4th
Class Review
Ketika
dunia tak
lagi bersahabat dengan kita. Dunia seakan sedikit demi sedikit menghancurkan
dirinya, dibolak-balikannya hembusan angin,
dimuntahkan air yang ada di lautan, bahkan gunung
ikut disisir hingga laharnya menyebar ke hamparan
bumi. Aku duduk termenung di bawah bentangan langit yang begitu pudar
malamnya. Memikirkan semakin hancurnya bumi ini, tambah dengan kelakuaan
manusia yang begitu kejam kepada bumi. Semakin
malam, semakin larut dalam suasana keheningan. Sepertinya malam ini akan
membawaku ke dalam lorong kesunyian dan
menyemayamkan dalam suasana keheningan. Dengan Suasana keheningan
dengarlah betapa bumi ini menjerit, betapa bulan ikut menangis, karena setiap
hari tetutupi oleh bentangan rintakan hujan
dan suara petir yang begitu mengglegar.
Ini
merupakan pertemuan ke empat dengan mata kuliah writing 4. Pada petemuan empat banyak yang harus dibahas, tentunya
dengan topic besar “Classroom Discourse”.
Untuk pertemuan ke depan tantangannya akan lebih besar, jadi harus dipersiapkan
sesuatu dengan baik. Tantangan mengarungi lautan
academic writing akan lebih besar, sudah berada ditengah lautan dengan terpaan ombak yang banyak dan begitu besar. Aku
harap perahu yang aku persiapkan bisa
melawan terpaan ombak tersebut. Prosesnya akan berbeda dengan pertemuan-pertemuan
sebelumnya, yang biasanya tugas dikerjakan di rumah, tapi untuk pertemuan ke
lima akan lebih banyak memproduksi tulisan di kelas.
Hujan mengingatkanku pada minggu kemarin.
Minggu kemarin merupakan langkah awal dalam membuat critical review dengan tema “Classroom Discourse : Religion
Harmony”, seperti yang dikatakan oleh Key Hyland (2006) bahwa Literacy is something we do.
Yang
dikatakan Hyland kata do mengacu
kepada religion harmony. Tapi,
pernahkah sebelumnya kita berfikir, apakah bangsa ini sudah dikatakan baik
dalam kerukunan umat Bergama? Bila di lihat dari dunia social tingkat kerukunan
umat beragama itu masih sangat melemah. Bagaimana bangsa ini bisa menjadi
bangsa yang maju yang mampu bekerjasama dalam membangun bangsa? Sedangkan antar
umatnya saja masih belum rukun.
Berbicara
mengenai classroom discourse.
Bahwasannya ketika membuat critical review kebanyakan mahasiswa (PBI) tidak
menyinggung kepada classroom discourse. Tetapi, malah terjebak pada pembahasan
lain lain yaitu tentang pendidikan dan
keagamaan. Sebenarnya saya sendiri
tidak mengerti awalanya, bila harus membahas tentang classroom discourse. Bahkan
critical review yang saya buat cenderung mengarah ke pembahasn tentang
pendidikan. Menurut Mr Lala kata classroom dianggap situs suci, karena banyak
melakukan sebuah ritual.
Pembahasan
classroom bisa disebut complicated. Menurut
Pak Chaedar A. Alwasilah bahwa “Classroom disebut complicated karena adanya interaction”. Interaction bukan hanya
terdapat pada teks saja, melainkan banyak kejadian dalam kehidupan kita.
Contohnya dalam kehidupan sehari-hari yaitu antara pedagang dan pembeli, itu
sangat erat interaksinya. Begitu pula dalam lembaga pendidikan antara guru
dengan peserta didik dan dosen dengan mahasiswa, sangat erat interaksinya dalam
membahas ilmu pengetahuan.
Disebut
complicated juga karena ada tiga hal, yaitu :
a. Background
Seperti yang kita tahu, bahwa kita
terlahir atas latar belakang yang berbeda-beda. Begitu pula yang dikatakan oleh
Chaedar A. Alwasilah “Student come from different ethnic, religious, and social
backgrounds and their mindset is dominantly shaped by those backgrounds”. Latar
belakang yang berbeda bisa tterbentuk karena karakter sifat orang tua dan
lingkungan tempat tinggal kita.
b. Communicative Strategic
Communicative strategic ini membahas
bagaimana cara kita dalam bernteraksi dengan orang lain, contohnya bagaimana
kita menjawab pertanyaan orang?, bagaimana kita berbicara dan cara duduknya?,
dan lain-lain.
c. Meaning Making Practices
Dalam meaning making practices ada dua indicator yaitu ideology dan value. Ideologi itu
bagaimana kita membuat perbedaan dengan orang lain, sedangkan value itu cenderung membahas ke sikap. Contohnya
discipline, diligent, dan lain-lain
dan yang membedakan Indonesia dengan Negara maju (contohnya Malaysia dan
Singapura) adalah karena mereka memiliki tingkat discipline yang tinggi.
Pembahasn
berlanjut, tetapi masih mengenai classroom discourse dalam buku “Classroom
Discourse Analysis : A Tool for Critical Reflection”. Dijelaskan ada empat
tujuan untuk guru tantang menganalisis wacana kelas, diantaranya :
1.
Wacana yang diperoleh dalam analisis kelas telah saling
meningkatkan pemahaman antara guru dan siswa.
2.
Dengan menganalisis wacan kelas, guru telah mampu
memahami perbedaan bicara local di kelas dan melampaui generalisasi budaya
lainnya.
3.
Ketika para guru menganalisis wacan di kelas, akademik
mereka sendiri meningkat, dan
4.
Proses analisis wacana di kelas dapat menumbuhkan
intrinsic dan cinta seumur hidup untuk praktek mengajar dan meneguhkan
potensial hidupnya.
Sebenarnya
bukan hanya untuk guru saja, tapi untuk mahasiswa juga perlu. Menurut data yang
dperoleh dalam 20 tahun terakhir, untuk pengembangan wacana di kelas itu
meningkatkan saling pengertian antara guru dan siswa. Dapat dlihat dalam proses
belajar mengajar, bagaimana guru dan siswa bergiliran saat berbicara. Contohnya
ketika seorang guru sedang menjelaskan materi, siswa akan diam mendengarkan,
dan ada kalanya seorang guru yang diam ketika memberikan waktu berbicara untuk
siswa terhadap pemahaman apa yang telah dipelajari. Pemaparan contoh di atas
mengungkapkan ciri siswa dan guru bergiliran saat berbicara. Pola wacana biasanya mengungkapkan perbedaan komunikasi
daripada defisit .
Dalam
mempelajari classroom discourse mempunyai manfaat
yaitu mengetahui atau memahami secara umum mengenai perbedaan komunikasi antara
kelompok-kelompok social. Bila seorang guru memahami berbagai bentuk
pembicaraan di kelas, itu dapat menunjukan meningkatnya prestasi sekolah,
karena seperti yang disebutkan di atas bahwasannya setiap peserta didik memiliki latar belakng yang
berbeda dan guru yang mampu memahami perbedaan tersebut adalah guru yang mampu
meningkatkan prestasi. Dari perbedaan tersebut seorang guru harus mampu
merangkul siswanya menjadi satu, meskipun terlahir dari latar belakang yang
berbeda-beda.
What is (Critical) Classroom
Discourse Analysis?
Definisi
sederhana untuk wacana adalah
bahasa-bahasa yang digunakan. Analisis wacana adalah studi tentang bahasa
bahasa yang digunakan yang dipengaruhi oleh konteks-konteks yang berbeda dan
bagaimana sebuah kata yang digunakan tergantung pada konteksnya? Dalam buku
“Classroom Discourse Analysis menjelaskan bahwa " The Classroom " adalah konteks utama
dan paling jelas untuk wacana yang akan kita periksa, namun “konteks” untuk
analisis wacana kelas juga meluas bukan hanya di dalam kelas saja, tetapi di
luar kelas juga. Komponen yang berbeda dari bicara kelas, itu dapat memcakup
konteks yang mempengaruhi apa dan bagaimana hal itu ditafsirkan dalam kelas.
Kembali lagi
mengenai pembahasan mengenai critical review yang membahas tentang kerukunan
umat beragama. Menurut berita dari KEMENAG bahwa “apabila kita semua berpendidikan, maka
masalah perbedaan akan selalu teratasi”. Salah satu website dari KEMENAG
menjelaskan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan
Badan Kerjasama Antar Umat Beragama (BKSAUA) mengambil
peran penting untuk menciptakan kerukunan di Nyiur Melambai. “Untuk saya,
dialog adalah kunci dalam penyelesaian konflik,” tegas mantan Gubernur Maluku
dan Maluku Utara disaat terjadi konflik agama waktu lalu.
Bagaimana jika
kita kaitkan antara KEMENAG terhadap pandangan ke IAIN atau UIN? Menurut KEMENAG
IAIN atau UIN merupakan bagian dari salah satu sistem pendidikan Islam yang ada
di Indonesia dan sebagai suatu respon
atas kebutuhan pemerintah akan tenaga pendidik yang ahli dibidang ilmu-ilmu
keislaman. Agar dapat mengembangkan sistem pendidikan Islam. Perkembangan sejak
masa orde baru bukan saja pada aspek fisiknya, tetapi juga pada aspek tenaga pendidik atau dosennya,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sejalan dengan kebutuhan masyarakat
Islam akan ilmu pengetahuan dan teknologi peran perguruan tinggi islam semakin
bertambah. Dimana dalam pelayanannya, selain memberikan bidang studi keagamaan
juga memberikan pelayaan pendidikan umum.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa classroom discourse bersifat
complicated, karena menurut A. Chaedar
ALwasilah disebut complicated karena adanya interaction. Bersifat complicated juga
karena tiga hal, yaitu background, communicative
strategic, dan meaning making practices. Pada dasarnya kita terlahir
dari latar belakang yang berbeda-beda, bagaimana cara kita berinteraksi dangan
orang lain dan sikap saat berinteraks dengan orang lain. Berbicara mengenai
classroom discourse dalam bukunya “Classroom Discourse Analysis” bahwa dengan
adanya classroom discourse untuk mengembangkan dan meningkatkan saling
pengertian antara guru dan siswa. Bukan hanya itu saja, classroom discourse
juga mempunyai manfaat yaitu mengetahui
atau memahami secara umum mengenai perbedaan komunikasi antara
kelompok-kelompok social.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic