CLASS REVIEW 4
“Menulis, kini akan
kubuat sebuah cerita kecil untuk diketahui oleh seluruh dunia. Wahai tongkat
inspirasiku bawalah aku menuju dunia imajinasiku. Ku pejamkan seketika mataku,
ku telusuri setiap celah-celah dunia dalam pikiranku, menyelami jutaan memori
dalam ingatanku. Jari ini mulai membawaku pergi ke sebuah dunia yang dapat aku
lukis sendiri, sebuah dunia yang penuh dengan abjad-abjad yang saling perpegang
erat membentuk sebuah makna.” (Rini Andriani)
Mr. Lala Bumela, M.Pd’s lecturer
said “Berkariblah dengan sepi, sebab
dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah dicari. Dalam
sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang memborbardir indera
kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu untuk ditafakuri, lalu
dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak mereka hanya dengungan
yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu yang mengizinkan kita
memahami dunia di sekitar kita [sedikit] lebih baik.
Berkariblah dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan
diri yang luput dari penglihatan dan kesadaran ketika beredar dalam ramai;
dalam sepi kita dapat melihat pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat,
lalu merapat, membentuk bayang jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan
keinginan yang lain. Berkariblah dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang
inspirasi yang tak kita mengerti, atau tak dapat kita tangkapi ketika kita
sibuk berjalan dalam hingar yang pekak. Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih
nyaring terdengar jernih. (Budi Hermawan)”
Majalengka, ini saatnya aku pulang.
Alam yang elok itu kini benar-benar dekat. Gunung dan hijaunya hamparan sawah
kini aku dapat melihatnya. Sejuknya angin menyentuh kulit, kini benar-benar aku
rasakan. Ketenangan jiwa, ketentraman hati ini kembali aku rasakan. Rumah yang
aku rindukan kini akan segera ku datangi. Kerinduan akan kampung halaman kini
telah terobati. Kebisingan dan kepenatan seketika sirna. Walaupun sekejap, hal
ini sungguh ingin aku nikmati saat ini. Pohon-pohon seakan melambai menyambut
saatku tiba disini.
Malam pun mulai datang, bulan pun menyapaku
dengan senyuman. Bintang pun berkumpul riang dilangit malam ini. Langit
menyelimutiku dengan kehangatan. Angin malam seakan berbisik mengucapkan
selamat malam. Kini saatnya aku menutup mata, melepas segala lelah dan mulai
berpetualang di dunia mimpiku.
Selamat pagi matahari, bawalah
keceriaan dan semangat padaku hari ini. Bawalah kekuatan padaku agar aku dapat
menjalani hariku sampai engkau hendak kembali tenggelam. Hari selasa pagi pukul
10.50 WIB, tanggal 24 Februari 2014 bertempat diruang 44 gedung PBI. Pertemuan
minggu ini merupakan pertemuan keempat saya dan teman-teman PBI-C belajar mata
kuliah Writing and Composition 4 bersama Mr. Lala Bumela, M.Pd.
Pada pertemuan minggu lalu Mr. Lala
Bumela, M.Pd meminta kami untuk mengkritik sebuah artikel yang berjudul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” yang ditulis oleh A. Chaedar
Alwasilah. Pada pertemuan minggu ini Mr. Lala Bumela, M.Pd menjelaskan
materi tentang classroom discourse. Materi tersebut merupakan tema dari
critical review yang kami kritik minggu lalu.
Hyland “literacy is something we do”. Menurut Mr. Lala Bumela, M.Pd kata
“do” yang ada dalam kutipan Hyland tersebut dapat diartikan sebagai sesuatu
yang berkaitan dengan religion harmony. Religion harmony tersebut harus
diajarkan dalam classroom discourse. Menurut Mr. Lala Bumela, M.Pd classroom
merupakan “secred site” yang berarti situs suci. Sebagaimana yang kita ketahui
bahwa sebelum seorang mahasiswa bisa melanjutkan pembelajaran disemester
berikutnya, tentunya mahasiswa tersebut harus dapat melewati dan lulus dalam
pembelajaran pada semester sebelumnya.
Kita ketahui bahwa Indonesia
merupakan negara yang kaya akan suku bangsa, budaya, bahasa dan agamanya.
Sebuah lembaga pendidikan multikultural, seharusnya mampu menciptakan rasa
toleransi siswanya dalam ruang belajar siswanya. Classroom discourse erat
hubungannya dengan teks dan konteks. Sesuatu yang disebut dengan teks tidak
hanya sesuatu yang berupa tulisan saja. Konteks merupakan pemahaman yang didapatkan
seorang dalam memahami sebuah teks. Menurut Lethonen teks merupakan
bahan baku dari makna,
yang
mengaktifkan (dan juga memproduksi) sumber daya pembaca kontekstual: linguistik
sumber daya,
konsepsi realitas, nilai, kepercayaan dan sebagainya.
Classroom discourse merupakan
sesuatu yang complicated, hal ini disebabkan social interaction dalam kelas itu
sendiri. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut
hubungan antar individu dengan kelompok dan hubungan kelompok dengan kelompok.
Tanpa adanya interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Menurut Soerjono Soekanto,
proses sosial diartikan sebagai cara-cara hubungan yang dapat dilihat jika
individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem
dan bentuk hubungan sosial. Kelas merupakan sesuatu yang bersifat kompleks. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi dikelas, antara lain:
1. Background
Latar
belakang siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
interaksi didalam kelas. Siswa jelas memiliki latar belakang yang berbeda dikelas
pengalaman yang berbeda, bakat yang berbeda dan tingkat motivasi yang berbeda pula. Mereka memiliki karakteristik
yang berbeda dalam
hal usia, jenis kelamin,
dan status
sosial ekonomi.
2. Communicative
strategies
Komunikasi adalah faktor penting
dalam sebuah interaksi. Strategi komunikasi merupakan merupakan panduan dari
perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan
(Effendy, 2003: 301). Siswa mempunyai starting point yang berbeda-beda dalam
kelas. Perbincangan (talk) seorang siswa dengan siswa lainnya akan menjadi
sebuah proses untuk saling mengenal karakter masing-masing siswa dikelas.
Dallas Burnet dalam bukunya yang berjudul “Techniques for Effective Communication”
menyatakan bahwa tujuan sentral dari kegiatan komunikasi terdiri atas tiga
tujuan utama, yaitu: to secure understanding (komunikan mengerti akan pesan
yang diterimanya), to establish acceptance (penerimaan pesan oleh komunikan),
to motivate action (kegiatan memotivasi).
3. Meaning
making practice
Pengertian siswa terhadap sesuatu
pastilah berbeda-beda, hal tersebut akan mempengaruhi bagaimana seorang siswa
itu bertindak dan bersikap dalam kelas. Siswa memiliki alasan yang berbeda-beda
ketika mereka berada dikelas. Ada yang sungguh-sungguh ingin belajara dan ada
pula yang sekedar duduk dan tidak serius dalam belajar. Ada dua faktor yang
mempengaruhi hal tersebut, yaitu ideology dan value (nilai). Value mempengaruhi
bagaimana sikap siswa dalam kelas, contohnya sikap disiplin siswa.
Classroom discourse (wacana kelas)
merupakan hal penting yang harus dipahami oleh guru atau dosen dalam mengajar
para siswanya disekolah. Setidaknya
ada empat alasan:
1)
Wawasan
yang diperoleh dari analisis wacana kelas telah meningkatkan
saling pemahaman antara guru dan siswa;
2)
Dengan
menganalisis wacana kelas sendiri, guru telah mampu memahami perbedaan
lokal di kelas bicarakan melampaui stereotip atau
generalisasi budaya lainnya;
3)
Ketika
para guru menganalisis wacana di kelas mereka sendiri,
akademik prestasi meningkatkan, dan
4)
Proses
melakukan analisis wacana kelas dapat sendiri menumbuhkan intrinsik
dan cinta seumur hidup untuk praktek mengajar dan umum
meneguhkan potensial hidupnya.
Pola bagaimana guru dan siswa
bergiliran pada bicara, memperkenalkan topik, menggunakan beberapa bahasa dan
bahasa varietas, atau bercerita dengan cara yang berbeda dapat menggambarkan
bagaimana kesalahpahaman antara kelompok sosial yang berbeda dalam kelas
berkembang dan bagaimana mereka dapat diatasi. Ini cara yang berbeda untuk
berbicara mempengaruhi setiap praktek sehari-hari guru. Dengan menargetkan perbedaan spesifik dalam pola wacana,
penelitian ini menjadi lintas budaya komunikasi dalam konteks kelas telah mampu meningkatkan
guru dan siswa saling pengertian dan perbedaan-perbedaan sebagai
sumber daya untuk belajar.
Manfaat pertama mempelajari analisis wacana kelas
adalah untuk memahami secara umum perbedaan komunikasi
antara kelompok-kelompok sosial. Manfaat kedua belajar bagaimana melakukan analisis wacana
kelas (bukan hanya analisis wacana membaca dilakukan oleh orang lain ) adalah bahwa
setelah dilengkapi dengan analisis wacana
metode, guru terbaik terletak untuk mempelajari wacana
lokal dan selalu berubah pola khusus untuk kelas mereka sendiri. Sebagai
sociolinguist Muriel Saville-Troike menunjukkan tentang penelitian
sosiolinguistik, bahwa untuk guru kelas "metode analisis bahkan lebih berlaku dari productnya" (1996, hal. 372, penekanan
ditambahkan). Menerapkan metode ini di kelas sendiri,
mungkin atau mungkin tidak menghasilkan hasil
mirip dengan penelitian sebelumnya. Tapi tak peduli apa,
temuan akan memfasilitasi pembicaraan kelas
dan belajar. Hal ini membawa kita pada alasan ketiga bahwa waktu
yang dihabiskan mempelajari wacana kelas membayar bila guru memahami berbagai
bentuk pembicaraan di kelas, maka hal tersebut dapat meningkatkan prestasi
siswa di sekolah.
Cazden
menemukan bahwa sekali kita mempertimbangkan aspek interaksi belajar seperti topik,
tugas, siapa yang mengajukan pertanyaan, dan
bagaimana mereka berbingkai, siswa lebih mampu memberikan
kontribusi yang berarti tanggapan (Cazden, 1972). Sebagai studi ini semua menunjukkan, hati-hati
mempelajari interaksi di kelas dan menata ulang bicara sesuai dapat menyebabkan lebih
produktif dan inklusif interaksi-interaksi mungkin untuk memberikan
kontribusi untuk keberhasilan
siswa. Dewan bersertifikat guru untuk secara signifikan
mempengaruhi prestasi belajar siswa (Goldhaber
& Anthony, 2004). Sementara prestasi siswa adalah bottom line dalam
pendidikan publik, guru juga perlu didorong untuk melanjutkan kerja keras yang
diperlukan untuk mempertahankan tingkat tinggi
dan keadilan dalam prestasi siswa.
Alasan keempat dan terakhir untuk mempelajari teknik
wacana kelas adalah bahwa berlatih wacana kelas di kelas dapat meningkatkan
pengalaman keseluruhan mengajar, dan membuat kita terlibat secara intrinsik dalam kegiatan profesional
sebagai seorang guru. Sementara kita tidak harus mengabaikan fakta bahwa
prestasi siswa meningkat sering hasil dari
analisis yang cermat dan refleksi yang terlibat dalam
analisis wacana, dalam banyak kasus penelitian guru dan analisis wacana kelas, proses itu
sendiri adalah produk yang berharga. Cerita dan penelitian dari para
guru yang melakukan analisis wacana di kelas mereka sendiri
menunjukkan bahwa analisis wacana kelas dapat menumbuhkan
kecintaan mengajar seumur
hidup.
Belajar tentang perbedaan pola spesifik
wacana antara siswa dan guru, merupakan
alat untuk belajar
memahami pola-pola di kelas sendiri, meningkatkan prestasi siswa,
dan penghargaan pribadi kembali menghadapi-kesenangan intrinsik pengajaran dan
pemecahan masalah dengan mengajar rekan-alasan ini mungkin cukup insentif bagi guru untuk
mempertimbangkan memulai beberapa analisis wacana kelas. Menghargai, dan
memahami apa
yang dikatakan
anak adalah langkah pertama untuk menghargai dan pemahaman
seorang
anak dan pada
gilirannya membantu anak untuk belajar dan
tumbuh dalam
kelas.
Seluruh wacana buku didefinisikan
secara luas sebagai "bahasa digunakan". Dan analisis wacana, adalah studi tentang bagaimana bahasa digunakan
dipengaruhi oleh konteksnya gunakan . Di dalam kelas, konteks dapat berkisar dari
pembicaraan dalam pelajaran, untuk siswa seumur hidup sosialisasi, dengan sejarah lembaga
pendidikan. Wacana analisis kelas
menjadi
analisis wacana
kritis ketika kelas
peneliti
mengambil efek dari konteks variabel tersebut menjadi pertimbangan dalam analisis wacana mereka. Karena, fitur
"wacana" mendefinisikan (bahwa itu adalah "in- use") adalah
fitur yang sebagian orang percaya bukan komponen penting dari bahasa. Sebaliknya, beberapa
ahli bahasa berpendapat bahwa fitur bahasa mendefinisikan adalah kemampuannya
untuk dikontekstualisasikan.
Bagaimana
sebuah kata yang digunakan tergantung pada konteks. Dalam buku ini, yang paling
jelas, “The Classroom” adalah konteks utama dan paling jelas untuk wacana kita
akan memeriksa. Namun, "konteks" untuk analisis wacana kelas juga
meluas di
luar kelas, dan dalam komponen yang berbeda dari bicara kelas, untuk mencakup
konteks yang mempengaruhi apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu ditafsirkan
dalam kelas. Konteks dapat dibatasi oleh batas-batas yang sesuai
fisik bahasa di rumah mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai di sekolah,
tetapi konteks juga dapat dibatasi oleh batas-batas fisik tidak, tetapi oleh batas-batas yang sesuai wacana
bahasa dalam pelajaran mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai setelah
pelajaran berakhir (bahkan sambil duduk di meja yang sama).
Banyak
bentuk wacana memiliki arti yang berbeda jika terjadi di kelas dari pada mereka terjadi di luar kelas.
Kelas penelitian di berbagai situasi telah menunjukkan bahwa interaksi kelas
secara dramatis constrains apa jenis bahasa dan keaksaraan peristiwa didorong
atau dibiarkan (McGroarty, 1996), sedangkan wacana di luar konteks kelas memiliki
lebih luas berbagai kemungkinan yang dapat diterima dan produktif. Shirley
Brice Heath (1983) mendokumentasikan bagaimana sosialisasi tertentu pemecahan masalah dapat mempengaruhi prestasi belajar
siswa di sekolah. Perubahan dalam konteks kelas merubah
pengalaman
siswa sekolah, meningkatkan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dan mendorong
mereka berhasil
didalam
kelas (Heath, 1983).
Analisis wacana
kelas
bisa menjadi diparafrasekan sebagai "melihat bahasa digunakan
dalam konteks kelas (dengan pemahaman bahwa
konteks ini dipengaruhi pula oleh beberapa konteks sosial di luar dan
dalam kelas)
untuk memahami bagaimana konteks dan bicara yang mempengaruhi satu sama lain. Untuk tujuan meningkatkan interaksi kelas masa depan dan
positif mempengaruhi hasil sosial dalam konteks di luar kelas memperkenalkan komponen
"penting" untuk analisis wacana kelas setelah kita lebih menyadari bagaimana konteks
mempengaruhi wacana, kita bisa bekerja untuk mengubah fitur-fitur dari
pembicaraan bahwa dapat menghambat partisipasi
penuh bagi semua siswa .
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia yang multicultural,
wacana kelas sangat penting bagi guru maupun siswanya. Karena dengan memahami
wacana kelas kita dapat memahami
secara umum perbedaan komunikasi antara kelompok-kelompok sosial.
Dengan memahami wacana kelas, guru atau dosen dapat menyesuaikan strategi
komunikasi guru dengan siswa yang yang mempunyai latar belakang yang
berbeda-beda, dengan begitu proses pembelajaran guru dan siswa didalam kelas
dapat diterima dan dipahami oleh siswanya di kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic