Pada
class review pertama saya menulis bahwa kita sedang berada diatas sebuah kapal
bernama “Writing 4”. Kita akan bertahan di kapal ini selama lebih kurang tiga
bulan kedepan. Persiapan yang matang sangatlah dibutuhkan agar kita semua dapat
bertahan di kapal ini dan mencapai daratan dengan wajah berseri dan senyum
mengembang dibibir. Kini, sudah lebih dari lima minggu kita berada di kapal ini
dan telah mengalami berbagai terjangan ombak dengan berbagai ketinggian dan
kekuatan yang berbeda. Namun, dengan keyakinan teguh dari kita semua, sampai
detik ini kita masih bertahan diatas kapal ini. Saya pribadi masih akan terus
bertahan diatas kapal ini karena keinginan kuat saya untuk terus maju dan
mencapai daratan yang akan menjadi pintu gerbang masa depan saya sendiri.
Perumpamaan
yang tergambar pada paragraf diatas menjelaskan secara tersirat betapa sungguh-sungguh
perjuangan kita agar sampai di daratan dengan selamat. Berusaha dengan sekuat
tenaga agar tetap bisa bertahan di atas kapal ini dan terus berusaha sebaik
mungkin menjalankan segala arahan dari sang komando kapal. Arahan yang menjadi
petunjuk kita agar tetap selamt berada di kapal ini. Itulah gambaran yang saya
bayangkan untuk perjuangan kami dan saya pribadi tentunya untuk mata kuliah
writing 4 ini.
Bagiku,
dunia malam sudahlah tidak asing lagi. Kesunyian yang dihadirkannya mampu
memberikan secercah harapan dalam pembuatan sebuah karya. Suasana yang tidak
saya temukan disiang hari. Itulah yang membuat saya mengagumi malam dengan
segala kesunyian dan misteri yang belum terkuat jelas. Seperti goresan kata
yang tertuang berikut ini dari seseorang yang mengagumi kesunyian:
Berkariblah
dengan sepi, sebab dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah
dicari. Dalam sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang
memborbardir indera kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu
untuk ditafakuri, lalu dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak
mereka hanya dengungan yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu
yang mengizinkan kita memahami dunia di sekitar kita [sedikit] lebih baik.
Berkariblah
dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan
dan kesadaran ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat
pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang
jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan keinginan yang lain.
Berkariblah
dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti,
atau tak dapat kita tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang
pekak.
Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih. (Budi Hermawan)
Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih. (Budi Hermawan)
Kali
ini dipertemuan kelima pada hari selasa, 25 februari 2014 kelas dimulai. Materi
yang dibahas kali ini masih tentang Classroom
Discourse yang minggu sebelumnya dijadikan topik pembahasan untuk critical
review kita. Mr. Lala menjelaskan beberapa aspek yang belum kita sentuh didalam
critical review kita.
Classroom
Discourse yang Mr. Lala jelaskan berhubungan erat dengan religious harmony atau
kerukunan beragama. Disini kita dituntut bagaimana untuk memupuk kerukunan
beragama didalam kelas. Janganlah dulu kita memikirkan masalah kerukunan
beragama dengan ruang lingkup yang lebih luas jika didalam ruang lingkup
terkecil saja kita belum bisa memupuk dan mempraktekan kerukunan beragama
dengan baik di kelas. Religious harmony berkaitan sangat erat dengan classroom
discourse karena religious harmony sendiri dimulai dari pendidikan di sekolah.
Classroom
discourse merupakan kunci utama dalam memupuk kerukunan beragama, karena itulah
classroom discourse merupakan sacred site atau situs suci yang merupakan tempat
pokok terjadinya ritual religious harmony. Itulah yang menjadikan Classroom
Discourse menjadi tempat yang hanya dapat dimasuki oleh orang-orang tertentu.
Dalam artian kelas hanya dapat dimasuki oleh orang-orang tertentu yang sanggung
menjaga keharmonisan kelas.
Mengapa
classroom discourse sangat complicated ? alasannya karena didalam classroom
discourse meliputi interaction dan talk. Didalam interaction membahas tentang
background seseorang, communicative strategies dan meaning-making practice.
Interaction adalah segala sesuatu yang terjadi didalam kelas yang melibatkan
seluruh penghuni kelas. Talk, semua konflik dan harmony atau kerukunan muncul
dari talk. Bagaimana cara dan kesopanan kita saat berbicara dengan seseorang
akan memjadi masalah apabila teman yang kita ajak bicara tidak menyukai cara
kita berbicara yang mungkin mereka anggap tidak sopan.
Dalam
pembahasan mengenai meaning-making practice dapat dijabarkan seperti saat kita
dating ke sebuah kelas dengan ideology yang berbeda, values-disciplines yang
berbeda pula. Intinya untuk mencapai sebuah kerukunan beragama yang baik
didalam kelas dibutuhkan kebersamaa yang kuat dengan visi dan misi sama yang
sekolah miliki. Didalam classroom discourse membahs dua hal besar, yaitu: text
dan context. Text dan context merupakan penilaian dari bagaimana cara kita
berpakaian, bersikap dan berbicara.
Berikut ini adalah penjelasan tentang Classroom Discourse yang bersumber dari ebook Rymes, B. (in press, 2008). Classroom Discourse Analysis: A Tool for Critical
Reflection. Cresskill, NJ: Hampton Press.
Reflection. Cresskill, NJ: Hampton Press.
What
is (Critical) Classroom Discourse Analysis?
Sebelum kita mulai bekerja pada discourse
analyses kita sendiri,
bagaimanapun, itu akan berguna untuk memiliki definisi
kerja Classroom
Discourse Analysis. Seperti
yang didiskusikan sebelumnya,
seluruh discourse buku didefinisikan secara luas sebagai "language-in-use." Dan discourse analysis, adalah studi tentang bagaimana bahasa-di-gunakan
dipengaruhi oleh konteks penggunaannya. Di dalam kelas,
konteks dapat berkisar dari pembicaraan dalam pelajaran, untuk seumur hidup
siswa sosialisasi, dengan sejarah lembaga pendidikan. Analisis wacana dalam kelas menjadi analisis wacana
kritis kelas ketika para peneliti kelas mengambil efek dari konteks variabel
tersebut menjadi pertimbangan dalam analisis mereka.
Discourse
Definisi paling sederhana dari discourse adalah language-in-us. Hal ini mungkin mengganggu jelas. Bahasa selalu digunakan, jadi mengapa
tidak hanya menyebutnya "bahasa" ? Karena, ciri "discourse" (that it is “in-use”) adalah fitur yang sebagian orang percaya
bukan komponen penting dari bahasa. Sebaliknya, beberapa
ahli bahasa berpendapat bahwa ciri bahasa adalah kemampuannya untuk de-contextualized. Sebagai contoh, kata, "pohon" tidak perlu
"pohon” sekitar untuk dipahami. Seorang siswa akan memberitahu
Anda ia melihat "pohon" hari ini, dan Anda akan tahu apa yang dia
maksud. Dia tidak perlu menunjuk pada pohon atau menarik untuk Anda. Dalam hal
ini, bahasa adalah de-contextualizable dan ini mungkin fitur yang membuat unik
bahasa manusia.
Context
(the Classroom and Beyond)
Bagaimana sebuah kata yang digunakan tergantung pada
konteks. Dalam buku ini, yang paling jelas,
"The Classroom" adalah konteks utama dan paling
jelas untuk discourse
kita akan menjadi penguji. Namun, "konteks" untuk discourse
analysis kelas juga meluas di luar kelas, dan dalam
komponen yang berbeda dari bicara kelas, untuk memasukkan konteks yang
mempengaruhi apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu ditafsirkan dalam kelas.
Konteks dapat dibatasi oleh batas-batas yang sesuai fisik bahasa di rumah
mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai di sekolah, tetapi konteks juga dapat
dibatasi oleh batas-batas fisik tidak, tetapi dengan wacana bahasa batas -
tepat dalam pelajaran mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai setelah pelajaran
berakhir (bahkan ketika duduk di meja yang sama).
Membangun definisi awal kami dari Classroom
Discourse Analysis sebagai sebuah
investigasi bagaimana discourse (language-in-use) dan konteks mempengaruhi satu sama
lain , kerangka kerja kami terdiri dari tiga dimensi yang selalu ada dari language-in-use:
1) Social context - faktor sosial di luar interaksi langsung yang
mempengaruhi bagaimana kata-kata berfungsi dalam interaksi itu (e.g.,
how does social context influence whether you or your students use the word dude?
What effects would it have?);
2) Interactional context - pola sekuensial atau lain bicara dalam interaksi yang
mempengaruhi apa yang kita bisa dan tidak bisa mengatakan, dan bagaimana orang
lain menafsirkannya dalam wacana kelas (e.g., in what sequence
of interaction would your use the word dude? A greeting? A compliment? What
effects would it have on the rest of the interaction?); dan
3) Individual agency - individu pengaruh seorang individu dapat memiliki
pada bagaimana kata-kata yang digunakan
dan diinterpretasikan dalam interaksi (e.g., When and why
would an individual choose to use dude and for what purpose? How much
can an individual control its effects? ).
Multidimensionalitas ini, pengaruh simultan dari konteks sosial , konteks interaksional,
dan individu lembaga - adalah fitur dari setiap interaksi kelas.
Tentu saja, masing-masing dimensi tidak terlepas dari yang lain, dan kadang-kadang, satu atau yang lain adalah fitur lebih menonjol. Menggoda mereka terpisah melalui analisis wacana, bagaimanapun, memberi pemahaman dan kontrol atas kata-kata yang lebih besar dalam kelas - sehingga kita tidak akan menafsirkan kata-kata satu - dimensi, atau menggunakan atau mendengar bahasa tanpa mengakui kekuatan multidimensi untuk mengontrol bagaimana kita melihat diri kita dan orang lain.
Tentu saja, masing-masing dimensi tidak terlepas dari yang lain, dan kadang-kadang, satu atau yang lain adalah fitur lebih menonjol. Menggoda mereka terpisah melalui analisis wacana, bagaimanapun, memberi pemahaman dan kontrol atas kata-kata yang lebih besar dalam kelas - sehingga kita tidak akan menafsirkan kata-kata satu - dimensi, atau menggunakan atau mendengar bahasa tanpa mengakui kekuatan multidimensi untuk mengontrol bagaimana kita melihat diri kita dan orang lain.
Kesimpulannya,
proses berjalannya classroom discourse sangat penting dalam menciptakan
kerukunan beragama di kelas. Dengan adanya interaksi yang baik antar penghuni
kelas, niscaya tujuan dari classroom discourse dapat tercapai. Selain classroom
discourse, kita juga harus menjadi qualified. Setalah menjadi seorang reader,
tahap selanjutnya adalah qualified reader. Syarat menjadi qualified reader
adalah dengan menjernuhkan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic