We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Selasa, 11 Maret 2014

CLASS REVIEW 5



MULAI MENGATUR NAFAS

            Malam yang penuh berkah. Terdengar merdu alunan shalawat yang menenangkan hati. Seakan menjadi obat kegundahan yang telah lama mengganggu jiwa ini. Tuhan.. sampai kapankah perjalanan ini berakhir? Bila saja Aku dihadapkan pada beberapa kamera yang memantau keadaanku, dan jika Aku sudah tidak sanggup lagi, Aku cukup melambaikan tangan ke kamera-kamera itu sebagai tanda Aku sudah menyerah. Tapi, ini adalah resiko yang harus aku terima.
            Jalan yang menanjak semakin terasa. Aku harus mulai bisa mengatur nafas agar badan ini tidak semakin lemah. Curamnya jurang semakin terlihat jelas. Aku harus berhati-hati agar tidak terperosok ke jurang tersebut.
            Selasa, 4 Maret 2014 merupakan pertemuan kelima mata kuliah Writing 4. Pada pertemuan ini, Mr. Lala lebih menjelaskan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada Critical Review. Banyak mahasiswa yang mengacuhkan Generic Structure. Mungkin hal ini, dsebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap generic structure pada Critical Review. Selain itu, sebagai penulis yang baik kita harus bisa memagari ide. Maksudnya, ide yang muncul pada saat kita menulis haruslah sesuai dengan topic sampai kalimat terakhir, hal ini bertujuan untuk tidak rancunya tulisan kita pada saat dibaca oleh orang lain.
            Menulis sebagai interaksi sosial. Gagasan bahwa menulis adalah interaksi antara penulis dan pembaca menambahkan dimensi komunikatif untuk penulis. Martin Nystrand, yang berpendapat bahwa keberhasilan  sebuah teks adalah kemampuan penulis untuk memenuhi tuntutan retoris pembaca. Proses menulis adalah soal menguraikan teks sesuai dengan apa yang penulis cukup bisa berasumsi bahwa pembaca tahu, dan proses membaca adalah masalah memprediksi teks sesuai dengan apa pembaca mengasumsikan tentang tujuan penulis. Lebih mendasar lagi, masing-masing mengandaikan kemampuan akal. Sebagai akibatnya, komunikasi tertulis didasarkan pada apa yang lain akan melakukan  atau yang telah dilakukan. Martin Nystrand (1989:75). Dalam model interaktif sosial, makna diciptakan melalui konfigurasi unik dan interaksi apa yang baik bagi pembaca dan penulis bawa pada teks. (Nystrand, 1993:299).
            Sebuah wacana dibentuk oleh penulis yang mencoba untuk menyeimbangkan tujuan mereka dengan harapan pembaca melalui proses negoisasi. Menurut Nystrand teks memiliki ‘sematik potensial’, atau berbagai kemungkinan arti, tetapi beberapa diantaranya ditutup oleh kombinasi dari maksud penulis, pembaca kognisi dan sifat obyektif dari teks itu sendiri. Hoey (2001) mengibaratkan ini sebagai penari yang mengikuti langkah masing-masing, setiap arti dari teks dengan mengantisipasi apa yang mungkin dilakukan oleh yang lain. Penulis yang terampil mampu membuat bingkai yang saling mereferensi dan mengantisipasi kapan tujuan mereka akan diambil oleh audience mereka. Penulis yang memahami kebutuhan dan kepentingan dari audiencenya pasti akan memiliki kemampuan dan pengetahuan penting tentang retorika yang sesuai genre, konten, sikap, dan gaya.

            Dalam review kalin ini, Saya akan mencoba memaparkan sejumlah isu yang mendominasi pemahaman menulis.
a.      Menulis dan Konteks
                        Cara kita memahami tulisan diembangkan melalui pemahaman yang semakin canggih yaitu dari konteks. Kita menyadari bahwa makna bukanlah sesuatu yang berada di dalam kata-kata lalu dikirimkan pada orang lain, tetapi diciptakan di dalam interaksi antara penulis dan pembaca karena mereka memahami kata-kata dengan cara yang berbeda, masing-masing berusaha menebak makna yang terdapat dalam teks.
Ini bukan situasi sosial yang mempengaruhi (atau dipengaruhi oleh) wacana, tetapi cara pembaca mengidentifikasikan situasi yang ada dalam wacana. Konteks bukan semacam kondisi ‘obyektif’ atau penyebab lansung, melainkan (inter) konstruksi sunyektif dirancang dan diperbaharui dalam interaksi oleh pembaca sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Van Djikk (2008:VIIi). Cutting (2002:3) menyatakan bahwa ada tiga aspek utama konteks penafsiran, yaitu:
·       Konteks situasi                                   :
·       Latar belakang konteks pengetahuan :
·       Co-tekstual                                         :
                        Halliday mengembangkan analisis konteks dari pilihan bahasa penulis dalam konteks situasi tertentu (Malinowski, 1949). Artinya, bahasa bervariasi situasi dengan situasi dimana ia digunakan. Konteks situasi adalah situasi langsung dimana pengguanaan bahasa terjadi dan bahasa bervariasi dalam konteks tersebut dan bervariasi dengan konvigurasi field, tenor dan modus.
Berikut adalah konsep konteks menurut Halliday:
Ø  Field    : mengacu pada apa yang terjadi. Jenis aksi sosial, atau apa yang ada pada teks adalah  tentang (topic bersama dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan pola biasanya digunakan untuk mengekspresikan itu).
Ø  Tenor   : mengacu pada siapa yang mengambil bagian, peran dan hubungan pembaca (status, atau kekuasaan mereka). Misalnya, yang mempengaruhi keterlibatan formalitas dan kesopanan.
Ø  Mode   : mengacu pada bagian bahasa yang diputar. Apa yang pembaca harapkan untuk dilakukan oleh mereka (apakah lisan atau tulisan, bagaimana informasi terstruktur, dsb).
(Halliday,1985)

b.     Menulis dan Literasi
            Menulis dan membaca adalah tindakan keaksaraan (literasi). Bagaimana kita benar-benar menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Konsepsi modern keaksaraan mendorong kita untuk melihat tulisan sebagai praktik sosial, bukan sebagai keterampilan abstrak dipisahkan dari orang-orang dan tempat dimana menggunakan teks.
            Scibner dan Cole (1981:236) mengatakan “Literasi tidak hanya mengatahui cara membaca membaca dan menulis naskah tertentu, tetapi menerapkan pengetahuan ini untuk tujuan dalam konteks tertentu’. Literasi dipandang sebagai set diskrit, keterampilan teknis bebas nilai yang meliputi decoding dan encoding makna, memanipulasi alat tulis, mengamati bentuk suara korespondensi yang dipelajari melalui pendidikan formal. Menulis adalah pemberdayaan pribadi, tetapi juga didefinisikan dalam hal sebaliknya. Disini menulis (dan membaca) adalah cara menghubungkan orang-orang dengan satu sama lain dalam cara-cara membawa makna sosial tertentu, sehingga menulis bervariasi dengan konteks dan tidak bisa satu set pada kemampuan kognitif atau teknis.

c.      Menulis dan Budaya
            Gagasan bahwa pengalaman menulis dari praktik keaksaraan (literasi) yang berbeda pada masyarakat akan mempengaruhi pilihan linguistik. Hal ini menunjukan bahwa guru harus mempertimbangkan bagian budaya yang dimainkan dalam kegiatan menulis siswa. Budaya secara umum dipahami sebagai historis ditransmisikan dan jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia (Lantoif, 1999). Akibatnya, bahasa dan pembelajaran dikepung oleh budaya (Kramsh, 1993). Hal ini terjadi karena sebagian nilai-nilia budaya kita tercermin dalam dan dilakukan melalui bahasa, tetapi juga budaya tersedia bagi kita untuk membuat cara tertentu untuk diambil dan mengorganisir persepsi dan harapan, termasuk yang kita gunakan untuk belajar dan berkomunikasi secara tertulis. Dalam menulis penelitian dan pengajaran ini adalah wilayah retorika kontrastif.
            Retorika konstrantif adalah area penelitian dalam akuisasi bahasa kedua yang mengidentifikasikan masalah dalam komposisi yang dihadapi oleh bahasa kedua penulis dengan mengacu pada strategi retoris dari bahasa pertama, Connor (1996:5).

d.     Menulis dan Teknologi
            Untuk menjadi orang literat hari ini berarti memiliki control atas berbagai media cetak dan media elektronik. Pengaruh teknologi elektronik pada penulisan sebagai berikut:
1.     Ubah menciptakan, mengedit, proofending dan proses format.
2.     Kombinasi teks tertulis dengan media audio visual lebih mudah.
3.     Mendorong menulis non-linear dan proses membaca melalui hypertext Link
4.     Tantangan pemikiran tradisional tentang penulisan, wewenang, dan intelektual
5.     Izinkan penulis mengakses informasi lebih banyak dan menghubungkan informasi dengan cara baru
6.     Mengubah hubungan antara penulis dan pembaca sebagai pembaca bisa menulis kembali
7.     Memperluas berbagai genre dan peluang untuk mencapai audience lebih luas

                        Turkle (1995) berpendapat bahwa internet memungkinkan orang untuk mencoba aspek yang berbeda dari identitas mereka, dan sementara ini dapat berkisar dari main-main ke hal-hal yang menakutkan, mungkin sebenarnya menguntungkan pengguna bahasa adalah seseorang yang pendiam atau diri yang mungkin lebih cenderung untuk mengekspresikan di on-line ‘internet’, (Bloch dan Crosby, 2006).

e.      Menulis dan Genre
            Genre diakui sebagai jenis komunikatif tindakan yang berarti untuk berpartisipasi dalam cara sosial. Individu (pembaca) harus terbiasa dengan genre yang mereka hadapi. Sekarang, genre menjadi salah satu konsep yang paling penting dalam bahasa pendidikan.
            Genre dipandang sebagai sesuatu yang dipentaskan dan berorientasi pada tujuan proses sosial (Martin, 1992:505). Menekankan tujuan karakter yang berurutan berbeda genre dan mencerminkan kepedulian Halliday dengan bahasa cara yang sistematis terkait dengan konteks. Genre adalah proses sosial karena anggota suatu budaya berinteraksi untuk mencapai tujuan mereka, karena mereka telah berevolusi untuk mencapai hal-hal lalu dipentaskan. Makna dibuat dalam langkah-langkah dan biasanya penulis membutuhkan lebih dari satu langkah untuk mencapai tujuan mereka. Genre ini menghubungkan masa lau dengan masa sekarang, sehingga kekuatan keseimbangan tradisi dan inovasi. Menyusun peran individu dalam kerangka yang lebih luas, dan lebih lanjut membantu orang-orang dengan aktualisasi komunikatif rencana dan tujuan mereka, (Sengkedan, 1998:20).

f.      Menulis dan Identitas
            Penelitian baru telah menekankan hubungna menulis dengan identitas seorang penulis. Dalam arti luas, identitas mengacu pada cara orang-orang menampilkan siapa mereka satu sama lain (Benwell dan Stokoe, 2006:6). Identitas dipandang oleh kedua teks yang terlibat didalamnya dan pilihan bahasa yang kita buat, sehingga identitas pribadi bergerak ke ranah public, dan dari proses tersembunyi kondisi konstruksi sosial dan dinamis dalam wacana. Bloemmaest (2005) mengamati bagaimana pun identitas kita hanya berhasil sampai-sampai diakui oleh orang lain, dan ini berarti memperkerjakan, mengambil alih, dan mengubah wacana yang kita hadapi, (Balehtin, 1986).
            Pengertian saat ini identitas melihatnya sebagai konsep plural yang didefinisikan secara sosial dan dinegoisasikan melalui pilihan penulis yang dibuat dalam wacana mereka. Identitas demikian mengacu penulis untuk mempekerjakan diri dalam berbagai konteks yang berbeda. Proses hubungan mereka dengan khusus masyarakat dan tanggapan mereka terhadap hubungan kekuasaan institusional tyertulis di dalamnya.
            Oleh karena itu, identitas perlu dibedakan dari gagasan suara dalam literature ekspresid. Voice adalah ide yang kompleks dengan berbagai makna konotasi, tetapi pada dasarnya mengacu pada penulis dissignature tinctive, bahwa ia meninggalkan cap individu pada teks.

            Dapat disimpulkan terdapat enam kunci yang mendominasi pemahaman menulis, yaitu konteks, literasi, budaya, teknologi, genre, dan identitas. Keenam kunci tgersebut saling berkesinambungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic