Pada pertemuan ke-enam ini seperti pada pertemuan sebelumnya beliau
menuliskan kutipan, yang menurut saya kutipan tersbut bisa kita jadikan
motivasi dalam hidup ini. berikut adalah
kutipan kata-kata tersebut.
Katanya, tugas mereka yang tercerahkan--kaum literat--adalah
meneroka ceruk ceruk 'baru' tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka
pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana
dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya
baru tahu teori ini dan itu dari 'suara-suara penuh kuasa' di bidang yang
mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan--literat; mereka baru
pada fase awal; peniru.
Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari
memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang
dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah
mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang
dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita
dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak benar", tanpa dasar yang
'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita
merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian
dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan". Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami
lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru
kita sedikit ketahui.
Yang dapat saya tangkap dari kutipan tersebut adalah bahwasanya jika kita
diibaratkan kaum literat yang sedang berusaha untuk menggali potensi diri dan
mengeluarkannya dalam bentuk yang lebih positif. Namun, terkadang yang sebenarnya terjadi
adalah kita hanya meniru ucapan atau pendapat seseorang dan menggapnya sebagai
pendapat kita. Sebenarnya menirupun ada
sisi baiknya yaitu dimana dengan kita meniru seseorang maka, akan terdorong
dalam hatinya untuk menemukan lalu menciptakan sesuatu yang lebih baik daripada
pendahulunya. Yang terpenting adalah saat
kita merasa tidak yakin atau bahkan tidak tahu akan sesuatu, tapi kita
mengatakan seolah kita mengetahui semuanya.
Saya coba contohkan seperti seorang anak kecil yang baru saja mempelajari
sejarah di sekolah, lalu ketika dia pulang ke rumah dia menceritakan semuanya
kepada orang tuanya seolah dia mengetahui semuanya. Padahal dia tidak tahu bahwa orang tuanya
telah lebih dulu mempelajari apa yang ia pelajari di sekolahnya tersebut. Apa yang dilakukan anak kecil tersebut
hanyalah meniru tulisan dari buku dan menyampaikannya secara lisan kepada
orang-tuanya. Saat kecil mungkin anak
tersebut hanya meniru tulisan dari buku, namun siapa yang tahu dimasa depannya
dia akan menjadi seperti apa? Siapa tahu di masa depan dia akan menjadi seorang
penemu sejarah yang bahkan lebih hebat daripada penulis buku yang pernah ia
baca sewaktu kecil.
Proses dari anak kecil tersebut dalam meraih masa depannya tentu bukanlah
sesuatu yang instan atau langsung jadi, namun pastinya memerlukan waktu yang
sangat lama. Layaknya seperti proses
foto yang dilakukan oleh fotografer profesional, yang tidak akan sembarangan
dalam menentukan hasil jepretan terbaiknya.
Seperti halnya apa yang telah dilakukan oleh Howard Zinn dalam
mengungkap kebenaran mengenai kolumbus.
Bisa jadi saat Howard Zinn masih anak-anak dia juga mempercayai bahwa
kolumbuslah yang telah menmukan benua Amerika.
Namun setelah dia tumbuh dewasa sesuatu dalam dirinya tidak begitu saja
percaya dengan apa yang pernah ia pelajari.
Atau bahkan mungkin dia pernah membaca buku tentang kejahatan kolumbus
di waktu kecilnya. Sehingga setelah dia
dewasa dia mencoba untuk mempelajari dan mengungkap hal yang sebenarnya.
Pada hakiktnya, sebelum kita mempelajari sebuah ilmu pengetahuan, maka
seharusnya kita terlebih dahulu mencintai ilmu pengetahuan tersebut. Karena, tanpa rasa cinta terhadap ilmu
pengetahuan yang di pelajari maka rasanya akan sangat mustahil untuk kita dapat
merangkul ilmu pengetahuan tersebut.
Tidak hanya cinta kepada ilmu pengetahuan saja yang dapat membimbing kita
kearah kesuksesan. Namun bisa juga dalam
hal lain seperti apa yang telah dilakukan oleh Christoper Columbus. Dia memiliki semangat yang tinggi untuk
mencari emas dan itu telah membimbingnya dalam menemukan benua Amerika sehingga
dia telah dianggap sebagai penemu besar.
Meskipun di zaman sekarang telah terbukti bahwa beberapa abad sebelum
Kolumbus datang ke benua tersebut masyarakat Islam terlebih dulu hadir dan
menetap di sana.
Fowler (1996: 12): “Ideology adalah perantara dan sebuah alat dalam proses
sejarah.” Maksud dari kalimat ini adalah ideologi merupakan hal yang penting
dalam sejarah. Mengapa demikian? Itu
semua dikarenakan yang menjadi pengantar atau perantara dalam ideologi adalah
bahasa, dan yang menjadi instrumenyapun juga bahasa. Ideologi selalu ada di mana-mana seperti
dalam pecakapan, penulisan, pendengaran, penglihatan atau merupakan kombinasi
dari semuanya.
Kesimpulan
pada pertemuan ini, untuk bisa menjadi seorang The Next of Howard Zinn bukanlah
sebuah hal yang mudah. Diperlukan waktu yang
lama dan latihan menulis yang berulang-ulang, dan tentunya disertai kerja keras
serta kecintaan terhadap pengetahuan yang kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic