Buku
dan Tulisan yang Berpengaruh
author : Ema Wilianti Dewi
We are told to remember the idea,
not the man, because a man can fail. He can be caught, he can be killed and
forgotten, but 400 years later, an idea can still change the world. I’ve
witnessed firsthand the power of ideas, I’ve seen people kill in the name of
them and die defending them, but you cannot kiss an idea, touch it, or hold it.
Ideas do not bleed, they do not feel pain, and they do not love.
Evey
Hammond, from “V for Vendetta” (2006)
Dulu, setiap kali mengunjungi sebuah
toko buku dan melihat buku-buku tebal yang tertata rapi di setiap rak-rak buku
hanya satu yang terlintas di pikiran saya, untuk apa semua buku itu di buat?
Untuk apa semua buku itu di terbitkan? Untuk apa buku itu di jual? Dan untuk
apa buku-buku itu di beli dan dibaca? tetapi itu dulu, sebelum saya menyadari
betapa pentingnya buku. Buku mungkin hanya tulisan-tulisan yang ditulis di
lembaran kertas yang kemudian di tata rapi, dijilid, dan diberi cover yang
semenarik mungkin. Tetapi bukan itu intinya, buku dalam arti sebenarnya
merupakan tulisan yang dilahirkan dari ide seorang penulis yang didapatkan
dengan susah payah, dengan cucuran keringat yang deras, dan bahkan dengan
perjuangan yang lebih keras dari pada itu semua.
Saya membaca artikel yang ditulis
oleh Howard Zinn yang berjudul Speaking
Truth to Power with Book, di sana tertulis bahwa buku itu sangat berpotensi
untuk merubah sesuatu. Perubahan ini di mulai dari perubahan yang terjadi pada
diri pembaca itu sendiri. Howard Zinn (24 Agustus 1922 -
27 Januari 2010) adalah seorang
sejarawan Amerika, penulis, dan
aktivis sosial. Dia adalah seorang profesor ilmu politik di
Boston University selama 24 tahun
dan mengajar sejarah di Spelman College selama
7 tahun. Zinn menulis lebih dari
20 buku.
Berbicara
tentang buku secara langsung akan berbicara juga tentang menulis. Tulisan
dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orang-orang Sumeria
(Irak
saat ini) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat.
Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang
mewakili kata-kata atau benda. Kegiatan menulis berkembang pesat sejak
diciptakannya teknik percetakan, yang menyebabkan orang makin giat
menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
Semua orang pun tahu bahwa menulis bukanlah
hal yang bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Menulis adalah penyampaian
pesan dari komunikan yang tertuang dalam tulisan kepada reseptor. Kegiatan
menulis melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi
tulisan, saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.
Sebagai
suatu keterampilan berbahasa, menulis merupakan kegiatan yang kompleks karena
penulis dituntut untuk dapat menyusun dan mengorganisasikan isi tulisanya serta
menuangkannya dalam ragam bahasa tulis. Menulis merupakan
bagian dari keterampilan bahasa yang membutuhkan sebuah proses. Keterampilan
menulis bukanlah keterampilan yang diperoleh secara otomatis, keterampilan itu
tidak dibawa sejak lahir tetapi diperoleh melalui tindak pembelajaran
(Maryamah, 2005).
Para
ilmuwan jiwa budaya juga telah menemukan bahwa masyarakat yang buta huruf
tertinggal jauh di belakang dengan masyarakat yang melek huruf, terutama dalam
hal yang menyangkut keterampilan kognitif. Telaah mereka mendukung kesimpulan
yang menyatakan bahwa keterampilan baca-tulis mendorong perkembangan intelektual
seseorang (Enre, 1998:7). Setiap penulis memiliki gaya mereka masing-masing
dalam menyampaikan idenya. Gaya ini lebih dikenal dengan istilah ”voice”. Tak
akan pernah ada penulis yang cara penyampaian ide dalam tulisannya dengan voice
yang sama. Perbedaan voice ini tak akan pernah bisa ada yang menyalahkan,
karena di dunia menulis tidak ada voice yang salah yang ada hanyalah voice yang
berbeda.
Contoh
nyata dalam penyampaian ide yang nantinya di tulis dan dipublikasikan adalah
ide yang dituangkan oleh pribumi pada masa kolonial belanda. Pada masa ini pemuda
pribumi yang ada di dalam negeri maupun yang sedang belajar di Belanda
bersama-sama memikirkan ide mempersatukan bangsa ini dan untuk merebut
kemerdekaan bangsa. Mereka mulai menulis gagasan-gagasan mereka tentang konsep
persatuan bangsa. Semua gagasan-gagasan ini di tulis lalu dipublikasikan kepada
hal layak ramai, sayangnya hal ini tidak selalu mendapat respon yang positif,
terutama dari kalangan kolonial Belanda. Mereka sempat menganggap bahwa tulisan
yang di tulis itu mengancam Belanda. Ketidaksukaan Belanda terhadap tulisan
yang dianggapnya mengancam sampai-sampai menyeret founding fathers negeri ini
terjeblos ke penjara bekali-kali dan bahkan sempat diasingkan karena
tulisannya.
Kelahiran sebuah negara bangsa ditandai
dengan ciri entitas. Begitu pula dengan Indonesia. Sebagai bangsa, Indonesia
telah lahir pada 1908. Sebagai negara, Indonesia dideklarasikan pada 1945.
Seperti pada negara-negara di belahan dunia lain, sebagai bangsa dan negara,
Indonesia juga memunyai sebuah cita-cita sederhana. Yaitu bagaimana ia dapat
hidup bersama secara rukun dan damai di atas perbedaan yang ada dalam sebuah
entitas politik yang diakui. Cita-cita itu kemudian dibentuk dalam sebuah
kontrak sosial Pancasila yang terbingkai dalam Pembukaan UUD 1945.
Di dalam cita-cita sederhana itu
diharapkan Indonesia dapat menjadi wadah bagi perbedaan mendasar bagi warganya.
Seperti perbedaan suku, agama, ras maupun golongan dalam realitas kebangsaan
yang hadir lebih awal ketimbang kenegaraan.
Dalam jangka panjang, negara bangsa dalam bentuk
Indonesia itu juga diharapkan mampu menjawab masalah-masalah penting yang
menjadi kebutuhan rakyatnya. Seperti bagaimana membuat rakyatnya menjadi lebih
sejahtera-atau dikenal negara sejahtera (welfare state).
Tidak hanya itu saja, kepada Indonesia
itu pula harapan-harapan setiap rakyatnya disandarkan dan digantungkan untuk
kemudian diserap, diartikulasikan, dan dimanefestasikan dalam pemenuhan
maksimal melalui institusi yang dibentuknya, guna memberi kepuasan kepada
setiap rakyatnya secara adil. Dalam wadah Indonesia itupun, setiap rakyatnya diberikan
mencurahkan hati tentang problem-problem yang dihadapinya. Singkat kata,
Indonesia sebagai sebuah institusi negara telah diletakkan memiliki lebih
banyak kemampuan untuk memenuhi apapun yang menjadi keinginan rakyatnya. Karena
itu, konsekuensi berdirinya negara bangsa dengan nama Republik Indonesia disadari
oleh para "founding fathers"
sebagai sebuah tantangan dan cobaan dalam perjalanannya.
Kebanyakan
orang hanya mengetahui bahwa founding
fathers bangsa ini adalah dynamic duo, Soekarno dan Mohammad Hatta. Padahal
bukan hanya mereka berdua. Ada banyak orang lainnya. Yang dimaksudkan Pendiri
Bangsa(founding fathers) adalah tokoh secara teknis berperan aktif, nyata dan
terbukti menyusun struktur negara RI menjelang datangnya hari kemerdekaan. Mereka
itu adalah para anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (lalu dibubarkan dan diganti dengan PPKI). Juga anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan ditambah tokoh yang hadir merumuskan
naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda, pada tangggal 16 Agustus 1945.
Mereka semua memerdekaan bangsa ini dengan berawal dari tulisan, betapa
terbuktinya tulisan menjadi tonggak kuat bagi perubahan.
Sebagai bangsa dan negara, Republik
Indonesia, memunyai cita-cita besar. Yakni menjadi wadah bagi kehidupan
kolektif yang penuh harmoni dengan pembangunan sebagai paradigmanya dan
mencerdaskan serta memakmurkan setiap individu-individu yang tergabung di
dalamnya tanpa melihat perbedaan suku, agama, ras maupun golongan.
Saat ini, cita-cita itu tersebut baru sampai pada
tahapan pembenahan kehidupan bersama. Cita-cita tersebut akan mengalami
pemuaian akibat distorsi yang meresap kemana-mana. Cita-cita, atau apapun
namanya dalam perkembangan selanjutnya telah mengalami penyempitan makna pada
cita-cita sekelompok orang atau bahkan cita-cita individu melalui struktur-struktur
kekuasaan.
Cita-cita kebangsaan yang telah
dicanangkan melalui komitmen masa lalu oleh Mahapatih Gajah Mada lewat
"sumpah Palapa" hingga "sumpah pemuda" sebagai representasi
generasi biru dan dan dewasa saat itu, kini mengalami penyusutan secara gradual.
Paradigma "menyatukan" seperti yang
diucapkan pada Sumpah Pemuda 1928, kini bergeser pada keinginan untuk
"bercerai-berai". Keinginan untuk "berjanji" atas satu
tanah air, satu bangsa dan satu bahasa, kini luntur. Secara perlahan dan pasti,
kita mulai mengingkari semua kesepakatan yang telah dibuat dan dirancang oleh
para penggiat kemerdekaan republik ini. Tinggalah, satu-satunya pengakuan yang
masih tertinggal yakni pengakuan sebagai rakyat yang berbahasa satu, yaitu
bahasa Indonesia.
Kenyataan miris itu telah mendorong
kegelisahan individu menjadi kegelisahan sosial sebagai bagian dari anak
bangsa. Keinginan untuk menyatukan kembali pengingkaran tersebut dewasa ini
atas komitmen masa lalu bukanlah sebuah cita-cita yang mudah atau muluk untuk
dilaksanakan. Diperlukan energi besar untuk melakukannya. Itu merupakan bentuk
dari sebuah tanggungjawab moril atas keberlanjutan Indonesia sebagai negara
bangsa yang memiliki entitas politik di dunia.
Setelah
kemerdekaan sudah ditangan, masih ada lagi contoh tulisan yang katanya bisa
“merubah”. Sebagai warga Negara yang baik, sudah menjadi hal yang sangat lumrah
untuk mendengar istilah Undang-Undang Dasar, teori-teori sosial, politik,
ekonomi, dan berbagai macam ideologi
yang hingga saat ini terus berkembang di seluruh dunia. Semua ini merupakan
contoh lain dari tulisan dan ide yang dapat melakukan perubahan besar. Semua
pemikiran tentang ideologi dan segala hal yang berkaitan dengan ketatanegaraan
itu lahir dari gagasan-gagasan seorang manusia yang ditulis lalu di diskusikan
dan pada akhirnya di pulbikasikan.
Perubahan-perubahan
yang terjadi di dunia ketatanegaraan bukan menjadi hal yang mudah dirumuskan,
pasti akan timbul banyak perdebatan mengingat di Indonesia saja para pembuat
kebijakan itu hampir tak ternilai jumlahnya. Pasti ada cemoohan-cemoohan yang
timbul saat perumusan ide dan gagasan, tetapi yang membuat ide-ide ini bertahan
dan berpengaruh bagi seluruh warga negaranya adalah publikasi. Tak jauh berbeda
dengan buku bukan?
"I
went to sea from the most tender age and have continued in a sea life to
this day. Whoever gives himself up to this art wants to know the secrets of
Nature here below. It is more than forty years that I have been thus
engaged. Wherever any one has sailed, there I have sailed."
–
Christopher Columbus
|
Orang-orang
Amerika Serikat, bahkan orang-orang di seluruh dunia hanya tahu bahwa Columbus
merupakan seorang penjelajah dan pedagang asal Genoa,
Italia,
yang menyeberangi Samudera Atlantik
dan sampai ke benua Amerika pada tanggal 12 Oktober 1492. Perjalanan tersebut
didanai oleh Ratu Isabella dari Kastilia
Spanyol,
setelah ratu tersebut berhasil menaklukkan Andalusia.
Ia percaya bahwa Bumi berbentuk bulat, dan beranggapan bahwa sebuah kapal dapat
sampai ke Timur Jauh melalui jalur barat.
Columbus
bukanlah orang pertama yang tiba di Amerika, yang ia dapati sudah diduduki. Ia
juga bukan orang Eropa pertama yang sampai ke benua itu karena sekarang telah
diakui secara meluas bahwa orang-orang Viking
dari Eropa Utara telah berkunjung ke Amerika Utara pada abad ke 11 dan
mendirikan koloni L'Anse aux Meadows untuk jangka waktu yang singkat. Terdapat
perkiraan bahwa pelayar yang tidak dikenali pernah melawat ke Amerika sebelum Columbus
dan membekalkannya dengan sumber untuk kejayaannya. Terdapat juga banyak teori
mengenai ekspedisi ke Amerika oleh berbagai orang sepanjang masa itu.
Columbus
mengira bahwa pulau tersebut masih perawan, belum berpenghuni sama sekali.
Mereka berorientasi menjadikan pulau tersebut sebagai perluasan wilayah
Spanyol. Tetapi setelah menerobos masuk, Columbus ternyata terkejut menemukan
bangunan yang persis pernah ia lihat sebelumnya ketika mendarat di Afrika.
Semula Columbus disambut dengan ramah oleh suku Indian,
tepatnya orang-orang Arawak. Mereka tidak berpakaian
dan berkulit cokelat, muncul dari desa mereka
menuju ke pantai dan berenang keluar untuk melihat
lebih dekat pada benda
aneh(kapal) yang bersandar di pulau mereka.
Ketika Columbus dan
pelaut itu mendarat, membawa pedang dan berbicara bahasa
yang mereka tak mengerti sama sekali, para
Arawak berlari untuk
menyambut mereka, membawakan mereka makanan, air, dan
hadiah
tetapi setelah para Arawak mengetahui niat buruk datangnya Columbus dan seluruh
awak kapalnya di pulau itu, Columbus banyak mendapat resistensi dari penduduk
setempat. Beberapa armada kapal milik rombongan Columbus ditenggelamkan oleh
suku Indian sebab mereka merasa terganggu dan terancam oleh kedatangan Columbus.
Howard
Zinn dikecam oleh berbagai pihak di Amerika. Warga Amerika sangat geram sesaat
setelah membaca buku milik Zinn yang mengatakan bahwa Columbus merupakan orang
yang sangat kejam, ia dengan tega menjadikan suku Indian sebagai tahanan yang
keji padahal sebelumnya Ia disambut dengan sangat baik oleh mereka. Semua orang
hanya tahu bahwa Columbus adalah seorang pahlawan, Columbus adalah penemu besar, dan Columbus pembaca Alkitab yang saleh . Untuk membaca
tentang Columbus sebagai pembunuh, penyiksa, penculik, seorang mutilator orang pribumi, munafik, orang yang tamak mencari emas sampai-sampai bersedia untuk membunuh orang itu amat sangat mengejutkan.
The Associated Press ( AP ) mengungkapkan pada bulan Juli
2013 mantan Gubernur Indiana Mitch Daniels meminta jaminan dari penasihat
pendidikan bahwa karya-karya Zinn itu tidak diajarkan di sekolah umum di negara
bagian. Dalam salah satu email , Daniels mengungkapkan penghinaan untuk Zinn
saat kematiannya : “Akademika anti - Amerika yang mengerikan ini akhirnya meninggal ...” David J. Bobb didukung oleh Daniels menuliskan sebuah opini di jurnal
online Wall Street, di mana ia menegaskan Zinn bukan
sejarawan nyata, tetapi seorang Marxis - propagandis. Namun, Zinn secara
konsisten mengungkapkan ideologi politik pribadinya yang selaras dengan pemikiran anarkisnya, dan telah mengakui bahwa ia adalah "sesuatu"
dari seorang Marxis adalah bahwa "orang memiliki begitu banyak pengertian
yang berbeda tentang apa yang seorang Marxis pikirkan." Ironisnya, kontroversi menyebabkan meningkatnya ketertarikan dalam sejarah yang di tulis oleh Zinn.
Kecaman
demi kecaman silih berganti diterima oleh sejarawan handal ini, Howard Zinn. Sebenarnya,
tak ada yang salah dengan apa yang ditulis oleh Howard Zinn. Seperti yang telah
dijelaskan di awal bahwa setiap penulis memiliki “voice”. Dari kacamata saya
terlihat bahwa Zinn hanya ingin mengangkat sisi lain seorang Columbus. Semuanya
menjadi gempar karena yang di bicarakan adalah seorang yang berpengaruh di
dunia. Di Amerika ini terlihat sekali bahwa pengaruh buku terhadap respon
pembacanya sangat besar sekali, bahkan responnya sangat cepat. Orang-orang
seperti Oppa Zinn harus diberi apresiasi yang sangat tinggi, beliau berani
menuangkan ide yang mungkin dianggap “gila” ke permukaan publik. Banyak penulis
yang menerbitkan buku tentang Christopher Columbus, namun mereka tidak seberani
dan tidak memiliki
fakta-fakta yang lebih mendukung seperti yang dimiliki ohe Howard Zinn.
"I can't think of anyone
who had such a powerful and benign influence. His historical work changed
the way millions of people saw the past. The happy thing about Howard was
that in the last years he could gain satisfaction that his contributions were
so impressive and recognized."
Kegilaan-kegilaan
dalam menulis menurut saya penting sekali dilakukan, apalagi penulisan
biografi. Kita perlu melihat orang besar itu dari segala macam sisi, tidak
hanya sisi positifnya saja, sisi negative dari seseorang ataupun sesuatu pun
sebenarnya bermanfaat untuk di ketahui. Setelah bacaan itu tersedia, tugas kita
sebagai pembaca adalah untuk pintar-pintar mengambil hal-hal yang kiranya dapat
membuat hidup kita lebih baik dan kita berlatih untuk menjadi seorang qualified
reader.
Tulisan-tulisan
yang merubah sesuatu, katakanlah dunia bukan hanya tulisan ini. Banyak sekali
tulisan yang sudah di rapihkan menjadi sebuah buku dan pada akhirnya membawa
perubahan dan pengaruh besar terhadap pembacanya. Turun ke area yang lebih sederhana,
yaitu buku yang di peruntukkan untuk anak-anak dan memiliki pengaruh besar
yaitu “The Chronicles of Narnia” buku
ini termasuk ke dalam 50 buku paling berpengaruh di dunia.
The
Chronicles of Narnia adalah serangkaian dari tujuh novel fantasi level tinggi
oleh CS Lewis. Novel ini dianggap sebagai sastra klasik untuk anak-anak. Seri
fiksi Narnia menceritakan berbagai petualangan anak-anak dalam mengungkap dunia
fantasi sihir, mitos binatang, dan hewan yang bisa berbicara. Novel ini
terinspirasi dari berbagai sumber, seperti tema Kristen tradisional, karakter
dan ide Yunani, Turki dan mitologi Romawi, serta dongeng tradisional Inggris
dan Peri Irlandia. Novel ini telah terjual lebih dari 100 juta kopi dalam 47
bahasa. Diterbitkan di London antara Oktober 1950 dan Maret 1956, The
Chronicles of Narnia telah diadaptasi ke dalam bentuk radio, televisi, panggung,
dan film.
Masih
banyak buku-buku yang membawa pengaruh kepada pembacanya. Buku-buku itu berawal
dari ide-ide cemerlang para penulisnya. Penulis tak hanya berpikir untuk dapat
segera menerbitkan buku yang ditulisnya dan akhirnya mereka akan mendapatkan royalty
yang besar. Para penulis alangkah lebih bermanfaat bila menjadikan menulis itu
sebuah jalan untuk membawa pengaruh dan perubahan positif bagi pembacanya.
Howard Zinn berusaha keras untuk melakukan hal itu, walaupun jalannya masih
banyak bertentangan dengan orang-orang yang membaca hasil tulisannya.
Pada
akhirnya, tugas kita sebagai akademisi untuk menerapkan membaca dan menulis itu
sebagai kegiatan yang dapat merubah dan mempengaruhi dunia. Di Negara lain mungkin
membaca buku sudah dapat mempengaruhi pola pikir mereka, tetapi di Indonesia
masih minim orang yang dapat tersadar hanya dengan membaca buku saja.
References
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic