Class Review 5
Dari hari ke hari pelajaran writing
4 semakin membuat lelah, penat, menyebalkan, pusing. Di writing 4 ini Pak Lala
membawa kami mempelajari banyak hal yang begitu kompleks dan juga
membingungkan. Keterkaitan sejarah dengan praktik literasi, Howard zinn, the
power of book, classroom discourse analysis, religious harmony, Christoper
Colombus, key issues in writing, lalu apa hubungannya mereka dengan jenis-jenis
teks yang mesti aku kuasai di semester 4 ini, seperti critical review
contohnya. Berbagai pertanyaan selalu mengalir deras dalam pikiranku, mengapa
mereka juga harus aku pelajari? Tak masalah memang apabila mempelajari banyak
hal, tapi kapasitas otakku terbatas, diharuskan mesti menguasai hal-hal baru
yang banyak dan begitu kompleks, dan kemudian harus aku kuasai. Oh no! Kuharap
aku bisa. Aku percayakan semuanya pada Pak Lala untuk membimbing dan juga
mengarahkanku, agar aku bisa secepatnya menyelesaikan penjelajahanku ke seluruh
daerah di dunia writing 4 ini. Untuk hari ini penjelajahan akan dilanjutkan ke
daerah “Key issues in writing.” Kalau udah maju dilarang mundur, semangat!
Penunjuk
arah arah penjelajahan hari ini:
Recommended
book, “Teaching and Researching Writing, by: Ken Hyland.” Page 44-73.
v Key
Issues In Writing:
1.
Writing
and Context
Makna
(meaning) bukanlah sesuatu yang berada di dalam kata-kata yang kita tulis dan
kirim ke orang lain. Tetapi makna diciptakan dalam interaksi diantara writer
dan reader, karena mereka memahami kata-kata ini dengan cara yang berbeda,
masing-masing berusaha menebak maksud atau tujuan yang lain. Akibatnya analysts dan teachers sekarang mencoba untuk memperhitungkan pribadi,
faktor-faktor kelembagaan dan sosial yang mempengaruhi tindakan menulis.
Secara
tradisional, faktor-faktor kontekstual sebagian besar dipandang sebagai
“Pbyektif” variabel seperti gender dan race (Ras), tetapi sekarang cenderung
dipandang sebagai apa yang peserta anggap relevan. Jadi, surat pribadi
misalnya, mungkin berarti sesuatu yang berbeda bagi writer dan adresse
(penerima) dari casual reader (pembaca kasual).
Van Dijk on context 2008. Konteks
bukan status sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh discourse. Tetapi
cara peserta (participant)
mendefinisikan situasi seperti itu.
Konteks demikian bukan semacam kondisi obyektif atau penyebab langsung (direct cause), melainkan dirancang
(inter) kontruksi subjektif dan diperbaharui dalam interaksi oleh
peserta-peserta sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Jika mereka adalah
semua orang di dalam kondidi sosial yang sama aakan berbicara dengan cara yang
sama. Konteks adalah pesert kontruksi (“Contexts
are participant constructs”).
Duranti and Good Win (1992). “Jadi
bukannya melihat konteks sebagai sekelompok variabel statis yang mengelilingi
penggunaan bahasa, kita harus melihatnya sebagai dibentuk secara sosial,
interaktif berkelanjutan dan terikat waktu. Konteks harus diakui, bagaimanapun
konteks itu jarang dianalisis dalam dirinya sendiri dan biasanya diambil untuk
diberikan atau didefinisikan agak impresionistis. Akhirnya, mengingat situasi
dimana kita bisa membaca atau menulis, konteks mungkin intuitif meliputi segala
sesuatu.”
Cutting (2003:3) menyatakan
bahwa ada tiga aspek utama dari konteks penafsiran ini:
1. Konteks
situasional: apa yang masyarakat tentang apa yang mereka lihat di sekitar
mereka.
2. Konteks
latar belakang pengetahuan
Apa
yang masyarakat tahu tentang dunia, apa yang mereka tahu tentang aspek
kehidupan, dan tentang apa yang mereka tahu mengaenai satu sam alain.
3. Konteks
co-tekstual
Apa
yang masyarakat tahu mengenai apa yang mereka telah sedang katakan.
Aspek-aspek
interpretasi ini kemudian dibentuk menjadi ide dari masyarakat. Asapek-aspek
itu pula menawarkan cara yang berprinsip memahami bagaimana makna diproduksi
dalam interaksi. Ini berarti bahwa semua penggunaan bahasa tertulis dapat
dilihat seperti terletak di dalam waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu: dirumah,
sekolah, tempat kerja, universitas, atau di komunitas tertentu yang mengenali
kombinasi tertentu, genre, cara pimtas interpretatif, dan konvensi komunikatif.
Halliday
mengembangkan analisis konteks berdasarkan ide/gagasan bahwa teks adalah
pilihan bahasa penulis dalam sebuah konteks situasi tertentu. Pada intinya,
bahasa bervariasi sesuai dengan situasi dimana ia digunakan, sehingga jika kita
menjelajah/memeriksa sebuah teks maka kita akan bisa membuat perkiraan tentang
situasi, atau jika kita berada dalam situasi khusus, maka kita tentu membuat
pilihan linguistik (linguistic choices) sesuai dengan situasi.
Halliday’s dimensions context:
1. Field:
mengacu pada apa yang sedang terjadi, jenis aksi sosial, dan mengacu pada teks
itu mengenai apa (topik bersamaan dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara
sosial dan pola-pola biasanya digunakan untuk mengapresiasikan teks.
2. Tenor:
mengacu pada siapa yang mengambil bagian, peran, hubungan peserta (status dan
kekuasaan mereka, misalnya yang mempengaruhi keterlibatan, formalitas, dan
kesopanan).
3. Mode:
mengacu pada bagian bahasa apa yang sedang digunakan, apa yang sedang peserta
harapkan jika melakukan itu untuk mereka (apakah lisan/tertulis, bagaimana
informasi terstruktur, dan sebagainya)
Halliday (1985),
bahasa yang kita gunakan harus sesuai dengan konteks situasi dimana ia
menggunakannya.
2. Literacy and Expertise
Menulis
bersama dengan membaca adalah tindakan literasi: bagaimana kita menggunakan
bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari. Konsepsi literasi modern mendorong
kita untuk melihat tulisan sebagai praktik sosial, bukan sebagai keterampilan
abstrak dipisahkan dari orang-orang dan tempat-tempat dimana mereka menggunakan
teks. Tradisional based menganggap literasi sebagai kemampuan belajar yang
memfasilitasi keahlian berfikir logis, akses informasi, dan berpartisipasi dalam
peran masyarakat modern.
Barton (2007: 34-5) “A Social View
of Literacy”
1.
Literasi adalah sebuah kegiatan sosial
dan lebih baik digambarkan dalam hal-hal praktik literasi masyarakat.
2.
Masyarakat memiliki kemahiran yang
berbeda yang berhubungan dengan berbagai domain kehidupan.
3.
Praktik literasi masyarakat terletak
dalam hubungan yang lebih luas, sehingga perlu menggambarkan
pengaturan-pengaturan dari peristiwa-peristiwa literasi.
4. Praktik literasi dipolakan oleh
lembaga-lembaga sosial dan hubungan kekuasaan, dan beberapa literasi adalah
lebih dominan, terlihat, dan berpengaruh daripada yang lain.
5.
Literasi didasarkan pada sistem simbol
sebagai cara untuk mewakili dunia kepada orang laindan diri kita sendiri.
6.
Sikap dan nilai kita yang mematuhi
literasi akan menuntun tindakan kita untuk berkomunikasi.
7.
Sejarah-sejarah kehidupan kita
mengandung banyak peristiwa-peristiwa literasi dari yang kita pelajari dan yang
memberikan kontribusi hingga saat ini.
8.
Sebuah peristiwa literasi juga memiliki
sebuah sejarah sosial yang membantu menciptakan praktik-praktik sekarang ini.
Sentralitas konteks menunjukkan bagaimana kegiatan membaca dan menulis terkait dengan struktur sosial dimana
mereka tertanam. Tapi sementara praktik-praktik ini adalah apa yang masyarakat
lakukan dengan literasi, mereka agak abstrak karena mereka mengacu tidak hanya
membaca dan menulis, tetapi juga nilai-nilai (values), perasaan (feelings),
konsepsi budaya (cultural conceptions) yang memberikan makna penggunaan ini. Dengan
kata lain mereka termasuk pemahaman bersama, ideologi dan identitas sosial
serta sebagai aturan sosial yang mengatur akses dan distribusi teks.
Peristiwa literasi adalah episode
diamati dimana literasi memiliki peran. Biasanya ada written texts atau texts,
pusat aktifitas dan mungkin ada berbicara sekitar teks. Gagasan peristiwa
menekankan sifat terletak dari kemahiran, bahwa selalu ada dalam konteks. Bagaimana
teks diproduksi dan digunakan dalam berbagai aktifitas adalah aspek kunci
belajar literasi.
3. Writing and Culture
Gagasan/ide bahwa pengalaman-pengalaman penulis dan
praktik literasi dari perbedaan masyarakat akan mempengaruhi linguistic choices
mereka, menunjukkan bahwa guru harus mempertimbangkan yang memainkan budaya
dalam student writing. Budaya secara umum dipahami sebagai sebuah historis yang
ditransmisikan dan jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk
memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan tentang dunia. Akibatnya, bahasa
dan budaya dikepung oleh budaya. Hal ini sebagian karena nilai-nilai budaya
kita tercermin oleh dan dilakukan melalui bahasa, tetapi juga budaya membuat
tersedia bagi kita dengan cara tertentu diambil untuk diberikan mengorganisir
persepsi dan harapan kami, termasuk yang kita gunakan untuk belajar dan
berkomunikasi secara tertulis. Dalam penelitian dan pengajaran, ini adalah wilayah
retorika kontrastif.
Connor (1996:5),
retorika kontrastif adalah sebuah area penelitian dalam akuisisi bahasa kedua
yang mengidentifikasi masalah dalam komposisi yang dihadapi oleh bahasa kedua
penulis dan dengan mengacu pada strategi retoris dari bahasa pertama, mencoba
untuk menjelaskan mereka... retorika kontrastif bahwa bahasa dan menulis adalah
fenomena budaya. Sebagian konsekuensi langsung, masing-masing bahasa memiliki
konvensi retorika unik untuk itu.
4. Writing and Technology
Untuk menjadi
seorang literat maka hari ini memiliki kontrol atas berbagai media cetak dan
elektronik. Banyak yang terakhir memiliki dampak yang besar pada cara-cara kita
menulis., genre kita buat, identitas pengarang kita asumsikan. Beberapa yang
paling penting dari dampak-dampak itu tercantum dalam konsep pengaruh teknologi
pada penulisan:
1. Mengubah
penciptaan, mengedit, proofreading, dan proses format.
2. Mengombinasikan
teks tertulis dengan media visual dan audio dengan lebih mudah.
3. Mendorong
menulis non linier dan proses membaca melalui hypertext links.
4. Tantangan
kepenulisan pemikiran tradisional, wewenang dan kekayaan intelektual.
5. Mengizinkan
penulis untuk mengakses informasi lebih lanjut. Informasi yang baru dalam
cara-cara yang baru.
6. Mengubah
hubungan diantara penulis dan pembaca agar pembaca bisa sering menulis kembali.
7. Memperluas
berbagai genre dan peluang untuk mencapai penonton yang lebih luas.
8. Lisan
tradisional blur dan perbedaan channel tertulis.
9. Memperkenalkan
penulisan untuk membangun dan memproyeksikan identitas sosial yang baru.
10. Memfasilitasi
masuk ke komunitas discourse online yang baru.
11. Meningkatkan
marginalisasi penulis yang terisolasi dari menulis teknologi yang baru.
12. Penawaran
writing teachers pada tatanan dan kesempatan baru untuk classroom.
Mungkin yang paling segera jelas,
dan sekarang sangat akrab, fitur penulisan berbasis komputer yang teks
elektronik memfasilitasi menulis, secara dramatis mengubah tulisan kita. Fitur pengolah
kata yang memungkinkan kita untuk memotong dan menyisipkan, menghapus dan
menyalin, memeriksa ejaan dan bahasa, impor gambar dan mengubah setiap aspek
format berarti bahwa teks-teks kita sekarang lebih panjang, lebih cantik, dan
lebih berat direvisi.
Perubahan yang signifikan hasil dari
media elektronik memungkinkan kita untuk mengintegrasikan gambar dengan mode
makna lainnya relatif mudah. Teknologi elektronik pada kenyataannya mempercepat
kebutuhan praktik literasi di ilmiah, pendidikan, bisnis, dan bidang lainnya.
5. Writing dan Genre
Genre dikenali
sebagai jenis komunikatif, yang berarti bahwa untuk berpartisipasi di dalam
beberapa event sosial, masyarakat harus terbiasa dengan genre yang mereka
hadapi disana. Karena itu, genre sekarang menjadi salah satu konsep yang paling
penting dalam pendidikan saat ini. Berikut ini dua pendekatan genre menurut
Hyon (1996) dan Johns (2002).
1. Pandangan
fungsional sistemik: dalam model fungsional sistemik genre dipandang
berorientasi pada tujuan proses sosial, menekankan karakter tujuan dan
berurutan dari berbeda-beda genre dan mencerminkan kepedulian. Genre adalah proses
sosial karena menyebabkan anggota dari budaya berinteraksi untuk mencapai
proses sosial tersebut.
2. Bahasa
Inggris untuk kepedulian khusus (ESP): Sangkedan (1998:20), discourse
masyarakat berkembang konvensi dan tradisi mereka sendiri untuk seperti kegiatan
lisan beragam seperti menjalankan pertemuan, menghasilkan laporan, dan
mempublikasikan kegiatan mereka. Kelas-kelas berulang peristiwa komunikatif
adalah genre yang mengatur kehidupan verbal. Genre ini menghubungkan masa lalu
dan masa kini, sehingga kekuatan begitu seimbang untuk tradisi dan inovasi.
Genre adalah termotivasi, hubungan fungsional antara
jenis teks dan situasi retoris. Artinya genre bukanlah jenis teks maupun
situasi, melainkan hubungan fungsional antara jenis teks dan maupun situasi. Jenis
teks bertahan karena mereka bekerja, karena mereka merespon secara efektif
terhadap situasi yang berulang.
6. Writing dan Identity
Pandangan
sosial ini melihat identits sebgai retorika jejak dari keanggotaan; komitmen
untuk cara-cara tetentu melihat dunia dan mewakili kepada orang lain sebagai
orang dalam. Dalam kehidupan publik kita bermain peran-peran profesional dan mengklaim
identitas profesional, menulis sebagai toko, eksekutif perusahaan, atau
psikologi kognitif, menggunakan discourse dari perdagangan kami. Identitas disini
menyangkut bagaimana menulis membutuhkan fitur diskursif dan epistimologis dari
suatu budaya tertentu
v Hasil
free writing tanggal 4 februari 2014
The
Magical Thing Which Changes The World
It
seems to me that this is so difficult to believe and understand that there this
power from the thing, but this is real, I’ve just believed and understood at
this time. During When I was a child until now, I have never known about the
thing that it has the magical power. Every reader who are reading masterpiece
which made by every writer, it will make the reader influenced their point of
view. That is the magical thing, what I meant. There is the magical power if we
are reading a book. I felt the thing is real and there is strange power after I
have read a masterpiece which contained Horward Zinn’s opinion. He once said
that a book will make influence every reader according to what the writer
wrote.
A
book which is written by Howard Zinn makes me realize that the thing which has
magical power is real. Every I read a book, after that I feel like influenced
according to the writer’s opinion.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic