We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Selasa, 18 Maret 2014

ANALISIS TEKS DISCOURSE

-6th Class Review-
 

Hening…
puluhan pasang mata tunduk dengan sosok kokoh, sosok intelektual yang selalu merangsang jari-jemari kita untuk mengukir paradigma baru, mengukir sejarah baru. Saat ideologi berteman dengan perspektif yang berbeda, saat ideologi terkontaminasi dengan dogma-dogma ilmiah dan saat itulah penyucian ideologi di lakukan. Bahkan semuanya terlihat begitu nyata ketika semua ideologi kita berkumpul dalam ruang kelas, sosok itu adalah Mr. Lala Bumela yang mampu mengaktifkan berbagai ideologi. Kini, di tanggal 11 Maret 2014 Mr. Lala Bumela kembali menebarkan risalahnya dengan tema yang mengaitkan “Analysis wacana dengan ideology”.

            Menulis, seperti yang kita lihat memang tak mudah untuk dilakukan. Perlu adanya wawasan dan pemahaman yang mumpuni. Ini seperti yang kita lihat dalam kondisi kelas kita, penganalisisan dalam mencapai asas pemahaman memang belum berada pada level of relevance. Kita masih belum mampu untuk mengaitkan “menulis discourse” dengan aspek lainnya, yang menjadi pembahasan. Jika kita ingat apa yang terjadi dengan tulisan kita minggu lalu, tentunya hal tersebut menjadi tolak ukur untuk kedepan dengan tidak lagi mengulangi hal yang sama dalam memahami sejarah Christopher Colombus. Kita terjebak dalam naluri kita untuk menulis dengan kata-kata dramatis, tapi kita tak meletakkan thesis statement di awal yang akan menjadi pembahasan di paragraph selanjutnya.
            Thesis Statement (TS) adalah ide utamanya. Pernyataan tesis dari esai adalah pernyataan satu atau dua kalimat yang mengungkapkan gagasan utama ini. Pernyataan tesis mengidentifikasi topik penulis dan pendapat penulis memiliki topik sekitar yang akan dibahas (baca di: The Writing Center Pasadena City College. Revised 3/24/03). Dalam artian ini, tesis merupakn hal utama dalam mengembangkan suatu teks yang kan dibahas. 
Ø  Analisis Thesis wacana Columbus

Pembahasan berikutnya dalam proyek analisis sejarah Columbus,  ada beberapa hal kita mungkin tak mampu menuliskannya: memutuskan tesis dan menghubungkan topik dan tesis dengan tema sejarah Columbus. Debat dan diplomasi dalam Sejarah: memanipulasi  sejarah, penyembunyian identitas asli Columbus oleh Howard Zinn, perekrutan dogma dalam sejarah Amerika. Tesis ini adalah apa yang akan kita coba untuk membuktikan dalam proyek kita kedepan. Sejarawan tidak hanya menuliskan daftar acara atau menggambarkan segala sesuatu yang terjadi. Mereka meneliti dan menganalisa bukti-bukti sejarah dan kemudian menarik kesimpulan tentang penyebab (mengapa sesuatu terjadi), dampak (hasil, warisan), dan signifikansi (pentingnya, berarti). Dengan kata lain, mereka mengembangkan tesis (argumen) dan kemudian menunjukkan mengapa tesis mereka benar.
Jangan bingung dengan topik dan tesis. Topik adalah sebuah waktu, tempat, dan jenis sejarah kita jelajahi, tapi itu tidak menunjukkan tentang teori apa-apa atau kesimpulan. Sebuah pernyataan tesis singkat satu sampai tiga kalimat akan muncul pada awal kertas proses kita, dalam proyek yang sejarah Columbus, atau keduanya. Pernyataan tesis harus mengatakan mengapa atau bagaimana kita berpikir sesuatu yang berhubungan dengan topik yang terjadi. Tesis ini memberikan fokus untuk penelitian dan proyek kita. Setelah pernyataan tesis awal, sisa proyek kita harus mendukung, menjelaskan, mendiskusikan dan membuktikan tesis kita. (lihat: Developing a Thesis Statement and Writing a Thesis Statement).
Sesuai dengan perkataan beliau dalam Quote of the Day, mengenai apa yang menjadi fokus posisi kita saat ini dalam menulis.
katanya, tugas mereka yang tercerahkan--kaum literat--adalah meneroka ceruk ceruk 'baru' tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari 'suara-suara penuh kuasa' di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan--literat; mereka baru pada fase awal; peniru.  Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak benar", tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan". Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita sedikit ketahui”.
Ayat utama yang dijelaskan dalam Quote tersebut, menjelaskan bahwa kita tak semestinya puas dengan posisi kita saat ini sebagai penulis ulung yang belum mampu tercerahkan oleh kaum literat lain. Masih banyak serpihan pengetahuan yang harus kita pungut kembali dari otak para literat. Posisi awal kita berada dalam fase meniru (emulate), meniru adalah bagian penting dari menemukan (discover) lalu menciptakan (create), dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu
Dalam menuliskan sebuah teks pun demikian, masih banyak hal yang belum kita pahami. Kaitannya dengan tak memutuskan tesis dan topik dalam pembahasan awal, kita terpelosok dalam “naluri” kita untuk menulis di awal dengan pembahsan lain dan meletakkan tesis yang terserak oleh kalimat lain. Dalam kata affordance, kita menghasilkan sesuatu yang baru dalam tulisan dengan cara dipelajari, dipahami dan di makanai. Memaknai dalam jangka panjang akan menjadi literasi, ini yang akan tercerahkan kaum kita. 
            Meskipun demikian, kita harus meninjau catatan kita dan melakukan penelitian lebih lanjut sebelum kita bisa mengembangkan tesis yang lebih kuat. Jika kita menjelajahi topik yang sama sekali baru bagi kita, kita akan perlu melakukan cukup banyak penelitian sebelum kita memutuskan tesis kita, bahkan jika kita sudah akrab dengan topik, kita mungkin perlu penelitian untuk memahami topik yang berkaitan dengan tema. Apakah kita mulai mengetahui tentang topik atau memilih yang baru lalu kita kaitkan dengan konteks yang ada, sekarang saatnya untuk kembali menganalisis wacana dengan benar.
           
Ø  Analisis wacana

Dalam menganalisis wacana, disini kita menggunakan pendekatan dengan menggunakan buku Critical Linguist [R. Fowler dan Hodge B (1979)] dalam R. Fowler et al (Eds.). Critical Linguistics merupakan kajian ilmu bahasa yang bertujuan mengungkap relasi-relasi kuasa tersembunyi (hidden power) dengan proses-proses ideologis yang muncul dalam teks-teks lisan atau tulisan (Crystal, 1991:90). Analisis linguistik belaka diyakini tidak dapat mengungkapkan signifikansi kritis. Menurut Fowler (1986:6) hanya analisis kritis yang merealisasikan “teks sebagai modus wacana” serta memperlakukan teks sebagai wacana yang akan dapat melakukannya. CL mengarahkan teori bahasa ke dalam fungsi-fungsi yang sepenuhnya dan dinamik dalam konteks historis, sosial, dan retoris.
 
Fowler sang pelopor secara terang-terangan mengatakan bahwa pikiran-pikiran Halliday mendasari pengembangan linguistic ini. Untuk menganalisisnya, diperlukan analisis linguistik yang tidak semata-mata deskriptif. Linguistik kritis amat relevan digunakan untuk menganalisis fenomena komunikasi yang penuh dengan kesenjangan, yakni adanya ketidaksetaraan relasi antarpartisipan, seperti komunikasi dalam politik, relasi antara atasan-bawahan, komunikasi dalam wacana media massa, serta relasi antara laki-laki dan perempuan dalam politik gender. Menurut Fowler (1996:5), model linguistik itu sangat memerhatikan penggunaan analisis linguistik untuk membongkar misrepresentasi dan diskriminasi dalam pelbagai modus wacana publik. Beberapa pandangan Halliday yang berpengaruh terhadap pengembangan linguistik kritis dipaparkan berikut.

  1.      Pandangan tentang Sifat Instrumental dalam Linguistik

Istilah linguistic instrumental dimunculkan sebagai penjabaran pandangan Halliday tentang konsep instrumental dalam linguistic fungsional-sistemik. Menurut Fowler (19- 96), linguistic fungsional sistemik mempunyai dua pengertian: (1) linguistik fungsional berangkat dari premis bahwa bentuk bahasa merespon fungsi-fungsi penggunaan bahasa dan (2) linguistik fungsional berangkat dari pandangan bahwa bentuk linguistic akan merespon fungsi-fungsi linguistik itu.
Critical Linguist memberikan landasan yang kokoh untuk menganalisis penggunaan bahasa yang nyata antara lain dalam politik, media massa, komunikasi multikultural, perang, iklan, dan relasi gender. Fowler sudah merumuskan sebuah analisis wacana publik, yakni sebuah analisis yang dirancang untuk (i) memperoleh atau menemukan ideology yang dikodekan secara implisit di belakang proposisi yang jelas (overt propositions), dan (ii) mengamati ideologi secara khusus dalam konteks pembentukan sosial (Fowler, 1996:3). 
            Pandangan instrumental Halliday juga tampak pada pandangan Fowler tentang fungsi klasifikasi bahasa. Menurut Fowler (1986:19), bahasa adalah medium efisien dalam pengodean kategori- kategori sosial. Bahasa tidak hanya menyediakan kata-kata untuk konsep-konsep tertentu, bahasa juga mengkristalisasikan dan menstabilisasikan ide-ide itu. Fowler menunjukkan bahwa struktur bahasa yang dipilih menciptakan sebuah jarring makna yang mendorong ke arah sebuah perspektif tertentu. Jaring makna itu merupakan sebuah ideologi atau teori dari penuturnya yang tentu saja bukan berupa kategori alamiah. Jaring makna lebih merupakan kategori kultural.
2.      Pandangan tentang Kesatuan Teks dengan Konteksnya

Halliday mengemukakan bahwa teks itu selalu dilingkupi konteks situasi dan konteks budaya (Butt et al., 1999:11). Konteks situasi adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis). Di atas konteks situasi terdapat konteks budaya yang melingkupi teks dan konteks situasi. Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya, diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan konteks budaya.
Jejak Halliday tersebut dapat ditemukan dalam pandangan Fowler (1986:70) bahwa satuan bahasa dalam penggunaan yang nyata lebih dari sekadar sebuah teks yang dibangun bersama-sama dengan konvensi dasarnya, tetapi lebih banyak berupa wacana dari yang sudah dilahirkannya itu. Fowler membedakan konsep teks dan wacana. Wacana dibangun dari teks dan konteks . Untuk melihat bahasa sebagai teks membawa kita kepada kajian keseluruhan unit-unit komunikasi yang dilihat sebagai struktur sintaksis dan semantik yang koheren yang dapat diucapkan atau ditulis. Dalam pandangan kritis, teks dipandang secara dinamis sebagai komunikasi interpersonal dalam konteks. Dengan demikian, teks dapat dipandang sebagai medium wacana. Untuk melihat bahasa sebagai wacana membawa kita kepada keseluruhan proses interaksi lingual yang rumit antara masyarakat yang menghasilkan dan masyarakat yang memahami teks. 
 Gagasan bahwa ideologi berada dalam teks yang diusulkan oleh Critical Linguistic telah ditentang oleh Fairclough (1992, 1995). Meskipun mengakui bahwa memang benar bentuk dan isi teks yang menanggung jejak proses ideologi dan struktur, Fairclough berpendapat bahwa tidak mungkin untuk 'membacakan' ideologi dari teks. Fairclough berpendapat pada Ideologi, terletak baik dalam struktur yang merupakan hasil dari peristiwa masa lalu dan kondisi untuk kejadian terkini, dan dalam peristiwa itu sendiri karena mereka mereproduksi dan mengubah struktur pendingin mereka. Mengenai wacana sebagai praktik sosial, Fairclough membahas wacana dalam kaitannya dengan ideologi dan kekuasaan. Dia mengambil pandangan bahwa ideologi yang berarti dalam pelayanan kekuasaan, yaitu ideologi adalah proposisi yang umumnya mencari asumsi sebagai tersirat dalam teks, yang berkontribusi untuk memproduksi atau mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak setara atau dominasi.
Asumsi sentral lain Critical Discourse Analysis (CDA) dan Systemic Functional Linguistics (SFL) adalah bahwa pembicara membuat pilihan mengenai kosa kata dan tata bahasa, dan bahwa pilihan ini secara sadar atau tidak sadar "berprinsip dan sistematis" (Fowler et al.,1979, hal. 188). Jadi pilihan yang ideologis berbasis. Menurut Fowler et al. ( 1979), "hubungan antara bentuk dan isi tidak sewenang-wenang atau konvensional, tapi...bentuk menandakan isi" (hal. 188). Singkatnya, bahasa adalah tindakan sosial dan itu didorong ideologis.
Setelah Halliday, praktisi CL ini melihat bahasa yang digunakan secara simultan melakukan tiga fungsi: ideasional, interpersonal, dan tekstual fungsi. Menurut Fowler (1991, p. 71), dan Fairclough (1995b, p. 25), sedangkan fungsi ideasional mengacu pada pengalaman para pembicara dari dunia dan fenomena, fungsi antarpribadi mewujudkan penyisipan sikap pembicara sendiri dan evaluasi tentang fenomena tersebut, dan membangun hubungan antara pembicara dan pendengar. Instrumental untuk dua fungsi ini adalah fungsi tekstual. Ini adalah melalui fungsi tekstual bahasa yang speaker mampu menghasilkan teks yang dipahami oleh pendengar. Ini adalah fungsi yang memungkinkan menghubungkan wacana untuk co-teks dan konteks di mana hal itu terjadi.
Pandangan Halliday tentang bahasa sebagai "tindakan sosial" adalah pusat banyak praktisi CDA ( Chouliaraki & Fairclough , 1999; Fairclough , 1989 , 1992 , 1993 , 1995b , 1995a ; Fowler et al , 1979; . Fowler , 1991; Hodge & Kress , 1979). Menurut Fowler et al. ( 1979), CL, seperti sosiolinguistik, menegaskan bahwa, "ada hubungan yang kuat dan luas antara struktur bahasa dan struktur sosial" (hal.185). Namun, dalam sosiolinguistik " konsep 'bahasa' dan 'masyarakat' dibagi...sehingga seseorang dipaksa untuk berbicara tentang 'hubungan antara kedua' ", untuk CL "bahasa merupakan bagian integral dari proses sosial " (Fowler et al ., 1979, hal. 189 ).

Dalam buku “Perspectives in Politics and Discourse” yang ditulis Urszula Okulska dan Piotr Cap (2010: 178) menjelaskan juga tentang analisis wacana. Perspektif diakronis diadopsi dalam proyek adalah extention rentang waktu panjang (kritis) wacana-historis pendekatan didirikan mengacu pada komunikasi politik abad ke-20 , misalnya dengan Mass ( 1984) , Enlich (1989), Wodak et al. (1990, 1994, 1999). Eisigl dan Wodak 2001, Martin dan Wodak (2003), Wodak dan Weiss (2004), dan Wodak de CilliA ( 2006), Heer et al. ( 2008), atau Triandafyllidou , Wodak dan Krzyzanowski (2009). Hal ini juga menanggapi kebutuhan lama-diartikulasikan dalam linguistik kritis untuk menggunakan siaran bingkai historis-diakronis acuan, karena, sebagai Flower ( 1996:10 ) berpendapat, "koneksi spesifik tujuan dan metode dengan sejarah. "Adapun tujuan, dalam pandangannya , linguis kritis, seperti sejarawan

bertujuan untuk memahami [sinkron] nilai-nilai yang mendukung pembentukan sosial, ekonomi, dan politik. Adapun metode, salah satu aspek pada setiap tingkat, linguis kritis , seperti sejarawan, memperlakukan teks sebagai kedua jenis praktik diskursif (karakter, huruf, proklamasi, kisah parlemen) dan sebagai dokumen (sumber untuk kepercayaan lembaga, misalnya). Seperti histographer itu, linguis kritis krusial berkaitan dengan relativitas ideologis representasi ( fowler 1996:10 ).

            Dalam hal ini sejarah juga merupakan diagronik,  karena berkenaan dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangan sepanjang waktu. Diagronik adalah salah satu ideology pada teks, dan itu bisa berubah. Hal ini juga sesuai dengan perkataan Fowler (1996: 12): "Ideologi ini tentu saja baik media dan alat proses sejarah." Ideologi mana-mana di setiap teks tunggal (lisan, tertulis, audio, visual atau kombinasi dari semua itu) (Fowler 1996). Begitu juga dengan value (nilai, norma) kita memahami value dalam kehidupan kita (terkait dengan bahasa), value juga bisa berubah terkait dengan perkembangan waktu dan hal ini bukan lah bersifat statis. Contohnya dalam aturan yang di terapkan dalam formasi social, politik, maupun ekonomi di masyarakat. Adakalanya aturan ini berubah seiring dengan perkembangan waktu.
Hal tersebut juga sama dengan teks, Produksi teks tidak pernah netral! (Fairclough 1989; 1992; 1995; 2000; Lehtonen 2000). Artinya teks juga bisa berkembang sesuai dengan konteks yang diciptakan, hal ini menunjukkan bahwa literasi tak pernah netral (Alwasilah 2001; 2012). Oleh karena itu, membaca dan menulis selalu termotivasi secara ideologis. Menulis merupakan eksekusi dari pikiran yang di tuangkan dalam tulisan, tulisan ini yang nantinya akan menghasilkan teks. Menulis di perguruan tinggi sering mengambil bentuk persuasi-meyakinkan orang lain bahwa kita memiliki hal yang menarik, sudut pandang logika pada subjek yang kita pelajari.
 
Persuasi adalah keterampilan kita berlatih secara teratur dalam kehidupan sehari-hari kita. dalam teks, persuasif mengajak pembaca untuk mengikuti apa yang dikatakan oleh penulis dalam. Sedang kan dalam lisan, ini disebut komunikasi persuasif, komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. (lihat di: (http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_persuasif). Di perguruan tinggi, tugas kursus sering meminta Anda untuk membuat kasus persuasif secara tertulis
Kita akan diminta untuk meyakinkan pembaca dengan sudut pandang kita. Bentuk persuasi, sering disebut argumen akademis, mengikuti pola diprediksi secara tertulis. Setelah pengenalan singkat dari topik, kita menyatakan sudut pandang kita pada topik secara langsung dan sering dalam satu kalimat. Kalimat ini adalah pernyataan tesis, dan berfungsi sebagai ringkasan dari argumen kita akan membuat di sisa kertas kita. Dalam argumentasi, pengarang hanya mengharapkan pembaca mengakui pembenaran yang ada dalam paragraf. Sedangkan dalam persuasi, pengarang mengharapkan pembaca mengikuti perbuatan sesuai instruksi yang dianjurkan penulis. Perbedaan karangan hortatoris dengan karangan lainnya adalah adanya unsur opini, data, fakta, dan alasan sebagai penyokong opini tersebut. (lihat di Pengertian dan Contoh paragraph Persuasif).
Dalam analisa wacana tersebut, memang sebenarnya kita sudah tahu bahwa kita menganalisis berbagai wacana tersebut kaitannya untuk mendapatkan topic dan thesis yang akan dituliskan. Jadi kembali lagi pada thesis, bahwa thesis sangat diperlukan dalam menulis wacana. Dalam “The Writing Center Pasadena City College (2003)” Pernyataan tesis melakukan dua fungsi:
Pertama, penulis membuat tesis untuk fokus subjek esai. Jika penulis tidak dapat menyimpulkan gagasan utama esai dalam satu atau dua kalimat, maka dia mungkin belum memahami topik secara jelas. Dengan cara ini, menulis pernyataan tesis tes kejelasan pemikiran penulis. Setelah penulis memutuskan fokus utama kertas, pernyataan tesis tambahan berfungsi sebagai panduan untuk mengingatkan penulis untuk menjaga esai terfokus dan terorganisir. Kedua, adanya pernyataan tesis yang baik membantu pemahaman pembaca. Sebuah tanda dari sebuah esai yang terorganisir dengan baik adalah struktur tesis-support. Artinya, pernyataan tesis mengumumkan topik esai, kemudian tubuh esai lebih lanjut menjelaskan dan mendukung topik itu.
 Dengan kata lain, pernyataan tesis menciptakan harapan dalam pikiran pembaca tentang apa yang akan mengikuti sisa esai. Ketika paragraf tubuh memenuhi harapan pembaca, kertas terasa terorganisasi dengan baik dan konten masuk akal. Jika pernyataan tesis menyesatkan, bagaimanapun, atau hilang sama sekali, tubuh kertas bisa tampak membingungkan atau tidak relevan karena tidak dilihat dalam kaitannya dengan topik keseluruhan kertas (tesis). Dengan demikian, pernyataan tesis ini penting karena itu menjawab pertanyaan pembaca, "Mengapa kau menceritakan ini padaku?"
Jadi kesimpulannya untuk pembahasan thesis adalah:
1.       memberitahu pembaca bagaimana Anda akan menafsirkan pentingnya materi pelajaran yang sedang dibahas.
2.       Thesis adalah peta jalan untuk kertas, dengan kata lain, ia memberitahu pembaca apa yang diharapkan dari sisa kertas.
3.       Langsung menjawab pertanyaan diminta dari Anda. Tesis merupakan interpretasi dari pertanyaan atau subjek, bukan subjek itu sendiri. Subyek, atau topik, dari sebuah esai mungkin Perang Dunia II atau Moby Dick, tesis maka harus menawarkan cara untuk memahami perang atau novel.
4.       Membuat klaim bahwa orang lain mungkin membantah.  
5.       Biasanya satu kalimat di suatu tempat di paragraf pertama Anda yang menyajikan argumen Anda kepada pembaca. Sisa kertas, tubuh esai, mengumpulkan dan mengatur bukti yang akan membujuk pembaca logika penafsiran Anda.
Tesis adalah hasil dari proses berpikir yang panjang. Sebelum kita mengembangkan argumen tentang topik apa saja, kita harus mengumpulkan dan mengatur bukti, mencari kemungkinan hubungan antara fakta yang diketahui (seperti kontras mengejutkan dan persamaan), dan berpikir tentang pentingnya hubungan ini.
Pada pertemuan kali ini pun kita melakukan contoh laporan thesis seperti minggu lalu. kali ini kita diuji dengan pembuatan thesis dengan waku singkat untuk membuktikan hasil feedback dalam penjelasan mengenai thesis.
Proyek pembuatan thesis sesingkat mungkin, benar-benar memutar mesin otak kita. karena dalam kategori ini kita harus mendapatkan kategori “So What?” untuk bisa lulus tes, jika kita ini akan berakhir dalam kritikan “how and why?”. Jika pembaca respon pertama adalah "how?" Atau "why?" Tesis kita mungkin terlalu terbuka dan kurang bimbingan bagi pembaca.
           Jadi dalam pembahasan kali ini, memang sebenarnya masih mengungkit kesalahan kita dalam menulis. Apalagi dalam menentukkan thesis statement dan topic yang memang itu adalah hal utama dalam menulis, tapi kita tak tepat meletakkan posisinya. Perlu adanya analisis lagi dalam menulis wacana dan perlu melihat lagi struktur nya baik dalam segi manapun. Seperti yang dijelaskan di atas tentang analisis wacana dalam ideologi, memang sebenarnya wacana terkait dengan berbagai material yang ada di sekitar. Kita harus pandai lagi menelusuri pikiran penulis yang tersembunya dalam ribuan kalimat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic