We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Selasa, 04 Maret 2014



Calon Jendral Literasi

Ku merasakan nikmatnya berjibaku dengan malam. Malam yang bertaburan bintang. Dihiasi pula dengan cahaya rembulan. Duet cahayanya mampu mencairkan segala keluh kesah kehidupan. Malam yang ditelan sepi. Hanya terdengar suara rintihan hati yang bernyanyi. Melantunkan nada-nada indah hasrat khayalan. Menyatu diterpa gelombang pasang kehidupan. Malam tuk merajut mimpi. Mimpi yang terhanyut oleh bayang-bayang harapan. Mimpi yang kan menorehkan sejarah. Sejarah kehidupan yang teramat dalam. (Sandi Pramuji)

Berkariblah dengan sepi, sebab dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah dicari. Dalam sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang memborbardir indera kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu untuk ditafakuri, lalu dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak mereka hanya dengungan yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu yang mengizinkan kita memahami dunia di sekitar kita [sedikit] lebih baik. Berkariblah dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan dan kesadaran ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan keinginan yang lain. Berkariblah dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti, atau tak dapat kita tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang pekak. Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih. (Budi Hermawan)

Pada hari itu, Selasa, 25 Februari 2014 pukul 11.00, Jenderal Elbi memberikan suatu kehormatan kepada saya selaku komandan prajurit literasi untuk melantunkan bait-bait sajak milik Prof. Budi Hermawan yang sangat indah tersebut. Sebelumnya, rekan kami prajurit Ms. WRQ telah melantunkan sajak tersebut, namun sayangnya ia kurang menghayatinya. Ia melantunkan “Berkibarlah dengan sepi”. Sontak dengan seketika para prajurit literasi tertawa terbahak-bahak tanpa dapat dibendung lagi. Lantunan bait-bait sajak tersebut mengindikasikan bahwa pentingnya suatu kesunyian, ketenangan dan kejernihan diri untuk mendapatkan suatu inspirasi ketika menulis. Dapat dikatakan suatu kebohongan apabila seorang mahasiswa dalam mencari suatu inspirasi untuk menulis skripsi atau tulisan apapun namun ia malah pergi mendatangi tempat yang notabene “ramai” seperti mall. Mungkin yang ada hanyalah suatu inspirasi untuk “shoping” atau menghabiskan uang saja. Dalam mencari suatu inspirasi, alangkah baiknya dilakukan pada malam hari ketika orang lain sedang tertidur lelap atau dapat pula dilakukan pada siang hari dengan pergi ke suatu tempat yang sepi asalkan jangan pergi ke “TPU”.
Fokus pada pertemuan kali ini adalah mengenai Classroom Discourse dimana Classroom merupakan Situs Suci “Sacred Site” yang hanya dapat dijamah oleh qualified person melalui berbagai macam test dan persyaratan tertentu. Misalnya seorang pelajar SMA yang ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, maka ia harus mengikuti sebuah proses seleksi akademik maupun administrasi. Sedangkan discourse yakni suatu proses dalam memproduksi text baik itu text yang berbentuk lisan maupun tulisan. Pada dasarnya classroom dijadikan sebagai tempat dimana seorang guru berinteraksi dengan muridnya ataupun interaksi murid dengan rekan-rekannya. Classroom discourse mengacu pada bahasa yang digunakan oleh guru atau murid untuk berkomunikasi dengan setiap orang di dalam kelas. Berbicara atau melakukan percakapan adalah media di mana sebagian besar mengajar berlangsung, sehingga studi classroom discourse adalah studi tentang proses pengajaran di kelas melalui tatap muka langsung.
Dalam peranannya Classroom merupakan tempat yang sangat “complicated” ketika melakukan suatu proses interaksi (interaction). Mengapa dikatakan complicated? Karena dalam sebuah Clasroom terdapat banyak sekali perbedaan mendasar mengenai latar belakang (background) siswa, Communicative strategies antar guru dengan siswa bahkan Meaning-making Practice ataupun Meaning-negotiation practice yang dimiliki oleh masing-masing individu. Dari Perbedaan background saja terlihat banyak sekali perbedaan yang nampak, mulai dari aspek keilmuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, bahasa dan agama yang dimiliki masing-masing siswa. Seorang guru dalam membimbing dan berinteraksi dengan muridnya bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan suatu pendekatan khusus diantara guru dan murid, untuk mencapai suatu pemahaman interaksi secara personal.
Pendekatan dapat dilakukan melalui suatu Communicative strategies yang dilakukan guru ketika berinteraksi dengan muridnya. Dalam proses pembelajaran bahasa asing / bahasa kedua (L2), peserta didik akan sering mengalami masalah komunikasi disebabkan oleh kurangnya sumber daya linguistik yang dimiliki. Communicative strategies adalah strategi yang digunakan oleh guru atau murid untuk mengatasi masalah yang muncul ketika guru atau murid ingin menyampaikan suatu makna secara tepat mengenai apa yang dimaksudkan. Strategi yang digunakan dapat berupa parafrase, substitusi, coining kata-kata baru, beralih menggunakan bahasa pertama (L1), dan atau meminta suatu klarifikasi kepada teman atau gurunya. Parafrase (Paraphrasing) yakni mengacu pada penggunaan kata-kata atau frase untuk mengekspresikan makna yang dimaksudkan. Misalnya, jika peserta didik tidak tahu kata “kakek” mereka mungkin menggunakan parafrase itu dengan mengatakan "Ayah ayahku". Substitusi (Substitution) yakni peserta didik dapat menghindari kata bermasalah dengan menggunakan satu kata yang berbeda. Coining kata-kata baru (Coining new words) yakni mengacu pada penciptaaan kata-kata baru atau frase untuk kata-kata yang mereka tidak tahu. Ganti bahasa (Language switch) yakni peserta didik dapat menyisipkan kata dari bahasa pertama mereka menjadi kalimat, dan berharap bahwa lawan mereka akan mengerti. Meminta klarifikasi (Asking for clarification) yakni strategi meminta teman untuk berbicara atau memberitahukan pada sebuah kata yang ia tidak ketahui dalam bahasa kedua (L2). Strategi non–verbal yakni penggunaan gesture dan mimik tubuh untuk menambah atau mengganti komunikasi verbal.
Setelah dilakukan suatu communicative strategies, maka dibutuhkan suatu orientasi dalam menentukan meaning-making practice atau meaning-negotiation practice. Meaning-making practice merupakan suatu keputusan yang dibangun dari pemahaman pengalaman yang berharga dan kemampuan untuk menganalisa maupun mengantisipasi pengetahuan melalui asumsi yang baik di masa depan. Meaning-negotiation practice merupakan suatu keputusan mengatasi keragaman semantik atau kegiatan yang bertujuan untuk menemukan kesepakatan makna dalam komunikasi linguistik. Dalam proses ini sangat berperan sekali pengaruh suatu ideologi yang dimiliki oleh seorang guru yang kemudian ia tenerapkan nilai-nilai (value) tersebut kepada anak didiknya. Inilah hal yang seharusnya dimiliki oleh kita sebagai calon jenderal literasi untuk mengajarkan kepada pasukan-pasukan kita yang memiliki background berbeda. Tapi ingat jangan sampai mengajarkan ideologi dan nilai-nilai yang tidak baik.
Dengan demikian, guru sebagai the leader of class harus mampu memahami muridnya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Guru harus mampu memahami sistem secara umum yang saling berhubungan, berinteraksi, dan terus-menerus berubah. Guru harus mampu mengambil suatu keputusan melalui perspektif yang beragam, dan guru harus terlibat langsung dalam dialog dengan muridnya. Apakah kita semua sudah siap wahai para calon jenderal literasi?

References:

    

   

      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic