Class
review 5th
Malam yang seperti biasanya, indah, dingin, dan sedikit rintikkan
hujan yang terdengar merdu di telinga ini. Terdengar sedikit suara-suara
gesekan pohon dari luar jendela kamarku, tak dapat aku pungkiri bahwa aku
benar-benar merindukan kampung halamanku, itu yang selama ini membuat aku kuat
dan ingin mengejar cita-citaku disini.
I’am not happy,
itulah kata pertama yang beliau (Mr.Bumela) katakan di kelas kami, kami pun
jadi merasa tidak happy jika seperti ini terus, yeahh we have to canged our
mind about our class. Ini mungkin semacam ignorance or mistake or weakness? We
don’t know...tapi beliau menyebut ini sebagai mistakes, mungkin kelas kami
masih kurang terlihat kompak, bermuram durja, dan terlalu pendiam untuk ukuran
murid beliau dibandingkan ketiga teman
kelas kami yang lain. Semua itu membuat kami berfikir untuk memperbaiki apa
yang sudah salah di kelas kami, dan kita cukup yakin bahwa masih banyak hal
yang perlu kami gali lagi dari potensi kelas kami.
Mengidentifikasi kembali mengenai
critical history of Colombus and Howard Zinn, ada banyak sekali kesalahpahaman
dari apa yang saya tangkap dari teks Speaking Truth to Power with Books –Howard
Zinn- mungkin agak sedikit melenceng dari apa yang harusnya saya tulis di
critical review ke-2 waktu itu. Ada banyak hal yang tidak saya sampaikan dalam
critical review kemarin, yakni mengenai keterkaitan antara history dan praktek
literasi. Literacy as social, dimana orang-orang yang menuliskan sejarah adalah
orang-orang yang berliterat. Setelah membaca berbagai sejarah tentang Columbus
dari berbagai sumber artikel yang ada, beberapa fakta yang mengejutkan telah
terjadi, bahwa Christopher Colombus yang biasa di sebut-sebut sebagai pahlawan,
penemu besar, pembaca Alkitab yang saleh, dan orang-orang Amerika menyebutnya
sebagai penemu kehidupan, tapi dia (Howard Zinn) menyebutkan sebaliknya bahwa
Christopher Colombus adalah seorang pembunuh, penyiksa, penculik, mutilator
orang pribumi, munafik, orang yang tamak mencari emas, bersedia untuk membunuh
orang dan mencincang orang, itu mengejutkan. Dia bukanlah seorang penemu benua
Amerika yang sesungguhnya, melainkan seorang penipu ulung yang diasingkan oleh
Ratu Issabel karena ulahnya telah memperkosa salah seorang puteri disana, dia
telah di hukum untuk terus berlayar untuk menemukan benua India, berharap
Columbus tidak akan pernah kembali lagi ke Eropa.
Jauh sebelum Christopher
Columbus datang ke benua Amerika, sudah ada suatu bangsa yang pertama datang ke
benua Amerika. Literatur yang menerangkan bahwa penjelajah Muslim sudah datang
ke Amerika sebelum Colombus, antara lain pakar sejarah dan geografer Abul
Hassan Ali Ibnu al-Hussain al-Masudi (871-957M). Dalam bukunya Muruj
Adh-Dhahabwa Maad al-Jawhar (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels /
Hamparan Emas dan tambang Permata), al-Masudi telah menuliskan bahwa Khaskhas
Ibnu Sa’ied Ibn Aswad, seorang penjelajah Muslim dari Cordova, Spanyol,
berhasil mencapai benua Amerika pada 889M.
Sejak itulah,
pelayaran menembus Samudera Atlantik yang saat itu dikenal sebagai ”lautan yang
gelap dan berkabut”, semakin sering dilakukan oleh pedagang dan penjelajah
Muslim. Literatur yang paling populer adalah essay Dr. Yossef Mroueh dalam
Prepatory Committe for International Festivals to Celebrate the Millenium of
the Muslims Arrival to the America tahun 1996. Dalam essay berjudul
Precolumbian Muslims in America (Muslim di Amerika Pra Colombus), Dr. Mroueh
menunjukkan sejumlah fakta bahwa Muslimin dari Anadalusia dan Afrika Barat tiba
di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Colombus.
Pada pertengahan
abad ke-10, pada masa pemerintahan Bani Umayyah Andalusia: Khalifah Abdurrahman
III (929-961M), kaum Muslimin dari Afrika berlayar ke arah barat dari pelabuhan
Delbra (Palos) di Spanyol menembus “samudera yang gelap dan berkabut”. Setelah
menghilang beberapa lama, mereka kembali dengan sejumlah harta dari negeri yang
“tak dikenal dan aneh”. Dalam pelayaran itu, ada sejumlah kaum Muslimin yang
tinggal bermukim di negeri baru itu. Mereka inilah imigran Muslim gelombang
pertama yang tiba di Amerika.
Dan bagaimana
dengan faktanya? Tentu saja hal ini sudah di wanti-wanti oleh si peneliti bahwa
di negara bahagian Inyo dan California, Dr. Barry menemukan beberapa kaligrafi
Islam yang ditulis dalam bahasa Arab salah satunya bertuliskan ”Yesus bin
Maria” yang artinya ”Isa anak Maria”. Kaligrafi ini dapat dipastikan datang
dari ajaran Islam yang hanya mengakui nabi Isa sebagai anak manusia dan bukan
anak Tuhan. Dr. Barry menyatakan bahwa usia kaligrafi ini beberapa abad lebih
tua dari usia Negara Amerika Serikat. Bahkan lebih lanjut, Dr. Barry menemukan
reruntuhan, sisa-sisa peralatan, tulisan, digram, dan beberapa ilustrasi pada
bebatuan untuk keperluan pendidikan di Sekolah Islam. Tulisan, diagram dan
ilustrasi ini merupakan mata pelajaran matematika, sejarah, geografi, astronomi
dan navigasi laut. Semuanya ditulis dalam tulisan Arab Kufi dari Afrika Utara.
Ada yang
mengganjal dari artikel Speaking Truth to Power with Books –Howard
Zinn- bagaimana dengan penemu yang sesungguhnya? Kenapa sejarah orang
muslim yang menemukan benua Amerika tersebut tidak pernah tercantum di
artikelnya Howard Zinn? Atau bagaimana dengan penemu benua Amerika dari Cina?
Apakah dikarenakan ada hal lain yang berada dibelakang Howard Zinn? Seperti
agamanya Zinn yaitu Jeus, sehingga dia menutupi kebenaran yang sesungguhnya
tentang penemu dari Islam? Sepertinya memang begitu dan harus kita sadari
sebagai seorang muslim bahwa terdapat banyak sekali hal-hal yang penting yang
orang Islam miliki bisa diambil sesuka hati oleh “mereka”.
Inilah pentingnya
bagaimana kita bisa mengaitkan antara history dan praktek literacy. Mungkin
inilah penyebab utama kenapa sejarah orang muslim yang menemukan benua Amerika
sangat jarang untuk di ekspose keluar, yaitu seperti yang sudah dijelaskan
dalam buku (The Cultural Analysis of the Texts –Mikko Lehtonen-) bahwa dalam sejarah umat manusia, menulis adalah banyaknya akuisisi paling lambat dalam berbicara. Bagi warga Barat
pada pergantian milenium, membaca dan menulis tampaknya kegiatan paling alami dalam
hidup, tapi berpikir dalam istilah global dan sejarah mereka
adalah sesuatu tetapi yang alami. Seperti
pada tahun 1985, hampir 30 persen
dari semua orang di bumi tidak bisa memahami sebuah teks tertulis. Pada tahun yang sama, hampir 900 juta dari
seluruh populasi orang dewasa global over-15-year-olds
yang buta huruf. Keterampilan
membaca dan menulis yang dianggap alami benar-benar tergantung
pada pelatihan yang disengaja
dan pembelajaran sadar. Mereka tidak ada di antara kemampuan alami manusia, tetapi keterampilan khusus yang diperoleh hanya melalui tenaga yang serius. Disini kita bisa melihat
alasan bagaimana beberapa peradaban emas Islam bisa menghilang begitu saja
tanpa jejak dari mata public.
(The Cultural Analysis of the Texts –Mikko Lehtonen-),
menyebutkan bahwa sejarah dapat dilihat dari artefact bahwa
mungkin saja history mengenai orang muslim yang menemukan benua Amerika sangat
awam dimata public itu karena reproduksi teks berkembang sangat lambat. Keberadaan teknologi itu sendiri tidak
berarti konsumsi massa mereka.
Dalam Abad Pertengahan, produksi budaya masih diproduksi oleh kerajinan tangan seperti artefak budaya individu dan unik. Tapi dengan
adanya artefact ini kita bisa menguak sejarah mengenai penemuan benua Amerika
oleh orang muslim yaitu dengan bukti bahwa di negara bagian Inyo dan
California, Dr. Barry menemukan beberapa kaligrafi Islam yang ditulis dalam
bahasa Arab salah satunya bertuliskan ”Yesus bin Maria” yang artinya ”Isa anak
Maria”. Kaligrafi ini dapat dipastikan datang dari ajaran Islam yang hanya
mengakui nabi Isa sebagai anak manusia dan bukan anak Tuhan. Dr. Barry
menyatakan bahwa usia kaligrafi ini beberapa abad lebih tua dari usia Negara
Amerika Serikat. Bahkan lebih lanjut, Dr. Barry menemukan reruntuhan, sisa-sisa
peralatan, tulisan, digram, dan beberapa ilustrasi pada bebatuan untuk
keperluan pendidikan di Sekolah Islam. Tulisan, diagram dan ilustrasi ini
merupakan mata pelajaran matematika, sejarah, geografi, astronomi dan navigasi
laut. Semuanya ditulis dalam tulisan Arab Kufi dari Afrika Utara.
Ada banyak hal
yang mesti saya perbaiki dalam critical review ke-2 kemarin, karena benar kata
Mr.Bumela bahwa kami: Terjebak dalam hal-hal
sepele, tidak akrab dengan kata
kunci yang disebut classroom discourse, menceritakan
fakta-fakta tentang konflik agama tanpa menunjukkan titik sasaran pandang,
struktur generik tidak dibangun dengan baik, pola referensi yang hilang, dan (satu hal yang bisa saya katakan): ada banyak ruang untuk perbaikan.
Isu kunci dalam Menulis Penelitian dan Pengajaran (Hyland 2002; 2009)
Berikut ini adalah sejumlah isu kunci
yang mendominasi pemahaman
saat penulisan: (!
Mengeksplorasi lebih dalam di review
class) yaitu konteks, literasi, budaya, teknologi,
aliran, dan identitas. Dalam pengkritikan
teks minggu lalu saya memang sudah menyiapkan hal-hal besar untuk
menghadapinya, seperti kata beliau apakah kami sudah membaca hystory of America? Mendapatkan
diri Anda terbiasa dengan siapa itu
Columbus? Mencari fakta yang tidak diketahui tentang Columbus? Mendapatkan
diri Anda terbiasa dengan siapa itu Howard
Zinn? Memeriksa karya
Zinn? Perspektif apa
yang Anda tawarkan? (politik,
antropologi, sosiologi, sejarah?)
jawabannya tentu saja ya! Walaupun masih banyak yang belum sepaham dengan pemikiran
kami, mungkin kami belum menjadi seorang qualitify reader dan masih menjadi
helpless reader yang masih terkecoh oleh hal-hal kecil dalam suatu teks.
Kita beralih
kepada praktek penulisan academic secara spontanitas seperti yang minggu lalu
kami praktekkan, yaitu sekitar informasi perihal Howard Zinn dan Christopher
Colombus dalam kurun waktu 30 menit untuk memproduksi beberapa kata, dan itu
sangat sulit, terutama pada saat kita ingin menjadi seorang penulis yang hebat
tentunya kita harus menjadi seorang pembaca yang hebat terlebih dahulu. Saya
akan memperlihatkan karya seadanya saya mengenai Howard Zinn dan Christopher
Colombus pada waktu itu.
“Who is he?
Christopher Colombus, people know
“he” is performer’s history, history about discover American and the hiro.
Yeah.. he is Cristopher Colombus. He is hiro, discover and safed many people of
American.
But Howard Zinn called his is
killer, mutilator, person who just search the gold, torturer, raper and able to
kill somebody. The history about America in the Howard Zinn’s book he was
writed the history of Cristopher Colombus
with the theme People’s History of the United States, he writed that
history from the eyes’s ordinnary people not from the eyes’s extraordinnary
people that the master of politic and rich people. Not only about that, Zinn
say that his refused about adventages of moral people’s American and about the
dedication view that for sparate stucture of politic naration of country.
But did you know that why Howard
Zinn not to write about Who is the real inventor the
American? Why in the book’s Zinn is not to reveal
that American inventors are Muslims.”
Ternyata benar menulis itu sangat sulit, apalagi dituntut harus
menulis yang berbau academic dengan bahasa Inggris. Pada saat itu saya hanya
dapat memproduksi 165 kata dalam 30 menit, sepertinya saya harus lebih banyak
lagi berlatih menulis dan memperbanyak membaca. Dan pastinya kita mungkin harus
mengetahui tentang isu kunci dalam menulis yaitu dalam model
interaktif sosial, makna diciptakan melalui 'konfigurasi yang unik dan interaksi apa yang baik
pembaca dan penulis bawa kedalam teks' (Nystrand et
al, 1993:. 299).
Selain pintar
membaca dan menulis, kita juga harus mementingkan aspek-aspek penting untuk
para pembacanya juga, seperti yang sudah tercantum dalam Bakhtin
(1986), seperti dikutip dalam Hyland
(2002): mengenai isu Intertekstualitas:
bahasa dialogis: percakapan
antara penulis dan pembaca
dalam suatu kegiatan yang sedang berlangsung.
Hyland (2002): Menulis mencerminkan jejak kegunaan sosialnya karena hal ini terkait dan selaras dengan teks-teks lain yang di atasnya itu membangun dan yang mengantisipasi. Genre disini ditulis dianggap sebagai bagian dari situasi sosial yang berulang yang ditandai, daripada bentuk-bentuk tertentu, dengan penulis melakukan penilaian dan kreativitas dalam merespon kondisi yang sama (Hyland 2002).
Hyland (2002): Menulis mencerminkan jejak kegunaan sosialnya karena hal ini terkait dan selaras dengan teks-teks lain yang di atasnya itu membangun dan yang mengantisipasi. Genre disini ditulis dianggap sebagai bagian dari situasi sosial yang berulang yang ditandai, daripada bentuk-bentuk tertentu, dengan penulis melakukan penilaian dan kreativitas dalam merespon kondisi yang sama (Hyland 2002).
Pengertian intertekstualitas menurut Bakhtin menunjukkan bahwa wacana selalu terkait dengan wacana
lain, baik saat mereka berubah dari waktu ke waktu dan dalam kesamaan mereka pada setiap
titik waktu. Ini menghubungkan teks-pengguna ke jaringan teks
sebelum dan sebagainya menyediakan sistem pilihan untuk membuat makna yang
dapat dikenali oleh lain teks-pengguna. Karena
mereka membantu menciptakan makna
yang tersedia dalam suatu budaya,
konvensi yang dikembangkan dengan cara ini menutup interpretasi tertentu dan membuat orang lain lebih mungkin, dan ini membantu menjelaskan bagaimana penulis membuat pilihan retoris tertentu saat
menulis.
Setelah
mengetahui banyak tentang kesalahan diri dalam tulisan critical review,
sekarang kita akan memasuki masalah class review yang masih tanda tanya (?), oh
my Lord...sepertinya ini akan menjadi class review yang panjang. Kita akan
membahas wilayah Classroom Discourse, Sebelum kita mulai bekerja pada wacana
analisis kita sendiri,
bagaimanapun, itu akan berguna untuk
mengetahui terlebih dahulu definisi Classroom
Discourse Analysis. Seperti yang akan dibahas
di bawah, seluruh wacana buku didefinisikan secara
luas sebagai “language-in-use.” Dan discourse
analysis, adalah studi tentang bagaimana
language-in-use dipengaruhi oleh konteks
penggunaannya. Di dalam kelas, konteks dapat berkisar dari pembicaraan dalam pelajaran,
untuk seumur hidup siswa akan bersosialisasi dengan sejarah lembaga pendidikan.
Discourse analysis kelas menjadi analisis wacana kritis kelas
ketika para peneliti kelas mengambil efek dari konteks
variabel tersebut menjadi pertimbangan dalam analisis mereka, Betsy
Rymes (2008).
Permintaan kolektif seperti Brookline Guru Seminar
Penelitian (Phillips & Gallas, 2004)
yang dikutip dari Betsy Rymes (2008) menggambarkan
bagaimana pembagian kerja melalui
Classroom Discourse Analysis dengan guru lain dalam komunitas pembelajaran
dapat membantu guru menghadapi teka-teki kelas
yang tampak sulit. Meskipun kita akan melihat pembicaraan
yang terjadi di dalam kelas, semuanya mengatakan dalam kelas juga dipengaruhi,
untuk berbagai tingkat, dengan konteks di luar kelas. Dan, banyak bentuk wacana
memiliki arti yang berbeda jika terjadi di kelas daripada mereka terjadi di
luar kelas. Penelitian kelas di berbagai situasi telah menunjukkan bahwa
interaksi kelas secara dramatis membatasi apa jenis bahasa dan keaksaraan
peristiwa yang didorong atau dibiarkan (McGroarty, 1996), sedangkan wacana di
luar konteks kelas memiliki jangkauan yang lebih luas dan kemungkinan diterima
dan lebih produktif. Dalam keluarga atau
peer group pengaturan, misalnya, siswa dapat didorong untuk berbicara panjang
lebar, menceritakan kisah-kisah imajinatif, atau cerita mengenai topik yang awalnya
diperkenalkan, yang disamping mendukung untuk menghibur. Di ruang kelas sekolah,
sebagai Holden Caulfield menunjukkan di JD Sallinger The Catcher in the Rye,
pembicaraan tersebut dapat diberi label sebagai sepenuhnya tidak cocok
"penyimpangan" (Salinger, 1951). Rasa ingin tahu dan kreativitas
menyambut dan mendorong dalam konteks lain, ketika dibawa ke dalam konteks
kelas, dapat dihitung sebagai mengganggu.
Discourse Analysis, kemudian, melibatkan menyelidiki bagaimana wacana (language in use) dan konteks mempengaruhi satu sama lain.
Kadang-kadang, memahami mengapa seseorang mengatakan sesuatu dengan cara tertentu, melibatkan melihat
konteks sebelumnya digunakan. " Previous
context” Rymes Doing Classroom Discourse
Analysis 16 berkisar dari pertanyaan
yang datang sebelum ucapan itu, pertanyaan dari percakapan
sebelumnya, pengaruh acara televisi, pola seumur
hidup dalam sosialisasi bahasa.
Shirley Brice Heath
(1983) mendokumentasikan bagaimana
sosialisasi ke beberapa jenis di rumah dalam pemecahan masalah dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa
di sekolah. Hal ini digambarkan dengan jelas dalam contoh nya pertanyaan workbook
di Carolina Piedmont. Dalam satu kelas, banyak
siswa memberikan jawaban untuk
pertanyaan workbook berikut (di mana siswa harus
melingkari nomor yang benar di bawah setiap ilustrasi) sebagai 2 + 2 = 2. Dan dua
traktor ditambah dua tailer adalah 4. Namun, jawaban yang tepat adalah 4. Dua ditambah dua
sama dengan empat, di sekolah. Tapi dalam prakteknya, dua traktor, ditambah dua trailer
sama dua kombinasi traktor / trailer yang
dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan
yang dilakukan. Siapa yang salah paham? Karena guru
memiliki kewenangan yang sah di dalam kelas, para siswa disalahpahami
guru. Namun, karena guru adalah orang luar dalam
interaksi siswa yang mendahului
pelajaran ini, dan tidak tahu situasi kerja siswa ini,
benar juga bahwa dia disalahpahami anak-anak. Dengan memahami sumber kesalahpahaman
itu, guru memiliki kesempatan untuk
belajar tentang anak-anak dan sumber-sumber pengetahuan. Dia juga memiliki dasar untuk menjelaskan "workbook logika" kepada mereka tanpa merusak keterampilan penalaran mereka sendiri.
Jadi kesimpulannya adalah banyak hal yang mungkin tidak kita sadari
ketika kita sedang menulis, dimana kita sering terjebak dalam hal-hal yang
sepele, melupakan kata kunci dalam suatu teks atau masih menjadi the helpless
reader. Untuk menjadi seorang penulis yang hebat maka yang pertama harus kita
lakukan adalah menjadi seorang pembaca yang hebat. Inilah wujud dari praktek
literasi, bagaimana kita membumikan kembali keadilan, hukum, serta kesadaran pada
setiap hembusan nafas seorang insan. Buka mata, buka telinga dan mulailah
bekerja. Banyak kebenaran yang masih terkubur dalam selimbut ketenangan, kita
tidak akan pernah tahu apa yang sedang terjadi jika kita hanya diam, apakah
“mereka” akan terus membutakan mata kita dengan menelan habis-habis hasil dari
keringat pendahulu kita? Jika sejarah mempunyai ikatan yang sangat kuat dengan
literacy, lalu kamu dimana anak muda? Dan jejak apa? Bisakah kau pinjamkan
kepintaranmu itu untuk negeri ini? Untuk menguak kebenaran, sejarah, serta
untuk mengembalikan masa keemasan negeri ini untuk menjadi lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic