Buku adalah gudang ilmu, membaca adalah kuncinya. Buku adalah jendela
dunia.
Pepatah-pepatah tersebut rasanya memang pantas diberikan untuk sang buku. Karena buku, kita bisa mengetahui bagaimana suatu sejarah terjadi, bagaimana suatu agama tersebar, dan lain sebagainya. Sebuah buku bisa memiliki ratusan bahkan ribuan informasi yang dapat kita gali. Selain itu, dengan kekuatan yang dimilikinya, buku mampu mempengaruhi pembaca bahkan mengubah hidup pembaca. Mengubah disini dapat berarti mengubah fikiran, cara pandang, adat, tingkah laku dan sebagainya. Dan setelah membaca artikel karangan sejarawan radikal asal Amerika yang terkenal yng bernama Howard Zinn yang berjudul Speaking Truth to Power with Books, saya menjadi semakin yakin bahwa kekuatan yang ada pada buku itu memanglah nyata benarnya.
Pepatah-pepatah tersebut rasanya memang pantas diberikan untuk sang buku. Karena buku, kita bisa mengetahui bagaimana suatu sejarah terjadi, bagaimana suatu agama tersebar, dan lain sebagainya. Sebuah buku bisa memiliki ratusan bahkan ribuan informasi yang dapat kita gali. Selain itu, dengan kekuatan yang dimilikinya, buku mampu mempengaruhi pembaca bahkan mengubah hidup pembaca. Mengubah disini dapat berarti mengubah fikiran, cara pandang, adat, tingkah laku dan sebagainya. Dan setelah membaca artikel karangan sejarawan radikal asal Amerika yang terkenal yng bernama Howard Zinn yang berjudul Speaking Truth to Power with Books, saya menjadi semakin yakin bahwa kekuatan yang ada pada buku itu memanglah nyata benarnya.
Setiap buku pasti memiliki
pesona tersendiri. Entah itu dari gaya si penulis dalam merangkai kata-kata,
pemilihan diksi yang tepat, bahkan sampai cover yang menarik perhatian. Tapi
setelah membaca teks berjudul Speaking
Truth to Power with Books, sepertinya saya terpesona dengan isinya. Howard
Zinn (24 Agustus 1922 - 27 Januari 2010) adalah seorang sejarawan Amerika, penulis, dermawan,
dan aktivis sosial. Dia adalah seorang profesor ilmu politik di Boston University selama 24 tahun dan mengajar
sejarah di Spelman College
selama 7 tahun. Zinn menulis lebih dari 20 buku. Bukunya yang terkenal A
People's History of the United States,
adalah buku non-fiksi yang terbit pada tahun 1980. Pada buku itu, Zinn berusaha untuk menyajikan sejarah Amerika melalui mata orang-orang biasa dan bukan elit politik dan ekonomi. Sejarah A people
telah ditetapkan sebagai membaca di banyak sekolah tinggi dan perguruan tinggi di seluruh Amerika
Serikat. Hal ini juga telah menghasilkan
perubahan dalam fokus karya sejarah, yang sekarang termasuk cerita yang sebelumnya diabaikan. "Tulisan-tulisannya
telah merubah kesadaran satu generasi, dan membantu membuka jalan baru dalam
memahami serta memberikan makna yang penting bagi hidup kita," demikian
menurut Noam Chomsky, aktivis sayap-kiri dan dosen di MIT.
Seperti
yang tertera dalam text Speaking Truth to
Power with Books, kami ingin tahu
bahwa apa yang bisa buku lakukan dan mendapatkan setidaknya sebagian jawaban
untuk
pertanyaan - sebagian karena saya tidak berpikir kita tahu persis apa yang bisa buku
lakukan atau apa yang tidak tertulis. Salah satu alasannya adalah bahwa sangat langka untuk menemukan secara langsung garis antara penulisan buku dan perubahan kebijakan. Tapi saya pikir kita dapat menemukan garis secara langsung, dan kita dapat menemukan era di mana tulisan-tulisan muncul dan kesadaran masyarakat dibesarkan dan kebijakan yang berubah, kadang-kadang setelah puluhan tahun berlalu. Lintasan panjang antara menulis dan
mengubah kesadaran, antara menulis dan aktivisme dan kemudian mempengaruhi kebijakan publik, bisa berliku-liku dan rumit. Tapi ini tidak berarti kita harus berhenti dari menulis.
pertanyaan - sebagian karena saya tidak berpikir kita tahu persis apa yang bisa buku
lakukan atau apa yang tidak tertulis. Salah satu alasannya adalah bahwa sangat langka untuk menemukan secara langsung garis antara penulisan buku dan perubahan kebijakan. Tapi saya pikir kita dapat menemukan garis secara langsung, dan kita dapat menemukan era di mana tulisan-tulisan muncul dan kesadaran masyarakat dibesarkan dan kebijakan yang berubah, kadang-kadang setelah puluhan tahun berlalu. Lintasan panjang antara menulis dan
mengubah kesadaran, antara menulis dan aktivisme dan kemudian mempengaruhi kebijakan publik, bisa berliku-liku dan rumit. Tapi ini tidak berarti kita harus berhenti dari menulis.
Buku
beroperasi dengan banyak cara untuk mengubah kesadaran
masyarakat . kita tahu bahwa
para ilmuwan selalu number things,
dan karena semua orang ingin menjadi scientific,
mereka juga number things.
Saya ingat ketika saya pergi ke sekolah , saya akan mendengar pernyataan , " Ini merupakan
empat
penyebab Revolusi Perancis . "Saya menyadari bahwa jika number things
yang Anda katakan itu sangat mengesankan meskipun sama sekali tidak berarti . Mari kita hanya mengatakan ada sejumlah cara di mana buku dapat mengubah kesadaran . Pertama , mereka dapat
memperkenalkan sebuah ide yang pembaca tidak pernah terpikirkan sebelumnya . Hal ini terjadi
pada banyak dari kita . Kita membaca Herman Melville , Billy Budd , dan kita dihadapkan
dengan situasi di mana semua orang mematuhi hukum , semua orang patuh mengikuti aturan . Pendeta ini mengikuti apa yang dia pikir adalah firman Allah dan semua
orang lain mengikuti kata beberapa otoritas , dan Billy Budd , seorang pria yang
tidak bersalah , yang dihukum mati . Anda harus berpikir pada saat itu , " Mungkin ada
perbedaan antara hukum dan keadilan . " Mungkin aturan hukum harus diperiksa , dan mungkin
otoritas tidak akan dihormati , atau orang yang tidak bersalah akan mati .
Kemudian
bahwa
pembaca banyak mengungkapkan alasan kekagumannya pada sebuah buku yang dia baca
yaitu buku bisa mengubah hidupnya. Ada
buku yang serius mempengaruhi
kita.
Sekarang bagaimana membuat hubungan antara bagaimana mereka mempengaruhi kita, dan
apa yang kemudian kita
lakukan, dan kemudian koneksi antara apa yang
kemudian kita lakukan, dan
apa yang orang lain lakukan, dan kemudian apa hubungan yang terjadi antara
apa
yang orang lakukan dan
kemudian apa yang terjadi di
dunia. Itu begitu rumit.
Tapi jika kita tidak mulai
lintasan itu, bahkan
jika kita tidak tahu
di mana ia akan berakhir atau kemana akan berakhir.
Kita
harus mulai. Bagian paragraf yang cukup menegaskan bahwa kita harus
mulai untuk mengubah kebiasaan kita menjadi pembaca yang cinta membaca.
Melihat artikel
Speaking Truth
to Power with Books, saya benar-benar kagum dan
mengacungi jempol kepada beliau karena keberaniannya. Tidak tanggung-tanggung,
seorang penjelajah dunia yang bernama Christopher Colombus yang jadi sasarannya. Christopher
Columbus dikenal sebagai penemu benua Amerika dan dipandang sebagai pahlawan
eksplorasi abad pertengahan oleh banyak sejarawan masa kini. Banyak pula buku
yang menuliskan tentang Christopher Colombus yang lain. Namun
banyak pula buku yang gagal mengungkapkan berbagai fakta bahwa Christopher Colombus adalah seorang maniak genosida yang
mencetuskan apa yang mungkin menjadi kasus terburuk genosida yang dilakukan
satu bangsa manusia terhadap bangsa yang lain. Fakta-fakta yang kemudian terungkap berdasarkan
dokumen-dokumen dan jurnal-jurnal
yg ditulis
oleh saksi mata dan oleh Columbus sendiri :
·
Ketika bangsa Spanyol
baru mendarat di benua Amerika, para orang-orang
Indian menyambutnya dengan gegap gempita dan rasa ingin tahu, mereka menyuguhi
bangsa Spanyol dengan berbagai makanan dan minuman serta memberikan berbagai
macam hadiah, Columbus menuliskan hal tersebut di buku hariannya:
"Mereka membawakan kita beo dan bola kapas dan tombak dan banyak hal lainnya, yang mereka ingin pertukarkan dengan manik-manik kaca dan lonceng elang '. Mereka rela menyerahkan segala yang mereka miliki. Mereka tegap, dengan tubuh yang baik dan wajah tampan .... Mereka tidak memanggul senjata, dan tidak mengenal senjata, karena aku menunjukkan kepada mereka pedang, mereka memegang bagian yg tajam dan melukai tangan mereka sendiri akibat ketidaktahuannya itu. Mereka tidak mengenal besi/iron. Tombak mereka dibuat dari tebu. Mereka akan menjadi budak yang baik. Dengan hanya lima puluh orang, kita bisa menundukkan mereka semua dan membuat mereka melakukan apapun yang kita inginkan."
"Mereka membawakan kita beo dan bola kapas dan tombak dan banyak hal lainnya, yang mereka ingin pertukarkan dengan manik-manik kaca dan lonceng elang '. Mereka rela menyerahkan segala yang mereka miliki. Mereka tegap, dengan tubuh yang baik dan wajah tampan .... Mereka tidak memanggul senjata, dan tidak mengenal senjata, karena aku menunjukkan kepada mereka pedang, mereka memegang bagian yg tajam dan melukai tangan mereka sendiri akibat ketidaktahuannya itu. Mereka tidak mengenal besi/iron. Tombak mereka dibuat dari tebu. Mereka akan menjadi budak yang baik. Dengan hanya lima puluh orang, kita bisa menundukkan mereka semua dan membuat mereka melakukan apapun yang kita inginkan."
·
Columbus dan anak
buahnya juga menggunakan Taino sebagai budak seks: adalah hal yang biasa bagi Columbus
menghadiahi anak buahnya dengan wanita lokal untuk diperkosa. Saat ia mulai
mengekspor Taino sebagai budak ke berbagai belahan dunia, perdagangan
seks-budak menjadi bagian penting dari bisnis, seperti Columbus menulis kepada
seorang teman pada tahun 1500: "Dengan seratus castellanoes (koin Spanyol)
sangat mudah memperoleh wanita seperti halnya untuk pertanian, dan sangat umum
dan ada banyak dealer yang bersedia mencari anak perempuan;. mereka 9-10 (tahun)
sekarang sedang diminati ".
·
Akibat kekejaman
pemerintahan bangsa Eropa terhadap suku asli, ribuan Indian melakukan bunuh
diri massal dengan meminum racun yang terbuat dari singkong (cassava). Banyak
orang tua membunuhi bayi-bayi
mereka untuk melepaskan mereka dari penderitaan hidup di bawah kekuasaan
Spanyol.
·
Salah seorang anak buah
Columbus, Bartolome De Las Casas, merasa sangat bersalah atas
kekejaman brutal Columbus terhadap penduduk asli, ia berhenti bekerja untuk
Columbus dan menjadi seorang imam Katolik. Ia menggambarkan bagaimana
orang-orang Spanyol di bawah komando Columbus memotong kaki anak-anak yang lari
dari mereka, untuk menguji ketajaman pisau mereka. Menurut De Las Casas, para
pria membuat taruhan siapa yang, dengan satu sapuan pedangnya, bisa memotong
seseorang menjadi dua. Dia mengatakan bahwa anak buah Columbus 'menuangkan air
sabun mendidih diatas orang-orang.
Dalam satu hari, De Las Casas pernah menjadi saksi mata tentara Spanyol
memotong-motong, memenggal, atau memperkosa 3000 orang asli. "Inhumanities
tersebut dan barbarisms itu dilakukan di depan mataku seperti umur tidak bisa
paralel," tulis De Las Casas. "Mataku telah melihat tindakan ini
begitu asing terhadap sifat manusia yang sekarang saya gemetar saat aku menulis."
·
Sepulang dari amerika,
Columbus dan anak buahnya menyebarkan penyakit sipilis ke eropa, sebaliknya
orang eropa menyebarkan penyakit smallpox ke orang-orang Indian.
Dari
fakta-fakta tersebut kita bisa melihat bahwa Christopher Colombus yang
diagung-agungkan, dibangga-banggakan, diakui sebagai pahlawan bahkan pernah
diperingati Hari Columbus dan pertama kali dirayakan
pada tahun 1792 di New York adalah
tanda 300 tahun kedatangan Columbus. Hari Columbus menjadi hari libur nasional
pada tahun 1937, tidak lebih dari
seorang pembantai yang harus bertanggung jawab langsung
atas pembunuhan ribuan penduduk asli Amerika. Dia mengeksploitasi mereka,
memanfaatkan sumber daya dan memperbudak mereka. Hugo Chavez menghancurkan
patungnya di Caracas karena dia melihat Columbus sebagai imperialis yang banyak
melakukan pembantaian.
Dalam
teks Speaking Truth to Power with Books, sepertinya
Howard Zinn melupakan point terpenting yang tidak beliau tuliskan dalam
teksnya, yaitu siapa penemu Amerika yang sebenarnya. Padahal bila dikaji point
yang tak tertulis ini merupakan point yang bisa memperkuat tulisan beliau.
Sangat disayangkan sekali point ini tidak dituliskan. Entah apa alasannya.
Tidak mungkin rasanya bila beliau tidak mengetahuinya. Sepertinya bila Howard
Zinn menuliskan siapa penemu asli Amerika akan menimbulkan pertentangan di
negeri paman sam tersebut, karena jelas orang yang pertama kali menginjakan
kaki di tanah Amerika bukan dari golongannya, melainkan orang muslim.
Seharusnya rasa toleransi tidak memandang apapun termasuk kepercayaan.
Meskipun
dalam buku-buku sejarah di belahan dunia manapun tertulis sang penemu benua
Amerika adalah seorang bernama CHRISTOPHER COLUMBUS, tapi terdapat fakta yang disembunyikan dibaliknya. Jika
bukan Christopher Colombus, lalu siapa penemu Amerika yang sebenarnya? Dalam
beberapa catatan, fakta menunjukkan 70
tahun sebelum Christopher Colombus berlayar ke Amerika, telah lebih dulu
laksamana muslim dari China bernama CHENG HO yang menginjakkan kakinya di
Amerika : the new land. Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang
kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok
(berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya
adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao/Sam Po Bo, berasal dari
provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian
dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara
fisik mirip dengan suku Han. Namun, jauh 5 abad sebelum Columbus mengaku
‘mengibarkan bendera’ di Amerika, terdapat juga fakta yang tak kalah
pentingnya. Imigran muslim dari dinasti Umayyah di Andalusia telah lebih dulu
menginjakkan kakinya di Amerika, tanahnya orang Indian. Tidak sampai disitu,
imigran ini mendakwahkan Islam kepada suku-suku Indian di Amerika seperti
Iroquois dan Alqonquin. Salah satu imigran itu bernama Khasykhasy Ibn Said Ibnu
Aswad. Dalam catatan harian Columbus sendiri, menyatakan jika pada hari Senin,
21 Oktober 1492, ketika berlayar di dekat Gibara di tenggara pantai Kuba,
mereka mengaku telah melihat sebuah masjid dengan menaranya yang tinggi yang
berdiri di atas puncak bukit yang indah. Lalu dikabarkan juga bahwa pada saat
Christopher Colombus datang ke Amerika, pada saat itu orang-orang Indian telah
memeluk islam. Itu terbukti dengan pemberian nama-nama suku asli di Amerika
yang diambil dari bahasa Arab, antara lain suku Apache, Anasazi, Arawak,
Cheroke, Arikana, Chravrin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mohigan, Mohawk,
Nazca, Zulu dan Zuni. Bahkan kepala suku Indian Cheeroke yang terkenal
Se-quo-yah yang menciptakan silabel huruf Indian yang disebut Cheeroke
Syllaberi pada tahun 1821 ternyata seorang muslim dan senantiasa mengenakan
sorban, bukan berupa ikat kepala dari bulu-bulu burung seperti yang ada di
film-film barat pada umumnya.
Berbicara
tentang literasi di Amerika, tentunya setiap orang juga mengetahui bahwa
literasi disana bisa dikatakan maju. Terbukti dengan sangat dijunjungnya
literasi sampai diadakannya hari literasi Internasional disana, itu merupakan
bukti yang kuat bahwa disana sangat menjunjung sesuatu yang dinamakan literasi.
Pada hari itu, sebagian besar orang Amerika akan mengirimkan sebuah SMS (Short Message Service) berisi ucapan
Selamat hari literasi Internasional. Mereka tidak hanya mengirimkan pesan
tersebut kepada keluarga, sahabat, teman-teman, ataupun orang yang satu
kebangsaan, melainkan mereka akan mengirimkan pesan tersebut kepada orang-orang
di negara lain. Saya pernah dengan tidak sengaja membaca sebuah tulisan (entah
saya lupa judulnya dan membaca dimana), seorang karyawan perusahaan di luar
Amerika mendapatkan pesan tersebut. Kemudian dia mencoba melacak dari mana asal
nomor yang mengirimkan pesan tersebut. Setelah mengetahui bahwa pesan tersebut
berasal dari Amerika, dia merasa kaget dan malah merasa ketakutan.
Berbeda
bila dibandingkan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. Saya
fikir hanya sebagian kecil orang yang peduli tentang arti dari literasi.
Jangankan peduli, tahu maknanyapun sedikit meragukan. Bisa kita lihat dan
bandingkan negara tercinta ini dengan negara tetangga yaitu Malaysia. Tingkat
produksi tulisan yang diproduksi oleh Malaysia sepuluh kali lipat lebih banyak
bila dibandingkan dengan negara tercinta ini. Padahal bila kita lihat
konteksnya, luas wilayah maupun jumlah penduduk, Indonesia jauh diatas
Malaysia. Tapi seperti yang telah dipaparkan bahwa kurangnya kesadaran akan
pentingnya literasi masih menduduki posisi pertama pada alasan lemahnya literasi
bangsa ini. Untuk itu perlu adanya sosialisasi lebih dalam mengenai literasi
oleh pihak-pihak terkait.
Dari
uraian diatas, apakah kita bisa mengaitkannya dengan sejarah? Mengapa
orang-orang Amerika begitu peduli dengan literasi sementara orang-orang
Indonesia kurang begitu peduli terhadap literasi bangsanya sendiri? Bila kita
kaitkan dengan sejarahnya, sebelum kedatangan Christopher Colombus ke Amerika
di akhir abad ke-15 masehi, sudah jelas dikatakan bahwa lima abad sebelumnya
telah ada kaum muslim yang lebih dulu menginjakan kaki di tanah Amerika dan
orang-orang suku Indian telah memeluk agama islam. Islam itu cerdas dan tidak
seperti apa yang dikatakan orang-orang sekarang pada umumnya. Jika islam itu
tidak cerdas, mengapa orang pertama yang menemukan Amerika itu seorang muslim?
Dan mengapa orang yang kurang menyukai islam justru malah merekayasa sejarah
seolah-olah golongannyalah yang menemukan tanah baru? Sepertinya itu perlu
pengkajian yang cukup dalam. Bila dilihat, berarti dapat dikatakan bahwa
islamlah yang merupakan agama yang pertama kali hadir di tanah Amerika. Hanya
saja karena kepercayaan masyarakat luas akan kebenaran yang mereka ketahui
bahwa orang yang pertama kali menginjakan kakinya di tanah Amerika adalah
seorang non muslim bernama Christopher Colombus yang bisa mengubah pandangannya
terhadap agama islam. Selain itu mungkin dikarena adanya pengaruh dari
terjadinya perang Uhud yang terjadi antara kaum nabi besar Muhammad SAW dengan
kaum kafir. Kekalahan yang dialami pasukan muslim sangat berdampak pada ilmu
pengetahuan yang berhasil dirampas oleh kaum kafir pada saat itu. Jadi itulah
sebabnya mengapa bangsa barat atau bangsa non muslim lebih menguasai ilmu
pengetahuan dari pada umat muslim yang memiliki pengetahuan.
Bila
dibandingkan dengan sejarah Indonesia, jelaslah memiliki perbedaan. Islam masuk
ke Indonesia pada abad ke-7 melalui para pedagang yang berasal dari negara
Persia, Gujarat, dan Arab. Dan sebelum islam masuk ke wilayah Indonesia,
kerajaan-kerajaan Hindu-Budhalah yang menguasai wilayah Indonesia. Selain
faktor tersebut, Indonesia pernah di jajah oleh bangsa luar yang memang sangat
mendambakan Indonesia berada dibawah kekuasaannya sehingga dengan mudah bangsa
luar tersebut bisa mengambil kekayaan-kekayaan yang dimiliki Indonesia seperti
rempah-rempah (pala, lada, dan cengkeh) secara gratis dan membawanya ke tanah
asal mereka. Bila kita ingat-ingat lagi, Indonesia pernah dijajah oleh Belanda
yang mitosnya hingga 350 tahun lamanya. Sementara oleh Jepang 2,5 tahun. Jadi
rasanya wajar bila Indonesia lemah akan literasi karena nenek moyang yang
seharusnya mengajarkan pengetahuan kepada generasinya justru lebih memikirkan
bagaimana agar negeri tercinta ini merdeka, tentunya merdeka dengan keringat
sendiri buka berupa hadiah dari para penjajah. Dari perbedaan sejarah sebuah
negarapun rasanya kita bisa menentukan dan menilai bagaimana sebuah praktek
literasi di kedua negara tersebut berlangsung dan diterapkan. Indonesia sendiri
harusnya bisa mengubah pandangan terhadap literasi. Meskipun sejarah tidak akan
bisa diubah, tapi setidaknya sebagai generasi muda, kita harus bisa mengubah
masa lalu yang kelam menjadi masa depan yang cemerlang.
Buku
memanglah terdiri dari lembaran-lembaran yang dijilid. Tetapi didalam sebuah
buku terdapat ratusan bahkan ribuan informasi yang bisa mengubah hidup kita.
Mulai dari mengubah cara pandang, adat, prilaku, bahkan pemikiran kita terhadap
sesuatu. Kemudian tanpa disadari, buku bisa membuka mata kita akan suatu
kebenaran. Dengan subuah tulisan dibuku, fakta akan terkuat dan kebohongan akan
terkalahkan. Selain itu, buku juga mampu mengungkap suatu rekayasa sejarah.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic