Dehidrasi
Kekebalan
tubuh semakin berkurang. Dehidrasi mulai menyapa. Nafaspun berhembus tak
karuan. Parjalanan masih panjang. Tanjakan dan turunanpun menjadi hal yang
biasa dalam perjalanan ini. Apapun yang terjadi harus saya hadapi. Tetap
semangat dan berusaha untuk mencapai tujuan.
Pada
edisi review yang ke enam ini, lebih menekankan pada aspek level of revelance.
Semakin tinggi tingkat revelansi, semakin bagus dan semakin jauh pula pemahaman
yang kita dapatkan. Pada pembahasan kali ini lebih mengaitkan tentang sejarah, critical
linguistic, dan ideologi. Seperti yang telah dibahas pada review sebelumnya,
bahwasannya sejarah hanya dapat diciptakan oleh orang-orang literat. Jika kita
kembali pada pengertian sejarah itu sendiri, yaitu segala sesuatu (ilmu
pengetahuan) yang merekam kejadian yang sudah berlalu (lampau). Alat untuk
merekan kejadian tersebut adalah sistem keaksaraan
(literasi). Seperti yang dikatakan oleh Barton (2007: 34-35) pada konsep
pandangan sosial keaksaraan (literasi) salah satu poinnya yaitu “sejarah
kehidupan kita mengandung banyak peristiwa keaksaraan, darimana kita belajar
dan yang memberikan kontribusi saat ini”. Dengan kata lain, sejarah yang kita
ketahui saat ini disalurkan oleh alat perekam, yaitu literasi.
Berbicara
tentang literasi, dari awal pertemuan Mr. Lala menjelaskan teori literasi.
Diman kita tidak hanya dituntut pandai baca-tulis, melainkan kita juga harus
bisa menjadi seorang pembaca dan penulis yang kritik (Quantified Reader dan
Critical Writer). Setelah mengetahui dan memahami teori tersebut, tentunya
sekarang Practice
Literacy. Dengan praktek tersebut, kita akan lebih memahami arti
literasi sebenarnya.
The Love of Knowledge
|
The Literate
|
The Enlighe
|
Artinya,
dari pencerahan tentang arti literasi tersebut, kita dituntut untuk menjadi
seorang literat yang super dan pada akhirnya kita akan mencintai pengetahuan
tersebut.
Quote
of the day “Katanya, tugas mereka
yang tercerah adalah meneroka ceruk-ceruk ‘baru’
tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan, dan kuasai
dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian dari cinta mereka pada pengetahuan dan
pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari ‘suara-suara penuh kuasa’ dibidang yang mereka geluti,
belumlah dapat dikatakan yang tercerah…literat, mereka baru pada fase awal; Peniru. Meniru adalah bagian terpenting dari menemukan lalu
menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda-tanda yang
tersesat, yang dibaca teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika
kita merasa sudah mendestriminasi pun meneroka padang-padang baru tempat segala
teori yang dipahami lalu digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru.
Lalu dengan pongahnya kita mengatakan ‘itu salah itu tak benar’, tanpa sadar yang ‘tak
bergetar’ pada mereka yang berada pada titik awal menjadi peniru. Kita merasa
bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari
‘Rejim kebenaran tak terbantahkan’. Begitu banyak yang harus dipelajari,
dipahami, lalu dimaknai, lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa
yang baru kita sedikit kita ketahui”.
EMULATE
|
DISCOVER
|
CREATE
|
Affordance
yaitu menghasilkan sesuatu yang baru. Dengan kata lain, orang literat harus
mampu menghasilkan sesuatu yang baru dan mampu membangun makna pada sesuatu
yang diciptakan tersebut.
LITERACY= ADFORANCE+MEANING POTENTIAL
Literasi
berujung memaknai. Apa yang ditulis dan makna apa yang terkandung dalam tulisan
tersebut.
Beralih
pada bahasan Critical linguistic dan mengaitkan pada ideology. Fowler (1996:
10), “like this historian critical linguist aims to understand the values which
underpin social, economic, and political formations, and diachronically change
in values and change informations”.
Seorang sejarawan dituntut untuk dapat memahami nilai-nilai sosial,
ekonomi, dan juga politik.
Fowler
(1996:12) menyebutkan bahwa “ideology
adalah media dan alat proses sejarah”. Ideology tersebut ada dimana-mana,
disetiap teks tunggal (lisan, tulis, audio visual atau kombinasi dari semua
itu). Ideology sama halnya dengan makna yang terkandung dalam sebuah teks,
ataupun kumpulan teks “produksi teks tidak pernah netral” (Fairclough 1989;
1992; 1995; 200; Lehtonen 2001; 2012). Oleh karena itu, membaca dan menulis
selalu termotivasi secara ideologis.
Menulis
di PT sering mengambil bentuk persuasi meyakinkan orang lain bahwa kita
memiliki sesuatu yang menarik, sudut pandang logika pada subyek yang kita
pelajari. Persuasi adalah keterampilan secara teratur dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang penulis diminta untuk meyakinkan pembaca pada sudut pandang yang kita
miliki. Bentuk persuasi seperti argumen akademis, mengikuti pola diprediksi
secara tertulis. Setelah pengenalan singkat topic yang kita buat, kita
menyatakan sudut pandang kita pada topic secara langsung dan sering dalam satu
kalimat. Kalimat ini adalah pernyataan tesis (tesis statement) dan pula
berfungsi sebagai ringkasan dari argument yang kita tulis. Tesis esai adalah
ide utamanya. Pernyataan tesis dari esai adalah pernyataan satu atau dua
kalimat yang mengungkapkan gagasan utama. Pernyataan tesis mengidentifikasikan
topic penulis dan pendapat penulis dari topic tersebut. Terdapat dua fungsi
pernyataan tesis (tesis statement), yaitu:
·
Penulis
menciptakan tesis untuk fokus subyek esai
·
Kehadiran
tesis yang baik membantu pemahaman pembaca.
Untuk labih
jelas, berikut adalah beberapa arti dari tesis statement, antara lain:
·
Memberitahu
pembaca bagaimana penulis akan menafsirkan pentingnya materi pelajaran yang
sedang dibahas,
·
Adalah
peta jalan kertas, dengan kata lain, ia memberitahu pembaca apa yang diharapkan
dari sisa kertas (bahasan),
·
Langsung
menjawab pertanyaan yang diminta oleh pembaca. Tesis merupakan interpretasi
dari pernyataan atau subjek, bukan subjek itu sendiri, subjek atau topic dari
sebuah esai.
·
Membuat
klaim bahwa orang lain mungkin dapat
membantah,
·
Biasanya
satu kalimat di suatu tempat pada paragraph pertama yang menyajikan argument
penulis pada pembaca.
Selain pemahaman arti dari tesis
statement, yang harus kita ingat bahwa tesis statement adalah proses berfikir
yang panjang. Sebelum penulis mengembangkan argument tentang salah satu topic
yang akan dibahas, penulis harus mengumpulkan dan mengatur bukti, mencari
kemungkinan hubungan antara fakta yang diketahui (seperti kontras mengejutkan
atau kesamaan) dan berfikir tentang pentingnya hubungan ini.
Dapat ditarik kesimpulan
bahwasannya, teori literasi berhubungan erat dengan sejarah, critical
linguistic dan pula ideology. Dimana orang literat yang mempunyai pemahaman
critical linguistic dan ideology yang baik akan menghasilkan suatu sejarah.
Dengan demikian pula, pada saat ini sejarah telah memberikan kontribusi besar
kepada kita, sehingga dari sejarah pula kita bisa belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic