Membaca dan
menulis bagi sebagian masyarakat (komunitas) memiliki berbagai kendala, dan
kendalanya ini perlu ditangani bersama, jika tidak maka kekuatan pribadi tidak
akan mampu menjebol arus pertahanan informasi yang mengglobal. Pemerintah,
swasta, masyarakat, sekolah, aparat, mahasiswa, dan kelompok jika bersama-sama
maka akan menjadi kekuatan besar untuk sama-sama menyadari pentingnya literasi
bagi kemajuan dan kecerdasan masyarakat menuju Indonesia cerdas seutuhnya.
Salam literasi.
Secara sederhana,
literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Kita
mengenalnya dengan melek aksara atau keberaksaraan. Namun sekarang ini literasi
meiliki arti luas, sehingga keberaksaraan bukan lagi bermakna tunggal melainkan
mengandung beragam makna (multi literacies). Ada bermacam-macam keberaksaraan
atau literacy, misalnya literasi komputer (computer literacies), literasi media
(media literacies), dan lain sebagainya. Seseorang yang dikatakan literat jika
ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan
melakukan sesuatu berdasarkan pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut.
Setelah menjadi
pembaca yang hebat, kita sebagai mahasiswa yang berliterat diharuskan melakukan
sesuatu berdasarkan pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut, seperti menjadi
penulis yang hebat, yang bisa merubah dunia. Salah satu tugas utama penulis
adalah untuk mengungkap kemungkinan-kemungkinan pemahaman yang baru. Menjangkau
bentuk-bentuk baru dari pemahaman meliputi tahap-tahap penting yaitu:
meniru-menemukan-menciptakan. Menulis adalah masalah menciptakan affrodances
atau disebut juga menciptakan sesuatu dan mengeksplorasi potensi makna. Menulis
adalah sebuah semogenesis, dimana menulis adalah sebuah meaning making practice.
Thesis statement
merupakan tahapan yang sangat penting untuk membuat pernyataan atau dialog
awal, agar sesuai dengan apa yang diharapkan si pembaca. Sebuah komentar dari
Milan Kundera (di L’Art duroman, 1986): “untuk menulis, berarti sedang menjadi
penyair yang mampu menghancurkan apa
yang ada dibalik dinding tersebut.” Dalam hal ini, tugas seorang penyair tidak
berbeda dari karya sejarah, yang juga “menemukan” bukannya menciptakan.
Historian, poet dan linguistics adalah sama-sama “penemu”, dan ketiganya
sama-sama mempunyai value. Ketiganya juga sama-sama “penemu” yaitu seseorang
yang mencari dan mengungkap sesuatu yang belum terlihat atau belum terungkap.
Penyair mempunyai misi yaitu menolak asumsi-asumsi yang lama.
Hubungan antara
ideologi dan thesis statement adalah dimana kekuatan suatu karya tulisan ada
pada thesis statement, dan ideologi adalah suatu sudut pandang seorang pemikir
yang akan menjadi pondasi kokoh untuk karya tulis tersebut, hingga tulisan itu
tidak akan mudah untuk digoyahkan. Untuk menjadi seorang penulis kita harus
berani melawan arus, dalam artian kita haru berani mematahkan asumsi-asumsi
lama, seperti asumsi tentang keburukan Christopher Columbus yang ditulis oleh
Prof. Howard Zinn, bahwa sebenarnya kita harus mencari informasi tentang
Columbus dari sisi baiknya. Kita bisa saja menciptakan karya tulis tentang
Columbus yang mempunyai tugas mulia dari sang ratu Isabella untuk menyebarkan
agama Kristen dan Columbus juga adlah seorang penjelajah yang mengemban tugas
untuk mencari rempah-rempah ke Hindia, dimana pada zaman itu Hindia terkenal
akan rempah-rempahnya yang melimpah, sedangkan di Eropa makanan pun masih
terasa hambar dan mudah membusuk. Jadi, demi negaranya Columbus berani untuk
mengarungi lautan bertahun-tahun, hanya demi untuk memperbaiki kualitas
negerinya.
Atau, bagaimana
dengan asumsi yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia itu terkenal dengan
keramahan dan budaya yang luar biasa. Apakah anda masih percaya? Jika
diperhatikan akhir-akhir ini budaya tawuran sudah mendarah daging di diri
anak-anak remaja masa kini, dan bagaimana orang-orang Indonesia menyelsaikan
masalahnya hanya dengan otot dan adu kekuatan dibandingkan dengan kompetisi adu
kecerdasan untuk meraih kesuksesan. Apakah seperti itu bangsa yang terkenal
dengan keramahannya? Apalagi dewasa ini, Indonesia dikenal dalam keburkannya.
Ada tiga hal yang tidak membanggakan dari setiap prilaku/sifat/kepribadian
bangsa Indonesia, yaitu:
1.
Budaya
Korupsi
2.
Anarkisme,
dan
3.
Fanatisme
Berlebihan
Sejarah dan literasi tentu mempunyai hubungannya dengan ideologi.
Disini kita akan membahas terlebih dahulu mengenai ideologi. Menurut Karl Marx,
ideologi adalah kesadaran palsu, karena ideologi merupakan hasil pemikiran yang
diciptakan oleh pemikirnya, padahal kesadaran para pemikir tersebut pada
dasarnya ditentukan oleh kepentingan pribadinya. Jadi, ideologi menurut Karl
Marx adalah pengandalan-pengandalan spekulatif yang berupa agama, moralitas,
atau keyakinan politik. Meskipun spekulatif ideologi tersebut dianggap sebagai
kenyataan untuk menyembunyikan atau melindungi pkepentingan kelas sosial
pemikir tersebut.
Lalu apa hubungannya antara sejarah dan ideologi? Tentu saja sebuah
ideologi didapat dari sejarah, contohnya saja Negara Indonesia. Negara ini
mempunyai ideologi bangsa yang disebut pancasila, pancasila disini sebagaimana
yang kita tahu bahwa lima dasar (pancasila) ini dibuat oleh para pendahulu,
keadaan dan situasi pada waktu itu telah menjadi saksi lahirnya ideologi
bangsa. Dimana pancasila didapat dari beberapa pemikir untuk menciptakan
ideologi tersebut. Jadi sejarah merupakan awal dari segala awal dalam
terciptanya ideologi bangsa. Dan sebagaimana yang kita tahu bahwa sejarah
merupakan proses penciptaan manusia yang tidak akan pernah putus.
Sekarang, kita akan membahas mengenai hubungannya antara sejarah
dan literasi. Keduanya sangat benar-benar terhubung erat, yaitu bahwa budaya
literasi membawa sejarah tetap hidup, dimana literasi akan memberikan
guratan-guratan tinta emas untuk mengabadikan setiap titik kejadian yang telah
terjadi di masa lalu, sehingga sejarah memang tidak akan pernah mati.
Saya hampir lupa dalam menjelaskan hubungan antara ideologi dengan
judul. Seperti yang kita tahu bahwa “judul” merupakan satu hal yang paling
penting dalam suatu tulisan, dan ideologi adalah suatu hasil pemikiran dari
sang pemikir tersebut. Berarti dengan kata lain, judul dan ideologi merupakan
satu kesatuan dari hasil pemikiran yang sangat luar biasa.
Jadi, kesimpulannya adalah untuk menjadi seorang penulis kita harus
berani menerabas arus yang deras untuk bisa menciptakan kekuatan baru bagi para
masyarakat dan para pemikir. Cinta terhadap pengetahuan dan kekuatan adalah
merupakan modal yang cukup penting dan wajib kudu dimiliki untuk oleh penulis.
Walaupun memang untuk menjadi seorang penulis, kita akan melewati beberapa
tahap, yaitu peniru-menemukan-lalu kemudian menciptakan.
Salam literasi-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic