We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 03 Maret 2014

Di balik Sebuah Buku Tersimpan Kekuatan Hebat



Critical Review 2

Ini merupakan Critical Review dari buku Anthropology “Speaking Trutth to Power with Book,” yang ditulis oleh Howard Zinn.
            Sebuah buku adalah jendela dunia yang dapat mengubah bumi, di mana tempat kita berpijak saat ini. Sesaat sebelum membacanya, terkadang kita hanya memandang buku sebagai suatu tumpukan kertas yang tidak berjiwa yang penuh dengan teori-teori, cerita-cerita, curahan hati penulisnya dan jauh dari kenyataan hidup sehari-hari. Namun, siapa sangka, di balik sebuah buku dapat tersimpan suatu kekuatan hebat. Sehingga buku merupakan instrumen yang berdaya kuat, mencengkeram erat, menggetarkan, dan berkuasa mengubah arah peristiwa-peristiwa yang sedang atau akan terjadi.
            Semua berawal dari isu yang berkaitan dengan menulis. Untuk membuat sebuah tulisan, membutuhkan kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Disini di katakan bahwa penulis tidak pernah diperkenalkan dengan buku. ketika dia berusia 14 tahun, saat itu juga dia menemukan sebuah buku di jalan. Ketika dia sudah menjadi dosen dan di undang berbicara di University of Hawai dia bertanya kepada siswa yang sedang membaca buku “The Color Purple by Alice Walker,” yang merupakan mahasiswanya sendiri. Ketika itu dia bertanya “Apa pendapat anda tentang buku itu?” Buku ini mengubah hidup saya.
            Bisa dikatakan kekuatan buku dapat  melebihi nuklir.  Masih ingat Salman Rushdi penulis yang menulis buku Ayat-Ayat Setan? Salman Rushdi dan bukunya Satanic Verses yang terbit tahun 1988, membuat banyak tokoh negara-negara Islam berang. Bahkan Ketika itu pemimpin Iran almarhum Ayatullah Rahullah Imam Khamaini mengeluarkan fatwa hukuman mati untuk penulis kelahiran Bombay India yang berkebangsaan Inggris. Ketika itu bukunya diburu banyak orang seluruh dunia, walau di banyak negara Islam buku tersebut dilarang beredar.
Setelah marak aksi tahun 2009 menolak pembakaran buku. Kini memasuki tahun 2010 di Indonesia kembali heboh masalah pembredelan buku-buku yang sudah terbit dan sudah beredar Bahkan banyak di toko-toko buku. Berbagai tema buku yang dilarang, mulai dari buku bertema agama, sejarah, sastra, budaya, politik dan ekonomi. Memang tindakan tersebut tidak dapat diterima oleh sebagian besar pecinta buku. Pemerintah yang diwakili oleh Mahkamah Agung mengeluarkan perintah untuk pembredelan buku-buku tersebut. Kita ketahui bersama buku memang mempunyai kekuatan yang luar biasa, sehelai kertas bisa mengalahkan kekuatan bom nuklir! Karena itulah banyak buku tokoh di dunia ini memilih menulis buku atau meminta bantuan penulis untuk menuliskannya, daripada sekedar membuat film atau video tentang kehidupannya. Banyak buku biografi tokoh yang ditulis ketika mereka masih hidup. Demikian pula film-film yang dibuat dan dipasarkan oleh Hollywood, Bollywood dan negara lainnya, semua diangkat dari sebuah buku.
Di banyak negara,  satu kata saja kesalahan  dalam buku bisa menjadi persoalan besar. Pernah saya berbincang dengan penerbit buku di Jakarta beberapa tahun lalu. Dikatakan oleh manager penerbit tersebut, pihaknya pernah diminta oleh negara Jepang (kalau tidak salah) untuk menghapus satu kata dalam sebuah buku sejarah sekolah yang diterbitkannya. Di Yunani, saya membaca buku pelajaran sejarah anak SD, yang berkisah tentang peperangan antara Sultan Ottoman dan Byzantium. Dalam buku tersebut ditulis Nabi Muhammad SAW adalah seorang pelaut, padahal masa kecilnya beliau Sebagai penggembala ternak. Seperti yang penulis tulis dalam tulisannya mengatakan bahwa untuk mereka yang dibesarkan di negara Amerika Serikat, menganggap Christopher Colombus sebagai pahlawan, penemu besar dan pembaca Al kitab yang saleh. Sedangkan penulis bertolak belakang dengan fakta yang ada, dia menghujat Colombus sebagai pembunuh, penyiksa, penculik, multilator orang pribumi, munafik, orang yang tamak dalam mencari emas, bersedia membunuh dan mencincang orang.
Mungkin diantara kita sudah mengetahui soal fakta sejarah asli mengenai Columbus, tokoh yang selalu disebut-sebut sebagai penemu benua Amerika. Ada banyak kebohongan yang sangat mencengangkan ketika para penulis dan peneliti sejarah menguak sejarah Christopher Columbus. Rasa penasaran ini berdasar pada kenyataan, bahwa setiap tahun ada satu hari khusus yang disebut “Columbus Day” sebagai peringatan atas jasanya sebagai penemu Benua Amerika. Benarkah?
Di Indonesia memang tidak secara langsung terkena dampaknya, namun pemahaman yang diterima dalam ranah pendidikan formal betapa hebatnya Columbus, tentu akan mengaburkan kebenaran. Semoga guru-guru dan murid-murid di sekolah, tidak menelan mentah-mentah isi teks pelajaran sejarah tentang si Columbus ini. Mudah-mudahan beberapa fakta di bawah ini bisa membuka mata kita mengerti betul akan kebenaran suatu sejarah.
Colombus adalah seorang pelaut yang bernama lengkap Christopher Columbus atau dengan nama Italia-nya Cristoforo Colombo diklaim sebagai orang pertama yang mengarungi jalur Atlantik lalu menemukan benua Amerika. Hal ini selama ratusan tahun masih dianggap sebuah fakta yang tak terbantahkan. Benarkah demikian? Analisis berikut ini mencoba menguraikan dan mengkritisi teori tersebut.
Tentu saja tidak perlu diragukan lagi yang pertama kali datang menemukan benua Amerika adalah nenek moyang asli bangsa Amerika. Mereka mungkin menyeberang ke Amerika melalui Rusia dan Alaska sekitar 12.000 tahun yang lalu. Diskusi penemuan benua Amerika oleh orang-orang Eropa, Afrika, atau Asia, sebenarnya adalah penghinaan terhadap sejarah masyarakat asli benua tersebut. Keberanian dan sejarah mereka sangat tidak dihargai dan tidak dinilai apabila teori Columbus sebagai penemu benua Amerika adalah fakta yang hakiki.
Columbus hidup di zaman dimana orang-orang berasumsi bahwa bumi ini datar. Padahal sejak lama Aristoteles dan Pythagoras mengeluarkan sebuah teori bahwa bumi itu berputar. Demikian juga di masa kejayaan Islam (750-1100-an M) ilmuwan-ilmuwan Islam meyakini bumi itu bulat.
Teori Arab dan Muslim Spanyol
Seorang sejarawan dan ahli geografi muslim, Abu Hasan al-Mas’udi pada tahun 956 menulis perjalanan muslim Spanyol di tahun 889 M. Eskpedisi pelayaran muslim Spanyol di tahun itu bertolak dari pelabuhan Delba (pelabuhan yang sama dengan start ekspedisi Columbus), dan berlayar selama berbulan-bulan ke arah Barat. Lalu mereka menemukan sebuah daratan yang sangat luas dan mereka pun berniaga dengan penduduk asli di daerah tersebut, setelah itu kembali lagi ke Eropa. Al-Mas’udi menggambarkan tanah tersebut dalam petanya yang sangat fenomenal, ia menyebut daratan tersebut dengan “Daratan yang Tidak Diketahui” atau daratan tanpa nama.
Tercatat muslim Spanyol telah dua kali mengadakan ekspedisi ke Amerika. Pertama, pada tahun 999 M oleh Ibnu Farrukh dari Granada dan yang kedua oleh al-Idrisi pada tahun 1100 M. Al-Idrisi mencatat sekelompok kaum muslimin berlayar kea rah Barat dari Lisbon selama 31 hari dan berlabuh di sebuah pulau di Karibia. Mereka ditawan oleh penduduk asli Amerika di kepulauan tersebut selama beberapa hari. Setelah beberapa hari mereka pun dibebaskan karena negosiasi dengan perantara salah seorang penduduk setempat yang memahami bahasa Arab. Mereka pun kembali ke al-Andalus kemudian menceritakan apa yang mereka alami. Poin menarik dari kejadian ini adalah adanya penduduk setempat yang memahami bahasa Arab. Tentu saja hal ini menunjukkan sering terjadi kontak antara penduduk setempat (Amerika) dengan orang-orang Arab.
Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa kaum muslimin datang ke benua Amerika menyebrangi kegelapan Samudera Atlantik 300 atau 400 tahun sebelum kedatangan Columbus. Hal ini diindikasikan dengan kemampuan pemetaan, citra geografis, dan astronomi yang mumpuni di kalangan kaum muslimin. Umat Islam telah mengeluarkan teori bumi itu berputar seperti bola sebagaimana Ibnu Khardzabah (242 H/885 H) dan Ibnu Rustah (290 H/903 M), termasuk Khalifah Abbasiyah, al-Makmun.
Teori Afrika Barat
Ada bagian dunia Islam lainnya yang telah mengadakan kontak dengan orang-orang di benua Amerika sebelum Columbus. Di Afrika Barat ada sebuah kerajaan yang sangat kaya dan memiliki kekuatan besar yaitu kerjaan Mali dengan raja yang paling terkenal Mansa (raja) Musa. Sebelum Raja Musa, Mali dipimpin oleh saudaranya yang bernama Abu Bakar. Abu Bakar pernah mengirim 400 kapal menjelajahi Samudera Atlantik, namun dari jumlah yang besar tersebut hanya satu kapal saja yang berhasil kembali. Kapal tersebut melaporkan bahwa di seberang lautan sana ada sebuah daratan yang luas. Mendengar kabar tersebut, Mansa Abu Bakar pun melakukan ekspedisi dengan 2000 awak kapalnya menuju daerah tersebut namun setelah itu kabar mereka tidak pernah terdengar lagi.
Meskipun tidak ada catatan spesifik hasil dari pelayaran tersebut, namun di Amerika ada bukti yang kuat mengenai kedatangan mereka. Ada situs arkeologi di daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan yang menunjukkan bahwa orang-orang Mali pernah datang ke wilayah tersebut. Orang Spanyol saat datang menjajah wilayah Amerika, mereka menemukan prasasti di wilayah Brasil dengan bahasa Mandika (bahasa Mali). Lebih dari itu, prasasti dalam bahasa Mandika juga ditemukan di wilayah Amerika Serikat; di wilayah Misissipi dan Arizona. Di Arizona prasasti tersebut mengabarkan tentang gajah-gajah sakit, padahal gajah bukanlah hewan asli Amerika. Ini pun menjadi indikasi kesuksesan perjalanan Mansa Abu Bakar menuju daratan Amerika.
Teori Dinasti Utsmaniyah
Pada tahun 1929, terdapat sebuah penemuan yang cukup fenomenal di Istanbul. Pada tahun itu ditemukan sebuah peta yang dibuat pada tahun 1513 oleh seorang kartografer Dinasti Utsmani, Piri Reis. Reis menyatakan bahwa peta yang dibuatnya itu berdasarkan sumber-sumber di masa lalu, yaitu peta Yunani dan Arab kuno, termasuk peta yang berdasarkan ekspedisi yang dilakukan oleh Columbus yang berlayar 21 tahun sebelumnya. Yang luar biasa dari peta ini adalah tingkat kedetailannya sehingga memaksa para sejarawan melakukan penelitian ulang tentang teori ekspedisi Columbus.
Peta tersebut dengan jelas menunjukkan pantai Timur Amerika Selatan. Pantai Brasil juga ditampilkan dengan detail yang luar biasa, disertai dengan tingkat akurasi yang tinggi letak-letak sungainya. Meskipun Reis menjadikan ekspedisi Columbus sebagai sumber primernya, namun Columbus tidak pernah menginjakkan kakinya di wilayah Amerika Selatan sehingga catatan-catatan ekspedisi kaum muslimin pun menjadi bagian penting dari peta karyanya.
            Data-data historis di atas adalah bukti shahih yang menunjukkan ekspedisi kaum muslimin dilakukan sebelum keberhasilan Columbus menginjakkan kakinya ke benua Amerika di tahun 1492, bahkan mungkin Columbus sendiri mengetahui bahwa dirinya bukanlah orang yang pertama melakukan hal itu. Columbus berlayar dari Spanyol di tahun yang sama dengan runtuhnya dinasti Islam terakhir di tanah Iberia. Selain itu banyak masyarakat Iberia yang beragama Islam dan sangat mengenal sejarah masa keemasan Islam. Pelayaran Columbus juga banyak diawaki oleh orang-orang Islam yang dipaksa memeluk Katolik atau dibunuh, Columbus pun bisa dengan mudah mendengar kisah tentang dunia baru tersebut lalu terinspirasi untuk menuju ke sana.
            Dengan buku kita banyak mengetahui tentang sejarah-sejarah dunia, seperti kebohongan Amerika tentang Christopher Columbus. Teori yang menyatakan bahawa Columbus adalah orang yang pertama menjelajahi Samudera Atlantik dan menginjakkan kaki di benua Amerika adalah teori lama yang belum diuji. Tidak dipungkiri bahwa era Columbus adalah waktu yang sangat penting dalam sejarah dunia yang mengubah cara hidup di benua Amerika dan Eropa. Namun untuk dikatakan bahwa dia adalah orang yang pertama menginjakkan kaki di benua Amerika adalah teori yang sangat lemah. Eksistensi orang-orang Arab, Afrika Barat, dan Utsmani di daerah tersebut jauh sebelum kedatangan Columbus dan orang-orang Kristen Eropa. Teori-teori yang menyatakan bahwa Columbus adalah orang yang pertama datang ke tanah tersebut bukanlah menjadi fakta final. Melainkan masih teori tersebut masih perlu diuji kebenarannya.
                        Buku adalah cara untuk mengubah kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca dan menulis. Sayangnya, di Indonesia kesadaran masyarakat akan buku masih sangat rendah. Kebanyakan orang Indonesia lebih memilih membeli pakaian, makanan, aksesoris dan sebagainya, dibanding untuk membeli buku. Sehingga akan sulit menumbuhkan kesadaran tersebut. Buku mempunyai banyak kekuatan untuk pembacanya dan merupakan penunjang pendidikan. Di Indonesia kesadaran akan pentingnya buku dan pendidikan masih sangat kurang. Misalnya, dari segi pendidikannya, seperti kesiapan fasilitas, kesiapan komponen di sekolah, dan kesiapan program-program pendidikannya. Padahal kita mengetahui bahwa pendidikan adalah mata uang yang berlaku pada setiap negara di dunia. ketika kita Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bahkan saat kuliah, kita sudah diperkenalkan dengan buku-buku. Kuliah bukan hanya sekedar ilmu yang ada dibukunya, tetapi cara berpikir tentang pentingnya sebuah buku dan disiplin, akan terbentuk pada saat kita kuliah. Karena saat kita sudah memasuki dunia kuliah, kesadaran akan buku, menulis, dan membaca akan tumbuh dengan sendirinya, Karena kita dituntut untuk memiliki wawasan yang luas.  Wawasan atau pengetahuan yang luas bisa didapatkan dari sebuah buku.
Kesadaran akan pentingnya buku, menulis dan membaca digambarkan oleh Louis Braille, seorang tunanetra asal Perancis yang menciptakan huruf Braille, huruf yang biasa dipakai para tunanetra. Louis Braille menjadi buta saat berumur tiga tahun karena kecelakaan. Di tahun 1819, awal masa sekolahnya, Louis yang bersekolah di The Royal Institute of Blind Youth (sekolah khusus tunanetra di Paris) merasakan betapa sulitnya kegiatan membaca dan menulis bagi orang-orang buta.
Meski berbagai usaha telah dilakukan untuk membuat para tunanetra bisa membaca, misalnya dengan mencetak huruf-huruf dalam ukuran lebih besar secara timbul, atau mengadopsi bahasa “Sandi Militer (Night Writing)” yang berupa titik-titik timbul untuk digunakan para tunanetra. Namun semua itu dibuat tanpa lebih dahulu mempertimbangkan apakah metode ini mudah, tepat dan dapat memenuhi kebutuhan  para tunanetra akan membaca, menulis serta kebutuhan akan buku.
Cara itu tidak hanya menyulitkan tunanetra saat membaca karena huruf dicetak dalam ukuran besar, juga tidak memungkinkan tunanetra menulis. Di samping itu, karena ukuran huruf yang besar-besar tersebut, biaya pembuatan buku untuk tunanetra menjadi sangat mahal, akibatnya sekolah tersebut hanya mampu menyediakan 14 buku untuk seratus orang murid-murid yang belajar di sana. Karena tunanetra membaca dengan indera perabaan, maka Louis berpikir, huruf-huruf untuk mereka harus dapat dengan mudah dikenali cukup dengan merabakan satu ujung jari saja. Itu artinya, ukuran huruf itu harus tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.  
Louis memahami bahwa orang-orang yang selama ini bekerja untuk tunanetra memang tampak bersikap baik dan menolong. Akan tetapi, pada umumnya mereka berpendapat  bahwa orang-orang buta tidak secerdas mereka yang bisa melihat, sehingga orang buta seharusnya cukuplah puas dengan  hanya melakukan hal-hal sederhana saja, sepeti membaca kalimat-kalimat pendek serta pesan-pesan singkat, dan memahami arah, yang berarti orang buta tak perlu membaca buku.
 Waktu itu sangat sedikit yang bisa dilakukan orang-orang buta di Perancis. Sebagian besar dari mereka hanya menjadi pengemis, termasuk orang-orang buta di Coupvray. Pada awalnya, kedua orang tua Louis pun sangat merasa kasihan pada anak lelaki mereka. Mereka cenderung melindungi secara berlebihan, bahkan juga memanjakan. Tapi, kemudian mereka berpikir, Louis harus tumbuh seperti anak-anak lain yang tidak buta. Mereka tidak ingin Louis seperti anak-anak buta lainnya, yang takut melakukan hal apapun.
Dengan jerih payahnya, Louis telah membuka jendela ilmu pengetahuan bagi mereka yang "dalam gulita" (tunanetra) pada usia 15 tahun. Namun cita-citanya masih belum sepenuhnya tercapai. Di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, masih banyak anak-anak tunanetra belum bersekolah di saat usia mereka sudah memasuki masa  duduk di kelas. Mereka belum mengenal huruf, apalagi membaca. Mereka yang sudah dapat membaca pun masih belum dicukupi dengan buku-buku yang mereka perlukan.
Masih dibutuhkan ratusan Louis Braille, ribuan orang seperti Pendeta Palluy, DR. Pignier, Joseph Gaudet, bahkan orang seperti Dufau di seluruh penjuru bumi. Louis Braille telah mencontohkannya kepaa kita semua, diperlukan kerja sama untuk mewujudkan impian. Di era dengan dukungan kemajuan teknologi seperti sekarang ini, seharusnyalah upaya meneruskan perjuangan Louis Braille agar para tunanetra dapat menjadi manusia berpendidikan bukanlah hal yang terlalu sulit. Diperlukan upaya bersama, kegigihan, ketekunan serta komitmen dan konsistensi semua pihak, seperti yang dicontohkan Louis Braille.
Ini menunjukan bahwa literasi membaca dan menulis tidak hanya untuk orang yang dapat melihat saja. Tetapi, pada kenyataannya literasi dapat diterapkan kepada orang-orang tunanetra. Dengan adanya Braille menunjukan bahwa orang tunanetrapun dapat melakukan hal yang sama seperti, yang dilakukan oleh orang normal lainya. Yang membedakannya adalah keinginan dan kesadaran akan pentingnya membaca, menulis dan sebuah buku.
Kesimpulan
Buku bukanlah untuk mengukur nilai-nilai moral, tetapi untuk menunjukkan bahwa di dalam sebuah buku tersimpan suatu kekuatan yang dapat merubah hidup seseorang. Sehingga dapat menjadi senjata-senjata yang dinamis dan hebat. Tapi itu semua tergantung sejauhmana kita meresapi dan mendalami kandungan isinya. Buku merupakan salah satu literasi yang harus terus ditumbuh-kembangkan keberadaannya, karena dengan buku kita juga dapat mengenal sajarah-sejarah dunia, baik itu dimasa lampau atau dimasa yang akan datang.
Penulis (Howard Zinn) menyadari  dalam sebuah buku pasti ada kepentingan-kepentingan dan pesan yang ingin disampaikan penulisnya. Salah satu alat untuk mengkordinasinya adalah buku.
Referensi


1 komentar:

  1. Terlalu banyak copy-paste-nya nih artikel. Ini membuat saya tidak punya nafsu makan yang baik. Kalau kamu gini terus nanti saya nantangin kamu nulis tangan aja

    BalasHapus

a space for comment and critic