We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 27 Maret 2014

Class review 7



MERAJUT ASA DARI KETERPURUKAN

Mencoba bangkit dari keterpurukan. Sedikit demi sedikit jiwa ini mulai bangkit. Semangat yang tersisa menjadi kekuatan untuk terus berjalan menuju satu harapan, yaitu kebahagiaan. “Tanyakan pada orang lain, kenapa mereka bisa? Apa kamu tidak malu jika kamu menyerah? Mereka aja bisa kenapa kamu tidak! Buktikan kalau kamu bisa!”. Bagaikan tamparan keras yang mampu menggugahkan jiwa yang rapuh ini. kata-kata itulah yang mampu membangkitkan kembali semangat dalam jiwa ini. tidak ada seorang Ibu yang menginginkan anaknya jatuh dan terpuruk.
Berhubung hari selasa Saya tidak bisa masuk, jadi pada hari jum’at tepatnya tanggal 21 Maret 2014, Saya mengikuti mata kuliah Writing 4 di kelas PBI-D. Pertemuan ketujuh ini, Mr.Lala menilai kita (para mahasiswa) masih belum bisa berfikir pada bahasa Inggris dan masih terpaku pada bahasa Indonesia. Pada dsarnya, saat ini para mahasiswa sudah bisa mengaplikasikan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, serta menggunakan kosa kata yang sesuai dengan materi yang dibahas. Tetapi, jika kita ditugaskan untuk menulis dalam bahasa Inggris, ternyata kita masih ‘kagok’ ataupun masih belum terbiasa menulis dalam bahasa Inggris.
Dalam mengerjakan tugas menulis ataupun mengkritik, tentu saja kita dituntut untuk banyak membaca. Hal ini sangat diwajibkan karena sebagai bahan referensi materi yang akan ditulis. Untuk mengkoneksikan isi dari buku dengan isi pikiran kita sangatlah sulit. Dengan kata lain, hal ini membutuhkan intelektual yang baik serta pemaparan atau penalaran pada suatu bahasan sangatlah diperlukan dan penalaran tersebut harus benar dan tepat.
Sebagai penulis, kita harus bisa menyempatkan diri untuk menunjukkan hasil tulisan kita kepada orang lain. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan menulis kita, apakan tujuan yang kita harapkan pada tulisna tersebut dapat tersampaikan dengan baik atau tidak.
Mr. Lala menyebutkan bahwa para penulis hidup di dunia ini yang berbeda. Pada era globalisasi ini banyak sekali hal-hal yang bersifat instan. Disinilah terdapat tantangan untuk para penulis. Dimana para penulis harus bisa menghindari INSTANITY. Dengan kata lain, para penulis (kita:para mahasiswa) harus membaca pelan-pelan (kalau bisa, pakai hati), menulis pun harus pelan-pelan, serta memaknai sebuah wacana pun haruslah pelan-pelan. ‘Pelan tapi pasti’. Mungkin tiga kata tersebut sangatlah perperan pada kegiatan seorang penulis. Menulis tidak hanya mediatasi, tetapi juga belajar sabar dalam hal apapun.  Memang, untuk mendapatkan sesuatu kita mulai dengan kesabaran, kelak kesabaran itu akan membuahkan hasil, yaitu sesuatu yang luar biasa “kebahagiaan”.
Seorang penulis harus bisa menciptakan epicentrum atau gravitasi  (sesuatu yang menarik) pada setiap goresan tangannya. Hal ini sebagai titik kekuatan tulisan seoarang penulis. Kekuatan ini sangatlah penting, karena akan menentukan katertarikan pembaca. Epicentrum pada tulisan atau wacana bisa terdapat pada paragraf pertama. Tetapi, ada juga penulis yang menempatkan epicentrumnya pada paragraf-paragraf selanjutnya.
Historian (Sejarahwan), Linguist (Ahli linguistik), dan Poet (sastrawan). Ketiga ahli tersebut mempunyai misi yang sama, yaitu emngungkapkan sesuatu yang tersembunyi. Tetapi, historian dan linguist menekankan pada aspek akedemik.
Berbicara tentang literasi dan mengaitkan dengan ketiga ahli tersebut, memanglah sangat berhubungan. Seperti yang sudah Saya bahas sebelumnya, hanya orang-orang literatlah yang mampu menciptakan sejarah. Dengan kata lain, orang literat tersebut adalah para Sejarahwan. Begitu hlny dengan ahli linguistik. Seorang ahli linguistik tentu saja diharuskan utuk bisa menjadi seorang yang literat. Dimana linguistik itu sendiri adalah sebuah ilmu yang berhubungan dengan baca-tulis dan pula pengaplikasian teori tersebut. satu lagi, sastrawan. Poet atau sastrawanatau disebut pula sebagai ahli bahasa, tentu saja sangatlah berhubungan erat dengan literasi. Kegiatan literasi tidak akan berjalan tanpa adanya bahasa. Dimana tugas sastrawan tidak berbeda dengan karya sejarah, yaitu menemukan daripada menciptakan. Seperti komentar Milan Kundera (in L’Art duroman, 1986): ‘to write means for the poet to crush the wall behind which something that was always there’.
Pada dasarnya kagiatan literasi berujung pada bahasa. Kiat berbahasa terdiri atas kemampuan berfikir, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. kemampuan berfikirlah yang menjadi dasar untuk mencapai kemampuan lainnya. Menurut teori Piaget, berfikir diperoleh terlebih dahulu kemudian kemampuan berbahasa. Berfikir merupakan elemen dasar dalam kegiatan berbahasa. Sehingga, berfikir menempati posisi yag sangat penting sebagai strategi dalam proses berbahasa, baik reseptif maupun ekspresif, yang pada prosesnya diperlukan unit dasar kognisi serta mekanismenya.
Dapat disimpulkan bahwasannya, seorang penulis (historian, linguist, dan poet) harus mampu mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi, begitu pun kita. Untuk menjadi penulis ynag baik pula harus bisa menghindari instanity (segala sesuatu yang berbau instan). Dalam hal ini, seorang penulis tidak sembarang mengambil suatu data atau informasi, tetapi harus dikaji terlebih dahulu. Untuk kegiatan seorang penulis, kita diwajibkan membaca. Tetapi pada dasarnya kegiatan seorang penulis tidak boleh dikerjakan secara buru-buru, tetapi kita harus mengerjakannya secara pelan-pelan. Membaca haruslah pelan-pelan, menulis pun haruslah pelan-pelan, serta memaknai sebuah wacana ataupun materi pun haruslah pelan-pelan, tujuan dari kegiatan ini yaitu agar tercapainya suatu hasil yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic