We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 03 Maret 2014

INTERAKSI KELAS MULTIKULTURAL


CLASS REVIEW 4




“Menulis, kini akan kubuat sebuah cerita kecil untuk diketahui oleh seluruh dunia. Wahai tongkat inspirasiku bawalah aku menuju dunia imajinasiku. Ku pejamkan seketika mataku, ku telusuri setiap celah-celah dunia dalam pikiranku, menyelami jutaan memori dalam ingatanku. Jari ini mulai membawaku pergi ke sebuah dunia yang dapat aku lukis sendiri, sebuah dunia yang penuh dengan abjad-abjad yang saling perpegang erat membentuk sebuah makna.” (Rini Andriani)
Mr. Lala Bumela, M.Pd’s lecturer said “Berkariblah dengan sepi, sebab dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah dicari. Dalam sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang memborbardir indera kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu untuk ditafakuri, lalu dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak mereka hanya dengungan yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu yang mengizinkan kita memahami dunia di sekitar kita [sedikit] lebih baik. Berkariblah dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan dan kesadaran ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan keinginan yang lain. Berkariblah dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti, atau tak dapat kita tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang pekak. Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih. (Budi Hermawan)
Majalengka, ini saatnya aku pulang. Alam yang elok itu kini benar-benar dekat. Gunung dan hijaunya hamparan sawah kini aku dapat melihatnya. Sejuknya angin menyentuh kulit, kini benar-benar aku rasakan. Ketenangan jiwa, ketentraman hati ini kembali aku rasakan. Rumah yang aku rindukan kini akan segera ku datangi. Kerinduan akan kampung halaman kini telah terobati. Kebisingan dan kepenatan seketika sirna. Walaupun sekejap, hal ini sungguh ingin aku nikmati saat ini. Pohon-pohon seakan melambai menyambut saatku tiba disini.
Malam pun mulai datang, bulan pun menyapaku dengan senyuman. Bintang pun berkumpul riang dilangit malam ini. Langit menyelimutiku dengan kehangatan. Angin malam seakan berbisik mengucapkan selamat malam. Kini saatnya aku menutup mata, melepas segala lelah dan mulai berpetualang di dunia mimpiku.
Selamat pagi matahari, bawalah keceriaan dan semangat padaku hari ini. Bawalah kekuatan padaku agar aku dapat menjalani hariku sampai engkau hendak kembali tenggelam. Hari selasa pagi pukul 10.50 WIB, tanggal 24 Februari 2014 bertempat diruang 44 gedung PBI. Pertemuan minggu ini merupakan pertemuan keempat saya dan teman-teman PBI-C belajar mata kuliah Writing and Composition 4 bersama Mr. Lala Bumela, M.Pd.
Pada pertemuan minggu lalu Mr. Lala Bumela, M.Pd meminta kami untuk mengkritik sebuah artikel yang berjudul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony” yang ditulis oleh A. Chaedar Alwasilah. Pada pertemuan minggu ini Mr. Lala Bumela, M.Pd menjelaskan materi tentang classroom discourse. Materi tersebut merupakan tema dari critical review yang kami kritik minggu lalu.
Hyland “literacy is something we do”. Menurut Mr. Lala Bumela, M.Pd kata “do” yang ada dalam kutipan Hyland tersebut dapat diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan religion harmony. Religion harmony tersebut harus diajarkan dalam classroom discourse. Menurut Mr. Lala Bumela, M.Pd classroom merupakan “secred site” yang berarti situs suci. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sebelum seorang mahasiswa bisa melanjutkan pembelajaran disemester berikutnya, tentunya mahasiswa tersebut harus dapat melewati dan lulus dalam pembelajaran pada semester sebelumnya.
Kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku bangsa, budaya, bahasa dan agamanya. Sebuah lembaga pendidikan multikultural, seharusnya mampu menciptakan rasa toleransi siswanya dalam ruang belajar siswanya. Classroom discourse erat hubungannya dengan teks dan konteks. Sesuatu yang disebut dengan teks tidak hanya sesuatu yang berupa tulisan saja. Konteks merupakan pemahaman yang didapatkan seorang dalam memahami sebuah teks. Menurut Lethonen teks merupakan bahan baku dari makna, yang mengaktifkan (dan juga memproduksi) sumber daya pembaca kontekstual: linguistik sumber daya, konsepsi realitas, nilai, kepercayaan dan sebagainya.
Classroom discourse merupakan sesuatu yang complicated, hal ini disebabkan social interaction dalam kelas itu sendiri. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antar individu dengan kelompok dan hubungan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.  Menurut Soerjono Soekanto, proses sosial diartikan sebagai cara-cara hubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial. Kelas merupakan sesuatu yang bersifat kompleks. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi dikelas, antara lain:
1.      Background
Latar belakang siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi didalam kelas. Siswa jelas memiliki latar belakang yang berbeda dikelas pengalaman yang berbeda, bakat yang berbeda dan tingkat motivasi yang berbeda pula. Mereka memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal usia, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi.

2.      Communicative strategies
Komunikasi adalah faktor penting dalam sebuah interaksi. Strategi komunikasi merupakan merupakan panduan dari perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan (Effendy, 2003: 301). Siswa mempunyai starting point yang berbeda-beda dalam kelas. Perbincangan (talk) seorang siswa dengan siswa lainnya akan menjadi sebuah proses untuk saling mengenal karakter masing-masing siswa dikelas. Dallas Burnet dalam bukunya yang berjudul “Techniques for Effective Communication” menyatakan bahwa tujuan sentral dari kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu: to secure understanding (komunikan mengerti akan pesan yang diterimanya), to establish acceptance (penerimaan pesan oleh komunikan), to motivate action (kegiatan memotivasi).
3.      Meaning making practice
Pengertian siswa terhadap sesuatu pastilah berbeda-beda, hal tersebut akan mempengaruhi bagaimana seorang siswa itu bertindak dan bersikap dalam kelas. Siswa memiliki alasan yang berbeda-beda ketika mereka berada dikelas. Ada yang sungguh-sungguh ingin belajara dan ada pula yang sekedar duduk dan tidak serius dalam belajar. Ada dua faktor yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu ideology dan value (nilai). Value mempengaruhi bagaimana sikap siswa dalam kelas, contohnya sikap disiplin siswa.
Classroom discourse (wacana kelas) merupakan hal penting yang harus dipahami oleh guru atau dosen dalam mengajar para siswanya disekolah. Setidaknya ada empat alasan:
1)      Wawasan yang diperoleh dari analisis wacana kelas telah meningkatkan saling  pemahaman antara guru dan siswa;
2)      Dengan menganalisis wacana kelas sendiri, guru telah mampu  memahami perbedaan lokal di kelas bicarakan melampaui stereotip atau generalisasi budaya lainnya;
3)      Ketika para guru menganalisis wacana di kelas mereka sendiri, akademik prestasi meningkatkan, dan
4)      Proses melakukan analisis wacana kelas dapat sendiri menumbuhkan intrinsik dan cinta seumur hidup untuk praktek mengajar dan umum meneguhkan potensial hidupnya.
Pola bagaimana guru dan siswa bergiliran pada bicara, memperkenalkan topik, menggunakan beberapa bahasa dan bahasa varietas, atau bercerita dengan cara yang berbeda dapat menggambarkan bagaimana kesalahpahaman antara kelompok sosial yang berbeda dalam kelas berkembang dan bagaimana mereka dapat diatasi. Ini cara yang berbeda untuk berbicara mempengaruhi setiap praktek sehari-hari guru. Dengan menargetkan perbedaan spesifik dalam pola wacana, penelitian ini menjadi lintas budaya komunikasi dalam konteks kelas telah mampu meningkatkan guru dan siswa saling pengertian dan perbedaan-perbedaan sebagai sumber daya untuk belajar.
Manfaat pertama mempelajari analisis wacana kelas adalah untuk memahami secara umum perbedaan komunikasi antara kelompok-kelompok sosial. Manfaat kedua belajar bagaimana melakukan analisis wacana kelas (bukan hanya analisis wacana membaca dilakukan oleh orang lain ) adalah bahwa setelah dilengkapi dengan analisis wacana metode, guru terbaik terletak untuk mempelajari wacana lokal dan selalu berubah pola khusus untuk kelas mereka sendiri. Sebagai sociolinguist Muriel Saville-Troike menunjukkan tentang penelitian sosiolinguistik, bahwa untuk guru kelas "metode analisis bahkan lebih berlaku dari productnya" (1996, hal. 372, penekanan ditambahkan). Menerapkan metode ini di kelas sendiri, mungkin atau mungkin tidak menghasilkan hasil mirip dengan penelitian sebelumnya. Tapi tak peduli apa, temuan akan memfasilitasi pembicaraan kelas dan belajar.  Hal ini membawa kita pada alasan ketiga bahwa waktu yang dihabiskan mempelajari wacana kelas membayar bila guru memahami berbagai bentuk pembicaraan di kelas, maka hal tersebut dapat meningkatkan prestasi siswa di  sekolah.
Cazden menemukan bahwa sekali kita mempertimbangkan aspek  interaksi belajar seperti topik, tugas, siapa yang mengajukan pertanyaan, dan bagaimana mereka berbingkai, siswa lebih mampu memberikan kontribusi yang berarti tanggapan (Cazden, 1972). Sebagai studi ini semua menunjukkan, hati-hati mempelajari interaksi di kelas dan menata ulang bicara sesuai dapat menyebabkan lebih produktif dan inklusif interaksi-interaksi mungkin untuk memberikan kontribusi untuk keberhasilan siswa. Dewan bersertifikat guru untuk secara signifikan mempengaruhi prestasi belajar siswa (Goldhaber & Anthony, 2004). Sementara prestasi siswa adalah bottom line dalam pendidikan publik, guru juga perlu didorong untuk melanjutkan kerja keras yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat tinggi dan keadilan dalam prestasi siswa.
Alasan keempat dan terakhir untuk mempelajari teknik wacana kelas adalah bahwa berlatih wacana kelas di kelas dapat meningkatkan pengalaman keseluruhan mengajar, dan membuat kita terlibat secara intrinsik dalam kegiatan profesional sebagai seorang guru. Sementara kita tidak harus mengabaikan fakta bahwa prestasi siswa meningkat sering hasil dari analisis yang cermat dan refleksi yang terlibat dalam analisis wacana, dalam banyak kasus penelitian guru dan analisis wacana kelas, proses itu sendiri adalah produk yang berharga. Cerita dan penelitian dari para guru yang melakukan analisis wacana di kelas mereka sendiri menunjukkan bahwa analisis wacana kelas dapat menumbuhkan kecintaan mengajar seumur hidup.
Belajar tentang perbedaan pola spesifik wacana antara siswa dan guru, merupakan alat untuk belajar memahami pola-pola di kelas sendiri, meningkatkan prestasi siswa, dan penghargaan pribadi kembali menghadapi-kesenangan intrinsik pengajaran dan pemecahan masalah dengan mengajar rekan-alasan ini mungkin cukup insentif bagi guru untuk mempertimbangkan memulai beberapa analisis wacana kelas. Menghargai, dan memahami apa yang dikatakan anak adalah langkah pertama untuk menghargai dan pemahaman seorang anak dan pada gilirannya membantu anak untuk belajar dan tumbuh dalam kelas.
Seluruh wacana buku didefinisikan secara luas sebagai "bahasa digunakan". Dan analisis wacana, adalah studi tentang bagaimana bahasa digunakan dipengaruhi oleh konteksnya gunakan . Di dalam kelas, konteks dapat berkisar dari pembicaraan dalam pelajaran, untuk siswa seumur hidup sosialisasi, dengan sejarah lembaga pendidikan. Wacana analisis kelas menjadi analisis wacana kritis ketika kelas peneliti mengambil efek dari konteks variabel tersebut menjadi pertimbangan dalam analisis wacana mereka. Karena, fitur "wacana" mendefinisikan (bahwa itu adalah "in- use") adalah fitur yang sebagian orang percaya bukan komponen penting dari bahasa. Sebaliknya, beberapa ahli bahasa berpendapat bahwa fitur bahasa mendefinisikan adalah kemampuannya untuk dikontekstualisasikan.
Bagaimana sebuah kata yang digunakan tergantung pada konteks. Dalam buku ini, yang paling jelas, “The Classroom” adalah konteks utama dan paling jelas untuk wacana kita akan memeriksa. Namun, "konteks" untuk analisis wacana kelas juga meluas  di luar kelas, dan dalam komponen yang berbeda dari bicara kelas, untuk mencakup konteks yang mempengaruhi apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu ditafsirkan dalam kelas. Konteks dapat  dibatasi oleh batas-batas yang sesuai fisik bahasa di rumah mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai di sekolah, tetapi konteks juga dapat dibatasi oleh batas-batas fisik tidak,  tetapi oleh batas-batas yang sesuai wacana bahasa dalam pelajaran mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai setelah pelajaran berakhir (bahkan sambil duduk di meja yang sama).
Banyak bentuk wacana memiliki arti yang berbeda jika terjadi di  kelas dari pada mereka terjadi di luar kelas. Kelas penelitian di berbagai situasi telah menunjukkan bahwa interaksi kelas secara dramatis constrains apa jenis bahasa dan keaksaraan peristiwa didorong atau dibiarkan (McGroarty, 1996), sedangkan wacana di luar konteks kelas memiliki lebih luas berbagai kemungkinan yang dapat diterima dan produktif. Shirley Brice Heath (1983) mendokumentasikan bagaimana sosialisasi tertentu pemecahan masalah dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah. Perubahan dalam konteks kelas merubah pengalaman siswa sekolah, meningkatkan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dan mendorong mereka berhasil didalam kelas (Heath, 1983).
Analisis wacana kelas bisa menjadi diparafrasekan sebagai "melihat bahasa digunakan dalam konteks kelas (dengan pemahaman bahwa konteks ini dipengaruhi pula oleh beberapa konteks sosial di luar dan dalam kelas) untuk memahami bagaimana konteks dan bicara yang mempengaruhi satu sama lain. Untuk tujuan meningkatkan interaksi kelas masa depan dan positif mempengaruhi hasil sosial dalam konteks di luar kelas memperkenalkan komponen "penting" untuk analisis wacana kelas setelah kita lebih menyadari bagaimana konteks mempengaruhi wacana, kita bisa bekerja untuk mengubah fitur-fitur dari pembicaraan bahwa dapat menghambat partisipasi penuh bagi semua siswa .
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia yang multicultural, wacana kelas sangat penting bagi guru maupun siswanya. Karena dengan memahami wacana kelas kita dapat memahami secara umum perbedaan komunikasi antara kelompok-kelompok sosial. Dengan memahami wacana kelas, guru atau dosen dapat menyesuaikan strategi komunikasi guru dengan siswa yang yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, dengan begitu proses pembelajaran guru dan siswa didalam kelas dapat diterima dan dipahami oleh siswanya di kelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic