Class
review 4
Sepinya malam, memaksaku untuk
berjihad. Berjihad dalam menulis,
berjihad untuk menemukan sebuah ide-ide yang akan saya tuangkan dalam sebuah
tulisan. Dengan segenap kemampuan yang
saya miliki untuk membuat tulisan yang berirama, yang mampu membawa pembacanya
dalam kenyamanan. Tidak ada alasan
bagiku untuk tidak menulis, karena menulis adalah untuk membuang semua masalah
dan beban.
Terkadang menulis menjadi beban
bagiku. Menulis menjadi beban bagiku,
ketika saya menyerah mencari kata, mencari kalimat untuk memulai sebuah tulisan
saya. Tetapi setelah saya menemukan kata
itu, maka semuanya akan terasa mnyenangkan dengan syarat tidak adanya sebuah
paksaan. Layaknya ketika saya menulis
class review ataupun critical review, ternyata apabila kita melakukannya dengan
hati yang tenang dan ikhlas, maka semuanya akan terasa mudah.
Adanya perubahan iklim, aku terpaksa
tidak mengikuti perkuliahan selama empat hari.
Menyesal memang, tapi itu adalah sebuah cobaan dan tantangan. Pada akhirnya saya tidak mengetahui kondisi
kelas pada minggu keempat ini. Mungkin
saya hanya bisa mngungkit kembali tentang pembahasan pada critical review
tentang classroom discourse to foster
religious harmony.
Mengingat kembali tentang kelas
wacana kerukunan beragama. Ditegaskan
bahwa pentingnya suatu multikulturalisme dalam sebuah kehidupan
bermasyarakat. Indonesia memiliki
beberapa pulau, sehingga adanya bebarapa budaya, ras, suku, bangsa, dan
keyakinan. Akan tetapi itu bukanlah
sebuah alasan untuk menciptakan kehidupan yang rukun. Dalam sebuah sumpah pemuda semuanya sama,
satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa.
Maka dari itu kita harus membuktikan bahwa kitaitu benar-benar satu
nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Kita
wujudkan cita-cita para pahlawan kita yang menjadikan Negara Indonesia, Negara
yang makmur, berkembang, dan sejahtera.
Serta mempunyai kualitas pendidikan yang tinggi.
Karena kualitas suatu bangsa dilihat
dari kualitas pendidikannya. Kita harus
bercermin apakah Indonesia sudah menciptakan pendidikan yang berkualitas tinggi
atau belum. Sebenarnya cara untuk
mewujudkannya mudah, tapi belum ada hasil yang memuaskan dalam pelaksanaannya. Yaitu dengan cara memaksa warga Negara
Indonesia untuk berliterasi yang baik.
Literasi juga yang dapat menilai dan menentukan suatu Negara. Untuk menciptakan warga Negara yang
berliterat, maka dari atasnya pun harus berliterat. Karena badan dan ekor pasti akan mengikuti
kepala.
Negara Indonesia memiliki semboyan
dan pedoman, yaitu semboyan Bhineka Tuggal Ika dan pedoman Pancasila. Dengan begitu seharusnya kita sudah
menanamkan itu semua didalam diri kita.
Arti dari semboyan kita yaitu “berbeda-beda
tapi satu jua”, meskipun kita berbeda baik dari segi etis, budaya, suku,
ras, dan keyakinan, tapi tujuan kita sama yaitu menjadikan Negara Indonesia
yang makmur dan damai.
Banyaknya kasus dan permasalahan
yang ada dalam indonesia itu karena buah dari masyarakatnya sendiri. Terbentuknya suatu Negara yang mempunyai
kualitas tinggi itu bergantung pada kualitas pendidikannya. Setiap individu harus mengembangkan dalam
diri mereka kemampuan literasi yang tinggi.
Yang
menjadi factor atau ciri untuk sebuah Negara maju yang berliterasi tinggi serta
bertoleransi. Itu kita bisa lihat dari
setiap kelas pendidikan di indonesia, apakah didalam suatu kelas itu sudah
menciptakan sikap toleransi dan multicultural atau tidak, dan itu sebagai bukti
untuk menilai suatu pendidikan didalam indonesia.
Kita harus membuktikan
pernyataan tentang bahwa Indonesia telah gagal menciptakan pendidikan yang
berliterat. Tentu saja kita mengetahui
caranya itu seperti apa dan bagaimana. Kita
harus mengamalkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat
bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan
suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun,
dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi
terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.
Kurangnya kualitas suatu Negara, karena SDM nya itu
sendiri. Indonesia terkenal akan
keindahan alamnya, akan tetapi juga terkenal akan kebodohannya. Minimnya suatu pendidikan di Indonesia
terbukti dengan banyaknya kekayaan Indonesia yang tidak dimanfaatkan, dan masih
banyaknya perselisihan dan ketidak adaannya rasa hormat dan saling
menghargai. Itu semua adalah
bentuk dari keragaman lintas budaya yang sama-sama dipegang erat oleh
masing-masing individu atau berbagai kelompok.
Keegoisan itu tidak seharusnya terus dibiarkan, tapi sulit memang untuk
memusnahkannya.
Berbicara tentang keegoisan, kita
mungkin sering merasakan hal seperti itu didalam suatu kondisi dalam kelas
ataupun kelompok. Khususnya saya sendiri
merasakan hal seperti itu dalam keadaan kelas.
Kurangnya kekompakan dalam sebuah kelompok kelas maka akan mengakibatkan
rusaknya pendidikan. Itu bertanda
kurangnya rasa toleransi dan multikulturalisme didalam suatu kelas tersebut. Sesungguhnya betapa pentingnya sebuah
toleransi, terlebih toleransi dalam beragama.
Multikulturalisme juga tidak kalah penting, karena dalam suatu kelompok,
kelas, dan Negara, harus adanya suatu saling hormat menghormati, menghargai,
dan bertoleransi.
Apabila sebuah toleransi dapat
dibina dengan sangat baik, maka akan mewujudkan suatu bangsa yang adil, makmur,
dan damai. Yang mana semua itu adalah
sebuah harapan dan impian para pahlawan kita.
Indonesia sangatlah kaya, karena indonesia terdapat beberapa pulau
didalamnya. Maka dari itu banyaknya
perbedaan didalam Negara kita, dari mulai budaya, ras, etis, dan
keyakinan. Akan tetapi, betapa miris
apabila kita melihat pada kenyataannya Indonesia memanglah kaya akan alamnya,
tapi juga kaya akan koruptornya.
Adanya perbedaan didalam Negara kita,
harusnya kita bangga karena Negara kita sangatlah kaya. Akan tetapi adanya perbedaan di Negara ini
malah menjadi banyaknya permasalahan dan menjadikan Negara ini terpecah
belah. Terlebih adanya berbeda keyakinan
dan berbagai aliran/madzhab. Maka dari
itu multikulturalisme harus ditanamkan dalam diri kita. Untuk melahirkan
penerus bangsa yang bertoleransi dan multicultural, kita dapat melatih anak-anak
dari sejak dini untuk saling menghormati dan menghargai. Dan mengajarkan tentang indahnya sebuah
perbedaan.
Tidak hanya
itu seorang pendidik harus mampu menanamkan semua pengamalan yang terdapat
dalam setiap pancasila dari satu sampai
lima. Tidak hanya pancasila, tetapi juga
Bhineka Tunggal Ika harus diajarkan kepada siswa dan menjelaskan tentang arti
dari Bhineka tunggal Ika.
Pada kesimpulannya
kehidupan bertoleransi dan multicultural sangatlah penting. Karena sesuai dengan semboyan kita yaitu
Bhineka Tunggal Ika yang berarti Berbeda-Beda Tapi Satu Jua. Meskipun kita berbeda-beda baik dari budaya,
agama, ras, dan etis, tapi tujuan kita sama yaitu memajukan Negara indonesia,
menjadikan Negara yang berkualitas tinggi dan berliterat. Dengan kualitas pendidikan yang bermutu
tinggi, sehingga kita dapat menyamai Negara-negara lain yang sudah maju dan
berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic