We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 10 Maret 2014

Penjelajahan Di Dunia Writing Empat Masih Terus Berlanjut

Class Review 5

            Dari hari ke hari pelajaran writing 4 semakin membuat lelah, penat, menyebalkan, pusing. Di writing 4 ini Pak Lala membawa kami mempelajari banyak hal yang begitu kompleks dan juga membingungkan. Keterkaitan sejarah dengan praktik literasi, Howard zinn, the power of book, classroom discourse analysis, religious harmony, Christoper Colombus, key issues in writing, lalu apa hubungannya mereka dengan jenis-jenis teks yang mesti aku kuasai di semester 4 ini, seperti critical review contohnya. Berbagai pertanyaan selalu mengalir deras dalam pikiranku, mengapa mereka juga harus aku pelajari? Tak masalah memang apabila mempelajari banyak hal, tapi kapasitas otakku terbatas, diharuskan mesti menguasai hal-hal baru yang banyak dan begitu kompleks, dan kemudian harus aku kuasai. Oh no! Kuharap aku bisa. Aku percayakan semuanya pada Pak Lala untuk membimbing dan juga mengarahkanku, agar aku bisa secepatnya menyelesaikan penjelajahanku ke seluruh daerah di dunia writing 4 ini. Untuk hari ini penjelajahan akan dilanjutkan ke daerah “Key issues in writing.” Kalau udah maju dilarang mundur, semangat!

Penunjuk arah arah penjelajahan hari ini:
Recommended book, “Teaching and Researching Writing, by: Ken Hyland.” Page 44-73.
v Key Issues In Writing:

1.    Writing and Context

Makna (meaning) bukanlah sesuatu yang berada di dalam kata-kata yang kita tulis dan kirim ke orang lain. Tetapi makna diciptakan dalam interaksi diantara writer dan reader, karena mereka memahami kata-kata ini dengan cara yang berbeda, masing-masing berusaha menebak maksud atau tujuan yang lain. Akibatnya analysts dan teachers sekarang mencoba untuk memperhitungkan pribadi, faktor-faktor kelembagaan dan sosial yang mempengaruhi tindakan menulis.

Secara tradisional, faktor-faktor kontekstual sebagian besar dipandang sebagai “Pbyektif” variabel seperti gender dan race (Ras), tetapi sekarang cenderung dipandang sebagai apa yang peserta anggap relevan. Jadi, surat pribadi misalnya, mungkin berarti sesuatu yang berbeda bagi writer dan adresse (penerima)  dari casual reader (pembaca kasual).

Van Dijk on context 2008. Konteks bukan status sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh discourse. Tetapi cara peserta (participant) mendefinisikan situasi seperti itu.  Konteks demikian bukan semacam kondisi obyektif atau penyebab langsung (direct cause), melainkan dirancang (inter) kontruksi subjektif dan diperbaharui dalam interaksi oleh peserta-peserta sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Jika mereka adalah semua orang di dalam kondidi sosial yang sama aakan berbicara dengan cara yang sama. Konteks adalah pesert kontruksi (“Contexts are participant constructs”).

Duranti and Good Win (1992). “Jadi bukannya melihat konteks sebagai sekelompok variabel statis yang mengelilingi penggunaan bahasa, kita harus melihatnya sebagai dibentuk secara sosial, interaktif berkelanjutan dan terikat waktu. Konteks harus diakui, bagaimanapun konteks itu jarang dianalisis dalam dirinya sendiri dan biasanya diambil untuk diberikan atau didefinisikan agak impresionistis. Akhirnya, mengingat situasi dimana kita bisa membaca atau menulis, konteks mungkin intuitif meliputi segala sesuatu.”

Cutting (2003:3) menyatakan bahwa ada tiga aspek utama dari konteks penafsiran ini:
1.      Konteks situasional: apa yang masyarakat tentang apa yang mereka lihat di sekitar mereka.
2.      Konteks latar belakang pengetahuan
Apa yang masyarakat tahu tentang dunia, apa yang mereka tahu tentang aspek kehidupan, dan tentang apa yang mereka tahu mengaenai satu sam alain.
3.      Konteks co-tekstual
Apa yang masyarakat tahu mengenai apa yang mereka telah sedang katakan.

Aspek-aspek interpretasi ini kemudian dibentuk menjadi ide dari masyarakat. Asapek-aspek itu pula menawarkan cara yang berprinsip memahami bagaimana makna diproduksi dalam interaksi. Ini berarti bahwa semua penggunaan bahasa tertulis dapat dilihat seperti terletak di dalam waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu: dirumah, sekolah, tempat kerja, universitas, atau di komunitas tertentu yang mengenali kombinasi tertentu, genre, cara pimtas interpretatif, dan konvensi komunikatif.

       Halliday mengembangkan analisis konteks berdasarkan ide/gagasan bahwa teks adalah pilihan bahasa penulis dalam sebuah konteks situasi tertentu. Pada intinya, bahasa bervariasi sesuai dengan situasi dimana ia digunakan, sehingga jika kita menjelajah/memeriksa sebuah teks maka kita akan bisa membuat perkiraan tentang situasi, atau jika kita berada dalam situasi khusus, maka kita tentu membuat pilihan linguistik (linguistic choices) sesuai dengan situasi.

Halliday’s dimensions context:
1.      Field: mengacu pada apa yang sedang terjadi, jenis aksi sosial, dan mengacu pada teks itu mengenai apa (topik bersamaan dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan pola-pola biasanya digunakan untuk mengapresiasikan teks.
2.      Tenor: mengacu pada siapa yang mengambil bagian, peran, hubungan peserta (status dan kekuasaan mereka, misalnya yang mempengaruhi keterlibatan, formalitas, dan kesopanan).
3.      Mode: mengacu pada bagian bahasa apa yang sedang digunakan, apa yang sedang peserta harapkan jika melakukan itu untuk mereka (apakah lisan/tertulis, bagaimana informasi terstruktur, dan sebagainya)

Halliday (1985), bahasa yang kita gunakan harus sesuai dengan konteks situasi dimana ia menggunakannya.

2.    Literacy and Expertise

Menulis bersama dengan membaca adalah tindakan literasi: bagaimana kita menggunakan bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari. Konsepsi literasi modern mendorong kita untuk melihat tulisan sebagai praktik sosial, bukan sebagai keterampilan abstrak dipisahkan dari orang-orang dan tempat-tempat dimana mereka menggunakan teks. Tradisional based menganggap literasi sebagai kemampuan belajar yang memfasilitasi keahlian berfikir logis, akses informasi, dan berpartisipasi dalam peran masyarakat modern.

Barton (2007: 34-5) “A Social View of Literacy”
1.      Literasi adalah sebuah kegiatan sosial dan lebih baik digambarkan dalam hal-hal praktik literasi masyarakat.
2.      Masyarakat memiliki kemahiran yang berbeda yang berhubungan dengan berbagai domain kehidupan.
3.      Praktik literasi masyarakat terletak dalam hubungan yang lebih luas, sehingga perlu menggambarkan pengaturan-pengaturan dari peristiwa-peristiwa literasi.
4.    Praktik literasi dipolakan oleh lembaga-lembaga sosial dan hubungan kekuasaan, dan beberapa literasi adalah lebih dominan, terlihat, dan berpengaruh daripada yang lain.
5.      Literasi didasarkan pada sistem simbol sebagai cara untuk mewakili dunia kepada orang laindan diri kita sendiri.
6.      Sikap dan nilai kita yang mematuhi literasi akan menuntun tindakan kita untuk berkomunikasi.
7.      Sejarah-sejarah kehidupan kita mengandung banyak peristiwa-peristiwa literasi dari yang kita pelajari dan yang memberikan kontribusi hingga saat ini.
8.      Sebuah peristiwa literasi juga memiliki sebuah sejarah sosial yang membantu menciptakan praktik-praktik sekarang ini.

            Sentralitas konteks menunjukkan bagaimana kegiatan membaca dan menulis terkait dengan struktur sosial dimana mereka tertanam. Tapi sementara praktik-praktik ini adalah apa yang masyarakat lakukan dengan literasi, mereka agak abstrak karena mereka mengacu tidak hanya membaca dan menulis, tetapi juga nilai-nilai (values), perasaan (feelings), konsepsi budaya (cultural conceptions) yang memberikan makna penggunaan ini. Dengan kata lain mereka termasuk pemahaman bersama, ideologi dan identitas sosial serta sebagai aturan sosial yang mengatur akses dan distribusi teks.

            Peristiwa literasi adalah episode diamati dimana literasi memiliki peran. Biasanya ada written texts atau texts, pusat aktifitas dan mungkin ada berbicara sekitar teks. Gagasan peristiwa menekankan sifat terletak dari kemahiran, bahwa selalu ada dalam konteks. Bagaimana teks diproduksi dan digunakan dalam berbagai aktifitas adalah aspek kunci belajar literasi.

3.    Writing and Culture

            Gagasan/ide bahwa pengalaman-pengalaman penulis dan praktik literasi dari perbedaan masyarakat akan mempengaruhi linguistic choices mereka, menunjukkan bahwa guru harus mempertimbangkan yang memainkan budaya dalam student writing. Budaya secara umum dipahami sebagai sebuah historis yang ditransmisikan dan jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan tentang dunia. Akibatnya, bahasa dan budaya dikepung oleh budaya. Hal ini sebagian karena nilai-nilai budaya kita tercermin oleh dan dilakukan melalui bahasa, tetapi juga budaya membuat tersedia bagi kita dengan cara tertentu diambil untuk diberikan mengorganisir persepsi dan harapan kami, termasuk yang kita gunakan untuk belajar dan berkomunikasi secara tertulis. Dalam penelitian dan pengajaran, ini adalah wilayah retorika kontrastif.

            Connor (1996:5), retorika kontrastif adalah sebuah area penelitian dalam akuisisi bahasa kedua yang mengidentifikasi masalah dalam komposisi yang dihadapi oleh bahasa kedua penulis dan dengan mengacu pada strategi retoris dari bahasa pertama, mencoba untuk menjelaskan mereka... retorika kontrastif bahwa bahasa dan menulis adalah fenomena budaya. Sebagian konsekuensi langsung, masing-masing bahasa memiliki konvensi retorika unik untuk itu.

4.    Writing and Technology

            Untuk menjadi seorang literat maka hari ini memiliki kontrol atas berbagai media cetak dan elektronik. Banyak yang terakhir memiliki dampak yang besar pada cara-cara kita menulis., genre kita buat, identitas pengarang kita asumsikan. Beberapa yang paling penting dari dampak-dampak itu tercantum dalam konsep pengaruh teknologi pada penulisan:

1.      Mengubah penciptaan, mengedit, proofreading, dan proses format.
2.      Mengombinasikan teks tertulis dengan media visual dan audio dengan lebih mudah.
3.      Mendorong menulis non linier dan proses membaca melalui hypertext links.
4.      Tantangan kepenulisan pemikiran tradisional, wewenang dan kekayaan intelektual.
5.      Mengizinkan penulis untuk mengakses informasi lebih lanjut. Informasi yang baru dalam cara-cara yang baru.
6.      Mengubah hubungan diantara penulis dan pembaca agar pembaca bisa sering menulis kembali.
7.      Memperluas berbagai genre dan peluang untuk mencapai penonton yang lebih luas.
8.      Lisan tradisional blur dan perbedaan channel tertulis.
9.      Memperkenalkan penulisan untuk membangun dan memproyeksikan identitas sosial yang baru.
10.  Memfasilitasi masuk ke komunitas discourse online yang baru.
11.  Meningkatkan marginalisasi penulis yang terisolasi dari menulis teknologi yang baru.
12.  Penawaran writing teachers pada tatanan dan kesempatan baru untuk classroom.

            Mungkin yang paling segera jelas, dan sekarang sangat akrab, fitur penulisan berbasis komputer yang teks elektronik memfasilitasi menulis, secara dramatis mengubah tulisan kita. Fitur pengolah kata yang memungkinkan kita untuk memotong dan menyisipkan, menghapus dan menyalin, memeriksa ejaan dan bahasa, impor gambar dan mengubah setiap aspek format berarti bahwa teks-teks kita sekarang lebih panjang, lebih cantik, dan lebih berat direvisi.

            Perubahan yang signifikan hasil dari media elektronik memungkinkan kita untuk mengintegrasikan gambar dengan mode makna lainnya relatif mudah. Teknologi elektronik pada kenyataannya mempercepat kebutuhan praktik literasi di ilmiah, pendidikan, bisnis, dan bidang lainnya.

5.    Writing dan Genre

            Genre dikenali sebagai jenis komunikatif, yang berarti bahwa untuk berpartisipasi di dalam beberapa event sosial, masyarakat harus terbiasa dengan genre yang mereka hadapi disana. Karena itu, genre sekarang menjadi salah satu konsep yang paling penting dalam pendidikan saat ini. Berikut ini dua pendekatan genre menurut Hyon (1996) dan Johns (2002).

1.      Pandangan fungsional sistemik: dalam model fungsional sistemik genre dipandang berorientasi pada tujuan proses sosial, menekankan karakter tujuan dan berurutan dari berbeda-beda genre dan mencerminkan kepedulian. Genre adalah proses sosial karena menyebabkan anggota dari budaya berinteraksi untuk mencapai proses sosial tersebut.
2.      Bahasa Inggris untuk kepedulian khusus (ESP): Sangkedan (1998:20), discourse masyarakat berkembang konvensi dan tradisi mereka sendiri untuk seperti kegiatan lisan beragam seperti menjalankan pertemuan, menghasilkan laporan, dan mempublikasikan kegiatan mereka. Kelas-kelas berulang peristiwa komunikatif adalah genre yang mengatur kehidupan verbal. Genre ini menghubungkan masa lalu dan masa kini, sehingga kekuatan begitu seimbang untuk tradisi dan inovasi.

            Genre adalah termotivasi, hubungan fungsional antara jenis teks dan situasi retoris. Artinya genre bukanlah jenis teks maupun situasi, melainkan hubungan fungsional antara jenis teks dan maupun situasi. Jenis teks bertahan karena mereka bekerja, karena mereka merespon secara efektif terhadap situasi yang berulang.

6.    Writing dan Identity

            Pandangan sosial ini melihat identits sebgai retorika jejak dari keanggotaan; komitmen untuk cara-cara tetentu melihat dunia dan mewakili kepada orang lain sebagai orang dalam. Dalam kehidupan publik kita bermain peran-peran profesional dan mengklaim identitas profesional, menulis sebagai toko, eksekutif perusahaan, atau psikologi kognitif, menggunakan discourse dari perdagangan kami. Identitas disini menyangkut bagaimana menulis membutuhkan fitur diskursif dan epistimologis dari suatu budaya tertentu

v Hasil free writing tanggal 4 februari 2014

The Magical Thing Which Changes The World

It seems to me that this is so difficult to believe and understand that there this power from the thing, but this is real, I’ve just believed and understood at this time. During When I was a child until now, I have never known about the thing that it has the magical power. Every reader who are reading masterpiece which made by every writer, it will make the reader influenced their point of view. That is the magical thing, what I meant. There is the magical power if we are reading a book. I felt the thing is real and there is strange power after I have read a masterpiece which contained Horward Zinn’s opinion. He once said that a book will make influence every reader according to what the writer wrote.

A book which is written by Howard Zinn makes me realize that the thing which has magical power is real. Every I read a book, after that I feel like influenced according to the writer’s opinion.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic