We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Minggu, 02 Maret 2014

Class Review 4

Wacana Kelas Bermula dari Interaksi
Didalam laut terdapat dunia yang berbeda.  Dimana dunia itulah yang lebih luas dari bumi.  Dunia itu berisi perhiasan laut yang begitu indah, batu karang, ikan hias dan tumbuh-tumbuhan yang unik.  Untuk dapat semua itulah tidaklah mudah.  Hanya orang-orang tertentulah yang bisa melihat keindahan alam yang begitu indah lan megah layaknya disurga.  Seseorang yang bisa berenanglah yang bisa melihat semua itu.  Namun, orang yang bisa berenang, belum tentu bisa melihat dunia tersebut.  Orang yang mempunyai tekhnik dan cara berenang yang ahli lah yang bisa melihat dunia tersebut.  Itu adalah yang disebut orang hebat.  Untuk menjadi orang hebatlah tidak mudah ia dapatkan.  Dengan cara berjuang, bekerja keras, dan pantang menyerah, yang disebut orang hebat.  Dengan usaha latihan, latihan, dan latihanlah mereka bisa menempuh semua itu.  Dalam menempuh sebuah jalan, tidak semua jalan itu mulus, tetapi jalan bergelombang, berlubang, itulah yang dinamakan sebuah rintangan.  Yang mana rintangan tersebut harus dihadapi.  Contohnya didalam laut terdapat ikan hiu yang akan menerkam mereka.  Tetapi mereka mempunyai cara ataupun tekhnis untuk menghadapinya.  Begitu pula dengan kita untuk meraih sebuah cita-cita tidaklah mudah.  Kita harus berjuang sekuat tenaga untuk meraihnya
            Dalam menulis tidaklah mudah, karena menulis adalah sesuatu yang harus dilakukan secara telaten, ulet, hati-hati dan menguras otak kita.  Seorang penulis tidak langsung menjadi penulis yang handal.  Tetapi mereka berlatih ulet dan memikirkan dengan baik tentang ide yang akan mereka tulis.  Banyak rintangan yang terjadi dalam menulis, yaitu ide yang mentog, pikiran yang tidak konsentrasi dan malas untuk memulai menulis.  Semua itumereka hadapi dengan cara dan trik tersendiri, dan yang pasti semua orang banyak yang tidak memilikinya.
            Desahan nafas yang seolah-olah menahan rasa lelah, tanganyang berbunyi seakan-akan tidak bisa digerakkan, mata yang merah seakan-akan mau keluar, otak yang panas seolah-olah akan meledak.  Itulah yang dirasakan saya saat ini.  Tetapi dengan begitu kita bisa menyadari bahwa begitu pentingnya waktu.  Kehilangan waktu satu menit, seolah-olah kita susah menghilangkan satu paragraph.  Dimalam yang sepi, saya mulai berkarib.  Sebab dalam sepi suara hati terdengar jernih.  Pada saat itulah pikiran saya jernih tanpa bisikan apapun yang mengganggu aktivitas saya.  Dalam pembahasan kali ini, saya akan membahas tentang “Classroom Discourse”. 


Introduction to Classroom Discourse Analysis
Tujuan buku ini adalah untuk memberikan guru dengan peralatan untuk menganalisis berbicara dikelasnya.  Mengapa mengambil waktu siap terbebani, underpain, dan kronis sebuk tinggal untuk menganalisis berbicara bahwa berlebihan untuk melakukannya.  Ini adalah sedikit 4  lasan:
1.      Wawasan diperoleh dari menganalisi wacana kelas mempunyai tingkatan paham antara guru dan siswa.
2.      Oleh analisis wacana kelas mereka, guru mungkin paham untuk membedakan berbicara local diruang kelas-diluar stereotif atau generalisasi kebudayaan lain.
3.      Ketika guru menganalisis wacana didlama kelas, memperbaiki presentasi.
4.      Proses dari melakukan analisis wacana diruang kelas, bisa membantu perkembangan hakiki kehidupan untuk praktis dari mengajar dan potensi kehidupan umum.
Manfaat pertama dari belajar analisis wacana kelas mendengarkan untuk mengerti, perbedaan komunikasi antara kelompok social.  Manfaat kedua dari belajar baaimana untuk melakukan analisis wacana kelas (kemudian hanya mambaca analisis yang lain) bahwa lengkap dengan metode analisis kelas, guru mengajar situasi yang baik (localized and ever-changing) spesifik pola wacana untuk mempunyai poin luar mengenai pencarian sosiolinguistik, itu mungkin menjadi bahwa guru ruang kelas, “methods od analysis ae even more applicable than its product” (1996, P. 372, emphasis added).  Menerapkan metode itu dikelasmu, mungkin atau tidak mungkin sama hasilnya untuk sebelum belajar.  Tetapi tidak masalah, fasilitas akan menemukan berbicara ruang kelas dan belajar.
Ini membawa kita untuk 3 alasan menghabiskan waktu untuk wacana ruang kelas.  Ketika guru mengeti bentuk kelipatan dari berbicara mereka dikelas, memperbaiki prestasi sekolah, contohnya:
·         Ketika gru menemuan siswa native Americsn terutama belajar dari rekan-rekan atau saudara-saudara dirumah, mereka menumukan proyek bekerja kelompok kemudian guru memfasilitasi interaksi sekolah (Philips, 1993).
·         Ketika non-native Hawaiian, guru mengajarkan Hawaiian asli “menceritakan cerita” pola wacana., murid mungkin untuk mengikutsertakan sepenuhnya di aktivitas literasi diruang kelas Hawaiian (Au, 1980).
·         Guru di Heat’s murid dari rural Appalachia belajar tentang pertanyaan berbeda pada murid, mereka mungkin untuk mengubah pola pengajaran di jalan bahwa murid didorong berbicara (Heath,1982) dan memperbaiki penampilan ruang kelas.
·         Di kelipatan menunjang siswa, Cazden menemukan bahwa aspek kami dari belajar interaksi seperti, topic, tugas, siapa yang bertanya dan bagaimana mereka berbingkai, siswa lebih baik menanggapi makna (Cazden, 1972).
What is (Critical Classroom Discourse Analysis?
            Sebelum kami bekerja pada analisis wacana, sedangkan itu akan menjadi kegunaan untuk mempunyai sebuah pekerjaan pengertian dari analisis wacana kelas.  Sebagai diskusi, buku discourse adalah pengertian luas sebagai “language-in-use”, dan discourse analysis adalah belajar dari bagaimana language-in-use adalah afektif oleh context adalah berguna.  Didalam kelas, context bisa jarak dari instusi sejarah sekolah.  Analisis wacana didalam kelas mendatangkan critical analisis wacana kelas ketika kelas mengambil efek dari context dalam konsiderasi analisis.
Discourse
Pengertian sederhana dari discourse adalah language-in-use.  Ini mungkin jelas mengganggu.  Bahasa adalah selalu digunakan, jadi mengapa tidak hanya dipanggil itu “language”? karena cirri pengertian dari “discourse” (that it is “in-use”) adalah sebuah cirri bahwa beberapa orang percaya tidak perlu komponen dari bahasa.  Malah, beberapa linguistic mempnyai argument bahwa cirri pengertian dari bahasa adalah kemampuan untuk menjadai de-contextualized .  contohnya kata “tree” tidak membutuhkan sebuah “tree” mengelilingi untuk menjadi paham.  Siswa bercerita, dia melihat sebuah “tree” sekarang, dan kita akan tahu apa yang dia maksudkan.  Dia tidak akan mempunyai poin untuk sebuah tree atau menggambarkan itu untuk kamu.  Bahasa adalah de-contextualized dan ini mungkin sebuah cirri bahwa bahasa membuat manusia menjadi unik.
Context (the classroom and beyond)
            Bagaimana sebuah kata adalah mekhluk yang digunakan tergantung pada konteks.  Dibuku ini lebih jelas, “the classroom” adalah terutama dan sangat jelas context untuk wacana kita akan menjadi memelihara.  Padahal, “the context” digunakan untuk wacana kelas dan juga pengertiannya meluas di kelas, dan berbeda komponen dari berbicara ruang kelas, untuk menyimpulkan ada konteks bahwa mempengaruhi perkataan apa dan bagaimana ditafsirkan dalam ruang kelas.  Context bisa dibatasi oleh batas fisik.  Bahasa yang tepat digunakan dirumah mungkin berbeda dengan bahsa yang digunakan pada saat disekolah: tetapi context bisa juga dibatasi bukan oleh batas fisik saja, tetapi oleh batas wacana. Bahasa yang tepat pada saat pelajaran berlangsung mungkin berbeda dari bahasa tepat yang digunakan pada saat pelajaran berakhir (even while seated at the same table)
Kejadian berbicara setelah pelajaran resmi berakhir dalam jenis perbedaan dari konteks kemudian berbicara dengan pelajaran; ini tidak perluperbedaan di context fisik, tetapi perbedaan di context wacana.  Setelah berakhir pelajaran, guru bijaksana akan mengambil dan menceritakan cerita bahwa murid tidak tidak diizinkan untuk bercerita selama waktu pelajaran resmi.  Dikutip dari bercerita di kelas, ketika masih duduk melingkar di meja dengan siswa, tetapi setelah pelajaran pelajaran resmi datang untuk menutup.  Guru menanyakan pada siswanya tentang ulang tahun, sebagai contoh bahwa seorang guru memiliki kepedulian dan perhatian yang penuh pada siswanya.  “trying to tell us” sebelum pelajaran telah berakhir (Rymes,2003).
Analysis
Discourse analysis, melibatkan penyelidikan bagaimana discourse (language-in-use) dan pengaruh konteks yang lain.  Kadang-kadang, mengerti mengapa seseorang berkata sesuatu sebuah jalan particular, melibatkan pandangan kegunaan dari previous context of use.  “previous context” bisa jarak dari pertanyaan dari percakapan sebelumnya.  Shirley Brice Heath (1989) documented how socialization into certain kinds of problem-solvibg at home can adversaly affect student achievement in school.
Hubungan analisis antara context dan wacana selalu melibatkan pandangan kembali dijalan ini, untuk apa jenis pembicaraannya dan alas an anak-anak sudah digunakan di context yang sebelumnya.  Di Classroom Heath menyelidiki, contohnya guru memulai tidak hanya menyelidiki kemampuan alasaan dirumah (as in the workbook example), tetapi juga untuk menggabungkan jalan siswa dalam menggunakan bahasa konteks di rumah (such as how they tell stories or answer questions) di dalam pelajaran ruang kelas.   Dengan perubahan konteks ini, kelas mengubah pengalaman siswa dari sekolah, kemampuan meningkat dan membantu perkembangan sukses di kelas (Heath,1983).


Classroom Discourse Analysis from a critical Perspective
Menaruh bagian-bagian bersama, kemudian analisis wacana kelas bisa menjadi diparafrasekan.  Bahasa digunakan di konteks runag kelas (dengan pemahaman bahwa konteks ini terpengaruh juga diluar konteks social dan dalam ruang kelas).  Untuk paham bagaimana konteks dan bercerita berpengaruh bagi yang lainnya.
Exploting Classroom Discourse Language in Action
By Steve Walsh
The nature of classroom interaction (sifat interaksi kelas)
            Ketika kita merenungkan kelas yang kita punya ini, baik sebagai guru ataupun peserta didik, kita dengan cepat menyadari bahwa komunikasi adalah kelas kedua sangat kompleks dan pusat untuk memahami apa yang terjadi.  Tidak hanya interaksi yang sangta cepat dan melibatkan banyak orang.  Ia memiliki beberapa focus, bahasa yang digunakan dapat tampil beberapa fungsi sekaligus: mencari informasi belajar, menawarkan saran dan sebagainya.
Personal reflection
Berpikir tentang pengalamanmu sebagai pelajar atau guru.  Mengapa komunikasi dangat di kelas sangta penting? Jalan apa yang bisa membuat guru afektif digunakan dari bahasa?  Apa hubungan nya jika antara bahasa yang digunakan oleh guru dan pengajaran apa yang terjadi?
            Mengikat kompleksitas dan sentralitas untuk mengajar dan belajar, itu adalah untuk mengatakan bahwa setiap upaya untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran harus dimulai dengan melihat interaksi kelas.  Segala sesuatu dikelas menggunakan bahasa.  Sepeti mayoritas manusia bersama ‘bahasa enterprise mendasari setiap tindakan, setiap kegiatan’.  Ini adalah melalui bahasa yang masalah dunia nyata diselesaikan (Brumfit 1995).
            Krusial diruang kelas itu adalah melalui bahasa dalam interaksi yang kita mengakses pengetahuan baru, memperoleh dan mengembangkan keterampilan baru mengidentifikasi masalah pemahaman, berurusan dengan ‘kerusakan’ dalam komunikasi yang membangun dan memelihara hubungan dan sebagainya.  Bahasa cukup sederhana, terletak dijantung dari segala sesuatu.  Situasi ini lebih lanjut rumit ketika kita mempertimbangkan bahwa dalam kelas bahasa, bahasa yang digunakan tidak hanya sarana untuk memperoleh pengetahuan baru, juga merupakan tujuan (Long 1983:67).
Marilah kita kembali kepada 3 pertanyaan:
1.      Mengapa komunikasi dikelas sangat penting?
2.      Apa cara guru membuat affektif dari menggunakan bahasa?
3.      Apa hubungan antara bahasa yang digunakan oleh guru dan pembelajaran yang terjadi?
Untuk beberapa hal, pertanyaan pertama sudah dijawab: komunikasi didalam kelas sangat penting karena mendasari semua yang terjadi diruang kelas, yaitu pusat pengajaran, pembelajaran, untuk mengelola kelompok-kelompok orang dan proses pembelajaran, dan untuk mengorganisir berbagai tugas dan kegiatan yang membentuk praktik kelas.  Komunkasi mengacu pada cara dimana bahasa digunakan untuk meningkatkan interaksi, menurut Van Lier (1996), interaksi adalah hal yang paling penting pada kurikulum.  Jika kita ingin menjadi guru afektif, kita perlu tidak hanya memahami komunitas kelas, kita perlu memperbaikinya. 
Ketika kita mempertimbangkan pertanyaan kedua, bagaimana guru dapat membuat efektif penggunaan bahasa mereka, pertama kita harus mendefinisikan apa yang kita maksud denga “efektif”.  Mengingat bahwa perhatian utama guru adalah untuk mempromosikan belajar, efektif disini berarti bahasa yang mempromosikan belajar.  Efektif hanya berarti menggunakan bahasa yang membantu, daripada merintangi, pembelajaran proses (Walsh 2002).
Pertanyaan ketiga yaitu apa hubungan antara bahasa yang digunakan oleh guru dan peserta didik yang terjadi pada pembelajaran?  Menurut Ellis (1994), hubungan ini dapat dilihat sebagai salah satu yang kuat, dimana penggunaan bahasa memiliki pengaruh langsung pada pembelajaran yang terjadi, yang lemah, dimana ada beberapa hubungan antara bahasa yang digunakan dan pembelajaran yang terjadi, atau nol satu, dimana ada hubungan antara bahasa yang digunakan oleh guru dan pembelajaran yang terjadi kemudian.    4 fitur dari wacana kelas, sangat luas karena tipe interaksi mengambil tempat diruang kelas dan semua begian ini lazim didunia:
·         Control of the interaction
·         Speech modification
·         Elicitation
·         Repair
Investigating Classroom Discourse
By Steve Walsh
Feature of classroom discourse
            Pada pembahasan fitur ini, kata kunci dari bahasa kedua (L2) wacana kelas.  Pola komunikasi yang ditemukan di kelas bahasa yang khusus, yang berbeda dari yang ditemukan pada subjek berbasis konten.  Komunikasi adalah unik karena bentuk0bentuk bahasa yang sering digunakan bersamaan tujuan pelajaran dan sarana mencapai tujuan tersebut.  Makna dari pesan adalah satu dan hal yang sama, ‘kendaraan dan obyek instruksi’ (Long, 1983:9), bahasa adalah baik focus kegiatan, tujuan utama dari pelajaran, serta alat untuk mencapainya (Wills,1992). 
Situasi ini, dalam banyak hal misalnya, salah satu yang berlaku dalam sejarah atau pelajaran geografi, dimana perhatian adalah terutama pada pesan, bukan bahas yang digunakan, sebagai Thornburi (2000:28) dikatakan: kelas bahasa (penekanan asli), dan untuk guru memonopoli melalui control wacana.  Misalnya, meminta pertanyaan sementara mungkin sesuai dengan budaya geografi atau kelas matematika; tampaknya akan menolak pembelajar bahasa akses apa yang paling dibutuhkan mereka-pengulang bagi pengguna bahasa nyata.
            Sebagai langkah pertama untuk mengerti komunikasi dikelas bahasa kedua, mendeskripsikan prinsip karakter darin L2 wacana kelas sejauh dari persepsi dari guru.  4 fitur yang masuk sebagai tipe dari konteks: control dari komunikasi: elicitation  techniques; repair strategies; modifying speech to learness.


Control of patterns of communication
            Fitur dari bahsa kedua wacana kelas mudah untuk diidentitas san menghadirkan struktur yang sangat jelas, dimana guru topic keduanya dari percakapan dan bercerita.  Status khusus, L2 guru lebih mengotrol/mengawasi pola dari komunikasi (Jhonson,1995), terutama mengambil jalan atau interaksi pembelajaran (Ellis,1998), mengambil wawasan dari topic (Slimani,1989), dan fasilitas atau kesempatan pembelajaran (Walsh,2002).
Elicitation Techniques
            Tipe ini, wacana kelas disominasi oleh pertanyaan dan jawaban rutin, dengan guru bertanya beberapa pertanyaan sebagai satu jalan agar mereka mengontrol wacana.  Menurut Chaudron (1988), meyoritas dari siswa pada pertanyaan guru mempunyai/masuk dalam ujian fasilitas pertanyaan diproduksi dari bentuk target bahasa atau respon correct content-related.
Modifying speech to learners
            Lebih detail hubungan antara interaksi dan bahsa.  Hubungan antara pemilihan bahasa dan tujuan pedagogic adalah masih hanya untuk dipahami, satu dari lebih penting menemukan pembelajaran oleh Tardif (1994), dari relefen, modifikasi guru dalam wacana.  Fitur interaksi diidentitaskan oelh lynch are essentially description dari guru bercerita memberikan observasi/penelitian luar.
Classroom as social context
            Setiap pelajaran bahasa kedua dapat dilihat sebagai rangkaian dinamis dan kompleks konteks yang saling terkait, dimana interaksi merupakan pusat pengajaran dan belajar.  Daripada melihat kelas sebagai satu konteks social, sebagai mana yang sering kasus, pandangan yang diambil disini adalah bahwa peserta dalam wacana kelas, guru dan peserta didik, co-construct (plural) konteks.  Konteks dibangun melalui bicara interaksi dalam kaitannya dengan tujuan spesifik kelembagaan dan tujuan tujuan pedagogic terungkapnya pelajaran lebih penting lagi, ia berpendapat disini bahwa L2 berbasis kelas pembelajaran sering meningkat ketika guru memiliki pemahaman yang rinci tentang hubungan antara guru bicara, interaksi, dan kesempatan belajar.  Kemampuan untuk memahami proses interaksional di tempat kerja sangat penting untuk memfasilitasi kesempatan pembelajaran (Walsh, 2002) dan untuk mencegah peserta didik dari menjadi “hilang” diwacana (Breen,1998).
            Ada bukti di 74 bahasa kedua social (saya akan berpikir (tertawa) sangat lapar sebelum saya benar-benar membeli hamburger dijalan) dan bahasa pedagogi (anda bisa mengatakan ya (menulis pada BB) Vender dari menjual ya?) tanpa penandaan transisi dari satu jenis wacana yang lain.  Ini adalah kurangnya tanpa posting dan sering perubahan topic yang membuat wacana ini sulit untuk memperkirakan mengikuti dari titik pelajar dari tampilan.  Banyak fitur bahasa guru dalam ekstra ini tidak sesuai dengan pola khas wacana kelas L2 ditemukan dalam korpus digunakan disini.
            “Mengajar yang baik”, yang bersangkutan dengan lebih dari perencanaan yang baik menurut Van Lier (1991), pengajaran dan improvisasi.  Keputusan interaksi yang diambil oleh guru saat mengajar setidaknya sebagai pentingnya dengan cara perencanaan yang terjadi sebelum mengajar.  Ini adalah kemampuan guru untuk membuat keputusan “interaktif baik” daripada kemampuan mereka untuk merencanakan secara efektif yang ditujukan.  Keputusan yang baik adalah mereka yang sesuai untuk saat ini, bukan yang “mengikuti rencana”.  Guru dapat membuat atau memfasilitasi kesempatan belajar mengambil keputusan mereka saat ini (Nystrand,1997; Hall,1998; Walsh 2002).
Classroom Interaction and Second Language Acquistion
            Kualitas interaksi sangat ditentukan oleh wajah guru unuk menghadapi komunikasi dengan peserta didik.  Memaksimalkan interaksi harus dianggap sebagai kurang penting dibandingkan mengoptimalkan yaitu mempromosikan interaksi yang tepat dalam terang pembelajaran yang diinginkan hasil.  Sebuah kesadaran proses interaksional merupakan pusat pemahaman oleh para guru dan peserta didik tentang bagaimana bahasa diperoleh dalam konteks formla (Johnson 1995:90): guru memainkan peran penting dalam pemahaman membangun dan mempertahankan pola komunikasi yang akan mendorong, untuk secara lebih luas, baik pembelajaran dikelas dan akuisisi bahasa kedua L2.
Interaction facilitates second language acquisition (Interaksi memfasilitasi akuisisi bahasa kedua L2)
            Menurut Ellis (1998:145), sebuah ‘internal’ (yang berbeda dengan eksternal) dari pandangan kelas L2 mengajar sebagai “rangkaian acara interaksional.”  Setiap pemahaman dari peristiwa harus focus pada turn-taking dan pertukaran struktur dalam operasi dan memperhatikan sifat kolaboratif wacana.  Memahami cara-cara berbicara adalah ‘dicapai’ (Mehan, 1997) sangat penting untuk memahami peran interaksi dalam SLA. Dalam konteks formal, peserta didik berinteraksi dalam berbagai cara: dengan satu sama lain, dengan guru, dengan bahan-bahan yang digunakan, dengan tingkat mereka interlanguage dan dengan proses pemikiran mereka sendiri (Hatch,1983).  SLA terjadi melalui interaksi yang terjadi antara kemampuan mental peserta didik dan lingkungan linguistic (GLEW, 1998:2).
            Jadi, agar suasana kelas menjadi kondusif dan pembelajaran menjadi afektif, terlebih dahulu harus mengutamakan interaksi.  Interaksi yang terjalin harmonis, akan membentuk wacana kelas yang maksimal.  Bahasa adalah komunikasi yang sangat penting untuk membentuk wacana kelas.  factor utama yaitu interaksi, interaksi bisa dibangun dengan baik karena adanya bahasa.  Seorang guru harus bisa menghidupkan kelas dengan cara interaksi.  Dengan begitu, maka akan timbullah sebuah kelas yang aktif.
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic