Class
Review 4
Semakin
kencang angin berhembus, semakin membuat mata ini mengantuk. Andai saja angin
bisa memisahkan satu jiwa menjadi tiga roh yang dapat membantu saya untuk
menyelesaikan tugas-tugas ini. sayangnya itu hanya hayalan saja. Apa boleh buat
salah satu cara untuk meringankannya, ya nikmati saja apa yang ada di hadapan
saya saat ini. Anggap saja tumpukkan buku ini adalah makanan yang siap saya
santap satu persatu.
Kini
saya semakin sering bersahabat. Bagaimana tidak, saya dikejar waktu untuk
menyelesaikan class review, critical review dan juga tugas-tugas lain. Ayo
Restu semangat!!! Kalau bukan kamu sendiri yang menjadi pendorong utama, siapa
lagi? Jadilah orang yang sangat menghargai waktu dan pastinya menggunakan waktu
luang untuk menulis, dan menulis.
Berharap
malam ini mendapat sedikit cahaya untuk memberi ide dalam penulisan class
review. Walaupun hanya beberapa kalimat, setidaknya malam ini menjadi pembuka
pembuatan class review. Perasaan saya saat ini sudah tidak karuan. Merasa
lapar, capek, dan ngantuk. Tidak boleh manja, harus dipaksakan. Minimalnya
malam ini bisa menuangkan ide sebanyak dua halaman saja, itu sudah cukup, dan
malam selanjutnya hanya tinggal beberapa halaman. Sepertinya cukup dua malam saja
untuk pembuatan class review ini. ketika saya merasa ide itu telah habis, saya
angkat tangan. Jika dipaksakan untuk berfikir, maka nanti hasilnya tidak akan
memuaskan.
Kali
ini, selamat datang kembali malam. Lagi, kugerakkan tinta diatas buku dan
memulai melanjutkan babak kedua dalam pembuatan class review. Ayo semangat,
walaupun merasa lelah dengan tugas-tugas mata kuliah lain. Apa boleh buat malam
ini tetap begadang dengan ditemani alunan suara musik dan secangkir kopi. Sebenarnya bosan dengan aktifitas seperti
ini, setiap minggu selalu berhadapan dengan tugas yang menguras tenaga dan
fikiran. Terlebih saya merasa sudah kehabisan kata-kata. Beberapa ribu bahkan
jutaan kata yang sudah saya tulis dalam class review. Ya Rabb, harus bagaimana
lagi ini. saya merasa tertekan dengan keadaan seperti ini. ingin lepas, ingin
bebas, ingin beristirahat sejenak. Tapi sudahlah, ini adalah sebuah kewajiban.
Mengulas
pembahasan pada tanggal 25 Februari 2014. Mr. Lala membuka perkuliahan dengan
meminta dua mahasiswa untuk membacakan sajak dari salah satu dosen beliau
ketika masih kuliah di Bandung. Sajak tersebut yakni :
Berkariblah dengan sepi,
sebab dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah dicari.
Dalam sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang memborbardir
indera kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu untuk
ditafakuri, lalu dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak mereka
hanya dengungan yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu yang
mengizinkan kita memahami dunia di sekitar kita [sedikit] lebih baik.
Berkariblah dengan sepi,
sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan dan kesadaran
ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat pendaran diri yang
diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang jelas untuk dilihat
tanpa harus memuaskan keinginan yang lain.
Berkariblah dengan sepi karena
dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti, atau tak dapat kita
tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang pekak.
Berkariblah dalam sepi sebab
dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih. (Budi Hermawan).
Setelah
membaca sajak tersebut, Dosen kami membahas mengenai critical review pada
minggu lalu. Pembahasan critical tersebut terletak pada “Classroom Discourse”. Classroom
discourse berstruktur kompleks. Menurut Mr.Lala Classroom discourse adalah
sebuah situs suci. Maksudnya adalah :
Ø Apa
saja bisa dilakukan didalamnya
Ø Hanya
orang-orang tertentu yang bisa masuk
Ø Didalamnya
complicated, akan ada critical. Seperti yang kita tahu kata kunci critical adalah
adanya interaksi.
Adanya
interaksi bisa dilihat dari :
Background
Background
setiap orang akan berbeda, karena latar belakang mereka yang berbeda pula.
Background terbentuk melalui karakter dalam keluarga maupun lingkungannya. Ini
merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi. Background tersebut
dapat dilihat dari sisi education,
economic, dan religion.
Communicative Strategies
Ini
erat sekali dengan interaksi. Bisa berupa perilaku, berbicara, maupun bersikap.
Seperti cara bertanya, maupun menjawab pertanyaan.
Meaning Making Practice
Meaning
making practice memiliki dua aspek yakni Ideologi dan
Value. Ideologi disini adalah bagaimana
suatu perbedaan tidak membatasi komunikasi. Sementara value lebih pada sikap.
Classroom
discourse sangat penting difahami oleh para guru, dosen maupun siswa di
sekolah. Terdapat empat alasan, yaitu :
1. Wawasan
yang diperoleh dari analisis wacana kelas telah meningkatkan pemahaman antara
guru dan siswa.
2. Dengan
menganalisis wacana kelas sendiri, guru telah mampu memahami perbedaan dalam
kelas melampaui stereotip atau generalisasi lainnya.
3. Ketika
para guru menganalisis wacana dikelas sendiri akan meningkatkan prestasi
akademik.
4. Proses
analisis wacana dikelas dapat menambahkan intrinsik dan rasa cinta seumur hidup
untuk mengajar dan meneguhkan potensi hidupnya.
Belajar
tentang perbedaan pola spesifik wacana antara guru merupakan alat untuk belajar
memahami pola yang ada di dalam kelas sendiri, meningkatkan potensi siswa dan
penghargaan pribadi. Menghargai dan memahami apa yang dikatakan anak adalah
langkah pertama untuk memahami seorang anak dan membantu anak untuk belajar dan
tumbuh aktif dalam kelas. Analisis wacana adalah studi tentang bagaimana bahasa
digunakan dalam konteks nya. Di dalam kelas, konteks dapat berkisar dari
pembicaraan dalam belajar. Dalam buku Classroom Discourse Analysis yang paling
dominan adalah “The classroom” yaitu konteks utama dan paling jelas untuk
wacana yang akan diperiksa. Namun konteks untuk analisis wacana kelas bukan di
dalam kelas saja, tetapi diluar
lingkungan kelas juga.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Classroom Discourse bersifat complicated karena erat
sekali dengan interaksi. Sebagai makhluk sosial, tentunya kita pasti
berinteraksi. Perbedaan sifat maupun kebudayaan bukan menjadi penghalang . oleh
karena itu sudah seharusnya guru mampu menyatukan berbagai perbedaan muridya
agar tetap dapat berinteraksi sesuai konteks nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic