We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 03 Maret 2014

DASYATNYA KEKUATAN SEBUAH BUKU

Berbicara tentang kekuatan sebuah buku. Bahwa sebuah buku adalah jendela dunia yang dapat mengubah bumi tempat kita berpijak ini, tidak ada seorang pun yang memungkirinya. Sesaat sebelum membacanya, terkadang kita hanya memandang buku sebagai suatu tumpukan kertas tak berjiwa yang penuh oleh teori-teori, cerita-cerita, curahan hati sang penulisnya dan jauh dari kenyataan hidup sehari-hari.
Namun siapa sangka, dibalik sebuah buku dapat tersimpan suatu kekuatan hebat. Sebegitu hebatnya kekuatan dari buku, sehingga ia merupakan instrumen yang berdaya kuat, mencengkeram erat, menggetarkan dan berkuasa mengubah arah peristiwa-peristiwa yang sedang atau akan terjadi. Yang bisa diarahkan untuk kebaikan maupun keburukan. Bagi kemaslahatan maupun bencana.
 Kekuatan sebuah buku tergantung pada kualitas si penulis buku tersebut. Seorang pembaca dapat mengatakan bahwa “buku ini telah mengubah hidaup saya”. Timbul pertanyaan, apa yang menjadikan perubahan terhadap seorang pembaca tersebut? Buku atau penulis? Tentu saja dengan mudah  dapat menjawab yaitu penulislah yang mengubah hidup seorang pembaca. Buku tidak akan ada tanpa penulis. Timbul pertanyaan lain, apa yang dilakukan penulis sehingga dapat mengubah hidup si pembaca? Hal ini tentu saja cukup sulit untuk dijawab. Tetapi, kita harus mengetahui bahwasannya, seorang penulis yang berkualitas akan mengetahui bagaimana cara menulis dengan baik, tahu bagaimana memproduksi tulisan dengan baik, dan tahu bagaimana mempresentasikan tulisan tersebut. Penggunaan bahasa dengan baik adalah modal utama untuk menjadi seorang penulis yang berkualitas.
Kita mulai dengan mengambil contoh buku Common Sense (Pikiran Sehat) karya Thomas Paine, seorang pengarang Amerika Serikat, terbit pada 10 Januari 1776 dengan harga dua shilling (sebutan mata uang logam yang berlaku saat itu). Buku tersebut pada dasarnya sebuah pamflet, lantaran hanya setebal 47 halaman. Dalam waktu tiga bulan saja, buku tersebut terjual habis 120.000 eksemplar. Perkiraan penjualan seluruhnya mendekati jumlah setengah juta eksemplar. Suatu jumlah yang bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada masa itu, sama besarnya dengan penjualan enam puluh juta di Amerika Serikat masa sekarang. Pendek kata setiap orang yang pandai membaca di ketiga belas koloni jajahan Inggris masa itu telah membaca buku Common Sense. Sekalipun penjualan buku tersebut luar biasa besarnya, Paine tidak bersedia untuk menerima honorarium biar sesen pun.
Tidak ada buku di Amerika Serikat masa itu yang mempunyai pengaruh begitu cepat seperti Common Sense. Buku ini laksana tiupan nyaring sangkakala yang memanggil kolonis-kolonis Amerika untuk bangkit memperjuangkan kemerdekaan mereka tanpa syarat. Paine telah mengemukakan dalam bukunya bahwa revolusi adalah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan persengketaan mereka dengan Inggris dan Raja George III. “Lantaran tidak ada cara lain mencapai tujuan kecuali ledakan-ledakan,” kata Paine.
Hal yang membuat pena Thomas Paine begitu berarti dalam perjuangan kemerdekaan Amerika Serikat adalah ia meminum dari tinta yang gelap, lalu melukiskan cahaya…. Buku Paine ini salah satu seberkas cahaya yang diarahkan bagi kemaslahatan.
Kebalikannya, buku juga dapat mendatangkan bencana. Mein Kampf (Perjuanganku) karya Adolf Hitler contohnya. Buku ini ada yang mengatakan sebagai “karya besar propaganda zaman ini”. Pula jika dilihat dari kacamata seorang hakim Mahkamah Kejahatan Perang Internasional yang dibentuk seusai Perang Dunia II, Mein Kampf adalah “buku abad ke-20 yang paling dibebani kejahatan”. Melalui buku ini, sebuah bangsa besar, yakni Jerman, dan kawan-kawan serikatnya telah menyediakan diri untuk melaksanakan pikiran-pikran fanatik yang terkandung dalam buku tersebut.
Mein Kampf terdiri dari 2 jilid. Jilid pertama diterbitkan tahun 1925, dan jilid kedua setahun berikutnya, dengan ketebalan keduanya 700 halaman lebih. Dengan demikian buku tersebut terbit jauh hari sebelum Adolf Hitler mengambil kendali pemerintahan di Jerman pada 1933. Oya, dua jilid buku dimaksud juga telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Narasi, dan tersedia di toko-toko buku tanah air.
Sesungguhnya Mein Kampf lebih merupakan buku yang diucapkan ketimbang yang dituliskan. Buku tersebut diselesaikan saat Hitler meringkuk dalam penjara Bavaria. Orang yang menyertai Hitler dalam penjara adalah pengikutnya yang setia, Rudolf Hess. Jilid pertama dari buku ini didiktekan kepada Hess dan langsung diketik di atas sebuah mesin ketik. Buku ini dipersembahkan kepada 16 orang Nazi yang gugur dalam pemberontakan Munich. Aslinya buku jilid pertama diberi titel “Empat Setengah Tahun Perjuangan Melawan Dusta, Kebohongan dan Kepengecutan“. Lantas oleh penerbit, diubah menjadi Mein Kampf yang berarti Perjuanganku. Sementara itu, jilid kedua diselesaikan dan terbit pada tahun 1926.
Di Jerman, sewaktu Perang Dunia II pecah pada 1939, 5.000.000 (lima juta) eksemplar buku Mein Kampf telah diedarkan. Nyanyi pokok buku karya Hitler yang selalu diulang-ulang ialah ras, kemurnian ras, keunggulan ras dan keangkuhan ras, seraya merendahkan ras lain, utamanya ras Yahudi.
Didorong oleh percikan api buku Mein Kampf ini, dan propaganda masif yang menyertai, kaum Nazi pada Perang Dunia II tanpa rasa berperikemanusiaan telah membakar dan membumihanguskan kota-kota, serta menewaskan jutaan orang di daratan Eropa. Hanya karena berbeda ras. Dalam hal ini kaum ras Yahudi, Gipsy, Negro dan lain-lain di luar ras Arya.
Menurut Norman Cousins, seorang wartawan politik Amerika Serikat yang juga aktivis perdamaian dunia, “Buku Mein Kampf adalah buku yang paling efektif dalam abad ke-20. Bagi setiap kata yang terdapat di dalamnya 125 nyawa telah hilang; bagi setiap halaman 4.700 jiwa lenyap; dan bagi setiap bab lebih dari 1.200.000 nyawa melayang”. Kehebatan buku Mein Kampf, kata Cousins lebih lanjut, lantaran ia merupakan kitab suci politik rakyat Jerman, dan pembimbing politik dari Reich Ketiga itu dari tahun 1933 sampai akhir Perang Dunia II.
Dari pemaparan berdasarkan dua buah contoh buku di atas, yakni Common Sense dan Mein Kampf, ternyata kekuatan sebuah buku yang dapat mengubah sejarah dunia bukan dilihat dari tebal tipisnya jumlah halaman. Common Sense, buku tipis hanya 47 halaman, tidak lebih dari sebuah pamflet. Sementara Mein Kampf, cukup tebal dengan lebih dari 700 halaman.
Di mana rahasia kekuatan sebuah buku? Dalam konteks tulisan di atas, inilah hukum besi yang berlaku di mana-mana tiada lain lantaran tuntutan zaman telah siap buat para penulis bersangkutan. Rakyat Amerika kala itu tengah bersitegang dengan Inggris hingga melahirkan perang kemerdekaan. Sumbu-sumbu pendek dinamit yang siap terbakar dan meledak, mendapatkan percikan api lebih cepat dari pamflet Common Sense Thomas Paine.
Demikian pula Jerman di masa Hitler hidup. Dipermalukan sebagai bangsa melalui Perjanjian Versailles pada 1919 oleh Sekutu karena kalah dalam Perang Dunia I, ekonomi Jerman kalang kabut dan terhempas di titik nadir. Kehidupan dan masa depan tidak menentu. Kondisi psikologi publik semacam itu melahirkan perlunya suatu kambing hitam. Lantas, ras Yahudi di Eropa dipersalahkan sebagai penyebab kekacauan tersebut dan sasaran utamanya. Terbitnya Mein Kampf  karya Adolf Hitler dinilai sebagai jawaban atas situasi kacau itu. Dan ia dianggap membawa pesan-pesan yang acapkali emosional sifatnya.
Dua buah buku semacam dikupas sekilas di atas, harus diakui memiliki kekuatan-kekuatan. Kekuatan dimaksud bisa menimbulkan pengaruh baik maupun buruk. Lebih daripada itu, keduanya menorehkan rekor dari segi besarnya jumlah eksemplar yang diterbitkan. Pula tingkat keterbacaan tinggi.
Mengenai pengaruh dan kekuatan yang dapat ditimbulkan oleh suatu buku bagi manusia dan kebudayaannya, ada baiknya pula jika saya sitir kata-kata seorang penulis Amerika Serikat, Ray Bradbury. Dengan kalimat menyentak ia mengatakan, “Anda tidak perlu membakar buku jika ingin menghancurkan  kebudayaan. Perintahkan orang untuk berhenti membaca, itu sudah cukup!”.
Disamping itu terdapat beberapa penelitian tentang minat membaca dikutip dari sebuah situs, yaitu The National Endowment for the Arts telah menempatkan dua studi, yang paling baru keluar pada bulan November 2007. Penelitian sebelumnya, ”Membaca at Risk” diterbitkan pada tahun 2004 dan menilai penurunan membaca literatur dari 1982 sampai 2002. Laporan terbaru,” Untuk Baca atau Tidak Untuk Dibaca,” berbicara kepada masalah yang sama membaca menurun dalam populasi secara keseluruhan dari Amerika Serikat, tapi itu membuat sejumlah pengamatan menarik lainnya. Mari kita lihat. Kemampuan membaca yang buruk cenderung menyamakan dengan gaji yang lebih rendah, kurangnya atau pekerjaan yang buruk, dan lebih sedikit kesempatan untuk kemajuan. Pembaca miskin umumnya tidak membaca sebanyak pembaca yang baik. Ini adalah siklus ke bawah untuk pembaca miskin. Mereka tidak membaca dengan baik, sehingga mereka tidak banyak membaca, yang berarti mereka tidak mendapatkan latihan yang mereka butuhkan untuk memperbaiki. Pembaca miskin memiliki keberhasilan akademis yang lebih rendah. Secara umum, para tahanan memiliki kemampuan membaca yang lebih buruk daripada populasi umum. Juga pembaca miskin cenderung untuk aktif dalam kehidupan sipil, relawan kurang, dan suara kurang dari pembaca yang lebih baik. Menjadi pembaca yang buruk pasti membawa kerugian pribadi dan sosial bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.” Apakah iya atau tidak orang membaca, dan memang berapa banyak dan seberapa sering mereka baca, mempengaruhi kehidupan mereka dengan cara yang sangat penting.”
“Membaca berkorelasi dengan hampir setiap pengukuran perilaku personal dan sosial yang positif yang disurvei. Hal ini meyakinkan, meskipun tidak menakjubkan, bahwa pembaca menghadiri konser dan teater lebih daripada non-pembaca, tetapi cukup mengejutkan bahwa mereka latihan lebih banyak dan bermain lebih olahraga-tidak peduli apa tingkat pendidikan mereka. Statistik dingin mengkonfirmasi sesuatu yang sebagian besar pembaca tahu, tapi sebagian besar telah enggan untuk menyatakan sebagai perubahan fakta-buku hidup menjadi lebih baik.” Sebagai orang tua dan guru, harus jelas bahwa mereka yang di bawah perawatan Anda seharusnya diajarkan dan didorong untuk membaca, tidak hanya untuk tugas sekolah mereka, tapi untuk kesenangan mereka juga.
Laporan memiliki sejumlah grafik dan angka menjelaskan bagaimana membaca untuk kesenangan telah menurun selama dua puluh tahun terakhir, khususnya di kalangan orang-orang muda. Sementara jumlah membaca untuk sekolah dan pekerjaan rumah tetap hampir sama selama periode ini, jumlah membaca untuk kesenangan telah menurun. Ini adalah kebiasaan sehari-hari membaca untuk kesenangan yang membuat perbedaan. Sepotong data menunjukkan bahwa sementara mereka dengan pendidikan yang lebih cenderung untuk membaca lebih lanjut, penurunan membaca untuk kesenangan itu hanya sebagai terlihat di kalangan lulusan perguruan tinggi seperti itu dengan mereka yang tidak memiliki pendidikan perguruan tinggi. Sebagai bangsa kita membaca untuk kesenangan menurun pada semua kelompok pendidikan.
Alasan yang paling mungkin diberikan, tidak hanya oleh penelitian ini tetapi oleh orang lain, adalah ledakan dari media elektronik yang mengundang untuk waktu kita . Internet , video game, film, televisi, ponsel, dan sejenisnya bertanggung jawab untuk menyedot sejumlah besar waktu yang pernah mungkin telah dimanfaatkan sebagai waktu membaca.
Salah satu bagian menarik dari penelitian menunjukkan bahwa jumlah buku di rumah memiliki pengaruh yang besar pada nilai tes siswa. Yang cukup menarik, nilai tes yang diukur adalah dalam ilmu pengetahuan dan sejarah, bukan sastra atau bahasa Inggris. Grafik menunjukkan nilai tes rata dikelompokkan berdasarkan jumlah buku di rumah. Data itu dari 2005-2006 tes yang diberikan kepada senior sekolah tinggi. Sains dan kewarganegaraan skor berkisar 0-300. Sejarah skor berkisar dari 0 sampai 500. Sumber: Departemen Pendidikan Amerika Serikat, Pusat Nasional untuk Statistik Pendidikan. Tampaknya bahwa kehadiran buku, dan lebih banyak lebih baik, memungkinkan untuk kesempatan bagi anak-anak untuk memilih satu dari rak dan mudah-mudahan membaca atau setidaknya membaca di dalamnya.
Berikut adalah beberapa temuan yang lebih dilaporkan dalam penelitian ini. Data ini dari tempat kerja tentang membaca .
Ø  38 % dari pengusaha menemukan lulusan SMA "kekurangan" dalam pemahaman bacaan, sedangkan tingkat 63 % keterampilan dasar ini sangat penting.
Ø  Satu dari lima pekerja AS membaca pada tingkat keterampilan rendah dari pekerjaan mereka membutuhkan.
Ø  kursus menulis Remedial yang diperkirakan menelan biaya lebih dari $ 3.100.000.000 untuk pengusaha perusahaan besar dan $ 221.000.000 untuk pengusaha negara.
Temuan ini merefleksikan kebiasaan membaca yang buruk dan kemampuan sebagian besar tenaga kerja di Amerika Serikat, dan itu mencerminkan pendidikan mereka atau kekurangan itu.
Pada wacana Howard Zinn yang berjudul “Speaking Truth to Power With Books” menyinggung tentang sejarah kebenaran Chistopher Colombus. Zinn mengatakan bahwa Colombus adalah penemu besar, Colombus pembaca Alkitab yang saleh, Colombus sebagai pembunuh, penyiksa, penculik, mutilator orang pribumi, munafik, orang yang tamak mencari emas, bersedia untuk membunuh orang dan mencincang orang itu. Disini Saya akan mencoba mengungkap sedikit fakta tentang Colombus. Pada sebuah situs Islam dituliskan bahwa Tidak kita sangkal lagi bahwa penulis sejarah adalah kelompok pemenang. Sejarah-sejarah peradaban Islam banyak ditulis di masa Dinasti Abbasiyah sebagai pemenang di periode pertengahan sejarah peradaban Islam. Dan di era modern ini sejarah ditulis oleh Barat sebagai pihak pemenang dan menguasai berbagai media informasi.
Namun sejarawan di masa Abbasiyah sangat jauh berbeda dengan sejarawan Barat di era modern ini. Di masa Abbasiyah sisi objektivitas dan keotentikan sejarah lebih dikedepankan daripada sejarawan Barat. Barat yang menguasai hegemoni abad modern nyaris menutupi kelemahan mereka di abad pertengahan dan tingginya peradaban Islam di masa tersebut.
Di antaranya adalah kontroversi ekspedisi yang dilakukan oleh Columbus. Pelaut yang bernama lengkap Christopher Columbus atau dengan nama Italia-nya Cristoforo Colombo diklaim sebagai orang pertama yang mengarungi jalur Atlantik lalu menemukan benua Amerika. Hal ini selama ratusan tahun masih dianggap sebuah fakta yang tak terbantahkan. Benarkah demikian? Analisis berikut ini mencoba menguraikan dan mengkritisi teori tersebut.
Tentu saja tidak perlu diragukan lagi yang pertama kali datang menemukan benua Amerika adalah nenek moyang asli bangsa Amerika. Mereka mungkin menyeberang ke Amerika melalui Rusia dan Alaska sekitar 12.000 tahun yang lalu. Diskusi penemuan benua Amerika oleh orang-orang Eropa, Afrika, atau Asia, sebenarnya adalah penghinaan terhadap sejarah masyarakat asli benua tersebut. Keberanian dan sejarah mereka sangat tidak dihargai dan tidak dinilai apabila teori Columbus sebagai penemu benua Amerika adalah fakta yang hakiki.
Columbus hidup di zaman dimana orang-orang berasumsi bahwa bumi ini datar. Padahal sejak lama Aristoteles dan Pythagoras mengeluarkan sebuah teori bahwa bumi itu berputar. Demikian juga di masa kejayaan Islam (750-1100-an M) ilmuwan-ilmuwan Islam meyakini bumi itu bulat.

ü  Teori Arab dan Muslim Spanyol

Seorang sejarawan dan ahli geografi muslim, Abu Hasan al-Mas’udi pada tahun 956 menulis perjalanan muslim Spanyol di tahun 889 M. Eskpedisi pelayaran muslim Spanyol di tahun itu bertolak dari pelabuhan Delba (pelabuhan yang sama dengan start ekspedisi Columbus), dan berlayar selama berbulan-bulan ke arah Barat. Lalu mereka menemukan sebuah daratan yang sangat luas dan mereka pun berniaga dengan penduduk asli di daerah tersebut, setelah itu kembali lagi ke Eropa. Al-Mas’udi menggambarkan tanah tersebut dalam petanya yang sangat fenomenal, ia menyebut daratan tersebut dengan “Daratan yang Tidak Diketahui” atau daratan tanpa nama.
Tercatat muslim Spanyol telah dua kali mengadakan ekspedisi ke Amerika. Pertama, pada tahun 999 M oleh Ibnu Farrukh dari Granada dan yang kedua oleh al-Idrisi pada tahun 1100 M. Al-Idrisi mencatat sekelompok kaum muslimin berlayar kea rah Barat dari Lisbon selama 31 hari dan berlabuh di sebuah pulau di Karibia. Mereka ditawan oleh penduduk asli Amerika di kepulauan tersebut selama beberapa hari. Setelah beberapa hari mereka pun dibebaskan karena negosiasi dengan perantara salah seorang penduduk setempat yang memahami bahasa Arab. Mereka pun kembali ke al-Andalus kemudian menceritakan apa yang mereka alami. Poin menarik dari kejadian ini adalah adanya penduduk setempat yang memahami bahasa Arab. Tentu saja hal ini menunjukkan sering terjadi kontak antara penduduk setempat (Amerika) dengan orang-orang Arab.
Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa kaum muslimin datang ke benua Amerika menyebrangi kegelapan Samudera Atlantik 300 atau 400 tahun sebelum kedatangan Columbus. Hal ini diindikasikan dengan kemampuan pemetaan, citra geografis, dan astronomi yang mumpuni di kalangan kaum muslimin. Umat Islam telah mengeluarkan teori bumi itu berputar seperti bola sebagaimana Ibnu Khardzabah (242 H/885 H) dan Ibnu Rustah (290 H/903 M), termasuk Khalifah Abbasiyah, al-Makmun.

ü  Teori Afrika Barat

Ada bagian dunia Islam lainnya yang telah mengadakan kontak dengan orang-orang di benua Amerika sebelum Columbus. Di Afrika Barat ada sebuah kerajaan yang sangat kaya dan memiliki kekuatan besar yaitu kerjaan Mali dengan raja yang paling terkenal Mansa (raja) Musa. Sebelum Raja Musa, Mali dipimpin oleh saudaranya yang bernama Abu Bakar. Abu Bakar pernah mengirim 400 kapal menjelajahi Samudera Atlantik, namun dari jumlah yang besar tersebut hanya satu kapal saja yang berhasil kembali. Kapal tersebut melaporkan bahwa di seberang lautan sana ada sebuah daratan yang luas. Mendengar kabar tersebut, Mansa Abu Bakar pun melakukan ekspedisi dengan 2000 awak kapalnya menuju daerah tersebut namun setelah itu kabar mereka tidak pernah terdengar lagi.
Meskipun tidak ada catatan spesifik hasil dari pelayaran tersebut, namun di Amerika ada bukti yang kuat mengenai kedatangan mereka. Ada situs arkeologi di daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan yang menunjukkan bahwa orang-orang Mali pernah datang ke wilayah tersebut. Orang Spanyol saat datang menjajah wilayah Amerika, mereka menemukan prasasti di wilayah Brasil dengan bahasa Mandika (bahasa Mali). Lebih dari itu, prasasti dalam bahasa Mandika juga ditemukan di wilayah Amerika Serikat; di wilayah Misissipi dan Arizona. Di Arizona prasasti tersebut mengabarkan tentang gajah-gajah sakit, padahal gajah bukanlah hewan asli Amerika. Ini pun menjadi indikasi kesuksesan perjalanan Mansa Abu Bakar menuju daratan Amerika.

ü  Teori Dinasti Utsmaniyah

Pada tahun 1929, terdapat sebuah penemuan yang cukup fenomenal di Istanbul. Pada tahun itu ditemukan sebuah peta yang dibuat pada tahun 1513 oleh seorang kartografer Dinasti Utsmani, Piri Reis. Reis menyatakan bahwa peta yang dibuatnya itu berdasarkan sumber-sumber di masa lalu, yaitu peta Yunani dan Arab kuno, termasuk peta yang berdasarkan ekspedisi yang dilakukan oleh Columbus yang berlayar 21 tahun sebelumnya. Yang luar biasa dari peta ini adalah tingkat kedetailannya sehingga memaksa para sejarawan melakukan penelitian ulang tentang teori ekspedisi Columbus.
Peta tersebut dengan jelas menunjukkan pantai Timur Amerika Selatan. Pantai Brasil juga ditampilkan dengan detail yang luar biasa, disertai dengan tingkat akurasi yang tinggi letak-letak sungainya. Meskipun Reis menjadikan ekspedisi Columbus sebagai sumber primernya, namun Columbus tidak pernah menginjakkan kakinya di wilayah Amerika Selatan sehingga catatan-catatan ekspedisi kaum muslimin pun menjadi bagian penting dari peta karyanya. Selain itu peta Reis juga mencatumkan gambar Pegunungan Andes yang tidak tersentuh oleh eksplorer Eropa hingga tahun 1520-an, satu decade penuh setelah gambar peta Reis.
 
Peta Reis dengan sumber-sumber klasik yang ia gunakan menunjukkan penguasaannya yang mapan mengenai benua Amerika. Peta karyanya juga merupakan bukti fisik terkuat mengani ekspedisi-ekspedisi kaum mulimin jauh sebelum ekspedisi Columbus.

ü  Catatan Columbus

Data-data historis di atas adalah bukti shahih yang menunjukkan ekspedisi kaum muslimin dilakukan sebelum keberhasilan Columbus menginjakkan kakinya ke benua Amerika di tahun 1492, bahkan mungkin Columbus sendiri mengetahui bahwa dirinya bukanlah orang yang pertama melakukan hal itu. Columbus berlayar dari Spanyol di tahun yang sama dengan runtuhnya dinasti Islam terakhir di tanah Iberia. Selain itu banyak masyarakat Iberia yang beragama Islam dan sangat mengenal sejarah masa keemasan Islam. Pelayaran Columbus juga banyak diawaki oleh orang-orang Islam yang dipaksa memeluk Katolik atau dibunuh, Columbus pun bisa dengan mudah mendengar kisah tentang dunia baru tersebut lalu terinspirasi untuk menuju ke sana.
Setalah Columbus tiba di Amerika, ia mencatat beberapa hal syi’ar-syi’ar Islam di daerah tersebut. Ia berkomentar mengenai emas yang dimiliki oleh penduduk asli, dibuat dengan paduan dan tata cara yang sama dengan yang dibuat oleh kaum mulimin dari Afrika Barat. Columbus juga mencatatat bahwa kata asli untuk emas di daerah tersebut disebut dengan ghunain, yang sangat mirip dengan bahasa Mandika untuk menyebut kata emas, yaitu ghanin, sangat mirip sekali dengan bahasa Arab ghina yang berarti kekayaan. Catatan Columbus juga mengisahkan adanya sebuah kapal di tahun 1498 yang memuat banyak barang dagangan yang diawaki oleh orang-orang Afrika yang menurut keterangan penduduk asli mereka adalah mitra dagang penduduk lokal.
Jelas, teori yang menyatakan bahawa Columbus adalah orang yang pertama menjelajahi Samudera Atlantik dan menginjakkan kaki di benua Amerika adalah teori lama yang belum diuji. Tidak dipungkiri bahwa era Columbus adalah waktu yang sangat penting dalam sejarah dunia yang mengubah cara hidup di benua Amerika dan Eropa. Namun untuk dikatakan bahwa ia adalah orang yang pertama menginjakkan kaki di benua Amerika adalah teori yang sangat lemah. Eksistensi orang-orang Arab, Afrika Barat, dan Utsmani di daerah tersebut jauh sebelum kedatangan Columbus dan orang-orang Kristen Eropa. Teori-teori yang menyatakan bahwa Columbus adalah orang yang pertama datang ke tanah tersebut bukanlah menjadi fakta final. Teori tersebut masih sangat perlu diuji dan dibenturkan dengan teori Arab, Afrika Barat, dan Utsmani.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa, kekuatan sebuah buku bagi pembaca maupun dunia sangatlah berpengaruh besar. Kekuatan yang terdapat dalam buku tentunya bermuaera pada kekuatan seorang penulis. Bahasa seperti apa yang disampaikan oleh penulis, bagaimana penulis mempresentasikan karyanya hal itulah yang menjadi dasar dari kekuatan sebuah buku.
 REFERENSI
·         www.nea.gov
·         Buku-Buku Pengubah Sejarah, Robert B. Downs, alih bahasa Asrul Sani, Penerbit Tarawang Press Yogyakarta, April 2001.
·         Madza Qaddamal Muslimuna lil ‘Alam Ishamaatu al-Muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah oleh DR. Raghib as-Sirjani.
·         http://lostislamichistory.com/columbus-was-not-the-first-to-cross-the-atlantic/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic