We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Minggu, 02 Maret 2014

Literasi dan Literasi Lagi



Class review


            Dag, dig, dug, derr… begitulah rasanya setiap kali Mr. Lala hendak memasuki kelas.  Tangan dingin disertai gemetar, hati deg-degan, takut, cemas, dan tegang.  Mirip sekali seperti rasa permen nano-nano, rame rasanya alias campur aduk.  Padahal ini adalah bukan pertama kalinya belajar bersama beliau, tapi perasaan itu selalu ada setiap kali bertemu dengan beliau.  Saya tahu beliau bukanlah harimau, srigala, ataupun monster, tapi entahlah kita mendadak kaku dan gemetar dibuatnya.
            Bingung, takut, atau tidak tahu? Entahlah yang pasti seperti biasanya setiap Mr. Lala berkeliling bertanya kepada mahasiswa dengan satu persatu, semuanya mendadak lupa dan tidak tahu.  Khususnya pada siang tadi pukul 10.50 WIB (tgl, 19 feb 2014), hampir semua siswa yang ada dikelas tidak bisa menjawab pertanyaan beliau.  Jumlah siswa yang menjawab pertanyaan beliau jumlahnya bisa dihitung, dan jumlahnya sangat sedikit sekali.  Mengejutkan bukan? Semuanya terpesona oleh pertanyaan beliau, saya rasa semuanya mempunyai jawabannya, akan tetapi mereka bingung untuk mengungkapkannya karena posisi Mr. Lala tepat dihadapan kita, dan itu membuat kita menjadi kaku, takut, dan bingung, yang pada akhirnya pertanyaan pun tidak bisa terjawab.  Sebenarnya pertanyaan itu berhubungan tentang chapter review minggu kemarin tentang ‘ Rekayasa Literasi ‘, dan untuk pertanyaannya yaitu “apanya yang harus direkayasa?” apa coba?.
            Ada beberapa orang siswa yang menjawab bahwa yang harus direkayasa itu adalah ‘budayanya’.  Akan tetapi itu bukanlah jawaban yang diharapkan.  Karena budaya adalah efek samping, efek samping dari sebuah peraturan atau sistem yang pada akhirnya menimbulkan budaya yang baik dan yang buruk.  Lalu apa jawabannya? Jawabannya adalah rekayasa itu proses, maka yang harus dirubah itu prosesnya atau caranya yang direkayasa.  Seperti yang disebutkan pada buku bacaan kemarin bahwa untuk mewujudkan bangsa yang berliterat tinggi kita harus merubah caranya, terutama pada pendidikan kita harus merubah kurikulumnya dan merekayasa pendidiknya juga.
            Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya melalui penguasaan bahasa secara optimal.  Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan, dan yang menjadi ujung tombak pendidikan adalah seorang “ guru ” dengan fitur : komitmen etis, komitmen professional, strategi analistis dan reflektif, pengetahuan bidang studi dan keterampilan literasi dan numerasi.  Maka dari itu yang direkayasa itu adalah pengajaran membaca dan menulis, dalam empat dimensi :
·         Linguistic
·         Kognitif
·         Sosiokultural
·         Perkembangan
Pendidikan yang berkualitas tinggi PASTI menghasilkan literasi berkualitas tinggi pula, dan begitupun sebaliknya.  Salah satu factor penyebab Negara kita tertinggal, karena kita tidak memiliki pendidikan yang berkualitas tinggi.  Sehingga literasi Negara kita masih minim (-), bisa dikatakan tidak berliterat tinggi (multiliterat).  Karena orang yang berliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi.  Agar kita bisa menjadi orang yang berliterat tinggi, kita harus menguasai empat aspek yang dimana mereka adalah sebagai hidup kita untuk menjadi seorang berliterat tinggi.
Modal hidup :
·         Reading
·         Writing
·         Arithmetic
·         Reasoning
Dengan begitu pengajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan yang kritis.
Literasi adalah sesuatu yang kita lakukan.  Maksudnya adalah setiap perbuatan, sikap, tingkah laku, perkataan, dan sampai pada cara membaca dan menulis, itulah literasi.  Literasi itu layaknya DNA yang mengalir ditubuh kita.  Definisi baru tentang literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin ‘edan’, sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari.  Menurut Ken Hyland, keberhasilan akademis berarti representing diri anda dengan cara dihargai oleh disiplin anda, mengadopsi nilai-nilai, keyakinan, dan identitas yang mewujudkan akademik.
Berbicara mengenai akademik, pada pertemuan ini kita membahas tentang elemen-elemen pada menulis akademik.
Academic writing elements :
·         Cohesion
·         Clarity
·         Logical order
·         Consistency
·         Unity
·         Conciseness
·         Variety
·         Formality
·         Completeness
Berikut adalah pngertian dari masing-masing elemen :
Ø  Cohesion (kohesi)
Gerakan halus atau ‘aliran’ antara kalimat dan paragraph.
Ø  Clarity (kejelasan)
Makna dari apa yangpenulis maksudkan untuk berkomunikasi itu jelas.
Ø  Logical order (urutan logis)
Mengacu pada urutan logis dari informasi dalam penulisan akademik, penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus.
Ø  Consistency (konsisten)
Konsistensi mengacu pada keseragaman gaya penulisan.  Dari paragraph satu menuju paragraph yang berikutnya tetap sama atau berkaitan.
Ø  Unity (kesatuan)
Kesatuan mengacu pada pengecualian informasi yang secara tidak langsung berhubungan dengan topic yang dibahas dalam paragraph tertentu.
Ø  Conciseness (keringkasan)
Keringkasan adalah ekonomi kata-kata .  tulisan yang bagus dengan cepat sampai etitik dan menghilangkan kata yang tidak perlu.
Ø  Completeness (kelengkapan)
Sementara informasi yang berulang-ulang atau tidak perlu harus dihilangkan, penulis berhak untuk memberikan informasi penting mengenai topic tertentu.
Ø  Variety
Membantu pembaca dengan menambahkan beberapa bumbu dalam teks.
Ø  Formality
Menulis akademik adalah formal dalam nada.   Ini berarti bahwa kosakata canggih dan struktur tata bahasa yang digunakan.
Seorang penulis juga harus mempunyai endurance (daya tahan), sampai dimana kita bisa bertahan menulis, centre of excellence, multilingual writer (L1 dan L2), dan mengetahui cara memproduksinya.
Membaca dan menulis, kegiatan kedua keterampilan tersebut memang sudah dilakukan oleh semua orang.  Akan tetapi tidak semua orang mampu menjadi seorang pembaca dan penulis yang berkualitas tinggi.  Jadi, kegiatan yang kita lakukan setiap minggu membuat tulisan dengan jumlah ribuan kata itu bukanlah kuno, tapi itu adalah skills yang kemungkinan orang lain belum tentu bisa melakukannya.
Pada pertemuan ini Mr. Lala memberikan beberapa pertanyaan sebagai critical review, diantaranya :
  What type of audience is the author targeting her article at?
Jenis audiences yang saya targetkan disini adalah untuk masyarakat warga Negara Indonesia, khususnya untuk pendidik dan peserta didik.
   What are the central claims in his/her argument?
Argument saya disini lebih menekankan tentang pentingnya sebuah literasi yang harus lebih ditingkatkan lagi.
  What evidence does he/she use to back up the points she is making?
Fakta atau bukti yang saya berikan masih kurang lengkap.
  Does the author make any claims that are not backed up by evidence?
Disini saya tidak membuat klaim.
  Do you think that the evidence is  sufficient, for an article in an academic text book?
Ya, disini saya rasa sudah cukup dalam memberikan fakta-fakta.
·         Does the author use any emotive words or statements? (If so, highlight any that you identify)
Tidak ada.
Pada intinya apabila kita ingin Negara kita berkualitas tinggi, maka kita harus merekayasa literasi yang ada di dalam negeri ini.  Karena dengan tingginya kemampuan literasi kita, itu akan membantu Negara ini maju dan berkualitas tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic