Sejak dari kecil kita telah belajar bahasa. Selain Bahasa Indonesia,
sewaktu di MIN saya telah diperkenalkan dengan bahasa asing yaitu Bahasa
Arab. Memasuki MTsN, saya diperkenalkan
lagi dengan bahasa asing lainnya yaitu Bahasa Inggris. Demikian seterusnya sampai tingkat
selanjutnya, sampai MAN. Meskipun telah
lama mempelajari bahasa, namun yang saya mengerti tentang bahasa hanya terbatas
pada penguasaan kosakata (vocabulary) dan tata bahasa (grammar) saja.
Saya baru mengerti, bahwa bahasa memiliki banyak cabang keilmuan, namun
baru sekarang saya mengetahui hal tersebut.
Beberapa hal yang baru saya mengerti tentang bahasa adalah, bahwa
terdapat empat skill atau keahlian di dalamnya, yaitu: menulis, membaca, berbicara
dan mendengarkan. Kesemuanya
masing-masing memiliki sisi yang sulit untuk dimenerti. Karena tulisan ini
ditujukan untuk mata kuliah menulis maka saya akan berbicara mengenai menulis
dan hal-hal lain yang terkait di dalamnya.
Menulis bagi seorang penulis diibaratkan sedang menjebol atau merobohkan
sebuah dinding untuk mengetahui rahasia di balik dinding tersebut (Milan
Kundera, 1986).
Dari perumpamaan di atas kita dapat mengerti bahwa, layaknya seseorang
yang sedang berusaha merobohkan sebuah dinding, semuanya tergantung pada alat
yang digunakan oleh masing-masing orang.
Ada yang menggunakan alat berat, maka dia akan dengan mudah untuk
merobohkan dinding tersebut. Namun, ada
juga yang hanya menggunakan alat yang sederhana berupa palu, tentu waktu yang
dibutuhkannyapun akan lebih lama daripada orang yang menggunakan alat berat
tadi. Alat yang digunakan oleh
masing-masing orang tersebut diibaratkan kemampuan dasar setiap orang dalam
mempelajari bahasa. Alat berat berarti
orang tersebut sudah memiliki pengetahuan yang bagus dalam bahasa. Sementara orang yang menggunakan palu berarti
orang tersebut memiliki kemampuan yang rendah dalam bahasa. Meskipun begitu keduanya tetap harus bekerja
untuk dapat merobohkan tembok tersebut.
Tidak sembarang orang memiliki kemampuan menulis yang baik. Karena ternyata dalam menulis terdapat
beberapa kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang penulis. Seorang penulis yang baik harus memiliki
kemampuan literasi yang baik juga. “Sebagai
individu, kita semua telah mengembangkan literasi melalui berbagai tahapan dan pengalaman.
Kemampuan untuk memahami teks ilmiah, misalnya, memerlukan pelatihan yang
berbeda daripada membaca teks sastra, dan itu harus dipelajari secara terpisah.
Belajar literasi berarti mentransfer dari satu dunia ke dunia lain - dengan
cara lebih dari satu. Dalam keterampilan membaca dan menulis, cara yang lebih
metodis dan formal interaksi muncul dari dalam interaksi linguistik spontan dan
informal. Aturan bahasa memperoleh lebih penting daripada sebelumnya, dan
sekaligus transfer dari pribadi ke ruang publik berlangsung”. ( Mikho Lehtonen,
p. 53)
Dari pengertian literasi di atas, dikatakan bahwa literasi dikembangkan
melalui tahapan dan juga pengalaman atau dengan kata lain ada sebuah proses di
dalamnya. Itu berarti literasi selalu
berkembang dan akan terus berkembang dari masa ke masa. Bukti bahwa literasi telah berkembang adalah
melalui sejarah. Mengapa sejarah? Karena
sebuah peradaban biasanya meninggalkan bukti adanya eksistensi mereka, bukti sejarah
tersebut bisa berupa artefak kuno, bangunan ( candi, istana, makam, dan
lain-lain) atau bisa juga berupa tulisan kuno.
“Bahasa dan maknanya memang menandai daerah (adanya) manusia, menafsirkan realitas dan memproduksi identitas. Mereka adalah bagian
penting dari sejarah kita bersama,
pembuatan kita dan masyarakat
kita. Oleh karena itu, dalam buku ini saya mencoba untuk
berlatih tegas studi duniawi. Ini juga
merupakan bagian dari keduniawian ini bahwa saya telah berusaha untuk menyusun teks yang tidak menyembunyikan operasi intelektual sendiri, tapi yang membuat metode dan teknik yang menggunakan sebagai dipahami dan berguna mungkin. Ini
adalah keinginan saya bahwa saya menawarkan buku sesuatu dari alat untuk peneliti lain teks untuk memegang dan membawa menyenangkan
untuk orang-orang yang melemparkan mata bertanya pada dunia kita: dunia alam dan budaya.” ( Mikho
Lehtonen, p. 5)
Dari pengertian di atas saya dapat mengambil kesimpulan bahwa sejarah dapat
menjadi identitas manusia dan merupakan bagian penting dari sejarah kita
bersama. Misalnya: seorang penulis dapat
dikenal lebih lama daripada seorang peneliti yang tidak memiliki buku karangan
sendiri. Seperti Howard Zinn, meskipun
dia telah beberapa tahun yang lalu meninggal namun, karena dia seorang penulis
dan memiliki beberapa buku karangan sendiri sehingga kita masih bisa
mengenalnya meskipun hanya lewat internet.
Kita dapat mengetahui sejarah dari Howard Zinn, buku apa saja yang telah
ia tulis, dan seperti apa latar belakang keluarganya.
“Dalam hal ini, adalah mungkin untuk berpikir bahwa 'ideologi' adalah
masalah wacana, konsekuensi dari efek diskursif tertentu. Telah ada perdebatan fanatik
pada konsep 'ideologi' selama beberapa dekade terakhir, namun konsep masih berpegang
pada nilainya. Semua penggunaan wacana bahasa bertujuan untuk menghasilkan efek
tertentu dan posisi subjek dalam penerima. Dari sudut pandang ini, semua bahasa
memiliki dimensi retoris nya. Namun, itu akan menjadi tidak analitis untuk
mengklaim bahwa semua penggunaan bahasa retoris ke tingkat yang sama. Dengan konsep
'ideologi' kita dapat menggambarkan daerah-daerah penggunaan bahasa yang
berhubungan dengan kepentingan kelompok yang berbeda dan pertanyaan mengenai daya”.
( Mikho Lehtonen, p. 47)
Dari contoh definisi di atas saya menyimpulkan bahwa ideologi sangat sulit untuk
didefinisikan. Bahwa ideologi bisa dipahami
jika di gabungkan dengan kata lain. Ideologi
biasanya ditanamkan dalam kelompok tertentu demi kepeningan tertentu. Namun demikian setiap orang bisa jadi memiliki
ideologi masing-masing tentang dirinya, dan juga untuk lingkungannya.
Kesimpulan dari pertemuan kali ini bahwa setiap orang baik penulis atau bukan
masing-masing memiliki ideologi yang berbeda-beda. Kenapa demikian? Karena menurut saya setiap orang
memiliki ideologi, kemampuan literasi, dan sejarah atau pengalaman masing-masing.
Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam tiga hal tersebut.
Reference
Lehtonen, Mikho. 2000. The Cultural Analysis
of Text. London
: SAGE Publications
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic