We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Selasa, 18 Maret 2014

Ideologi Dalam Literasi



Class Review 6
Mengusir malas
Hai malas yang mengungkungku
Kuinging menghancurkanmu
Karena kau telah menelan masaku
Hai malas yang selalu lekat menyelingkup tubuhku
Pada tiap sisi ruang dan waktu.
Bodohnya aku tak kuasa menepis keangkuhanmu
Meski telah ku upayakan
Tak bertegur sapa denganmu
Kau terus saja menggapai-gapai menari
Setiap langkah yang terarah melawanmu
Magnet kemalsan pasang kuda-kuda menjeratku
Kurasa kantuk, berkeringat, pusing dan pegal
Menyeretku ke pembaringan
Melenakanku dalam mimpi
Oh...
Kemalasan enyahlah

Sepertinya penyakit ini masih melekat pada diri, sangat sulit untuk melepaskannya. Ingin rasanya seperti mereka, bersemangat untuk menghargai waktu. Mengeluh juga tak ada arti, walaupun sudah kehabisan kata-kata dan tak tahu mau menulis apa. Tanpa ada motivasi dari orangtua mungkin saya sudah angkat tangan. Malam ini bertarung lagi melawan lelah, kantuk, dan sakit. Mencoba mengingat perkuliahan pada tanggal 11 Maret 2014, suasana tegang kembali saya rasakan ketika Mr.Lala Bumela masuk kelas.
Menu pembuka kali ini membahas mengenai pentingnya lierasi dalam sebuah sejarah, sebagai contohnya buku karya Howard Zinn yang menguak ceruk baru dalam kebohongan sebuah sejarah dengan fakta tertulis. Pembahasan ini akan di kaitkan dengan ideologi dan values. Ketika membaca buku karya Howard Zinn, kita mencari ceruk baru di dalam cerita Columbus. Seorang penulis biasanya berawal dari Emulate – Discover - Create.
Dalam slide awal, tertulis :
Katanya, tugas mereka yang tercerahkan--kaum literat--adalah meneroka ceruk ceruk 'baru' tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari 'suara-suara penuh kuasa' di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan--literat; mereka baru pada fase awal; peniru. Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak benar", tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan". Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kitasedikit ketahui.

Maksudnya adalah kita berawal menjadi seorang peniru untuk menemukan sesuatu hal yang baru, kemudian membuatnya menjadi sebuah karya yang dapat memberi pengetahuan kepada khalayak. Ketika membaca sejarah mengenai Columbus, kita mencari ceruk-ceruk baru. Seperti, mengapa Columbus harus ke india? Karena di India memiliki teknologi-teknologi canggih yang tidak di miliki oleh negara lain. Inilah ceruk baru yang dimaksud yaitu adanya teknologi. Menurut Fowler (1996 : 10) bahwa kita belajar literasi seperti para sejarawan yang harus memahami nilai-nilai seperti sosial, ekonomi, politik, diakroni, merubah nilai-nilai dan informasi.
Memahami nilai sosial
Organ-organ masyarakat adalah semua komponen yang membentuk masyarakat. Komponen-komponen tersebut berupa kelompok-kelompok sosial, lembaga-lembaga sosial atau institusi sosial. Organ-organ tersebut berfungsi sebagai wadah bagi anggota masyarakat yang mengusahakan nilai-nilai tertentu menjadi wujud nyata dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tempat yang diberikan masyarakat kepada setiap anggotanya ditentukan oleh tinggi rendahnya wujud nilai sosial yang diusahakan. Sesuai dengan sifat manusia yang dinamis, penempatan posisi yang aktual dalam struktur tersebut tidak diperlakukan secara mutlak dan untuk selamanya karena struktur hanya mencerminkan pandangan hidup masyarakat pada waktu tertentu. Skema dari suatu struktur sosial selalu berubah sejalan dengan perkembangan zaman, kebutuhan, dan pandangan masyarakat tentang nilai-nilai yang ada. Uraian tersebut sejalan dengan pernyataan  A.Giddens (1976), yang menyatakan bahwa struktur soaial adalah sumberdaya yang bisa memberdayakan sekaligus membatasi masyarakatnya. Menurutnya, pada masa lalu kebanyakan pandangan tentang struktur sosial terkonsentrasi pada ciri-ciri yang restriktif dan membatasi. Bagi Giddens, kali ini jelas merupakan sebuah kekeliruan dalam memahami bagaimana kekuatan dan struktur beroperasi dalam kehidupan sosial.

Memahami nilai politik
Sebagai sebuah karya yang tidak terlepas dari faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya, sastra juga merupakan sebuah mahakarya manusia yang tidak terlepas dari nilai-nilai dan ideologi, baik ideologi dari si pengarang ataupun ideologi-ideologi luar yang mempengaruhi perkembangan karya sastra itu sendiri. Salah satu fungsi dari karya sastra adalah sebagai alat untuk penyampai ideologi, pengetahuan, dan nilai-nilai sosial. Jonathan Culler dalam bukunya bahkan menuliskan bahwa karya sastra berfungsi untuk mendidik masyarakat yang membacanya dan salah satu unsur pendidikan dalam karya sastra tersebut adalah nilai-nilai ideologi.
Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan kesusastraan adalah politik, pengarang dengan pandangan politik tertentu biasanya juga menyalurkan ideologi-ideologi politiknya kedalam karya sastra yang dihasilkannya. Menurut Fowler (1996:12) bahwa ideologi merupakan media atau sarana yang baik dan instrumen proses sejarah. Ideologi ada dimana-mana bahkan di suatu teks baik itu (lisan, tertulis, audio, visual atau kombinasi dari semua itu).

Setelah kita tahu bahwa values itu sangat penting, kita juga tidak mengesampingkan ideologi, karena dalam nilai-nilai terkandung ideologi. Ideologi adalah seperangkat gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita yang membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi olh seseorang atau sekelompok orang menjadi suatu pegangan hidup. (A.S Hornby).
Sifat-sifat ideologi antara lain :
Dimensi realitas : nilai yang terkandung dalam dirinya bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir. Sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama.
Dimensi idealisme : ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dimensi fleksibilitas : ideologi itu memberikan penyegaran, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu kewaktu sehingga bersifat dinamis, demokratis.
Jadi dapat disimpulkan bahwa menulis sebuah teks harus didasari ideologi, karena setiap pembaca memiliki persepsi yang berbeda untuk memaknai isi dari bacaan. Dengan ideologi dan values yang terkandung didalamnya, maka pembaca akan memahami apa makna yang terkandung dalam sebuah tulisan karena pada dasarnya literasi akan berujung dengan memaknai apa yang ada dalam tulisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic