We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Selasa, 18 Maret 2014

IDEOLOGI: MOTIVATOR LITERASI

Class Review 6

Selasa, 11 Maret 2014.  Hari itu merupakan hari dimana saya dan teman-teman seperjuangan saya mengikuti pertemuan keenam dalam mata kuliah yang mengharuskan pena ini menari-nari diatas lembaran-lembaran putih dan otak ini berpikir lebih keras untuk mencari dan menemukan ide-ide brilian yang akan dituliskan dengan indah diatas lembaran-lembaran putih tersebut.  Itu adalah writing.  Tentunya dengna dosen yang selalu membimbing kam dan mentransferkan ilmunya.  Beliau adalah Mr.Lala Bumela, M.Pd. 
Pada pertemuan keenam ini diawali dengan sebuah quote of the day, yaitu:
Katanya, tugas mereka yang tercerahkan--kaum literat--adalah meneroka ceruk- ceruk 'baru' tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari 'suara-suara penuh kuasa' di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan--literat; mereka baru pada fase awal; peniru.
Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak benar", tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan".  Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita sedikit ketahui.
Dari quote tersebut, kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwasanya kita masih dalam tahap meniru.  Hal ini merupakan fase awal dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.  Setelah melewati tahap meniru, tahap selanjutnya yaitu menemukan.  Pada tahap ini yaitu kita menemukan hal-hal baru atau pengetahuan baru yang sebelumnya belum kita ketahui, contohnya yaitu selama perkuliahan writing ini banyak pengetahuan baru yang sebelumnya belum saya ketahui, seperti literasi, classroom discourse, fakta-fakta mengenai Columbus, dan sebagainya.  Hal itulah yang disebut dengan meneroka ceruk-ceruk baru.  Setelah melewati dua tahap tersebut, yaitu meniru dan menemukan.  Tahap yang terakhir yaitu menciptakan.  Dalam hal ini tentunya kita menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru dari kedua tahapan sebelumnya, yaitu meniru dan menemukan.  Dari kedua tahapan itulah kita bisa menciptakan sesuatu hal yang baru, yaitu pengetahuan.  Dari ketiga tahapan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: emulate à discover à createMr.Lala menyebut ketiga tahapan tersebut dengan Ayat Utama.     
Dalam kaitannya dengan meneroka ceruk-ceruk baru, pada zaman Columbus, tujuan utama dia diperintahkan yaitu untuk mencari India.  Kenapa harus ke India?  Alasan dia diperintahkan ke India yaitu karena teknologinya.  Pada zaman itu, teknologi India berkembang pesat.  Hingga kini, perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi (IT) terus mengalami perkembangan.  Tepatnya pada hari Rabu, 22 Oktober 2008, banyak pakar teknologi memandangi langit India yang cerah, sekedar untuk menyaksikan momen bersejarah, India menjelajah bulan dengan mengirimkan Chandrayaan-1maiden moon spacecraft India.  Salah satu roket tersukses India PSLV C-11 diluncurkan pagi itu 6:22 AM dari the Satish Dhawan Space untuk membawa wahana Chandrayaan-1. Dengan PSLV C-11, Chandrayaan-1 yang memiliki bobot 1,380 Kg telah sukses ditempatkan di orbit transfer, wahana luar angkasa India ini membawa 11 perangkat, yang 5 diantaranya di desain dan dikembangkan di India sendiri, 3 dari European Space Agency, 1 dari Bulgaria, dan yang 2 buah dari USA, perangkat-perangkat ini akan digunakan untuk mengeksplorasi bulan dalam 2 tahun ke depan.  Hal ini bahkan muncul kekhawatiran di Amerika Serikat karena perkembangan penguasaan information and communication technology (ICT) India yang luar biasa.
Contoh lainnya dalam meneroka ceruk-ceruk baru yaitu dalam sebuah pepatah mengatakan "Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina".  Pepatah tersebut juga merupakan sebuah hadis, meskipun yang lemah derajatnya.  Mengapa negeri berjuluk tirai bambu dalam hadis tersebut dijadikan target menuntut ilmu?
Dalam hal ini, ternyata ada sejumlah alasan kuat kenapa Cina diposisikan sebagai negara tujuan menuntut ilmu, diantaranya:  jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi.  Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.  Dalam dunia perdagangan, penduduk Cina dikenal sebagai masyarakat yang sangat pandai.  Oleh karena itu, di beberapa negara di dunia, penduduk Cina turut meramaikan perekonomian sebuah negara dan Kota Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina.
Tak bisa dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri tirai bambu ini.  Beberapa contohnya, antara lain ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu.  Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum 500 M.
Menurut Fowler (1996: 10): "Seperti sejarawan linguistik kritis bertujuan untuk memahami nilai-nilai yang mendukung formasi sosial, ekonomi, dan politik, dan diakronis, perubahan nilai dan perubahan formasi”.  Dalam hal ini, perubahan nilai atau value banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat.  Contohnya yaitu mahasiswa yang terlambat masuk ke dalam kelas tanpa mengucapkan salam dan langsung pergi duduk.  Maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa tersebut tidak memiliki value yang baik.  Berdasarkan contoh tersebut, maka pengertian value itu sendiri yaitu menurut Fraenkel (1977: 6), adalah ide atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh seseorang, biasanya mengacu pada estetika (keindahan), etika, pola perilaku, logika benar salah, dan keadilan. 
Pandangan Halliday pada pokok pikiran bahwa wacana hakikatnya adalah praktik ideologi. Dalam pandangan kritis, wacana dipandang sebagai praktik ideologi, atau pencerminan dari ideologi tertentu.  Ideologi yang berada di balik penghasil teksnya akan selalu mewarnai bentuk wacana tertentu.  Penghasil teks yang berideologi liberalisme atau sosialisme tentu  akan menghasilkan wacana yang memiliki karakter sendiri.  Hal itu semakin diperkuat dan dieksplisitkan dengan pernyataan Fowler (1996) bahwa ideologi itu terdapat dimana-mana di setiap teks tunggal, baik itu lisan, tertulis, audio, visual atau kombinasi dari semua itu.  Oleh karena itu, membaca dan menulis yang didalamnya tentu terdapat teks dan wacana selalu termotivasi secara ideologis. 
Hubungannya dengan ideologi, V.N. Voloshinov (Eagleton, 1991), seorang filsuf Soviet yang banyak berkutat dalam bidang filsafat bahasa.  Beliau dianggap sebagai tokoh yang pertama kali mengkaji ideologi dari aspek linguistik.  Voloshinov melihat ideologi sebagai hasil dari internalisasi kata-kata yang termuat dalam bahasa.  Bahasa-bahasa yang ada merupakan ranah dari ideologi itu sendiri.  Voloshinov mendefinisikan ideologi sebagai perjuangan dari kepentingan sosial yang bertentangan pada tingkatan tanda.
Halliday juga berpendapat pada pokok pikiran bahwa wacana hakikatnya adalah pertarungan kekuasaan.  Dalam paradigma kritis, setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan, atau apapun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan.  Wacana sesepele apa pun adalah bentuk pertarungan kekuasaan itu.  Dengan demikian, setiap analisis wacana selalu dikaitkan dengan dimensi-dimensi kuasa itu.  Hal itu semakin ditegaskan dan dieksplisitkan oleh Fairclough (1989; 1992; 1995; 2000) dan Lehtonen (2000), yakni produksi teks tidak pernah netral.  selain itu, dieksplisitkan juga oleh alwasilah (2001; 2012), yakni literasi tidak pernah netral.
Berbicara mengenai menulis, menulis di perguruan tinggi sering mengambil bentuk persuasi.  Maksudnya yaitu meyakinkan orang lain atau pembaca bahwa kita memiliki sesuatu hal yang menarik, sudut pandang logika pada subjek yang kita pelajari.  Pengertian dari persuasi itu sendiri adalah keterampilan kita berlatih secara teratur dalam kehidupan sehari-hari.  Dalam hal ini, setiap hal yang kita lakukan yaitu mengandung persuasi. 
Pengertian lain dari persuasi yaitu suatu bentuk tulisan yang bertujuan untuk membujuk pembaca agar mau berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan penulisnya.  Agar tujuannya dapat tercapai, maka penulis harus mampu mengemukakan pembuktian dengan data dan fakta.  Contohnya yaitu masyarakat Hindu di Bali mempunyai upacara kematian yang sangat unik dan mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan.  Ritual unik ini disebut dengan ngaben.  Ngaben adalah ritual pembakaran mayat sebagai simbol penyucian roh orang yang sudah meninggal.  Namun, karena dalam pelaksanaannya membutuhkan berbagai perlengkapan dengan biaya yang cukup besar, maka tidak semua orang telah meninggal bisa langsung diaben.  Mayat yang belum diaben biasanya akan dikubur terlebih dahulu hingga menunggu perlengkapan ngaben telah siap.  Jika ingin melihat ritual yang sangat unik ini, tidak ada salahnya kita berkunjung ke Provinsi Bali, karena upacara ngaben dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat Hindu di Bali.   
Di perguruan tinggi, tugas perkuliahan sering meminta kita untuk membuat kasus persuasif secara tertulis.  Contohnya yaitu dalam mata kuliah writing.  Dalam mata kuliah ini, kita harus bisa meyakinkan pembaca bahwa tulisan kita memiliki suatu hal yang menarik.  Kita akan diminta untuk meyakinkan pembaca dari sudut pandang kita.  Bentuk persuasi, sering disebut argumen akademis, mengikuti pola diprediksi secara tertulis.  Setelah pengenalan singkat dari topik kita, kita menyatakan sudut pandang pada topik secara langsung dan sering dalam satu kalimat.  Kalimat ini adalah thesis statement.  Fungsinya sebagai ringkasan dari argumen yang akan kita buat di sisa paper kita.  Tesis esai adalah ide utamanya.  Thesis statement dari esai adalah pernyataan satu atau dua kalimat yang mengungkapkan gagasan utama.  Thesis statement mengidentifikasi topik penulis dan pendapat penulis sekitar topik tersebut.
Thesis statement memiliki dua fungsi, yaitu:
1)      Penulis menciptakan tesis untuk fokus subjek esai.
2)      Kehadiran thesis statement yang baik membantu pemahaman pembaca.
Dibawah ini adalah beberapa hal mengenai thesis statement, diantaranya:
·    Memberitahu pembaca bagaimana kita akan menafsirkan pentingnya materi pelajaran yang sedang dibahas.
·      Merupakan peta jalan untuk kertas, dengan kata lain, ia memberitahu pembaca apa yang diharapkan dari sisa paper.
·      Langsung menjawab pertanyaan yang diminta dari kita.  Tesis merupakan interpretasi dari pertanyaan atau subjek, bukan subjek itu sendiri.  Subjek atau topik, dari sebuah esai mungkin Perang Dunia II atau Moby Dick, maka tesis harus menawarkan cara untuk memahami perang atau novel.
·         Membuat klaim bahwa orang lain mungkin membantah.
·      Biasanya satu kalimat di suatu tempat di paragraf pertama kita yang menyajikan argumen kita kepada pembaca. Sisa paper, tubuh esai, mengumpulkan dan mengatur bukti yang akan membujuk pembaca logika penafsiran kita.
Tesis adalah hasil dari proses berpikir yang panjang.  Sebelum kita mengembangkan argumen tentang topik apa saja, kita harus mengumpulkan dan mengatur bukti, mencari kemungkinan hubungan antara fakta yang diketahui (seperti kontras mengejutkan atau kesamaan), dan berpikir tentang pentingnya hubungan ini.
            Dibawah ini adalah self assessment procedure terhadap tulisan yang kita buat, diantaranya:
a)      Apakah tesis saya lulus "so what?" Test? Jika respon pembaca pertama adalah, "Jadi apa?" Maka kita perlu menjelaskan untuk menjalin hubungan atau menghubungkan ke masalah yang lebih besar.
b)      Apakah esai saya mendukung tesis saya secara khusus dan tanpa berkeliaran? Jika tesis kita dan tubuh esai kita tampaknya tidak pergi bersama-sama, salah satu dari mereka harus berubah.  Hal ini untuk mengubah tesis kita bekerja untuk mencerminkan hal-hal yang sudah tahu dalam rangka penulisan makalah kita.  Perlu diingat, selalu meninjau kembali dan merevisi tulisan kita yang diperlukan.
c)      Apakah tesis saya lulus how and why?” test? Jika respon pembaca pertama adalah "bagaimana?" atau "mengapa?" Tesis kita mungkin terlalu terbuka dan kurang bimbingan bagi pembaca.  Dalam hal ini perhatikan apa yang dapat kita tambahkan untuk memberikan pembaca lebih baik dan benar pada posisi kita dari awal.
Dari pembahasan ini, maka dapat disimpulkan bahwa ideologi selalu memotivasi dalam hal membaca dan menulis yang didalamnya tentu terdapat teks dan wacana.  Dalam pandangan kritis, wacana dipandang sebagai praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.  Sifat dari ideologi itu omnipresent atau terdapat dimana-dimana dalam setiap teks tunggal, baik itu lisan, tertulis, audio, visual, atau kombinasi dari semua itu.  Selain ideologi, membaca dan menulis (literasi) tidak pernah netral.  Dalam kaitannya dengan literasi, menulis di perguruan tinggi sering mengambil bentuk persuasi.  Dalam hal ini maksudnya yaitu meyakinkan orang lain atau pembaca bahwa kita memiliki sesuatu hal yang menarik, sudut pandang logika pada subjek yang kita pelajari.  Tanpa kita sadari, dalam kehidupan sehari-hari setiap hal yang kita lakukan yaitu mengandung persuasi. 

Referensi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic