Seventh
meeting
Class
Review
Tak terasa kini telah sampai pada pertemuan yang ke
– tujuh yang dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2014 bertempat di gedung PBI
ruang 44. Telah kurasakan betapa sulitnya menulis, tak semudah seperti yang ku
bayangkan. Sungguh! Menulis tak boleh diremehkan. Kini kurasakan yang dirasakan
seperti halnya seorang penulis, lelah, kecewa, ketika tulisan yang dihasilkan
tidak menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Senang, bahagia, ketika karya yang
ditulisnya mendapatkan pujian. Namun, semua itu membutuhkan sebuah perjuangan
dan semangat yang gigih untuk pantang menyerah seperti pejuang yang
memperjuangkan hak – haknya dimasa lampau.
Sebagian orang atau hanya sekitar beberapa orang
beranggapan bahwa menulis itu sesuatu yang mudah, karena bisa dipelajari dan
selalu latihan. Namun, tidak denganku! Bagiku, menulis adalah sesuatu beban
yang berat yang selalu berada dipundakku, yang apabila tidak segera diletakkan
maka akan menambah berat.
Menulis merupakan bagian dari kegiatan “literasi”.
Kata “literasi”, kini sudah tak asing lagi bagi kalangan mahasiswa Bahasa
Inggris IAIN Syekh Nur Jati Cirebon. Dosen kami, Mr. Lala Bumela yang
memperkenalkan kami mengenai “literasi”, dan menerapkannya agar kami bisa
menjadi kaum yang literat. Salah satu praktek literasi yang kini sedang gencar
– gencarnya dijalankan oleh Mr. Lala Bumela ialah keharusan menulis. Namun
dalam kegiatan menulis, tidak ada praktek literasi yang netral (Lehtonen dan A.
Chaedar Alwasilah), sekalipun itu dalam sebuah judul, pastilah sebenarnya
memihak kepada salah satunya. Dengan budaya literasi menulis, kita bisa
menggali ceruk – ceruk baru pemahaman yang tersembunyi atau mungkin sengaja
disembunyikan. Dengan mengungkapkan sisi lain dari sebuah sejarah, dengan
begitu kita bisa membuat orang tercengang takjub akan ceruk baru yang telah
ditemukan jika kalian mampu untuk mengupas dan mengangkat ceruk tersebut kepada
dunia dan mempertontonkannya dengan tentu saja sumber daya yang besar untuk menyadarkan pembaca agar segera bangun dari
mimpi yang tak pernah nyata dalam dunia nyata. Tujuan lainnya, agar pembaca
bisa memproduksi ide yang sedang disampaikan oleh pembaca karena ketika sedang
dalam proses membaca, bukanlah sekedar proses pasif yang hanya memindahkan ide,
namun lebih dari itu, pembaca sedang menjalankan proses kreatif, aktif dan
kritis yang sedang mencoba untuk menggali pikiran dalam sebuah teks untuk
menemukan kritikan yang berharga. Untuk itu, menulis haruslah memunculkan
meaning making practice.
Literasi ini harus bisa dipraktekan sebagai praktek
sosial, maksudnya, sesuatu yang orang lakukan
dengan berbagai macam teks untuk sekedar berpatisipasi dalam ‘meaning making’ pada komunitas sosial. Bila begitu,
orientasi karya tulis harus bersifat semogenesis, harus memperhatikan cita rasa tulisan yang
dibuat adalah cita rasa yang terbaik. Oleh karena itu, untuk menarik perhatian
dari pembacanya selain diharuskan membuat judul yang menarik, tesis yang
diciptakan pun harus mampu untuk meyakinkan pembacanya.
Milan Kundera (in L’Art duroman, 1986):
“To write means for the poet to crush the wall
behind which something that ‘was always there hides’”
Yang diungkapkan oleh Milan Kundera tentang
aktivitas menulis ialah sangat fantastik. Pada saat kita melakukan aktivitas
menulis, misi seluruh manusia yang menulis adalah sama, yaitu menemukan
(discover) sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya dengan mengungkapkan apa
yang disembunyikan. Untuk menemukan sesuatu membutuhkan proses yang lama
(karena sejarah itu bersifat diakronik (membutuhkan waktu)). Selama dalam proses discover, kita mempunyai
hak untuk menolah asumsi – asumsi lama yang telah beredar, sekalipun itu memang nyata. Karena dalam kegiatan
menulis, kita harus berani merusak sesuatu yang bersifat rahasia yang tertanam
dalam tembok besar untuk membongkar sebuah sejarah. Sehingga menghasilkan
perubahan sejarah pada dunia. Ketika sejarah telah ada dan diketahui, tidak salah jika kita membantahnya sekalipun
sejarah itu telah ada sejak lama, dan sejarah
adalah suatu proses penciptaan manusia yang tidak pernah putus, namun
bukan berarti sejarah tidak dapat berubah, dengan penemuan – penemuan
terbaru, dengan karya yang mengguncang dunia serta memporak porandakan umat
manusia. Karena literasi merupakan bagian
penting dari sejarah. Dan tanpa kehadiran seorang penulis yang berliterasi,
maka sejarah tidak akan pernah terlacak dan terdeteksi keberadaannya. Diumpamakan penulis itu seperti seorang
penyanyi yang selalu mengikuti trend musik. Begitupun dengan seorang penulis yang selalu mengikuti perkembangan
zaman. Namun adakalanya, mereka tidak
hanya harus up to date akan trend – trend yang ada, terkadang menciptakan trend
tersendiri itu jauh lebih akan menimbulkan efek yang lebih baik atau buruk,
entahlah. Dengan menciptakan isu baru, tidak hanya mengikuti trend, yang
dilakukan penyanyi agar karirnya tidak tenggelam adalah dengan menciptakan
trend musik baru, hal tersebut bisa juga dilakukan oleh seorang penulis, dengan
menggiring masyarakat kepada isu hangat
dan baru tersebut. Dengan begitu penulis akan mampu untuk mendahului zaman
dan menjelajah waktu dan menciptakan dunia baru.
Dalam artikel yang ditulis oleh Zinn dengan judul
“speaking truth to power with books” membahas didalamnya mengenai kekuatan
pengaruh sebuah buku yang dapat mempengaruhi dunia dengan penggunaan bahasanya.
Zinn dalam sebuah buku yang berhudul “A People’s History of The United States”
merupakan salah satu buku yang dapat membuat dunia tercengan karena isinya yang
mengungkapkan bahwa Columbus bukanlah penemu Benua Amerika, namun selama
berabad – abad lamanya, dan diajarkan pula semasa duduk dibangku SD bahwasahnya
Christoper Columbus adalah penemu Benua Amerika. Biasanya apabilah sejarah yang sudah pernah diciptakan oleh peradaban
sebelumnya, maka sejarah itu akan terus mengikuti seperti itu, seperti
halnya tetesan air hujan yang berada dikaca yang akan terus menurun kecuali
terdapat penghalang maka ia akan terhenti sama halnya seperti sejarah tak akan berubah sebelum ada yang
mengubahnya, sama seperti kasus yang disampaikan oleh Zinn dalam artikelnya
dengan judul “Speaking Truth to Power With Books” mengenai Columbus. Dalam hal
tersebut literatur yang sudah ada coba
untuk dimanipulasi oleh bangsa Barat sehingga penemu Benua Amerika yang
sebenarnya tak pernah nampak kedaratan, namun
bukan berarti tidak bisa untuk dilacak. Kita bisa melacaknya melalui
teks – teks yang masih bertahan hingga kini yang berada dalam langit gua
ataupun tertulis dalam batu besar. Namun
seiring dengan perkembangan zaman, teks sekarang lebih mudah untuk diakses,
karena bentuknya yang tak lagi besar dan berat, teks bisa berbentuk lembaran –
lembaran kertas atau buku ataupun tanpa kertas yang berada dalam laptop.
Dengan buku, sejarah dapat disebarluaskan keseluruh penjuru dunia dan dengan
budaya berliterasi kita dapat mengakses sejarah – sejarah tersebut.
KESIMPULAN
:
Setiap manusia memiliki kadar tingkat rasa penasaran
yang berbeda untuk mengungkapkan apa yang tersembunyi. Namun masih terdapat
beberapa orang yang selalu penasaran dengan ‘sejarah’ yang akan terus menelitinya dan menemukan hal baru yang
akan disampaikan dengan “ideologi”
untuk menarik orang agar mengetahuinya. Jadi literasi adalah bagian penting dalam sejarah untuk bisa membantu
memperkenalkan sebuah sejarah kepada kalangan masyarakat. Dalam hal ini literasi
bertindak seperti media masa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic