kembali dan merevisi tulisan Anda yang diperlukan.
3. Does
my thesis pass the “how and why?” test? If
a reader’s first response is “how?” or “why?” your thesis may be too open-ended
and lack guidance for the reader. See what you can add to give the reader a
better take on your position right from the beginning. Apakah tesis saya lulus "bagaimana dan mengapa?" Test? Jika pembaca respon pertama adalah "bagaimana?" Atau "mengapa?" Tesis Anda mungkin terlalu terbuka dan kurang bimbingan bagi pembaca. Lihat apa yang dapat Anda tambahkan untuk memberikan pembaca take lebih baik pada posisi Anda benar dari awal.
Dari pembahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi kaum literat seorang harus melewati
beberapa fase yaitu emulate-discover-create. Meniru merupakan fase awal seorang
untuk dapat menemukan ceruk baru, untuk kemudian dapat menciptakan sesuatu yang
baru. Hal tersebut tentunya membutuhkan proses yang cukup lama dan harus
didasarkan pada bukti-bukti dan fakta-fakta serta penelitian mengenai ceruk
baru bagi masyarakat dunia. Hal tersebut tentunya membutuhkan proses yang tidak
singkat yang harus didasarkan terhadap bukti-bukti, fakta-fakta, dan penelitian
sebelum akhirnya dikembangkan dan menjadi sebuah pengetahuan baru. Ideology
merupakan ide atau gagasan penulis yang baiknya di letakan di paragraph
pertama, yang kemudian akan di lengkapi thesis statement sebagai petunjuk penulis
kepada pembaca tentang hal apa saja yang akan diungkapkannya pada
halaman-halaman selanjutnya. Sejarah dan ideology merupakan dua hal yang saling
berkaitan, karena disisi ideologi yang pada mulanya berisi
seperangkat gagasan, dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu paham
mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk menjadi pegangan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic