Pertemuan
kali ini sudah memasuki minggu keenam.
Selasa, 4 Maret 2014, kegiatan dipertemuaan minggu ini yaitu
mengevaluasi hasil tulisan kita minggu lalu yang ternyata tulisan kita masih
banyak kekurangan. Sebagai seorang
penulis, kita acap kali lupa hal-hal penting yang seharusnya kita torehkan
dalam tulisan kita. Beberapa atau banyak
dari kita yang menulis tidak sesuai struktur yang ada. Namun, kesalahan yang kita buat masih
tergolong kategori “weakness”. Weakness
itu sendiri yaitu ketika membuat sesuatu kita tidak mengetahui aturan yang ada
dan hasilnya apa yang kita telah buat itu salah. Selain kategori weakness, masih ada dua kategori lagi yaitu weakness dan ignorance. Mistake
yaitu jika dalam membuat sesuatu kita sudah mengetahui general structure-nya
tetapi kita tidak menerapkan apa yang kita ketahui tersebut dengan baik, itu
artinya kita telah membuat kesalahan (mistake).
Sedangkan, ignorance yaitu
kita tidak tahu sama sekali aturan dalam membuat sesuatu tersebut tetapi kita
tetap melakukannya. Kalian bisa
bayangkan sendiri bagaimana hasil yang akan didapat. Dalam hal ini, ignorance merupakan kategori
terparah.
Beberapa
weakness yang kita lakukan pada kritikal review pertama kita, yaitu sebagai
penulis ternya kita masih terjebak dengan hal-hal sepele, kita tidak dengan
kata kunci yang ada yaitu class discourse, kita menceritakan konflik-konflik
agama tanpa menunjukkan sudut pandang kita terhadap konflik tersebut, struktur
generik tidak dibangun dengan baik dan kita lupa meletakan referensi diawal
paragraf atal kalimat dan hanya menuliskan referensi tersebut diakhir
tulisan. Ternyata kita benar-benar telah
membuat banyak kesalahan, hal-hal sepele yang kita lakukan telah membuat
tulisan yang kita buat terasa ada yang kurang.
Mr. Lala hanya dapat mengatakan satu hal kepada kita yaitu masih banyak
ruang kosong yang harus kita perbaiki.
Proses
selanjutnya yaitu proses menulis secara langsung di dalam kelas untuk
mengetahui tingkat kreatifitas kita ketika menulis. Saat proses menulis berlangsung kita duduk
dengan saling membelakangi teman kita sendiri seperti posisi saat kita berada
di kereta api. Kemudian, Mr. Lala
berkeliling melihat dan memeriksa hasil yang telah kami tulis. Beliau memberikan saran apa yang seharusnya
kami lakukan terhadap tulisan tersebut.
Berikut ini adalah hasil menulis saya ketika di dalam kelas:
A New Version of Columbus
After I read the text from Howard
Zinn, I realized that there are some facts from Christoper Columbus that he
is a murderer, a torturer, a kidnapper, a mutilator of native people, a
hypocrite, a greedy man looking for gold and so on. I just know about this.
Before Howard Zinn tells us about this I only know that Columbus is American
island’s founder, no more than that. But, after I read the text I search
more information about Columbus and American island. Then, I found the
information that Columbus is not the founder of American island. I knew
about this before but because we never mention the people who come early
than Columbus in our subject in the school. So, it seems like that as a
muslim we don’t know the real story of that.
Back to the Howard Zinn, in his
book titled “A People’s History of the United States” he tried to open
American people’s thought about Columbus, about what people did not know
about Columbus. He wants American
people realize that they are believe in wrong person.
|
"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari
sejarah. Menulis adalah bekerja untuk
keabadian."
Pramoedya Ananta Toer
Contextuality
Dalam
menulis dan memberikan argumen terhadap tulisan seseorang, terlebih dulu yang
harus kita ketahui adalah tentang penulis itu sendiri. Ini bertujuan agar kita tidak asal dalam
memberikan pendapat atau sanggahan kepada penulis tersebut. Disinilah peran contextualitas berada, kita
diharapkan mengetahui lebih dalam tentang penulis. mencari tahu tentang latar belakang kehidupan
penulis dan latar belakang pendidikannya, serta karya-karya yang telah mereka
buat atau terbitkan.
Hubungan Sejarah dan Literasi
Pembahasan
yang kita bahas setiap minggunya akan selalu berhubungan dengan literasi karena
literasi merupakan pijakan utama untuk mempelajari sebuah bahkan beberapa ilmu
pengetahuan. Dan untuk kali ini kita
akan menghubungkan literasi dengan sebuah sejarah.
Apa
hubungan literasi dan sejarah ? Pertanyaan tersebut salah satu dari komentar
yang diberikan Mr. Lala terhadap critical review 2 saya yang diposting di blog
kelas. Seperti yang telah Mr. Lala
katakana di kelas bahwa yang menulis
sejarah adalah orang-orang yang berliterat.
Dari pernyataan tersebut sudah dapat dipastikan bahwa sejarah dan
literasi sangat berhubungan erat.
Herodotus yang dianggap sebagai
bapak sejarah dunia Barat. Dia mendekati sejarah sebagai ilmu dengan mengumpulkan
materinya secara sistematis dan melakukan pengujian akurasinya.
Sedikit
membahas kembali tentang Columbus, sebuah pertanyaan muncul dibenak saya
“mengapa orang-orang lebih mengenal Columbus sebagai penemu benua Amerika
dibandingkan dengan Laksamana
Cheng Ho ?” saya pernah mendengar dari
seorang guru semasa saya duduk di bangku sekolah menengah bahwa Columbus
menulis perjalanannya mengelilingi dunia di dalam sebuah diary. Columbus menuliskan
tempat-tempat yang pernah dia datangi di dalam buku tersebut. Mungkin itu juga yang membuat orang-orang
lebih mengenal Columbus sebagai penemu benua Amerika karena Columbus
meninggalkan bukti tertulis yang membut orang0orang berpikiran bahwa dialah
penemu benua Amerika tersebut.
Terlepas dari cerita tentang
Columbus, sejarah sendiri memang terikat erat dengan literasi. Orang-orang mengetahui sebuah sejarah dari
kegiatan literasi, yaitu membaca.
Meskipun orang tersebut tidak tahu apapun tentang tersebut tetapi orang
tersebut akan berusaha memcari tahu dan membaca sejarah tersebut sehingga ada
kegiatan literasi yang berlangsung.
“Do
we just use the text as evidence to answer this question or can we use the date
of the document also?”
Apa yang kita tangkap dari
pertanyaan diatas ? Dari pertanyaan
tersebut dapat kita pahami bahwa ketika kita membaca sebuah teks sejarah, tanggal
adalah hal penting dalam menjawab pertanyaan tersebut. Dalam menulis essai sejarah, selain kita
harus mampu menceritakan ulang peristiwa-peristiwa tersebut dan memberikan
argumen, kita juga harus menyertakan fakta-fakta penting.
Literasi sebagai pusat sejarah.
Seperti yang dikutip dari teachinghistory.org, melakukan sejarah di
perguruan tinggi berarti membaca
pegunungan bahan-mengidentifikasi dan mengkritisi
argumentasi dan waran pembuktian mereka, dan mencari interpretasi alternatif
dan beberapa suara.
Seperti kata
Princeton sejarawan Hendrik Hartog dalam Journal of American History roundtable pada
keadaan praktek sejarah, "The one [practice] we all engage
in as historians is reading". Nah, sudah jelas
bukan bahwa yang terlibat sebagai sajarawan adalah membaca. Membasa=literasi, membaca selalu berkaitan
erat dengan apapun dalam memperoleh ilmu pengetahun. Selain membaca, kegiatan literasi lain yang
berhubungan dengan sejarah yaitu menulis.
Sejarah ada karena ada orang-orang yang telah menorehkan tintanya diatas
kertas dan menyebarkannya kepada kita sebagai sebuah sejarah yang telah diukir,
sebagai sebuah peristiwa yang telah terjadi.
.
. . even if you’re not an English teacher, you are still a literacy teacher.
Masih
dikutip dari teachinghistory.org, content-area literacy yang benar dalam sejarah menuntut siswa belajar membaca dan menulis strategi
khusus untuk sejarah. Dalam contoh di atas, Matt adalah "sumber"
bahkan jika dia tidak tahu itu dan ini merupakan keterampilan penting untuk
membaca dalam sejarah. Susie sedang berjuang dengan bagaimana berkomunikasi
pengetahuan sejarah secara tertulis dan membutuhkan bantuan dengan pemahaman dan
memproduksi argumen sejarah.
Siswa harus belajar
tempat itu, waktu, penonton, dan materi bertujuan untuk bagaimana penulis
kerajinan dan menyampaikan pesan mereka.
Sejarah membutuhkan jenis strategi membaca dan menulis tertentu
yang sangat penting untuk mahasiswa yang kuliah-, karier-, dan kewarganegaraan-siap. Hal
ini membutuhkan bahwa siswa menjadi pencipta dan penikmat argumen, pembaca
berhati-hati, dan kuesioner yang baik. Siswa
harus belajar tempat itu, waktu, penonton, dan materi bertujuan untuk bagaimana penulis mengukir
dan menyampaikan pesan mereka. Mereka
harus belajar untuk mengajukan pertanyaan dari teks seperti: yang suaranya
hilang ? Apa bukti untuk klaim itu
? Bagaimana
kesimpulan tentang topik ini terbatas ? Sejarah menawarkan kesempatan bagi siswa
untuk belajar bagaimana mengidentifikasi dan menulis klaim kausal, menggunakan
bahasa memagari
untuk menegaskan tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak, mengidentifikasi ambiguitas,
dan mempertimbangkan bukti untuk mengajukan klaim meyakinkan. Pentingnya lireasi diterapkan di dalam kelas
karena membaca dan menulis merupakan pusat sumber daya kelas. Hal ini seperti yang tertulis dalam kalimat
berikut ini:
"membaca, analisis, dan menulis yang diperlukan
untuk mengembangkan pemahaman kita tentang masa lalu."
Ini menunjukan bahwa perihal menulis
memang sudah menjadi sorotan dunia global dan dianggap memiliki pengaruh besar
dalam maju mundurnya sebuah peradaban.
Salah satu contoh sejarah yaitu menurut Budiono Herusatoto (2011)
bahwa sejak tanggal 1 bulan Srawana
tahun 1 Saka (7 Maret 78 Masehi) telah terjadi reformasi kebudayaan Jawa, dari
budaya lisan dan mendengarkan menjadi budaya tulis dan membaca. Seorang hujattul Islam,
Imam Ghazali mengatakan bahwa, “kalau
kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”.
Sebab dengan menjadi seorang penulis namamu akan menjadi penanda dan tersohor
layaknya mereka. Kita memang bentukan
dari sejarah tapi bukan berarti sejarah kita ditentukan sepenuhnya oleh sejarah
pendahulu kita. Sebab kita hidup dalam generasi kita dan seperti apa bentuk atau
karakternya kitalah yang menentukanya. Maka, mari kita pahat peradaban ini
dengan ciri khas produktivitas menulisnya.
Peran Literasi
Literasi
mempunyai dua peran penting yaitu literacy as
social practices dan literacy as political practices. Literasi
selalu menjadi situs utama kontestasi budaya dan indikator kunci dari
nilai-nilai budaya dan organisasi sosial. Berikut adalah sedikit penjelasan tentang
kedua peran tersebut.
a. Literacy
as social practices
Dikutip
dari sebuah situs, jelas kritik
dari definisi universal melek huruf dan efek kognitif tertentu berasal dari
sejumlah penulis dan peneliti, seringkali saat ini disebut sebagai bekerja
dalam ‘New Literacy Studies’. Penulis
seperti, di antaranya salah satu yang paling penting adalah antropolog Brian Street, berpendapat bahwa hal itu
tidak melek huruf seperti yang mengembangkan cara tertentu penalaran, tetapi
bahwa cara di mana orang menggunakan tertulis (dan lisan) bahasa dalam
kehidupan sehari-hari mereka melibatkan cara tertentu berpikir (Street, 1984, 1995). Selain
itu, penulis dalam tradisi ini berpendapat untuk kebutuhan untuk berteori
signifikansi sosial dari praktik keaksaraan yang beragam dan
seperti yang dibahas di bawah, mereka menarik pada karya
teori sosial kritis untuk melakukannya.
Sebuah
‘perspektif sosial’ pada keaksaraan tidak berfokus pada akuisisi individu
atau penggunaan keterampilan, tetapi lebih pada cara orang menggunakan bahasa
tertulis dalam kehidupan sehari-hari mereka. Literasi
dari perspektif ini dipandang sebagai ‘praktek sosial’. Berikut
ini kutipan dari Barton dan Hamilton
menawarkan ringkasan tentang apa artinya untuk mempertimbangkan keaksaraan
sebagai praktik sosial. Anda
dapat melihat sekilas bahwa keaksaraan dalam perspektif ini
dikonseptualisasikan terutama sebagai kegiatan sosial dengan tujuan sosial
tertentu dan hasil.
·
Literasi
paling baik dipahami sebagai seperangkat praktek-praktek sosial, ini dapat
disimpulkan dari kejadian-kejadian yang dimediasi oleh teks tertulis.
·
Ada
kemahiran yang berbeda terkait dengan domain yang berbeda dari kehidupan.
·
Praktik
keaksaraan berpola oleh lembaga-lembaga sosial dan hubungan kekuasaan, dan
beberapa kemahiran yang lebih dominan, terlihat dan berpengaruh daripada yang
lain.
·
Praktik
keaksaraan adalah tujuan dan tertanam dalam tujuan sosial yang lebih luas dan
praktek budaya.
·
Literasi
secara historis berada.
·
Praktik
keaksaraan berubah dan yang baru sering diperoleh melalui proses pembelajaran informal
dan pengambilan akal.
Barton
dan Hamilton, 1998,p.8
Para peneliti yang bekerja dalam pendekatan ini cenderung
untuk menantang perspektif kognitif diuraikan dalam bagian sebelumnya. Pada
1990-an perdebatan tentang manfaat relatif dari masing-masing perspektif
sebagai dasar untuk praktek pendidikan menjadi isu di media Inggris. Anda
bisa mendapatkan beberapa pemahaman tentang sifat dari perdebatan ini, serta
fitur penting dari pendekatan ‘literacy as social practice’, dari pembacaan berikutnya.
Mengutip
dari sebuah situs “Instead of thinking
about literacy as an entity (something you either have or don’t have), thinking
literacy as social practice can be revolutionary”.
b.
Literacy
as political practices
Tidak
banyak data yang saya dapat mengenai peran literasi sebagai praktik
politik. Ketika mencari tahu tentang
peran literasi yang satu ini, saya saya dapatkan adalah hasil penelitian dari Dr. Stephen Black tentang kehidupan
dipenjara. Apa hubungannya dengan
literasi sayapun belum memahaminya.
Tetapi sedikit yang saya tangkap dari tulisan beliau yaitu ketika
seorang mantan narapidana kembali ke masyarakat dan mulai mencari
pekerjaan. Ternyata sulit bagi mereka
untuk mendapatkan pekerjaa, perusahaan-perusahaan yang ada telah memasang
kriteria khusus untuk literacy skill mereka. Kemampuan membaca dan menulis mereka sangat
dituntut dalam kriteria tersebut.
Ternyata disini perusahaan-perusahaan memainkan literasi sebagai praktek
politik dimana mereka berperan langsung dalam memilih pegawai mereka sendiri.
Hubungan Literasi dengan Artefak
Lehtonen
(2000), seperti yang sering
terjadi berkaitan dengan pertanyaan dua sisi, hal ini berguna untuk mempelajari
teks dari kedua sudut pada saat ini, baik sebagai bahan fisik dan semiotik. Selain
itu, fakta bahwa kualitas fisik dan semiotik terjalin dalam teks-teks
berpendapat untuk melakukannya. Teks
yang pasti makhluk fisik, tetapi mereka ada dalam bentuk seperti agar makhluk
semiotik. Sebaliknya, teks dapat menjadi makhluk semiotik hanya
ketika mereka memiliki beberapa bentuk fisik.
Berkenaan dengan sisi fisik mereka kita dapat berpikir
bahwa teks adalah artefak komunikatif,
dengan kata lain, instrumen - manusia yang dihasilkan dari komunikasi. Sebagai artefak, teks telah dihasilkan melalui bantuan dari berbagai teknologi. Bentuk-bentuk
materi teks mencerminkan sifat tersebut. Teknologi
awal yang bertujuan untuk menghasilkan teks tertulis yang terhubung ke kapak
dan pisau, dengan tanda-tanda yang terukir di kayu atau batu. Alat
seperti itu tidak baik untuk menghasilkan teks dalam skala besar, baik dari
segi panjang atau dalam jumlah . Penggunaan
bulu dan perkamen dalam waktu menciptakan jenis baru dari artefak (gulungan
panjang), serta gaya penulisan yang berbeda. Kemudian,
teknik cetak melahirkan generasi baru buku yang berbeda dari yang sebelumnya
dalam segala hal. Ini kemudian menjadi mungkin untuk menghasilkan volume tak
terhitung teks panjang.
Teks diciptakan oleh teknologi ini juga telah
meninggalkan jejak mereka pada konsepsi 'teks' yang berlaku dalam budaya kita. Teknologi
yang lebih baru, meskipun, telah diberikan mungkin untuk memiliki jenis lain
dari teks daripada mereka yang terdiri dari tanda dicetak di atas kertas. Perpustakaan
melestarikan teks mikrofilm. Teks surat elektronik yang dihasilkan oleh keyboard komputer, dan
terlihat pada monitor dan menampilkan. The
Oxford English Dictionary dan Collected
Works of William Shakespeare yang
tersedia dalam bentuk CD-ROM dan Encyclopaedia Britannica dapat dibaca di
internet. Tak satu pun dari bentuk-bentuk ini memerlukan kertas
atau tinta. Masing-masing dari mereka menuntut keterampilan khusus
dan pengetahuan yang melampaui keaksaraan biasa.
Tidak ada satu bit sangat kecil yang alami dalam
teks-teks manifol. Mereka
memang makhluk yang paling tidak wajar. Seperti
menjadi jelas dalam survei bab sebelumnya ke dalam hubungan antara bentuk fisik
teks dan teknologi yang dihasilkan mereka, bahkan yang paling tampaknya tidak
bersalah dan sederhana teks menyembunyikan jumlah beragam sejarah manusia.
Semua naskah memiliki sejarah produksi mereka sendiri. Orang-orang
tertentu telah menghasilkan mereka di bawah prasyarat historis dan material
tertentu. Prasyarat ini mencapai dari bahasa yang digunakan untuk
genre, diasumsikan pembaca, saluran distribusi teks dan hal-hal seperti lainnya.
Key Issues in Writing
Dalam
buku Hyland (2002,2009), ada lima kunci utama dalam menulis yaitu konteks, literasi, budaya, teknologi, genre dan identitas. Bersama-sama
mereka memberitahu kita sesuatu dari keadaan saat ini bermain dalam menulis penelitian
dan pengajaran dan, saya berharap, memberikan dasar untuk berpikir,
merefleksikan dan membaca lebih lanjut pada subjek. Referensi materi berikut ini mengenai
kelimanya seluruhnya credits belong to Hyland (2002,2009).
1.
Menulis dan konteks
Sebagaimana telah kita lihat dalam bab sebelumnya dari buku Hyland, cara kita
memahami tulisan telah dikembangkan melalui pemahaman yang semakin canggih dari
konteks. Kami menyadari bahwa makna bukanlah sesuatu yang berada dalam
kata-kata kita menulis dan kirim ke orang lain, tetapi diciptakan dalam
interaksi antara penulis dan pembaca karena mereka memahami kata-kata ini
dengan cara yang berbeda, masing-masing berusaha menebak niat lainnya. Akibatnya,
analis dan guru sekarang mencoba untuk memperhitungkan faktor-faktor personal,
institusional, dan sosial yang mempengaruhi tindakan menulis.
Secara tradisional, faktor-faktor kontekstual sebagian
besar dipandang sebagai 'obyektif' variabel seperti kelas, gender atau ras,
tapi sekarang cenderung dipandang sebagai apa yang akan dilihat peserta sebagai
relevan. Jadi, surat pribadi, misalnya, mungkin berarti sesuatu yang berbeda
untuk penulis dan penerima dari pembaca biasa.
Quote Van
Dijk pada konteks
Ini bukan situasi sosial yang mempengaruhi (atau
dipengaruhi oleh) wacana, tetapi cara peserta mendefinisikan situasi seperti
itu. Konteks demikian bukan semacam kondisi 'obyektif' atau penyebab langsung,
melainkan (antar) konstruksi subjektif dirancang dan secara
berlanjut diperbarui dalam
interaksi dengan peserta sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Jika mereka,
semua orang dalam situasi sosial yang sama akan berbicara dengan cara yang
sama. Konteks adalah peserta konstruksi.
Van
Dijk ( 2008: viii)
Jadi, bukannya melihat konteks sebagai sekelompok
variabel statis yang mengelilingi penggunaan bahasa, kita harus melihatnya
dilantik sebagai sosial, interaktif berkelanjutan dan terikat waktu (Duranti dan Goodwin, 1992). Ini
harus diakui, bagaimanapun, konteks yang jarang dianalisis dalam dirinya
sendiri dan biasanya diambil untuk diberikan atau didefinisikan agak
impresionistis. Setelah semua, mengingat semua situasi di mana kita bisa
membaca atau menulis, konteks mungkin intuitif meliputi segala sesuatu. Cutting (2002:3) menyatakan bahwa ada tiga aspek utama konteks penafsiran
ini:
• konteks situasional: apa yang
orang ‘tahu tentang apa yang mereka lihat di sekitar mereka’;
• konteks latar belakang pengetahuan: apa
yang orang ‘tahu
tentang dunia, apa yang mereka tahu tentang aspek kehidupan, dan apa yang
mereka ketahui tentang satu sama lain ';
• co-tekstual konteks: apa yang orang ‘tahu tentang apa yang mereka telah mengatakan’.
Analis lebih berorientasi bahasa memahami konteks dengan cara yang berbeda
dan mulai dengan teks, melihat sifat-sifat situasi sosial sebagai sistematis
dikodekan dalam wacana. Lebih
dari pendekatan lain untuk bahasa, Linguistik
Fungsional Sistemik telah berusaha untuk menunjukkan bagaimana konteks
meninggalkan jejak mereka di (atau disajikan dalam) pola penggunaan bahasa. Halliday
mengembangkan analisis konteks didasarkan pada gagasan bahwa teks adalah hasil
dari pilihan bahasa penulis dalam konteks tertentu dari situasi (Malinowski, 1949). Artinya,
bahasa bervariasi sesuai dengan situasi di mana ia digunakan, sehingga jika
kita meneliti teks kita dapat membuat dugaan tentang situasi, atau jika kita
berada dalam situasi tertentu kita membuat pilihan linguistik tertentu
berdasarkan situasi itu. Konteks
situasi, atau mendaftar, adalah situasi langsung di mana penggunaan bahasa
terjadi dan bahasa bervariasi dalam konteks tersebut bervariasi dengan
konfigurasi lapangan, tenor dan modus.
Dimensi
Halliday tentang konteks
• Field: Mengacu pada apa yang terjadi , jenis aksi
sosial , atau apa yang teks adalah tentang (topik bersama dengan bentuk-bentuk
yang diharapkan secara sosial dan pola biasanya digunakan untuk mengekspresikan
itu).
• Tenor: Mengacu pada siapa yang mengambil bagian, peran
dan hubungan peserta (status dan kekuasaan mereka, misalnya, yang mempengaruhi
keterlibatan, formalitas dan kesopanan).
• Mode: Mengacu pada apa bagian bahasa diputar, apa
peserta mengharapkan untuk lakukan untuk mereka (apakah lisan atau tertulis, bagaimana
informasi terstruktur, dan sebagainya).
Halliday
(1985)
Dengan kata lain, bahasa yang kita gunakan untuk
kebutuhan sesuai dengan situasi di mana kita menggunakannya, dan mendaftarkan
merupakan upaya untuk mengkarakterisasi konfigurasi menulis (atau pidato) yang
membatasi pilihan penulis akan membuat dalam suatu situasi. Jadi,
beberapa register berisi fitur cukup dapat diprediksi yang memungkinkan kita
untuk mengidentifikasi korespondensi yang erat antara teks dan konteks. Dokumen
hukum dan manual komputer, misalnya, cenderung untuk menyesuaikan diri dengan
konvensi lexis dan tata bahasa yang jarang ditemukan di tempat lain, sementara
register yang lebih terbuka, seperti surat dan editorial, mengandung berbagai kurang
dibatasi makna dan bentuk.
Jadi, tidak seperti konteks situasi pengaruh konteks
budaya pada penggunaan bahasa yang lebih menyebar dan tidak langsung,
beroperasi pada tingkat yang lebih abstrak. Halliday
melihat konteks budaya seperti yang diungkapkan dalam atau ('melalui') konteks
yang lebih spesifik dari situasi, sehingga kita menggambarkan situasi sosial
sebagai bagian dari budaya yang lebih luas. Apa
yang tidak jelas, bagaimanapun, adalah bagaimana budaya yang lebih luas ini
sebenarnya impinges pada pengalaman lokal kami. Bagaimana
pengguna bahasa memahami instantiations ini dalam tindakan sehari-hari mereka
menulis dan berbicara ? Agaknya
ada beberapa tingkat kognisi melalui mana penulis membangun dunia sosial mereka
dan yang mempengaruhi produksi atau pemahaman wacana, tapi sementara SFG teori
berusaha untuk melacak ini melalui jaringan sistem, ini tidak memuaskan
dikembangkan dalam pengertian SFL konteks.
Fairclough (1992) melihat wacana sebagai penghubung antara konteks lokal
dari situasi dan menyeluruh kelembagaan konteks ofculture. Hal ini karena dalam
wacana di mana 'perintah dari wacana', atau disetujui praktek kelembagaan
seperti tugas universitas, seminar, esai, dan sebagainya, beroperasi untuk
menjaga hubungan yang ada kekuasaan dan otoritas.
2.
Literasi dan keahlian
Menulis, bersama dengan membaca, adalah tindakan literasi: bagaimana kita benar-benar menggunakan bahasa dalam
kehidupan kita sehari-hari. Konsepsi
modern keaksaraan mendorong kita untuk melihat tulisan sebagai praktik sosial,
bukan sebagai keterampilan abstrak dipisahkan dari orang-orang dan
tempat-tempat di mana mereka menggunakan teks. Sebagai
Scribner dan Cole (1981 : 236) mengatakan:
'Literasi tidak hanya mengetahui cara membaca dan menulis naskah
tertentu, tetapi menerapkan pengetahuan ini untuk tujuan tertentu dalam penggunaan
konteks tertentu". Ini
mengingat peran keaksaraan sebagai layak membantu kita untuk memahami bagaimana
orang-orang memahami hidup mereka melalui praktik rutin menulis dan membaca.
Pandangan berbasis sekolah tradisional menganggap keaksaraan
sebagai kemampuan belajar yang memfasilitasi pemikiran logis, akses informasi,
dan partisipasi dalam peran masyarakat modern. Pandangan
ini melihat literasi
sebagai sesuatu psikologis dan tekstual, yang dapat diukur dan dinilai.
Literasi dipandang sebagai satu set diskrit, keterampilan bebas nilai teknis
yang meliputi decoding dan encoding makna, memanipulasi alat tulis, mengamati
korespondensi bentuk suara, dan lain-lain, yang belajar melalui pendidikan formal. Menulis
adalah pemberdayaan pribadi, tetapi juga didefinisikan dalam hal kebalikannya:
stigma pribadi yang melekat pada buta huruf. Anda
juga memilikinya atau tidak. Oleh
karena itu 'Literasi'
adalah istilah dimuat, label defisit yang disertai dengan kekuatan sosial untuk
mendefinisikan, mengkategorikan dan akhirnya mengecualikan orang-orang dari
berbagai aspek kehidupan.
Menulis (dan membaca) adalah cara menghubungkan
orang-orang dengan satu sama lain dalam cara-cara yang membawa makna sosial
tertentu, sehingga menulis bervariasi dengan konteks dan tidak dapat disuling
ke satu set kemampuan kognitif atau teknis. Gagasan
‘functional
literacy’, kemampuan
individu untuk menyesuaikan diri dan berhasil dalam masyarakat mereka dengan
menggunakan keterampilan menulis dan membaca untuk tujuan tertentu, menikah
dengan konsep ‘critical literacy’, penolakan untuk mengambil keperluan seperti untuk
diberikan. Pendekatan ini melihat keaksaraan sebagai istilah
relatif, sehingga tidak ada keaksaraan tunggal tetapi berbagai berbeda 'praktek'
yang relevan dengan dan tepat untuk saat-saat tertentu, tempat, peserta dan
tujuan. Selain itu, praktik-praktik ini bukan sesuatu yang kita
hanya mengambil dan meletakkan, tetapi merupakan bagian integral dari identitas
kita individu, hubungan sosial dan keanggotaan masyarakat (Barton et al., 2007; Street, 1995, Street
dan Lefstein, 2008).
Konsep
2.2 Pandangan sosial keaksaraan
1. Literasi adalah kegiatan sosial dan jauh lebih baik
dijelaskan dalam hal praktik keaksaraan masyarakat .
2. Orang-orang memiliki kemahiran yang berbeda yang
berhubungan dengan domain yang berbeda dari kehidupan.
3. Praktik keaksaraan masyarakat terletak dalam hubungan
sosial yang lebih luas, sehingga perlu untuk menggambarkan pengaturan peristiwa
keaksaraan.
4. Praktik keaksaraan berpola oleh lembaga-lembaga sosial
dan hubungan kekuasaan, dan beberapa kemahiran yang lebih dominan, terlihat dan
berpengaruh daripada yang lain.
5. Literasi didasarkan pada sistem simbol sebagai cara
untuk mewakili dunia untuk orang lain dan diri kita sendiri.
6. Sikap dan nilai-nilai yang berkaitan dengan keaksaraan
memandu tindakan kita untuk komunikasi.
7. Sejarah kehidupan kita mengandung banyak peristiwa
keaksaraan dari mana kita belajar dan yang memberikan kontribusi hingga saat
ini.
8. Sebuah peristiwa keaksaraan juga memiliki sejarah
sosial yang membantu menciptakan praktek saat ini.
Barton
(2007: 34-5)
Barton dan Hamilton (1998 : 6) mendefinisikan praktik keaksaraan sebagai 'cara budaya
umum menggunakan bahasa tertulis yang orang menarik dalam hidup mereka'. Oleh
karena itu menekankan sentralitas konteks, seperti yang dibahas di bagian
sebelumnya, dan menunjukkan bagaimana kegiatan membaca dan menulis yang terkait
dengan struktur sosial di mana mereka tertanam dan yang mereka membantu
membentuk. Tapi sementara praktek-praktek ini adalah 'apa yang dilakukan orang
dengan literasi', mereka agak abstrak karena mereka lihat tidak hanya
membaca dan menulis, tetapi juga nilai-nilai, perasaan dan konsepsi budaya yang
memberi makna menggunakan ini (Street,
1995:2). Dengan kata lain mereka termasuk pemahaman bersama, ideologi dan
identitas sosial serta aturan-aturan sosial yang mengatur akses dan distribusi
teks. Lebih konkret, praktek-praktek ini mengelompokkan ke dalam apa Heath (1983) menyebut ‘literacy events’.
Quote’s
Literacy events
Peristiwa Literacy adalah episode diamati di mana
keaksaraan memiliki peran. Biasanya ada teks tertulis, atau teks, pusat
aktivitas dan mungkin ada pembicaraan sekitar teks. Acara episode diamati yang
timbul dari praktik atau dibentuk oleh mereka. Gagasan peristiwa menekankan
sifat terletak dari kemahiran, bahwa selalu ada dalam konteks sosial.
Barton
dan Hamilton (1998:7)
Bagaimana teks diproduksi dan digunakan dalam acara-acara yang berbeda
adalah aspek kunci dari belajar keaksaraan. Asumsi bahwa menulis selalu
dikaitkan dengan domain tertentu aktivitas budaya berarti kita perlu
mempelajari keaksaraan dengan cara yang baru, menggunakan account etnografis
rinci tentang bagaimana menulis yang dimanfaatkan oleh orang-orang nyata di
sekolah mereka, rumah, lingkungan dan tempat kerja.
Quote’s
Baynham on researching literacy
Investigasi keaksaraan sebagai praktek melibatkan menyelidiki
keaksaraan sebagai 'aktivitas manusia beton', bukan hanya apa yang dilakukan
orang dengan literasi,
tetapi juga apa yang mereka dapatkan dari apa yang mereka lakukan , nilai-nilai
yang mereka tempatkan di atasnya dan ideologi yang mengelilinginya.
Baynham
(1995:1)
Beberapa penelitian telah berfokus pada sifat terletak
peristiwa rutin keaksaraan, seperti menulis surat, dan keyakinan budaya dan
nilai-nilai yang melekat pada ini dalam konteks yang berbeda (misalnya Barton dan Hall, 1999). Lebih sering,
bagaimanapun, penelitian telah berusaha untuk menggambarkan praktik keaksaraan
sebagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Dengan demikian, Jones (2000) menggambarkan praktek
pejabat pertanian menerjemahkan bahasa Inggris ke dalam bahasa Welsh birokrasi
saat berinteraksi dengan petani pada lelang ternak Welsh. Di
rumah-rumah Inggris Gujarati mungkin ibu yang mengambil peran literasi utama ketika menulis kepada anggota keluarga di India,
menerjemahkan pesan verbal ke Gujarati untuk anak-anak berbahasa non - Gujarati
nya (Barton dan Hamilton, 1998:183).
Konsep 2.3 Literasi dan kekuasaan
Tidak semua praktek keaksaraan adalah sama. Negara
memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk mendefinisikan keaksaraan, buta aksara
label, mengatur masuk ke kelompok-kelompok tertentu, dan membatasi akses ke
pengetahuan. Pertanyaan akses, dan produksi, teks dihargai adalah
pusat dari pengertian kekuasaan dan kontrol dalam masyarakat modern. Arti
dari praktek keaksaraan dominan dibangun dalam konteks yang memiliki kekuatan
yang cukup besar dalam masyarakat kita, seperti hukum pendidikandan. Lembaga-lembaga
pengendalian tegak dan mendukung praktek bergengsi tertentu dan kemudian
mempertahankan kesenjangan sosial melalui pengecualian dari mereka. Lainnya,
lebih sehari-hari, tindakan menulis, sebaliknya, kurang didukung dan kurang
berpengaruh.
Dengan melihat peristiwa keaksaraan yang berbeda menjadi jelas bahwa ada
isnot satu keaksaraan tunggal tetapi kemahiran yang berbeda. Artinya,
ada konfigurasi yang berbeda dari praktek-praktek yang dikenali, nama dan
terkait dengan berbagai aspek kehidupan budaya, seperti membaca akademik, melek
hukum dan melek tempat kerja. Tuntutan
melek huruf yang meningkat dari dunia modern berarti bahwa orang harus
terus-menerus bergerak melampaui keakraban praktek vernakular mereka untuk
terlibat dengan orang-orang dari lembaga-lembaga yang dominan. Salah satu
contoh adalah akses ke pendidikan tinggi. Dalam
memperoleh pengetahuan dan keterampilan disiplin siswa secara bersamaan
menghadapi keaksaraan baru dan dominan dengan norma-norma sendiri, jargon,
konvensi setsof dan cara berekspresi yang merupakan budaya yang terpisah (Bartholomae, 1986).
Quote
Bartholomae pada keaksaraan akademik
Setiap kali seorang siswa duduk untuk menulis bagi kami,
ia harus menciptakan universitas untuk acara - menciptakan universitas, yaitu,
atau cabang itu, seperti Sejarah atau Antropologi atau Ekonomi atau Inggris. Dia
harus belajar berbicara bahasa kita, untuk berbicara seperti yang kita lakukan,
untuk mencoba cara-cara aneh untuk mengetahui, memilih, evaluasi, pelaporan, menyimpulkan,
dan berdebat yang mendefinisikan wacana komunitas kami.
Bartholomae
(1986:4)
Pandangan institusional menyamar variabilitas literasi dan menggambarkan keaksaraan akademik sebagai cara jelas
berpartisipasi dalam komunitas akademik (Candlin
dan Plum, 1998). Pandangan literasi, kemudian, memiliki implikasi untuk pengertian penulisan
keahlian
dan kompetensi.
Kita tidak bisa
lagi menganggap 'penulis yang baik' sebagai seseorang yang memiliki kontrol
atas mekanisme tata bahasa, sintaksis dan tanda baca, seperti pada tampilan
otonom penulisan. Juga
tidak seseorang yang mampu meniru menyusun ahli dan ‘mengubah-pengetahuan’ praktek dengan pengerjaan ulang ide-ide mereka selama
menulis, seperti dalam model proses. Sebaliknya,
konsepsi modern keaksaraan mendefinisikan seorang penulis ahli sebagai ‘salah satu yang telah mencapai pengetahuan lokal yang
memungkinkan dia untuk menulis sebagai anggota komunitas wacana’ (Carter, 1990:226).
Konsep 2.4 Sifat keahlian
Penelitian di bidang psikologi pendidikan melihat
pergeseran dari pemula sampai pakar sebagai akuisisi bertahap pengalaman yang
menyediakan template untuk perilaku yang kompeten dalam situasi tertentu. Novis
mengembangkan skema yang lebih canggih atau pengetahuan prosedural karena
mereka secara bertahap belajar bagaimana bekerja dalam domain tertentu. Pemula
dimulai dengan strategi umum, dan sementara kebutuhan untuk mengurangi ini karena
ia memperoleh keakraban dengan situasi, mereka tidak sepenuhnya dihilangkan. Oleh
karena itu keahlian adalah kontinum daripada negara, seperti pengetahuan umum
semakin diterapkan dalam konteks tertentu. Ketika
diterapkan untuk menulis, Carter (1990) mencirikan pengembangan keahlian
melalui lima tahap semakin strategi - konteks tertentu, yang berpuncak pada
cairan, praktek unreflective. Para
ahli bereaksi secara intuitif untuk situasi biasa, tidak bergantung pada aturan
atau strategi tetapi hanya melakukan apa yang bekerja didasarkan pada pemahaman
yang berasal dari pengalaman.
Candlin (1999)
mengidentifikasi sejumlah fitur makro yang mencirikan keahlian, termasuk
kemampuan untuk menyesuaikan informasi dan aspek interpersonal pesan dengan kebutuhan
penerima dan pengetahuan, dan tindakan mikro - diskursif seperti negosiasi,
mediasi dan merumuskan. Ini bukan untuk mengatakan bahwa tidak ada strategi
dipindahtangankan, baik sebagai pengetahuan umum dan lokal tampaknya diperlukan
untuk memperhitungkan keahlian menulis. Namun,
peserta didik lebih
menjadi akrab dengan genre dan harapan masyarakat sasaran mereka, semakin besar
akumulasi toko pengalaman mereka dapat memanfaatkan untuk memenuhi harapan
tersebut. Kompetensi lokal tetap dieksplorasi dan ditentukan untuk
banyak domain.
3.
Menulis dan budaya
Gagasan pengalaman
penulis dari praktik literasi berbeda masyarakat akan mempengaruhi pilihan linguistik mereka menunjukkan
bahwa guru harus mempertimbangkan bagian yang yang dimainkan budaya dalam
menulis siswa. Budaya secara umum dipahami sebagai jaringan historis
ditransmisikan dan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami,
mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang
dunia (Lantolf, 1999). Akibatnya,
bahasa dan pembelajaran terikat dengan budaya (Kramsch, 1993). Hal ini sebagian karena nilai-nilai budaya kita
tercermin dalam dan dilakukan melalui bahasa, tetapi juga karena budaya membuat
tersedia bagi kita tertentu yang diambil untuk
diberikan cara mengatur persepsi kita dan harapan,
termasuk yang kita gunakan untuk belajar dan berkomunikasi secara tertulis.
Dalam menulis penelitian dan pengajaran, ini adalah wilayah retorika kontrastif.
Quote
Connor pada retorika kontrastif
Retorika kontrastif adalah area penelitian dalam akuisisi
bahasa kedua yang mengidentifikasi masalah dalam komposisi yang dihadapi oleh
penulis bahasa kedua dan, dengan mengacu pada strategi retoris dari bahasa
pertama, mencoba untuk menjelaskan mereka . . . retorika kontrastif menyatakan
bahwa bahasa dan menulis adalah fenomena budaya. Sebagai
konsekuensi langsung, setiap bahasa memiliki konvensi retorika unik untuk itu.
Connor (1996:5)
Quote’s
Research on L2 vs L1 students’ writing
•preferensi organisasi yang berbeda dan pendekatan untuk argumentstructuring
• pendekatan yang berbeda untuk menggabungkan bahan ke dalam tulisan mereka
(parafrase, dll)
• perspektif yang berbeda pada pembaca - orientasi, pada
perangkat menarik perhatian dan estimasi pengetahuan pembaca
• perbedaan penggunaan penanda kohesi, penanda tertentu
yang membuat hubungan leksikal lemah
• perbedaan dalam penggunaan fitur linguistik terbuka (seperti
kurang subordinasi, lebih bersama, kurang passivisation, pengubah bebas
sedikit, kurang noun - modifikasi, kata-kata yang kurang spesifik, berbagai
kurang leksikal, variasi diprediksi dan gaya sederhana).
Grabe dan Kaplan (1996 : 239)
Secara teoritis, para pengkritik menunjukkan bahwa karena
retorika kontrastif dimulai dari asumsi perbedaan, itu 'cenderung melihat L2
menulis . . . terutama sebagai masalah transfer negatif L1 pola retoris untuk
L2 menulis' (Casanave, 2004:41). Hal
ini tidak hanya melihat L2 menulis sebagai defisit, tetapi menjalankan risiko
mengabaikan sejarah yang kaya dan kompleks kemahiran siswa tersebut dan apa
yang mereka bawa ke kelas L2 (misalnya Horner
dan Trimbur, 2002).
Budaya sebagai suatu
sistem yang mencakup relatif stabil, homogen, dan semua norma-norma yang sangat
menentukan perilaku pribadi (Atkinson,
1999a;2004). Budaya telah digabungkan dengan entitas nasional, budaya
consensualitywithin telah diasumsikan dan kontras dengan perbedaan di antara
mereka, dan praktisi CR telah mengabaikan tempat hubungan kekuasaan yang tidak
setara dan peran konflik dalam menggambarkan pengaruh budaya.
Quote
Canagarajah pada Retorika Kontrastif
Meskipun CR merupakan penelitian langka dan tradisi
pedagogis adat untuk ESL dengan nilai yang cukup bagi guru, harus mengembangkan
jenis yang lebih kompleks penjelasan untuk perbedaan tekstual jika sekolah
adalah untuk menikmati terus kegunaan. Meskipun
perbedaan selalu akan berada di sana secara tertulis, dan meskipun sebagian
besar mungkin berasal dari budaya, cara di mana pengaruh ini terjadi bisa
positif atau negatif, memungkinkan serta membatasi, dan guru harus menyadari
semua ini kemungkinan ketika mereka mengajar menulis siswa. Lebih
penting lagi, guru harus diingat bahwa tidak ada yang perlu disandera oleh
bahasa dan budaya, siswa dapat diajarkan untuk menegosiasikan struktur retoris
yang saling bertentangan untuk keuntungan mereka.
Canagarajah
(2002:68)
Faktanya adalah bahwa penulis pemula dari latar belakang
bahasa yang berbeda (termasuk L1 English) menulis dalam cara-cara yang
bertentangan dengan stereotip.
Penelitian,
bagaimanapun, secara konsisten menunjukkan perbedaan dalam bagaimana L1 dan L2
penulis mengatur teks mereka dan mencapai tujuan retorika yang berbeda. Karena
itu, CR terus menjadi cukup menarik untuk guru menulis, menunjukkan kepada kita
bahwa preferensi penulisan tertentu mungkin merupakan hasil dari sebelum
belajar daripada defisit. Sama,
bagaimanapun, siswa memiliki identitas individu di luar bahasa dan budaya
mereka lahir ke dalam dan kita harus menghindari kecenderungan stereotip
individu sesuai dengan dikotomi budaya mentah. Budaya itu
tidak tetap, beragam dan tidak menentukan dan orang-orang mungkin menolak atau
mengabaikan pola-pola budaya.
Hinds (1987:143) menunjukkan
bahwa dalam bahasa seperti bahasa Inggris ‘orang terutama bertanggung jawab untuk komunikasi yang
efektif adalah penulis’, tetapi dalam bahasa Jepang itu adalah pembaca. Demikian
pula, Clyne (1987) berpendapat bahwa
sementara budaya bahasa Inggris mengisi penulis dengan kejelasan, teks Jerman
menempatkan tanggung jawab pada pembaca untuk menggali makna. Fitur-fitur
ini membantu pembaca melalui teks (Hyland,
2005), tetapi signifikansi mereka mungkin tidak selalu jelas bagi penulis
L2 dari lebih reader - jawab budaya (Crismore et al., 1993).
Tujuan dari penulisan
instruksi L2 adalah untuk mengubah perilaku penulis bahasa kedua dengan
mendorong mereka untuk mengadopsi pola retoris dari penutur asli.
Konsep 2.5 English imperialisme linguistik
Respon
pedagogik retorika kontrastif sebagian besar telah menekuk cara berpikir dan
menulis speaker bahasa kedua bagi mereka dari konvensi Anglo-Amerika, sebuah
praktek dikritik di Phillipson (1992)
gagasan ‘imperialisme linguistik’. Namun,
Yamuna Kachru (1999:84) menunjukkan
ketidakmungkinan pelatihan seluruh Inggris menggunakan populasi dunia dalam
norma-norma dari satu varietas. Sebaliknya ia menyarankan bahwa itu adalah
pembaca, dan khususnya pendidik bahasa Inggris, yang perlu menyadari konvensi
retorika yang berbeda dan untuk menerima mereka dalam pekerjaan mereka peserta
didik. Selain menjadi sebuah perusahaan yang lebih masuk akal,
ia berpendapat bahwa hal ini akan mencegah pengecualian terus mayoritas dari
kontribusi terhadap pengetahuan dunia hanya atas dasar penulisan konvensi.
4.
Menulis dan teknologi
Konsep 2.6 Pengaruh teknologi elektronik pada penulisan
• Ubah
menciptakan, mengedit, proofreading dan format proses
• Kombinasikan
teks tertulis dengan media visual dan audio lebih mudah
• Mendorong
menulis non-linear dan proses membaca melalui link hypertext
• Tantangan
pemikiran tradisional tentang kepenulisan, wewenang dan kekayaan intelektual
• Izinkan
penulis akses ke informasi lebih lanjut dan untuk menghubungkan informasi bahwa
dalam cara-cara baru
• Mengubah
hubungan antara penulis dan pembaca sebagai pembaca sering 'menulis kembali'
• Memperluas
berbagai genre dan kesempatan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas
• Blur
tradisional lisan dan tertulis perbedaan saluran
•
Memperkenalkan kemungkinan untuk membangun dan memproyeksikan Identitas sosial
baru
•
Memfasilitasi masuk ke komunitas wacana baru on-line
• Meningkatkan
marginalisasi penulis yang terisolasi dari teknologi tulisan baru
• Penawaran menulis guru tantangan dan peluang untuk
Praktek kelas baru
Komputer
merupakan salah satu produk nyata dari literasi dan teknologi. Kita dapat menulis dengan mudah menggunakan
komputer. Inilah bentuk dari kesuksesan
literasi dalam bidang teknologi dengan memiliki sumber daya yang mampu
menciptakan komputer tersebut.
Quote
Kress pada ' affordances '
Dua mode penulisan dan gambar masing-masing diatur oleh
logika yang berbeda, dan memiliki affordances jelas berbeda. Organisasi
penulisan diatur oleh logika waktu, dan dengan logika urutan unsur-unsur dalam
waktu, dalam pengaturan temporal diatur. Organisasi gambar,
sebaliknya, diatur oleh logika ruang, dan dengan logika simultanitas visual/digambarkan
elemen dalam pengaturan spasial terorganisir. Untuk mengatakan ini hanya: dalam
berbicara saya harus mengatakan satu hal demi satu
. . . makna yang melekat 'yang pertama' dan 'menjadi yang
terakhir', dan sebagainya. Dalam
representasi visual penempatan elemen dalam ruang representasi - halaman,
kanvas, layar, dinding - sama akan memiliki makna. Menempatkan
sesuatu terpusat berarti bahwa hal-hal lainnya akan marginal. Menempatkan
sesuatu di atas berarti bahwa sesuatu yang lain kemungkinan akan berada di
bawah. Kedua tempat-tempat ini dapat digunakan untuk membuat
arti: menjadi pusat dapat berarti menjadi ‘pusat’, dengan cara apa pun, berada di atas dapat berarti
menjadi unggul, dan menjadi di bawah dapat berarti 'rendah'.
Kress
(2003:2)
Oleh karena itu gambar memiliki struktur yang mirip
dengan menulis, dan dapat dianalisis sebagai tata bahasa visual (misalnya Kress dan van Leeuwen, 2006). Misalnya,
‘given’ dan informasi ‘new’ sering direpresentasikan
secara spasial, sehingga iklan akan cenderung untuk menempatkan unsur-unsur
visual dari apa yang dikenal di sebelah kiri, biasanya masalah, dan apa yang
baru di sebelah kanan, solusinya. Mengingat
perbedaan budaya dalam desain visual, penggunaan multimedia dalam menulis kelas
karena itu bukan hanya bantuan untuk meningkatkan menulis siswa, tetapi untuk
mengajarkan bentuk-bentuk baru penulisan yang melibatkan kedua bagaimana teks
dan gambar yang disusun di layar dan bagaimana link yang dibuat untuk lain.
Menghubungkan ini adalah hypertext: lem yang memegang Internet bersama-sama, di mana
sambungan yang aktif akan diberikan kepada bagian yang berbeda dari teks saat ini
dan di luar itu. Hal ini memungkinkan penulis untuk menyediakan link ke
grafis digital, video, suara, animasi dan sumber prosa lainnya, memungkinkan
pembaca untuk membangun jalur yang berbeda melalui teks yang mencerminkan
kepentingan dan keputusan sendiri. Ini web elemen tekstual saling memiliki
implikasi penting, karena mengubah ruang penulisan akrab cetak dan memberi pembaca kebebasan
yang lebih besar dalam bagaimana ia bisa mendekati teks. Efek
utama hypertext, kemudian, adalah untuk mewujudkan
intertekstualiti, mengubah hubungan
potensial antara teks menjadi lebih nyata dengan memungkinkan pembaca akses
langsung ke teks terkait. Sementara
banyak dari janji hypertext telah digerogoti oleh komersialisme yang agresif
dari Internet, tetap menawarkan keuntungan besar bagi para penulis yang ingin
mengekspresikan argumen mereka dengan cara yang lebih refleksif dan
relativistik dengan memanfaatkan kehadiran eksplisit suara-suara lain dan
interpretasi.
Quote
Douglas pada argumen hypertext
Keindahan hypertext adalah . . . yang mendorong kita dari
diluruskan ‘either/or’ dunia yang cetak telah datang untuk mewakili dan menjadi alam semesta di
mana ‘and/and/and’
selalu mungkin. Ini adalah lingkungan yang lebih kondusif
untuk filsafat relativistik dan analisis, di mana tidak ada rekening tunggal
istimewa atas setiap orang lain, namun, karena ditulis dalam kode, penulis
dapat memastikan bahwa pembaca melintasi beberapa bit dari lanskap argumentatif
lebih mudah dan lebih sering daripada yang lain, atau bahwa pembaca yang
tersisa untuk membuat hubungan mereka sendiri antara satu bit teks dan lain.
Douglas
(1998:155)
Tapi sementara inovasi teknologi tantangan bagi penulis,
mereka juga membuka identitas baru, genre dan masyarakat kepada mereka.
Munculnya dan
popularitas besar dari blog, chatroom dan daftar layanan, misalnya, menghasilkan rasa kedekatan dan kecepatan
transmisi yang secara radikal mengubah praktek tekstual dengan mendorong gaya
simulasi percakapan secara tertulis. Selain
itu, kemampuan penulis untuk menghubungkan blog bersama-sama pada satu halaman,
untuk membuat blogroll (daftar blog di samping teks utama), dan untuk
menciptakan wiki dan daftar layanan grup tertentu, semua menawarkan kesempatan untuk membangun
komunitas baru di sekitar tulisan dan teks.
Jelas ini genre baru dan teknologi tidak hanya menuntut
newkinds menulis tetapi juga respon dari menulis guru. Kami
telah bergerak di luar mencari cara terbaik tosupport wordprocessing siswa (Hyland, 1993) untuk memanfaatkan
peluang-peluang yang lebih luas yang menawarkan teknologi (misalnya Snyder, 1998; Tyner, 1998).
Konsep
2.7 Computer-mediated-writing
instruction
Banyak guru saat ini menggunakan sistem manajemen kursus
komersial seperti Blackboard atau WebCT untuk menampilkan semua materi
pelajaran dan pesan dalam satu tempat dan untuk mendorong siswa untuk posting
on-line. Namun begitu, guru adalah mengenali nilai mendukung siswa
untuk mengembangkan dan mempublikasikan situs web mereka sendiri sehingga
mereka dapat berlatih keterampilan keaksaraan baru on-line. Mungkin
penggunaan paling umum dari teknologi dalam kelas menulis dalam beberapa tahun
terakhir telah listserves, atau milis elektronik yang memanfaatkan siswa
keakraban dengan email dalam komunitas terbatas dan mendukung, membantu guru di
kelas L2 khususnya untuk menciptakan hubungan baru dan teks. Blog
kelas juga telah digunakan oleh guru untuk mendorong ekspresi pendapat siswa
dalam menulis menciptakan baik rasa kepengarangan dan masyarakat (Bloch, 2008). Mode
sinkron CMC, seperti Moos dan chatroom, juga telah dimanfaatkan oleh guru
sebagai jenis komunikasi dapat mendorong partisipasi yang lebih yang dapat
bermanfaat bagi pengolahan siswa ide (Herring,
1999). Mode ini dapat membingungkan atau menjengkelkan bagi
pendatang baru seperti posting terbang dengan kecepatan tinggi, tetapi beberapa
memungkinkan guru untuk arsip sesi sebagai transkrip untuk studi nanti. Penelitian
tambahan dan pengalaman yang diperlukan untuk memahami bagaimana cara terbaik
untuk menggunakan kesempatan ini dalam konteks yang berbeda.
5.
Menulis dan genre
Genre, seperti dibahas dalam Bab 1, diakui jenis tindakan
komunikatif, yang berarti
bahwa untuk berpartisipasi dalam acara sosial, individu harus terbiasa dengan
genre yang mereka hadapi di sana. Karena itu, genre sekarang menjadi salah satu
konsep yang paling penting dalam pendidikan bahasa hari ini. Ini adalah adat,
namun, untuk mengidentifikasi tiga pendekatan genre (Hyon, 1996; Johns, 2002):
(a) pekerjaan
Australia dalam tradisi Linguistik Fungsional Sistemik
(b) pengajaran
bahasa Inggris untuk Keperluan Khusus
(c) studi Retorika Baru dikembangkan dalam konteks
komposisi Amerika Utara
(a) Systemic Functional
views: Dalam
model
jenis Fungsional Sistemik dipandang
sebagai dipentaskan, berorientasi pada tujuan proses sosial’ (Martin, 1992:505),
menekankan karakter tujuan dan berurutan genre yang berbeda dan mencerminkan
kepedulian Halliday dengan cara-cara bahasa yang sistematis terkait dengan konteks. Genre
adalah proses sosial karena anggota dari budaya berinteraksi untuk mencapai
mereka, berorientasi pada tujuan karena mereka telah berevolusi untuk mencapai
hal-hal, dan dipentaskan karena makna yang dibuat dalam langkah-langkah dan
biasanya membutuhkan penulis lebih dari satu langkah untuk mencapai tujuan
mereka. Ketika serangkaian teks berbagi tujuan yang sama, mereka
sering akan berbagi struktur yang sama, dan dengan demikian mereka milik genre
yang sama. Konsep 2.7 menunjukkan struktur, tujuan dan fitur dari
dua kunci
genre sekolah.
Konsep 2.8 Dua jenis sekolah
Explanations Instructions
Penjelasan ditulis untuk menjelaskan proses yang terlibat dalam
fenomena atau bagaimana sesuatu bekerja.
Ø Intruction:
Instruksi ditulis untuk menggambarkan bagaimana sesuatu harus dilakukan.
Instruksi ditulis untuk menggambarkan bagaimana sesuatu harus dilakukan.
Explanations
usually consist of:
sebuah pernyataan umum untuk memperkenalkan topik
serangkaian langkah-langkah logis menjelaskan bagaimana atau mengapa sesuatu
terjadi,
Ø Instructions
usually consist of:
sebuah pernyataan dari apa yang ingin dicapai,
daftar bahan / peralatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan,
serangkaian langkah-langkah yang berurutan untuk mencapai
tujuan
Explanations
are usually written:
dalam simple
present tense menggunakan konjungsi kronologis dan/atau kausal menggunakan
terutama ‘action’ kata kerja,
Penjelasan
biasanya ditemukan dalam ilmu pengetahuan, geografi , sejarah dan ilmu sosial
buku teks
Ø Instructions
are usually written:
dalam simple
present tense atau imperatif tegang, dalam urutan kronologis, dengan fokus pada
kelompok-kelompok manusia umum daripada individu, menggunakan kata kerja
terutama melakukan/action,
Instruksi
biasanya ditemukan dalam manual instruksi, informasi pembayaran dan buku resep
Keterampilan untuk jaringan hidup (2008)
Quote
On genre-based grammar in teaching
Grammar adalah nama untuk sumber daya yang tersedia untuk
pengguna sistem bahasa untuk memproduksi teks. Sebuah pengetahuan tentang tata
bahasa oleh pembicara atau penulis menggunakan bahasa pergeseran dari implisit
dan sadar untuk manipulasi sadar bahasa dan pilihan teks yang sesuai. Sebuah
tata bahasa berbasis genre yang berfokus pada cara di mana proses bahasa yang
berbeda atau genre secara tertulis yang dikodifikasikan dalam cara yang berbeda
dan dikenali. Ini pertama mempertimbangkan bagaimana teks terstruktur dan
terorganisir pada tingkat seluruh teks dalam kaitannya dengan tujuannya,
penonton dan pesan. Kemudian mempertimbangkan bagaimana semua bagian dari teks,
seperti paragraf dan kalimat, terstruktur, terorganisir dan kode sehingga
membuat teks efektif komunikasi tertulis.
Knapp
dan Watkins (1994:8)
(b) English
for Specific Purposes (ESP):
Orientasi ini followsSFL dalam penekanan yang diberikannya kepada sifat formal
dan tujuan komunikatif genre, tetapi berbeda dalam mengadopsi konsep yang jauh
lebih sempit genre. Alih-alih melihat genre sebagai sumber daya yang tersedia
dalam budaya yang lebih luas, ia menganggap mereka sebagai milik masyarakat
wacana tertentu.
Quote Swales
on discourse communities and genres
Komunitas wacana berkembang konvensi mereka sendiri dan
tradisi untuk seperti kegiatan lisan beragam seperti menjalankan pertemuan,
menghasilkan laporan, dan mempublikasikan kegiatan mereka. Kelas-kelas berulang
peristiwa komunikatif adalah genre yang mengatur kehidupan verbal. Genre ini
menghubungkan masa lalu dan masa kini, sehingga menyeimbangkan kekuatan untuk
tradisi dan inovasi. Mereka menyusun peran individu dalam kerangka yang lebih
luas, dan lebih membantu orang-orang dengan aktualisasi rencana komunikatif dan
tujuan.
Swales
(1998:20)
Tujuan ini adalah alasan genre dan membantu membentuk
cara terstruktur dan pilihan konten dan gaya itu membuat tersedia.
Quote Swales’ cars model for
academic introductions
Move
1 Membangun suatu wilayah
Langkah 1 Mengklaim
sentralitas dan / atau
Langkah 2 Membuat
generalisasi dan / atau
Langkah 3 Meninjau
penelitian sebelumnya
Move
2 Membangun tempat
Dengan counter-claiming, menunjukkan kesenjangan,
pertanyaan penggalangan, atau melanjutkan tradisi
Move
3 Menempati tempat
Langkah 1 Menguraikan tujuan atau mengumumkan penelitian
ini
Langkah 2 Mengumumkan temuan utama
Langkah 3 struktur Menunjukkan artikel
Swales (1990: 141)
(c) The ‘New Rhetoric’: Pendekatan
ini menyimpang dari previoustwo dalam melihat genre sebagai lebih fleksibel dan
kurang mudah untuk teach.
Penekanan terbaik
diberikan untuk cara genre berkembang dan variasi pameran, dan ini
menyebabkan pemahaman yang jauh lebih sementara dari konsep (Freedman dan Medway, 1994). Retorika
baru berfokus kurang pada bentuk bergenre daripada tindakan bentuk ini
digunakan untuk mencapai, sehingga cenderung menggunakan alat-alat penelitian
kualitatif yang mengeksplorasi hubungan antara teks dan konteks mereka daripada
orang-orang yang menggambarkan konvensi retorika mereka (Miller, 1984).
Quote
Coe on New Rhetoric genre
Genre adalah termotivasi, hubungan fungsional antara
jenis teks dan situasi retoris. Artinya,
genre bukanlah jenis teks atau situasi, melainkan hubungan fungsional antara
jenis teks dan jenis situasi. Jenis
teks bertahan karena mereka bekerja, karena mereka merespons secara efektif
terhadap situasi berulang.
Coe
(2002)
Sebagai hasil dari
fokus ini, penelitian telah meneliti isu-isu seperti genre penafsiran
sejarah (Atkinson, 1999b); proses merevisi dan
menanggapi pengulas dalam menulis artikel ilmiah (Berkenkotter
and Huckin, 1995), dampak sosial mentransfer ke genre baru konteks dengan
tujuan yang berbeda (Freedman dan Adam,
2000), dan studi genre di tempat kerja (Pare, 2000; Dias et al., 1999).
Quote
Mary Jo Reiff on teaching genres in the New Rhetoric
Sebagai tugas pertama, saya memiliki siswa penelitian
situs lapangan dan mengamati dan menggambarkan para peserta dan interaksi
mereka. Tugas berikut meminta siswa untuk menganalisis pola-pola
bahasa dan genre usewithin situs tersebut. Untuk
tugas ketiga, studentsinterview anggota masyarakat, yang berpuncak pada proyek
etnografi akhir yang mensintesis penelitian sebelumnya . . . Membuat analisis
genre titik fokus penyelidikan etnografi - memiliki siswa memeriksa buletin
organisasi atau manual karyawan di bisnis - hubungan tindakan komunikatif
dengan konteks mereka dan dapat menggambarkan kepada siswa bagaimana pola
perilaku retoris yang terkait erat dengan pola perilaku sosial.
Johns
et al., (2006)
Dengan kata lain, penekanan diberikan kepada meningkatkan fitur
ofcontextual kesadaran siswa tentang genre dan masyarakat yang menggunakannya (Bazerman, 1988:323). Ini
adalah pengetahuan tentang konteks sosial yang memberikan kehidupan kepada teks
dan ini lebih penting daripada pola formal mereka.
6.
Menulis dan identitas
Penelitian terbaru telah menekankan hubungan dekat antara
identitas writingand seorang penulis. Dalam
arti luas, identitas mengacu pada ‘cara orang-orang menampilkan siapa mereka satu sama lain’ (Benwell dan
Stokoe, 2006:6): kinerja
sosial dicapai dengan menggambar pada sumber daya yang tepat linguistik. Oleh
karena itu, identitas dipandang sebagai dibangun oleh teks kita terlibat dalam dan pilihan
bahasa yang kita buat, sehingga bergerak identitas dari pribadi ke ranah
publik, dan dari proses tersembunyi kognisi konstruksi sosial dan dinamis dalam
wacana. Dengan
kata lain, pandangan ini pertanyaan apakah ada adalah mutlak, tidak berubah
diri bersembunyi di balik wacana dan menunjukkan identitas yang kinerja. Kami
melakukan pekerjaan dengan membangun identitas diri sebagai anggota kredibel
dari kelompok sosial tertentu, sehingga identitas itu adalah sesuatu yang kita
lakukan, bukan sesuatu yang kita miliki. Hampir segala sesuatu yang kita
katakan atau tulis, pada kenyataannya, mengatakan sesuatu tentang kami dan
jenis hubungan kita ingin membangun dengan orang lain.
Seperti yang Bloemmaert (2005) amati, bagaimanapun, identitas kita hanya berhasil sejauh bahwa mereka diakui oleh orang lain, dan ini
berarti mempekerjakan, mengambil alih dan mengubah wacana yang ada yang kita
hadapi (Bakhtin, 1986). Jelas,
penulis tidak membuat representasi diri dari berbagai
kemungkinan tak terbatas tapi membuat pilihan dari sumber daya yang tersedia
secara budaya. Cara kita melakukan identitas karena itu melibatkan
interaksi antara praktik konvensional acara melek huruf dan nilai-nilai,
keyakinan dan pengalaman budaya sebelumnya dari peserta.
Konsep 2.9 Menulis dan identitas
Pengertian saat ini identitas melihatnya sebagai konsep
plural, yang didefinisikan secara sosial dan dinegosiasikan melalui pilihan penulis
buat dalam wacana mereka. Pilihan
ini sebagian dibatasi oleh ideologi dominan kemahiran istimewa di masyarakat
tertentu, dan sebagian terbuka untuk interpretasi penulis sebagai hasil dari
pengalaman pribadi dan sosial budaya mereka. Identitas
demikian mengacu penulis berbagai ‘selves’ mempekerjakan dalam konteks yang berbeda, proses
hubungan mereka dengan masyarakat tertentu, dan tanggapan mereka terhadap
hubungan kekuasaan institusional tertulis di dalamnya.
Oleh karena itu identitas perlu dibedakan dari gagasan
voicein literatur ekspresif. Voice
adalah ide yang kompleks dengan beberapa makna dan konotasi, tapi pada dasarnya mengacu pada penulis
dis - (Elbow, 1994). Menulis
nilai guru pernyataan ini dari authorityand pribadi sering menasihati penulis
mahasiswa untuk ‘menemukan suara unik mereka sendiri’ dan mencapai ekspresi diri dalam tulisan mereka. Dengan
kata lain, pandangan ini melihat identitas sebagai manifestasi dari diri
pribadi, sangat individualisticconcept berakar dalam budaya barat utama
andoften bertentangan dengan norma-norma komunikatif ESL siswa dari
lebih budaya kolektivis (Ramanathan dan Atkinson, 1999a). Their representation of audience, subject
matter, and other elements of context (Cherry, 1988:269).
Konsep 2.10 Pada keanggotaan
Keanggotaan mengacu pada kemampuan penulis untuk
mengenali, meniru dan, dalam batas-batas, berinovasi, struktur organisasi
masyarakat, kepentingan saat ini, dan praktik retoris. Ini
melibatkan mengikuti konvensi tertentu dari manajemen kesan untuk
memproyeksikan status insider, kesadaran bersama dari konvensi ini memberikan
ciri masyarakat. Kami mengklaim kompetensi untuk mengatasi rekan dengan
menggambar pada pengetahuan intertekstual yang meliputi cara-cara khas memilih
dan memanfaatkan topik, mengacu pada pengetahuan bersama, berinteraksi dengan
konten dan pembaca kami, dan menggunakan terminologi khusus. Jadi, menulis
sebagai seorang akuntan, seorang ahli fisika magnetik, atau pengawas produksi
berarti memposisikan diri dalam batas-batas tampaknya alami komunitas Anda
melalui kontrol bentuk sah dari wacana.
Bahkan, siswa sering menemukan bahwa konvensi akademik
tidak mengizinkan
mereka mewakili diri mereka sendiri
dalam teks-teks mereka, menekan sejauh mereka dapat mengartikulasikan pribadi
sikap (Hyland, 2002). Ivanic (1998: 9) membuat ini jelas
dalam kaitannya dengan matang siswa yang oftenfeel terasing dan mendevaluasi dalam
lembaga pendidikan tinggi. Identitas
mereka terancam dan mereka merespon baik dengan mencoba untuk mengakomodasi
nilai-nilai yang ditetapkan dan praktek konteks mereka masuk, atau - lebih
radikal - dengan mempertanyakan dan menantang nilai-nilai dan praktik-praktik
yang dominan.
Cara-cara yang penulis menampilkan diri dan menemukan posisi
mereka sendiri dalam membangun
identitas discoursal telah banyak dibahas oleh Ivanic (Ivanic, 1998; Ivanic dan Weldon, 1999). Dia berpendapat bahwa
penulis identitas secara sosial dibangun oleh prototipe ‘kemungkinan self- hood’ tersedia dalam konteks penulisan. Berinteraksi dengan
ini tiga aspek yang tidak terpisahkan dari identitas penulis yang sebenarnya
saat membuat teks tertentu.
Konsep 2.11 Ivanic identitas penulis
1. The
otobiografi self adalah diri yang penulis membawa ke sebuah
tindakan tulisan, dibatasi
secara sosial dan dibangun oleh lifehistory penulis. Ini
termasuk ide-ide mereka, pendapat, keyakinan dan komitmen: sikap mereka. Sebuah
contoh mungkin bagaimana penulis mengevaluasi tanda kutip dia membawa ke dalam
teks, atau topik ia memilih untuk mengatasi.
2. The
discoursal self adalah penulis kesan sadar atau tidak sadar menyampaikan dari
diri mereka sendiri dalam sebuah teks. Ini menyangkut suara penulis
dalam arti bagaimana mereka menggambarkan diri mereka. Contohnya
adalah sejauh mana penulis mengambil praktek-praktek masyarakat dia menulis
untuk, mengadopsi konvensi untuk mengklaim keanggotaan.
3. The authorial self menunjukkan dirinya dalam derajat authoritativeness dengan
yang penulis menulis. Ini
adalah sejauh mana seorang penulis mencampuri ke dalam teks dan mengklaim
dirinya sebagai sumber isinya. Hal
ini termasuk penggunaan kata ganti pribadi dan kesediaan untuk secara pribadi
mendapatkan di belakang argumen dan klaim.
(Lihat Ivanic, 1998; Ivanic dan Weldon, 1999)
Ini adalah tampilan yang dinamis identitas yang
menekankan ketegangan yang ada ketika penulis individu memenuhi wacana dari institusi
di mana mereka menulis. Orang-orang
dibatasi, tapi tidak ditentukan, oleh disiplin yang dominan, profesional,
gender dan identitas politik yang dibentuk oleh konvensi genre tertentu dan
praktek-praktek yang mengelilingi setiap tindakan penulisan. Kita
semua membawa beberapa kemungkinan untuk setiap tindakan penulisan yang membawa
potensi untuk menantang tekanan untuk menyesuaikan diri dengan identitas yang
dominan.
Kesimpulan dari pembahasan kunci penting
menulis ini, Hyland telah memeriksa beberapa isu kunci dalam penelitian
menulis
dan teori hari ini. Karena sudah tentu selektif,
saya telah memilih untuk melihat topik yang tidak hanya
memotivasi banyak berpikir baru-baru ini di lapangan tetapi juga yang
terbaik menggambarkan di mana
penelitian kontemporer ke dalam teks
dan komposisi yang terjadi, dan yang mencerminkan pemahaman
kita tentang menulis.
Sekali
lagi saya telah khawatir untuk
menyoroti ide-ide yang hadir menulis sebagai
sosial dan interaktif bukan hanya kognitif dan
individu. Sebuah teks selalu in
extricable from
the proses produksi
dan interpretasi yang menciptakan
dan, seperti kita harus lihat di bagian berikutnya, cara kita
mengajar dan menulis penelitian telah datang semakin untuk mencerminkan hal ini.
Untuk
kesimpulan akhirnya bahwa literasi itu penting dari aspek apapun karena segala
sesuatu yang kita lakukan akan selalu berhubungan dengan literasi. Sejarah dan literasi berkaitan erat karena
saling memikat satu sama lain. Selama
masih ada literasi dalam kehidupan manusia, selama itu pula sejarah akan selalu
tercipta. Orang yang berliterasi akan
mampu membuat sejarahnya sendiri. Dan
untuk penutup dari tulisan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua
sumber terutama dari buku Hyland.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic