Class Review
Satu persatu class review telah
kurampungkan dalam rangka sebagai tiket masuk kelas Writing 4. Hari sabtu dan
minggu yang seharusnya menjadi hari senang-senang berubah menjadi deadline
untuk mengerjakan class review dan chapter review serta critical review. Hal it
uterus berkelanjutan sampai akhir semester nanti. Sementara malam-malam
panjangku menjadi saat yang ideal untuk menjernihkan pikiran dan mulai
merangkai kata. Menulis sebenarnya tidak memerlukan waktu yang lama. Hanya
saja, mengonsep apa yang akan kita tulis itulah yang seperti memancing di dalam
sumur. Kemungkinan untuk mendapatkan seekor Boncel yakni 0,00001%.
Minggu keempat ini saya rasa
endurance yang saya miliki mulai melemah. Banyaknya tugas membuatku tak bisa
tidur nyenyak akhir-akhir ini. Waktu deadline pun semakin sempit kurasakan.
Lingkungan ramai disekitar rumah tidak memungkinkanku untuk berkarib dengan
sepi. Sementara ide-ide mentah berserakan di pikiranku. Berantakan.
Minggu ini, temanya adalah “Literacy
is something we do”. Dari hasil critical review minggu lalu, kebanyakan belum
terkait dengan religions harmony. Banyak sekali yang tidak mengaitkan antara
classroom discourse dengan religion harmony. Sebenarnya jika kita memaparkan
tentang classroom discourse, kemungkinan critical review yang kita tulis akan
lebih nyambung. Untuk istilah “discourse” sendiri memiliki makna yang
complicated dan berhubungan dengan interaction. Kemudian untuk harmony sendiri
munculnya yaitu dari talk. Untuk discourse sendiri dikatakan complicated karena
didalamnya terdapt aspek-aspek sebagai berikut :
1. Background : Setiap siswa memiliki background atau
latar belakang yang berbeda tergantung dimana ia dibesarkan.
2. Communicative
strategies : Seorang siswa harus
mengetahui bagaimana cara berbicara antara dengan pengajar atau dengan teman
sebaya. Hal itu penting untuk membedakan antara teman dan pengajar.
3. Meaning-making
practices : Dalam aspek ini meliputi
dua hal yakni ideology dan values. Sementara values berkenaan dengan disiplin.
Dalam pertemuan keempat kemarin, ada
sebuah deretan kalimat yang membuat saya terinspirasi. Kalimat-kalimat tersebut
pada intinya memberi sugesti bahwa untuk mencari inspirasi, pikiran kita harus
benar-benar jernih. Dan untuk menjernihkan pikiran kita, kita memerlukan tempat
sepi sebagai tempat mencari ketenangan. Telah saya coba cara itu, memang
berhasil. Namun tidak selamanya berhasil. Ada kalanya saya perlu menyalakan
music untuk memancing ide-ide terpendamku. Memang dengan begitu pikiranku tidak
sepenuhnya bersih. Tapi itu menjadi stimulus untuk menggerakkan pena pada
kertas.
Selain itu, menurut Betsy Rymes
(2008)bahwa kita sebagai guru tidak bisa berasumsi bahwa siswa yang kita
tangani memiliki pengetahuan yang sama dan siap untuk menerima pelajaran.
Disinilah tugas kita untuk mencari tahu sejauh mana pengetahuan siswa siswi
kita.
Di lain kasus, terkadang kita merasa
tidak nyaman ketika berada di dalam kelas. Ada saat-saat tertentu yang biasanya
tanpa kita sadari pada saat itu kita merasa jenuh dan tihak nyaman. Saya pun
mempunyai masa-masa tersebut. Biasanya saat-saat tersebut terjadi karena
pengaruh suasana yang tidak bersahabat. Lebih parahnya lagi jika pengajar tidak
dapat menyampaikan materi dengan baik dan sulit dipahami. Atau jika di posisi
pengajar disebabkan karena ekspresi anak didik yang kurang respect terhadap
pengajartersebut.
Kembali pada discourse atau classroom
discourse. Classroom sendiri merupakan tempat yang tidak dapat digunakan
seenaknya, karena classroom bisa dianggap sebagai tempat suci atau sacred site.
Mengapa dapat dikatakan tempat suci? Karena di dalam classroom. Kegiatan yang
kita lakukan adalah untuk menggali ilmu dan belajar, serta berinteraksi dengan sesama.
Selain itu, di dalam classroom terjadi sebuah kegiatan yang terbilang berat dan
komplikasi. Hal itu karena di dalam classroom kita pasti menggunakan otak kita
untuk berpikir. Maka , kegiatan di classroom sebenarnya lebih berat dari apa
yang kita kerjakan di tempat selain classroom. Saya pun merasakan betapa
tertekannya berada di kelas. Namun, setelah mencoba bersahabat dengan keadaan,
saya akhirnya memahami bahwa berpikir itu tidak sulit dan semakin kita berpikir,
kita akan selalu mendapat petunjuk dalam memahami materi.
Pada classroom discourse terjadi
interaksi yang sangat kompleks didalamnya. Berbagai macam rasa dikumpulkan
dalam sebuah kesamaan yang dinamakan classroom. Menurut Betsy Rymes sendiri
dalam bukunya yang berjudul “Doing Classroom Discourse Analysis” mengungkapkan
bahwa menganalisis sebuah kelas setidaknya memiliki empat alasan, yaitu :
1. Pemahaman-pemahaman
dihasilkan dari classroom discourse analysis harus ditingkatkan mutual
understanding antara guru dan murid.
2. Melalui
analyzing classroom discourse, guru dapat memahami perbedaan local pada
percakapan atau cara bicara setiap siswa.
3. Prestasi
akademik meningkat melalui analyze discourse dalam classroom mereka sendiri.
4. Proses
tersebut dapat juga mendidik sebuah hakikat dan kasih sayang seumur hidup untuk
latihan mengajar dan penegasan potensi hidup.
Kesimpulan dari apa yang saya tulis pada
class review keempat ini bahwa classroom discourse itu merupakan wadah bagi
terjalinnya interaksi. Baikitu antara teman sebaya maupun dengan pengajar. Interaksi tersebut dapat menjadi sebuah
pemahaman baru terhadap kelangsungan suatu proses pendidikan. Classroom
discourse juga berguna untuk saling memahami satu sama lain. Meskipun terdapat
perbadaan, akan tetapi hal itu bukanlah sebagai hambatan. Sebaliknya, dari situ
kita dapat belajar utuk saling memahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic