We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 03 Maret 2014

Tentang Rasa



Class Review
            Satu persatu class review telah kurampungkan dalam rangka sebagai tiket masuk kelas Writing 4. Hari sabtu dan minggu yang seharusnya menjadi hari senang-senang berubah menjadi deadline untuk mengerjakan class review dan chapter review serta critical review. Hal it uterus berkelanjutan sampai akhir semester nanti. Sementara malam-malam panjangku menjadi saat yang ideal untuk menjernihkan pikiran dan mulai merangkai kata. Menulis sebenarnya tidak memerlukan waktu yang lama. Hanya saja, mengonsep apa yang akan kita tulis itulah yang seperti memancing di dalam sumur. Kemungkinan untuk mendapatkan seekor Boncel yakni 0,00001%.
            Minggu keempat ini saya rasa endurance yang saya miliki mulai melemah. Banyaknya tugas membuatku tak bisa tidur nyenyak akhir-akhir ini. Waktu deadline pun semakin sempit kurasakan. Lingkungan ramai disekitar rumah tidak memungkinkanku untuk berkarib dengan sepi. Sementara ide-ide mentah berserakan di pikiranku. Berantakan.
            Minggu ini, temanya adalah “Literacy is something we do”. Dari hasil critical review minggu lalu, kebanyakan belum terkait dengan religions harmony. Banyak sekali yang tidak mengaitkan antara classroom discourse dengan religion harmony. Sebenarnya jika kita memaparkan tentang classroom discourse, kemungkinan critical review yang kita tulis akan lebih nyambung. Untuk istilah “discourse” sendiri memiliki makna yang complicated dan berhubungan dengan interaction. Kemudian untuk harmony sendiri munculnya yaitu dari talk. Untuk discourse sendiri dikatakan complicated karena didalamnya terdapt aspek-aspek sebagai berikut :
1.      Background    : Setiap siswa memiliki background atau latar belakang yang berbeda tergantung dimana ia dibesarkan.
2.      Communicative strategies       : Seorang siswa harus mengetahui bagaimana cara berbicara antara dengan pengajar atau dengan teman sebaya. Hal itu penting untuk membedakan antara teman dan pengajar.
3.      Meaning-making practices      : Dalam aspek ini meliputi dua hal yakni ideology dan values. Sementara values berkenaan dengan disiplin.
Dalam pertemuan keempat kemarin, ada sebuah deretan kalimat yang membuat saya terinspirasi. Kalimat-kalimat tersebut pada intinya memberi sugesti bahwa untuk mencari inspirasi, pikiran kita harus benar-benar jernih. Dan untuk menjernihkan pikiran kita, kita memerlukan tempat sepi sebagai tempat mencari ketenangan. Telah saya coba cara itu, memang berhasil. Namun tidak selamanya berhasil. Ada kalanya saya perlu menyalakan music untuk memancing ide-ide terpendamku. Memang dengan begitu pikiranku tidak sepenuhnya bersih. Tapi itu menjadi stimulus untuk menggerakkan pena pada kertas.
Selain itu, menurut Betsy Rymes (2008)bahwa kita sebagai guru tidak bisa berasumsi bahwa siswa yang kita tangani memiliki pengetahuan yang sama dan siap untuk menerima pelajaran. Disinilah tugas kita untuk mencari tahu sejauh mana pengetahuan siswa siswi kita.
Di lain kasus, terkadang kita merasa tidak nyaman ketika berada di dalam kelas. Ada saat-saat tertentu yang biasanya tanpa kita sadari pada saat itu kita merasa jenuh dan tihak nyaman. Saya pun mempunyai masa-masa tersebut. Biasanya saat-saat tersebut terjadi karena pengaruh suasana yang tidak bersahabat. Lebih parahnya lagi jika pengajar tidak dapat menyampaikan materi dengan baik dan sulit dipahami. Atau jika di posisi pengajar disebabkan karena ekspresi anak didik yang kurang respect terhadap pengajartersebut.
Kembali pada discourse atau classroom discourse. Classroom sendiri merupakan tempat yang tidak dapat digunakan seenaknya, karena classroom bisa dianggap sebagai tempat suci atau sacred site. Mengapa dapat dikatakan tempat suci? Karena di dalam classroom. Kegiatan yang kita lakukan adalah untuk menggali ilmu dan belajar, serta berinteraksi dengan sesama. Selain itu, di dalam classroom terjadi sebuah kegiatan yang terbilang berat dan komplikasi. Hal itu karena di dalam classroom kita pasti menggunakan otak kita untuk berpikir. Maka , kegiatan di classroom sebenarnya lebih berat dari apa yang kita kerjakan di tempat selain classroom. Saya pun merasakan betapa tertekannya berada di kelas. Namun, setelah mencoba bersahabat dengan keadaan, saya akhirnya memahami bahwa berpikir itu tidak sulit dan semakin kita berpikir, kita akan selalu mendapat petunjuk dalam memahami materi.
Pada classroom discourse terjadi interaksi yang sangat kompleks didalamnya. Berbagai macam rasa dikumpulkan dalam sebuah kesamaan yang dinamakan classroom. Menurut Betsy Rymes sendiri dalam bukunya yang berjudul “Doing Classroom Discourse Analysis” mengungkapkan bahwa menganalisis sebuah kelas setidaknya memiliki empat alasan, yaitu :
1.      Pemahaman-pemahaman dihasilkan dari classroom discourse analysis harus ditingkatkan mutual understanding antara guru dan murid.
2.      Melalui analyzing classroom discourse, guru dapat memahami perbedaan local pada percakapan atau cara bicara setiap siswa.
3.      Prestasi akademik meningkat melalui analyze discourse dalam classroom mereka sendiri.
4.      Proses tersebut dapat juga mendidik sebuah hakikat dan kasih sayang seumur hidup untuk latihan mengajar dan penegasan potensi hidup.
Kesimpulan dari apa yang saya tulis pada class review keempat ini bahwa classroom discourse itu merupakan wadah bagi terjalinnya interaksi. Baikitu antara teman sebaya maupun dengan pengajar.  Interaksi tersebut dapat menjadi sebuah pemahaman baru terhadap kelangsungan suatu proses pendidikan. Classroom discourse juga berguna untuk saling memahami satu sama lain. Meskipun terdapat perbadaan, akan tetapi hal itu bukanlah sebagai hambatan. Sebaliknya, dari situ kita dapat belajar utuk saling memahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic