4th
class review
Pertemuan pada hari minggu ke – empat dilaksanakan pada hari selasa
tepatnya pada tanggal 25 Februari 2014. Dalam pertemuan yang terjadi pada
minggu ini tanpa adanya halangan seperti yang telah terjadi pada minggu lalu
yang mengakibatkan sehingga di undurnya pertemuan dalam kelas.
Dalam pertemuan minggu kemarin, Mr. Lala Bumela membahas mengenai
Classroom Discourse to Foster Religious Harmony yang merupakan bagian dari
tugas critical review kami yang pertama.
Dalam slide yang diberikan oleh Mr. Lala Bumela pada minggu lalu,
terdapat kalimat “literacy is something we do” yang dikutip dari Ken Hyland.
Literasi, pada kenyataanya kebanyakan belum dikaitkan dengan religious harmony.
Mr. Lala Bumela mengatakan bahwa, classroom discourse adalah
“sacred situs”. Mengapa demikian? Karena sebuah komunikasi yang berjalan dalam
suatu kelas merupakan suatu kegiatan rahasia yang dimana yang melakukan
aktivitas tersebut hanyalah dalam kelompok tersebut yang ada didalamnya seperti
contohnya suatu komunikasi yang dilakukan dalam blog yang kami buat dan itulah
mengapa disebut juga dengan situs suci karena komunikasi yang dilakukan adalah
dalam hubungan internet yang berkaitan dengan situs.
Classroom discourse merupakan salah satu macam atau cara untuk
mengaplikasikan ilmu bahasa (dalam hal ini adalah kemampuan berkomunikasi)
dalam situasi yang kondusif. Istilah classroom discourse berkenaan dengan
komunikasi bahasa antara guru dan murid yang digunakan untuk saling berkomunikasi
dengan satu sama lain dalam ruang kelas.
Classroom discourse dikatakan sangat complicated atau crucial,
karena dalam pembahasan tersebut begitu susah dimengerti antara yang satu
dengan yang lainnya. Dalam classroom discourse akan selalu terjadi interaksi
yang menghubungkan kita dengan orang lain yaitu dengan cara berinteraksi. Namun
pada saat seseorang menjalankan untuk sekedar menyapa ataupun berinteraksi, ada
kalanya pada saat interaksi itu berlangsung mengalami ketidaknyambungan atau
ketidakcocokkan yang dipengaruhi oleh :
1.
Background: ekonomi dan pendidikan,
2.
Communication strategis, cara berkomunikasi yang juga dipengaruhi
oleh background, dan
3.
Meaning: making practices – ideology – value.
Dalam buku “Classroom Discourse Analysis” Betsy Rymes yang Mr. Lala Bumela berikan
soft copynya pada minggu lalu disitu tertulis bahwa ‘pola bagaimana guru dan siswa
berkomunikasi berbicara, memperkenalkan topik atau bercerita dengan cara yang
berbeda dapat menggambarkan bagaimana kesalahpahaman antara kelompok sosial
yang berada dalam kelas, dan bagaimana cara mereka mengatasinya.’ Kelompok ini merupakan wadah
apabila suatu pekerjaan ingin cepat tercapai
maka diperlukan kerja sama dengan anggota kelompok juga. Seperti yang
diungkapkan oleh ‘Rubin’ tahun 2009
‘’this concept of peer interaction is a critical component in social
development theory’’. Konsep interaksi dalam uatu kelompok adalah salah satu
cara untuk membangun kerja sama yang baik karena dengan kita berinteraksi
antara satu dengan yang lainnya akan membuat suatu keharmonisan tersendiri dan
dapat menyatukan sebuah perbedan yang bergejolak dalam kelompok tersebut. Dalam
artian maksud bahwa ketika kita berada dalam kelas, kita harusnya saling
mengenal dan saling tahu satu sama lain.
Salah satu manfaat dari mempelajari classroom
discourse adalah untuk memahami secara umum perbedaan komunikasi kelompok –
kelompok sosial yang lainnya. Belajar tentang perbedaan spesifik antara siswa
dan guru dalam classroom discourse dapat memahami keadaan dalam kelas sendiri,
dan ketika komunikasi tersebut berjalan dengan baik maka hal terseut dapat
mempengaruhi tingkat prestasi siswa.
Classroom to foster religious harmony adalah
salah satu bentuk kegiatan komunikasi dalam kelas yang dilakukan dalam sebuah
kelompok. Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan
suatu keharusan agar terjadi hubungan yang harmonis antara pengajar dengan
pesrta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar ini
sangat tergantung dari kedua belah
pihak. Akan tetapi karena pengajar yang memegang kendali kelas maka tanggung
jawab terjadinya komunikasi dalam kelas yang efektif terletak pada tangan
pengajarnya itu sendiri. Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab
tersebut dipengarhi oleh keterampilannya dalam melakukan komunikasi itu sendiri.
KESIMPULAN :
Dalam rangka membangun classroom discourse
yang harmonis diperlukan kerja sama yang baik. Karena dengan berkomunikasi dan
bekerja sama maka hal tersebut akan membantu perkembangan peserta didik dalam mencapai
sebuah prestasinya. Kita harus bisa memahami masing – masing karakteristik dan
sifat teman kita dan menjadikan mereka sebagai patner dalam kemajuan kita ke
depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic