Keterkaitan Sejarah dalam
Literasi
Bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Seseorang yang ingin sukses, itu tidak
langsung mendapatkan kesuksesan itu.
Pasti terdapat kesulitan yang pernah mereka alami. Sampaikan kabar gembira kepada malam hari
bahwa sang fajar pasti datang menguinya dari puncak-puncak gunung dan
dasar-dasar lembah. Kabarkan juga kepada
orang yang dilanda kesusahan bahwa, petolongan akan datang secepat kelebatan
cahaya dan kedipan mata. Kabarkan juga
kepada orang yang ditindas bahwa kelembutan dan dekapan hangat akan segera
tiba. Saat anda melihat hamparan padang
sahara yang seolah memanjang tanpa batas, ketahuilah bahwa dibalik kejauhan itu
terdapat kebun yang rimbun penuh hijau dedaunan. Ketika anda melihat seutas tali meregang
kencang, ketahuilah bahwa tali itu akan segera putus. Setiap tangisan berujung dengan senyuman,
ketakutan akan berakhir dengan rasa aman, dan kegelisahan akan sirna oleh
kedamaian. Kesulitan yang terus-menerus
menghampirku, kegelisahan hati yang selalu memikirkan hal yang tidak
pasti. Itulah yang harus kita hadapi,
namun jangan sampai menghindarinya.
Semakin kita menghindari tantangan, maka semakin kuat ia menghampiri
kita. (Dr. ‘Aidh al Qarni dibuku La-Tahzan).
Dr. ‘Aidh al-Qarni mengatakan, saat paling berbahaya
bagi akal adalah menakala pemiliknya menganggur dan tidak berbuat apa-apa. Orang seperti itu, ibarat mobil yang berjalan
dengan kecepatan tinggi tanpa sopir, akan mudah oleng ke kanan dank e kiri. Bila pada suatu hari anda mendapatkan diri
anda menganggur tanpa kegiatan, bersiaplah untuk bersedih, gundah, dan
cemas. Sebab, dalam keadaan kosong
itulah pikiran anda akan menerawang kemana-mana, mulai dari mengingat kegelapan
masa lalu, menyesali kesialan kini, hingga mencemaskan kelamnya masa depan yang
belum tentu anda alami. Dan itu, membuat
akal pikran anda tak terkendali dan mudah lepas control. Bunuhlah setiap waktu kosong dengan ‘pisau’
kesibukan! Dengan cara itu,
dokter-dokter dunia akan berani menjamin bahwa anda telah mencapai 50% dari kebahagiaan. Lihatlah para petani, nelayan, dan para kuli
bangunan! Mereka dengan ceria
mendendangkan lagu-lagu seperti burung-burung di alam bebas. Mereka tidak seperti anda yang tidur di atas
ranjang empuk, tetapi selalu gelisah menyeka air mata kesediahan.
Dari membaca buku La-Tahzan lah saya mendapat
pencerahan tentang dibalik kesusahan terdapat kemudahan dan betapa pentingnya
waktu. Dan mulailah saya menulis class
review yang ke-5 dengan rasa semangat, bergairah, dan optimisme. Di pagi yang sangat cerah, udara yang sangat
sejuk, dan juga burung yang bernyanyi didepan teras. Itu semua memberikan inspirasi yang sangat
kuat bagi saya. Pada pembahasan kali ini
saya akan menjelaskan tentang sejarah Howard Zinn yang menungkap kebenaran
tentang Chistoper Columbus. Dan dibalik
sejarah, terdapat teks, conteks dalam wacana dan semua itu akan menghasilkan
sebuah literasi. Semua itu akan saya
bahas pada pembahasan kali ini.
Sejarah Howard Zinn
yang berhungan dengan Columbus
Zinn, sang sejarhwan radikal Amerika, mangkat karena
serangan jantung yang menyerang sewaktu berenang. Ia meninggalkan seorang istri dan nama besar
dari buku (agendari yang ia tulis; A people’s History
of the United States). Buku
tersebut yang kini terjuanl habis hampir mencapai 2jt kopi dan cetak ulang 5
kali. Ia menempatkan sang penulis, saat
itu seorang professor sejarah di Baston
University, dijajaran elit tradisi kritis kaum liberal-progresif Amerika.
Yang
menarik dari buku Zinn tentu saja adalah keberaniannya untuk mengungkap sisi gelap
sejarah benua baru dan komitmen pada kaum subaltern dalam definisi Spivak :
mereka yang terpinggirkan dalam politik menarasikan sejarah. Sasaran tembaknya tidak tanggung-tanggung
yaitu Chistoper Columbus dan para sejarahwan yang menulis versi lugu dari
kedatangan para kolonis.
Bias
Sejarahwan
Ada yang salah satu ketika para
sejarahwan menganggap profesi mereka sama dengan para kartografer, ujar
Zinn. Pembuat peta dengan sengaja
menyerderhanakan realitas, menunjukkan bagian yang perlu, dan membuang sesuatu
yang terlihat penting. Itu yang membuat
dip eta Indonesia, kepulakan kita jadi datar dan tak perlu ada gambar benua
Amerika disana. Namun, menulis sejarah
adalah hal yang sungguh berbeda.
Inilah kritik pedas Zinn pada Elliot Marrison sang sejarahwan
Harvared yang menulis buku seminar Chistoper Columbus, Marier. Benar, Marison tak sedikitpun berbohong soul
kekejaman colombus. Ia bahkan menyebut
sang pelaut telah melakukan genosida pada Inadian Arawaks. Namun, tulis Zinn, fakta yang tertera disatu
halaman ini kemuadian ia kabur dalam ratusan halaman lain yang mengagungkan
kebesaran sang pelaut. Keputusan untuk
lebih menceritakan sebuah heroism dan abad pada penekanan fakta pembantaian
masal yang terjadi pada suku Indian Arawarks bukanlah sebuah kebutuhan teknis
ala pembuat peta, namun murni pilihan ideologis. Sebuah pilihan ideologis untuk menjustifikasi
apa yang telah terjadi, pungkas Zinn.
Seandainya Marison adalah seorang
politisi dan dan bukan sarjana, pilihan ideologis ini tidak akan menjadi begitu
serius. Namun, justru karena fakta ini diceritakan oleh seorang intelektual,
maka implikasinya menjadi begitu mematikan.
Kita seakan diajarkan sebuah imperative moral bahwa pengorbanan, meski
begitu tidak manusiawi, itu perlu untuk sebuah kemajuan. Marison seakan mengatakan dengan tenang bahwa
benar telah terjadi pemberantasan pada suku Arawarks namun fakta kecil itu tak
sebanding dengan jasa kepahlawanan Columbus bagi kita. Sense ini yang kemudian direproduksi dikelas
pengajaran sejarah, dan buku pegangan para siswa.
Berangkat dari kesetujuannya
tersebut kemudian Zinn menulis versi sejarah yang berbeda: sejarah dari sudut
pandang orang-orang kalah, alias sang pecundang. Jadilah ia berbicara tentang penemuan benua
Amerika dari kacamata suku Indian Arawaks, tentang civil war sebagaimana
dialami oleh kaum Irlandia di New York, tentang perang Dunia pertama dilihat
dari pihak kaum sosialisasi, dan tentang penakhlukan Filipina menuru tentara
kulit hitam di Luzon.
Korban dan eksekutor:
tanggung jawab seorang intelektual
Ada yang menarik ketika kita
sebenarnya juga bisa melempar kritik yang serupa pada Zinn. Bahwa ia juga sedang mengambil sebuah pilihan
ideology dalam menulis sejarah, bukan ia
menekankan fakta-fakta yang ia suka dan melewatkan yang lain. Lalu apa bedanya ia dengan Morison? Zinn
sebenarnya tidak lebih dari seorang petinju deri sudut ring yang berbeda. Jika Morison menulis dari kacamata sang
pemenang, Zinn lan corong sang pecundang.
Zinn
menyatakan:
If history is to be
creative to anticipate a possible feature without denying the past, it should,
I believe. Emphasize new possiblitities
by disclosing those hidden episodes of the past when even if in brief flashes,
people showed their abiity to resist, to join together, occasionally to
win. I am supposing or perhaps only
hoping, that our future maybe found in the past’s fugitive moments of
compassion rathe than in its solid centuries of warfore. That being as blunt as I can, is my approach
to the history of the United States. The
reader may as well know that before going on.
Sejarah columbus
mengungkapkan fakta menariknya:
Chistoper Columbus adalah seorang
penjajah yang berlayar untuk menemukan India pada tahun 1492. Harapan dan tujuan tidak berhasil saat ia
melintasi samudera Atlantik dan menemukan dunia baru:
1. Colubus
tidak pernah tiba didaratan Amerika Utara.
Perjalannya membawa dia ke Amerika Tengah dan Selatan, Puerto Rico,
kepulauan virgin bahama dan kepulauan karibia lainnya.
2. Hari
Columbus pertama kalinya dirayakan pada tahun 1792 di New York 1792, adalah
tanda 300 tahun kedatangan Columbus.
Hari Columbus menjadi hari libur nasional pada tahun 1937.
3. Columbus
bukan orang pertama yang menemukan dunia baru.
Orang-orang skandinavia (Viking) menjelajahi benua Amerika Utara pada
abad ke 11 dan mendirikan koloni L’Anse aut Meadow.
4. Columbus
bertanggung jawab langsung atas pembunuhan ribuan penduduk asli Amerika. Dia mngeksploitasi mereka, memanfaatkan
sumber daya dan memperbudak mereka. Hugo
Chaves menghancurkan patungnya di Caracas karena dia melihat Columbus sebagai
imperialis yang banyak melakukan pembantaian.
5. Columbus
di pandang sebagai pola dasar antara yang baik dan yang jahat di Spanyol dan
Amerika Utara. Dia juga menjadi symbol
budaya.
6. Columbus
adalah seorang Italia berspekulasi telah lahir di Genoa. Ada klaim bahwa ia sebenarnya lahir di
Corsica juga.
7. Motivasi
Columbus untuk eksplorasi adalah menjadi utusan untuk non Kristen.
8. Dunia
ini tidak dianggap datar oleh Columbus dan penjajahnya. Hal ini disebut mitos bumi datar.
9. Chistoper
Columbus adalah nama Anglophon yang diberikan kepada eksplorer. Dia memiliki nama Spanyol dan Italia
juga. Yang paling terkenal, dia
dipanggil Chistoper Kolumbus.
10. Permohonan
pertimabangan dilakukan ke Portugal oleh Chistoper Columbus untuk membantu dia
mengeksplorasi dan mendanai perjalannya.
Raja memberika proposal pada ahlinya, yang kemudian menolak hal itu.
Berlanjut sejarah
Howard Zinn
Howard Zinn mengatakan, ia menolak
konsekuensi empatik definisi nasional Andersonian! Bangsa bukan dan memang tak sekalipun pernah
jadi sebuah komunitas, tungkasnya tajam.
Howard
Zinn mengatakan:
“sejarah
setiap negeri yang selalu Clitulis sebagai sebuah sejarah keluarga
menyembunyikan konflik kepentingan yang kronis antara penakhluk dan pecundang,
tuan dan budak, kapitalis dan buruh, serta dominator dan yang terdominasi. Dan dalam dunia yang penuh konflik tersebut,
dunia para korban dan ekskutor, adalah tugas mereka yang berfikir, sebagaimana
Albert Camus sarankan: untuk tidak berpihak disis kaum eksekutor!”
Sejarah Benua Amerika
Sejarah menyebutkan bahwa benua
Amerika pertama kali ditemukan oleh Chistoper Columbus. Hal yang telah menjadi pengetahuan umum seua
anak manusia di bumi ini. Namun,
berbagai literature dan bukti-bukti fisik berupa, prasasti, manuskrip, dan
kabar berita lainnya menyebutkan lain, bukan Columbus lah penemu benua Amerika,
kenapa? Karena 70 tahun sebelum Columbus
menjejakkan kaki di Amerika daratan yang disangkanya India, laksmana musim dan
China bernama Ceng Ho (Zheng He) telah
mendarat di Amerika. Bahkan berabad
sebelum Ceng Ho, pelaut-pelaut muslim dari Spanyol dan Afrika Barat telah
membuat kampong-kampung di Amerika dan bersimilasi secara damai dengan penduduk
local disana. Penemu Amerika bukanlah
Columbus. Penemu Amerika adalah umat
islam. Mereka menikah dengan penduduk
local, orang-orang India, sehingga menjadi bagian dan local-genius Amerika.
Ada sejumlah literature yang
berangkat dari fakta-fakta empiric bahwa umat islam sudah hidup di Amerika
beberapa abad sebelum Columbus datang.
Salah satunya yang paling popular adalah Essay Dr. Youssef Mroueh, dari
preparatory commitee for international festival to celebrate the Milleenium of
the muslims arrival to the Americas, tahun 1996, yang berjudul “Precolumbian
Muslims in America”.
Sejarah benua Amerika
Versi Muslim
Dalam essaynya, Dr. Mroueh menulis.
“ sejumlah fakta menunjukkan bahwa muslimin dari Spanyol dan Afrika Barat tiba
di Amerika sekarang- kurangnya 5 abad sebelum Columbus. Pada pertengahan abad ke 10, pada waktu
pemetintahan Umayyah, yaitu Abdurrahman 111 (929-961 M). Kaum muslimin yang berasal dari Afrika
berlayar ke Barat dari pelabuhan Delbra (Palos) di Spanyol, menembus “samudera
yang gelap dan berkabut”. Setlah
menghilang beberapa lama, mereka kembali dengan sejumlah harta dan negeri yang
“tak dikenal dan aneh”. Ada kaum
muslimin yang tinggal bermukim di Negeri baru itu, dan mereka inilah kaum
Imigran muslim gelombang pertama di Amerika”.
Granada, benteng pertahanan umat Islam di Eropa jatuh pada tahun
1492. Pada pertengahan abad ke-16
terjadilah pemaksaan besar-besaran secara kejam terhadap orang-orang Yahudi dan
Muslimin untuk menganut agama Khatolik yang terkenal dlama sejarah sebagai
Spanish Inquistion. Pada masa itu
keadaan orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam sangat menyedihkan karena
penganiayaan dari pihak gereja Khatolik Roma yang dilaksanakan oleh inkuisisi
tersebut. Penganiayaan itu mencapai
puncaknya semasa Paus Sixtus V (1585-1590).
Ada banyak literature
yang membuktikan adanya kehadiran muslimin gelombang pertama ke Amerika jauh
sebelum zaman Columbus bukti-bukti itu antara lain:
·
Abu- Hasan Ali Ibn
Al-Hussain Al-Masudi merupakan seorang pakar geografi yang hidup dari tahun
871-957 M. Dalam karyanya yang berjudul
“Muruj Adh-dhahab wa maad aljawhar: (Hamparan Emas dan Tambang Permata), Abu
Hassan menulis bahwa pada waktu pemerintahan Khalifah Abdullah Ibn Muhammad
(888-912), penjelajah muslim Khasykhasy Ibn Sa’ied Ibn Aswad dari
Cordova-Spanyol, telah berlayar dari Delba (Palos) pada 889, menyebrang
samudera yang gelap dan berkabut dan mencapai sebuah negeri yang asing (al-ardh
Majhul) dan kembali dengan harta yang menakjubkan.
·
Loe Weiner, pakar
sejarah dari Harvard University, dalam bukunya “Africa and The Discovery of
America” (1920) menulis bahwa Columbus telah menetahui kehadiran orang-orang
islam yang tersebar secara kambia.
·
Columbus dan para
penjelajah Spanyol serta Portugis mempu melayari menyebrang Samudera Atlantik
dalam jarak sekitar 2400 km, adalah karena bantuan informasi dari buku Abul
Hassan Al-Masudi yang berjudul Akhbar az-zaman.
·
Para Antropologis telah
menmukan prasasti dalam bahasa Arab di lembah Missipi dan Arizona. Dan prasasti itu diperoleh keterangan bahwa
imigran itu mambawa juga gajah dari Afrika.
(Winter, Clyde Ahmad: Islam in Early North and South America,
Al-Ittihad, July 1977, p. 60).
·
Columbus menulis bahwa
pada hari senin, 21 oktober 1492, sementara ia berlayar dekat Gibara pada
bagian tenggara pantai Cuba, Columbus menyaksikan masjid diatas puncak bukit yang
indah. beberapa reruntuhan masjid dan
menaranya serta tulisan ayat Al-Qur’an telah didapatkan diberbagai tempat
seperti Cuba, Mexico, Texas, dan Nevada (Thacher, John Boyn: Chistoper
Columbus, Nem York 1950).
·
Dr. Barry Fell dari
University menulis bahwa fakta-fakta ilmiah telah menunjukkan bahwa
berabad-abad sebelum Columbus, telah bermukim kaum Muslimin di benua baru dari
Afrika Utara dan Barat. Dr. Fell
mendapatkan adanya sekolah-sekolah islam di Valley of Fire, Allan Springs,
Logomarsino, Keynole-Cayon, Washoe, dan Hickison Summit Pass (Nevada) Mese
Verde (Colorado), Mimbers Valley (New Mexico) Tipper Canoe (Indian) dalam
tahun-tahun 700-800 (Fell, Barry: Saga America, New York, 1980 dan GYR, DONALD:
Exploring Rock art, Santa Barbara, 1989).
Inilah
hasil tulisan saya saat di kelas:
Howard Zinn in this article explained about
Columbus. In the past, Howard Zinn has
not a book in the house. Then, he found
a book in the street. The parents don’t
have a book in the house. When, parents
know Howard Zinn likes with a book.
Then, the parents in New York bought Discken. Then, Howard Zinn read Discken. Howard Zinn likes read and he is write such
as, about war, about undang-undang dasar, law in Indonesia better than in
America. At one point, Howard Zinn
received a letter from teacher in California.
That’s a case where just to learn the fact about the fact about Colombus
may lead to a revolution in one’s thinking. All peoples America though that Columbus is a
hero in America. But, Columbus do not
warning that do not did. Colombus died with cruel such as killed. Columbus is not the first someone come in
America. According to a literate, population
of muslims, the first found America.
Sekarang kita lanjut pada pembahasan yaitu artifact
teks. Kenapa saya membahas artifact
teks? Karena artifact teks berkaitan
dengan teknologi dan teknologi itu berasal dari sejarah. Dan dalam teks terdapat konteks, dan konteks
tersebut lah yang nantinya akan menghasilkan sebuah wacana.
Artifact
Text
Mikko
Lehtonen
Teks
dibagi menjadi 2
1. physical
2.
Semiotic material
Teks bisa menjadi semiotic, ketika hanya mempunyai
beberapa bentuk fisik. Sebenarnya bahwa
fisik dan kualitas semiotic diwawancarai untuk teks untuk melakukannya. Teks yang pasti makhluk fisik, tetapi mereka
ada dalam bentuk agar seperti mekhluk semiotic.
Sebaliknya teks dapat menjadi makhluk semiotic ketika mereka hanya
memiliki beberapa bentuk fisik.
Berkaitan dengan sisi fisik mereka, kita
dapat berpikir bahwa tekas adalah artefacts. Komunikatif, dalam kata lain,
instrument-manusia yang dihasilkan komunikasi.
Sebagai artifact, teks telah dihasilkan melalui bantuan dari berbagai
teknologi. Bentuk materi teks
mencerminkan keadaan alam saat ini.
Teknologi awal yang bertujuan untuk menghasilkan teks tertulis yang
terhubung ke kapak dan pisau, dengan tanda-tanda yang terukir dikayu atau bata. Teknologi awal yang bertujuan untuk
mengahsilkan teks tertulis yang terhubung ke kapak dan pisau, dengan
tanda-tanda yang terukir di kayu atau batu.
Alat seperti itu tidak baik untuk menghasilkan teks dalam skala besar,
baik dari segi panjang atau dalam jumlah penggunaan feather and parchment dalam
waktu menciptakan jenis baru dari artifact (gulungan panjang), serta baik gaya
menulis yang berbeda. Dikemudian hati
tekhnik cetak melahirkan generasi baru buku yang berbeda dari yang sebelumnya
dalam segala hal. Kemudian menjadi
mungkin untuk menghasilkan volume tak terhitung teks panjang.
Teks dibuat oleh tekhnologi juga
mempunyai tanda disebelah kiri, yagmenandai pada konsep “teks” bahwa menang di
kebudayaan kita. Semua teks memiliki
sejarah produksi mereka sendiri.
Orang-orang tertentu telah menghasilkan mereka dibawah prasyarat
historis dan material tertentu.
Prasyarat ini mencapai dari bahasa yang digunakan untuk genre,
diasumsikan pemabaca, saluran distribusi teks dan hal-hal seperti lainnya.
Teks
sebagai makhluk semiotic
Teks bisa menjadi bentuk menulis, pidato,
gambar, music, atau symbol yang lain.
Didalam bentuk lain, teks mempunyai karakter 3fitur:
Texts
dibagi menjadi 3:
1. Materiality (materialitas)
2. Formal
relations (hubungan resmi)
3. Meaningfulness
(kebermaknaan)
1. Tanda
dari teks adalah fisik dan material
Kebenaran fisik mereka dan pengertian
sensual selalu memiliki basis material, baik itu granit yang digunakan dalam
patung atau gelombang udara yang dipancarkan selama tindakan berbicara.
2. Resmi
tertentu berhubungan antara tanda-tanda yang terkandung didalam teks.
Posisi tanda-tanda berada di posisi
sementara dan hubungang yang local dengan tanda-tanda yang lain. Seperti:
surat, kata, kalimat atau seluruh teks.
3. Tanda-tanda
mempunyai sebuah arti semantic.
Mereka mengacu pada sesuatu di liar
dirinya, apakah itu milik lingkup ala atau budaya, atau apakah itu adalah
fenoena non-tekstual atau tekstual.
Faktanya, bahwa teks tidak meniru
realitas, tetapi sebaliknya, secara (tectually produce) tekstual memproduksinya
tetap sering diperhatiakan.
Radical
Contextuality
Mikko
Lehtonen
Ada dilemma tertentu yang terkandung
dalam gagasan ari radical contextuality: mangancam untuk menciptakan posisi
bagian para peneliti yang tidak mungkin dalam praktek. Asalkan setiap konteks adalah bagiandari
konteks lain; seperi Lawrence Grossberg mengatakan contectuality expands
boundlessly. Itulah alas an peneliti
menanyakan seperti itu jika untuk selanjutnya menjadi untuk hadir dimana-mana
sekaligus dalam beberapa cara mistis.
Harus tidak terus berburu untuk jumlah yang terus berkembang dari
realitas khusus yang ditentukan secara contextually? Peneliti tidak bisa engahdirkan serentak dimana-mana. Mereka harus selalu berbicara dan menulis
dari posisi tertentu. Struart Hall
menggambarkan pendapat yang menarik:
Mungkin benar bahwa diri selalu dalam
arti, sebuah fiksi, sama seperti jenis “penutupan” yang diperlukan untuk
menciptakan komunitan identifikasi-bangsa, kelompok etnis, keluarga,
seksualitas, dan lain-lain penutupan sewenang-wenang. Saya percaya itu adalah gain sangat penting
ketika seseorang mengakui bahwa seua identitas dibangun diseluruh perbedaan
dari mulai hidup dengan perbedan politik.
Tetapi, tidak penerimaan status fiksi atau identitas narasi dalam
kaitannya dengan dunia juga membutuhkan sebagai suatu kebutuhan, sebaliknya
maknanya peristiwa. Tapi untuk
mengatakan sesuatu yang khusus, anda harus berhenti kembali-berakhir? Itu semacam wilayah, semacam selamanya, tidak
benar secara universal. Itu tidak
didukungoleh jaminan terbatas. Tapi ini
yang saya maksud: inilah siapa saya.
Hence,
bagian yang penting dari meneliti dan posisi klaim dari peneliti, untuk contoh
pengetahuan yang menarik. Belajar dari
makna tidak mencapai objek oleh pendiri dari meneliti. David
Morley menagtakan:
The world of everyday life is not one
which can be satisfactorily viewed through a single pair of spectacles, or from
a single position. It requires varieties
of distance, magnification and position.
Objek penelitian terakhir tidak lagi muncul, tetapi sebagai sesuatu yang
lain saya sebut “a coyote” kata Donna
Haraway’s words.
The coyote, which appears in the
mythology of the Hopi and Navajo people of America, personifies the notion of
the world being perpetually problematic, never completed, capable of always
meaning something other than what we conveived it could mean. In the stories of the Hopi and the Navajo,
that coyote is never an immutable and stable object, but a trickster and a
conniver capable of appearing now as a god, then as a fool. Untuk mencocokkan “coyote” seorang peneliti
nomaden diperlukan pengetahuan yang local dan yang analisis kritis/konstruksi
sendiri, yang disingkat sebagai peneliti adalah peserta dalam realitas
siswa.
Discourse
Communities
Key
Hyland
Komunitas orienstasi ini untuk focus
literasi pada kepentingan menulis dan berbicara, dan belajar untuk menulis dan
berbicara, sebagai insider satu komunitas yang berharap mengikutsertakan. Goffman’s
(1959) berharap dari “membership (gagasan)” adalah keanggotaan disini
sebagai menggambarkan perhatian yang penting “talking the talk” dan implikasi
bahwa kelompok akademik menjadi konstitusi oleh jenis karakteristik dari
interaksi (characteristic genres of interaction), dari bagaimana mereka memperoleh
sesuatu gagasan fisik. Keterlibatan
individual wacana disiplin meliputi gagasan dari disiplin, ide Swales (1998) elaborasi sebagai
“textography” dari komunitas”. Barton (1994:57), for instance,
suggests they can be looseknit groups engaged in either the reception or
producing of texts; or both:
A
discourse community is a group of people who have texts and practices in
common, whether it is a group of academics, or the readers of teenage
magazines. In fact, discourse community
can refer to the people the text is aimed at; it can be the people who
participate in a set of discourse practices both reading and writing.
Discourse community membantu penulis,
text dan readers bersama dan terlepas dari bagaimana kami menetapkan ide, itu
sangat susah untuk melihat bagaimana kita melakukan tanpa itu. Dasarnya, menggambar bersama bersama sebuah
angka dari aspek kunci dari context bahwa keanggotaan untuk jalan berbicara dan
menulis wacana adalah memproduksi dan mengerti. Cutting (2002:3) points
out that these are the:
·
Situation context:
apa yang orang tahu, tentang apa yang bisa dilihat disekitar mereka.
·
Background knowledge
context: apa yang orang tahu tentang
dunia, apa yang mereka tahu tentang aspek kehidupan dan apa yang mereka ketahui
tentang satu sama lain.
·
Co-textual context:
apa yang orang tahu tentang apa yang mereka telah katakana.
The
influence of culture
By
Key Hyland
Budaya terlihat ethonolinguistically
dan kelembagaan (eg. Sarangi and
Roberts, 1999), pengaruh tidak hanya bagaimana siswa diharapkan untuk
menulis dan berbicara dalam akademik, tetapi juga cara-cara menulis dan
berbicara mereka membawa mereka dari lingkungan rumah mereka. Sebenarnya
bahwa pengalaman berbudaya membantu membentuk makna schemata bahwa pengetahuan
dan ekspetasi dari L2 murid mungkin sangat berbeda dari pengaruh tampilan
didefinisi yang setuju, satu versi sebagai ditransmisikan sejarah dan jaringan
sismatik dari makna yang dimengerti, mengembangkan, dan komunikasi pengetahuan
kami dan percaya tentang dunia (Lantolf,
1999; Street, 1995). Bahasa dan pembelajaran terkait dengan
kebudayaan.
Inilah yang ditulis oleh Mr Lala
Bumela M, Pd pada slidenya. Dalam model
interaktif social, makna diciptakan melalui konfigurasi yang unik dan interaksi
yang baik pembaca dan penulis membaca ke teks (Nystand et al, 1993: 299). Bakhtin (1986), seperti dikutip dalam Hyland
(2002) bahasa dialogis: percakapan antara penulis dan pembaca dalam suatu
kegiatan yang sedang berlangsung. Hyland
(2002) menulis mencerminkan jejak kegunaan sosialnya karena hal ini terkait dan
selaras dengan teks-teks lain yang diatasnya itu membangun dan yang
mengantisipasi. Bakhtin (1986) setiap
ucapan membantah, menegaskan, suplemen dan bergantung pada orang lain, mengandaikan
mereka untuk dikenal dan entah bagaimana membawa mereka ke account
(Ibid:91). Genre ditulis dianggap
sebagai bagian dari situasi social yang berulang dan ditandai, daripada
bentuk-bentuk tertentu, dengan penulis melakukan penilaian dan kreativitas dalam
merespon kondisi yang sama (Hyland:2002).
Pengertian
Bakhtin intertextuality menunjukan bahwa wacana selalu terkait dengan
wacanalain, baik saat mereka berubah dari waktu ke waktu dan dalam kesamaan
mereka pada setiap titik waktu. Ini
menghubungkan pengguna teks ke jaringan teks sebelum dan sebagainya menyediakan
system pilihan untuk membuat menciptakan makna yang tersedia dalam suatu
budaya, konvensi yang dikembangkan dengan cara ini lebih mungkin, dan ini
membantu menjelaskan bagaimana penulis membuat pilihan retoris tertentu saat
menulis.
Intertextual
Discourse
By
Joseph J.Lee
Saya
mulai dengan sifat intertextual pelajaran bahasa. Analisis mengungkapkan cukup
“intertekstualitas referensial” (Devit,
1991) atau “manifest intertextualitas” (Fairclough,
1992) melalui referensi eksplisit untuk teks-teks lain termasuk buku teks
saja (atau kursus pakta), aktivitas handout, silabus, dan scripted kuliah. Hal itu mungkin tidak mengherankan bahwa guru
mengacu pada berbagai sumber daya instructional dalam pembicaraan kelas mereka,
karena mereka semua bagian dari guru bahasa genre set atau system (Bazerman, 1994; Devit, 1991) untuk
tujuan pengajaran EAP. bahan-bahan
sumber daya yang berbeda berinteraksi, dengan wacana guru dan perilaku kelas
mereka sehingga batas tertentu. Setelah
teks, conteks, dan wacana sudah dibahas, maka akan menjelaskan tentang
literasi.
Literasi menurut Mikko
Lehtonen
Dalam sejarah dari kemnusiaan
writing adalah banyak memperoleh surat dibandingkan speaking. Menurut warga luas sebelum masa seribu tahun,
reading dan writing sama aktifitasnya lebih alami dikehidupan. Kemampuan membaca dan menulis dianggap alami
dan benar-benar tergantung pada pelatihan yang disengaja dan sadar
pembelajaran. As a matter of fact, literasi
bisa terdiri jarak yang luas dari kegiatan.
Teks tertera objek dan reading bisa memasukkan, contohnya a barometer,
tea leaves or facial expressions.
Didalam hubungan ini, mereka juga berbagai macam dari kemampuam membaca.
Literasi adalah kegiatan sosila oleh
karakter. Itu bisa digambarkan sebagai
praktis pada orang menggambar di situasi membaca yang berbeda. Orang mempunyai berbagai macam dari kemampuan
membaca, mereka memanfaatkan perbedaan pendapat di perbedaan area dari
kehidupan. Padahal semua bentuk dari
literasi memasukkan kemampuannya untuk mengontrol system yang berbeda dari
symbol realitas diwakili untuk pembaca.
Sebagai individuals, semua dari kami mempunyai literasi yang maju
melalui berbagai fase dan pengalaman.
Kemampuan memahami sebuah teks ilmiah.
Contohnya membutuhkan percobaan yang berbeda pada membaca teks literasi,
dan itu harus dipelajarinya. Literasi
berarti mentransfer dari satu dunia ke yang lainnya atau dijalan yang lebih
baik. Didalam kemampuan membaca dan
menulis, lebih metode dan formal dari interaksi muncul dibandingkan spontan dan
informal interaksi linguistic.
Literasi menurut Dra.
Novi Resmini, M.Pd
Universitas Pendidikan
Indonesia
Literasi erat kaitannya dengan
istilah kemahirwacanaan. Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa literasi secara luas dimaknai sebagai kemampuan
berbahasa yang mencakup kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis,
serta kemmpuan berpikir yang menjadi elemen didalamnya. Tompkins
(1991:18) mengemukakan bahwa literasi merupakan kemampuan menggunakan
membaca dan menulis dalam melaksanakan tugas-tugas yang bertalian dengan dunia
kerja dan kehidupan diluar sekolah.
Sementara itu, Wells
mengemukakan bahwa literasi merupakan kemampuan bergaul dengan wacana sebagai
representasi pengalaman, pikiran, perasaan, dan gagasan secara tepat sesuai dengan
tujuan.
Sulzby
(1986) mengartikan literasi sebagai kemampuan membaca dan menulis. Dalam pengertian luas, literasi meliputi
kemampuan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan berpikir
yang menjadi elemen didalamnya. Menurut UNESCO, seseorang yang disebut literat
apabila ia memiliki pengetahuan yang hakiki untuk digunakan dalam setiap
aktivitas yang menuntut funsi literasi secara efektif dalam masyarakat, dan
oengetahuan yang dicapai dengan membaca, menulis, dan atithmetic memungkinkan
untuk dimanfaatkan bagi dirinya sendiri dan perkembangan masyarakat. Sementara itu Wells mengemukakan bahwa untuk menjadi literate yang sesungguhnya,
seseorang harus memilii kemampuan menggunakan berbagai tipe teks secara tepat
dan kemampuan memberdayakan pikiran, perasaan, dan tindakan dalam konteks
aktivitas social dengan maksud tertentu.
Dalam hal ini literat diartikan sebagai mahir wacana (dalam Muhana,
2003:20)
A Critical Literacy
Approach to Intercultural Language Teaching and Learning
Australian Government
Introduction to
critical literacy
1. Language
as social and cultural practice
Sebagai guru bahasa/budaya, latihan kita dibentuk
oleh pemahaman teoritis kita tentang apa kita berkaitan yaitu dari bahasa apa,
budaya apa, mengajar apa, pembelajaran apa, sifat interaksi keras. Kita mungkin tidak selalu mengartikulasikan
pemahaman ini dengan mudah atau koheren, atau bahkan menganggap mereka sebagai
“teori”. Pengetahuan bermula dari
pengetahuan namun nampaknya kita tidak sadar, tetapi hal itu mempengaruhi
secara signifikan keputusan. Latihan
yang efektif tampaknya menjadi sukses, interaksi yang berkelanjutan antara
“menerima” dan “pengalaman”.
Belajar bahasa sebagai Cognitive Process (proses
kognitif): sesuatu yang terjadi dadalam individu yang melibatkan input, proses,
pemilihan, klasifikasi, internalisasi dan akhirnya keluaran. Kemajuan yang signifikan dalam studi
penelitian pemerolehan bahasa telah dikonsolidasikan dasar teoritis yang kuat
untuk berpikir tentang bahasa sebagai proses kognitif, membantu kita untuk
memahami lebih lanjut tentang variable pelajar, gaya dan tahap penguasaan
bahasa belajar. Hal itu tentunya
merupakan begian penting dari proses.
Ini akun interaksi social (social interaction)
bahasa dan penguasaan bahasa membawa kita jauh dari pengertian bahasa membawa
kta jauh dari penegrtian bahasa sebagai system pesan netral- saluran yang
mentransmisikan makna tetap dari pengirim ke penerima. Bahasa jarang netral, dan makna jarang tetap. Ketika kita bebicara, menulis, atau
menggunakan modus lain komunikasi, kita membuat pilihan yang jarang acak. Kami membangun pesan kita, sesuai dengan niat
kita, kendala dan kemungkinan kami, peran dan hubungan kita. Ini adalah yang kita maksudkan karena kita
berbicara tentang bahasa menjadi praktek social ini adalah kompenen yang paling
kuat dari proses social dan praktik pada tingkat individual, kolektif dan
institusional.
2. Text
Istilah “text” berguna dan merupakan pusat
pendekatan literasi kritis. Pikirkan
semua tentang bahasa, semua komunikasi, semua interaksi, pesan atau makna
membuat sebagai teks. Beberapa dari anda
akan mengasosiasikan “teks” hanya dengan teks tertulis, tetapi dalam
sosiolinguistik model (bahasa sebagai praktik social), teks
mengacu sama untuk berbicara, tanda-tanda kinerja, pesan visual, untuk setiap
contoh makna keputusan. Kita hidup dalam
apa yang sering digambarkan sebagai “text-saturated”, terus-menerus dibombardir
oleh teks-teks dari semua jenis niat, format dan modalitas, dari iklan TV untuk
klip video, untuk forum diskusi, sesi buku teks, multiply-dimediasi, beragam
disampaikan. Kami berada dalam keadaan
konstan pengolahan teks serta memproduksi.
Diagram berikut adalah representasi
visual sederhana tentram bagaimana gagasan ini teks duduk diposisi pusat dari
model bahasasebagai praktik social:
3.
Literacy
as social practice
Sebelum pindah ke mengeksplorasi literasi
kritis, penting untuk menetapkan bahwa lierasi seperti bahsa juga praktek
social dan budaya, melainkan juga dapat dianggap sebagai melibatkan produk
budaya, praktek dan proses. Tidak
seperti pengembangan orasy, tahap pertama kami akuisasi bahasa, yang dalam
keadaan normal terjadi dengan mudah melalui sosialisasi biasa, literasi adalah
teknologi yang dipelajari; tidak selalu mudah dipelajari, tidak selalu
ditawarkan kepada semua orang, dan dibentuk dengan cara yang berbeda dalam
konteks dan situasi yang berbeda. Dalam
konteks pengajaran Australia, dimana literasi adalah established “benar” dan
semua ada interkoneksi yang erat antara bahasa dan literasi beberpa pendidik
dan peneliti pada kenyataannya tidak mengakui perbedaan.
Pendekatan pengajaran literasi telah berubah
secara radikal dalam dua decade terakhir dan terus diperdebatkan. Perdebatan saat ini antara pendidik, politisi
dan anggota masyarakat sekitar pendidikan literasi jelas menggambarkan hubungan
antara melek huruf, pendidikan, ideology dan hubungan kekuasaan. Literasi memungkinkan contoh dari “modal
budaya”. Dorongan saat ini dibeberapa
kalangan untuk kembali ke model tradisional reproduksi, pembelajaran berbasis
konten dan keterampilan berbasis pendidikan literasi, dan untuk mengurangi,
model berbasis penyelidikan berpusat pada peserta didik kritis berorientasi merupakan
indikasi dari hubungan pendidikan literasi proses budaya yang lebih luas. Apa jenis paktek literasi dianggap penting,
sesuai atau berharga mencerminkan berbeda “perspektif”: yang tidak pernah dari
system nilai budaya, sikap dan investasi.
The Four Resources
Model of Literacy Practices
Model ini memberikan cara mudah untuk
mewakili jenis sumber daya yang kita butuhkan untuk memanfaatkan untuk menjadi
produsen teks yang efektif, konsumen, dan analis to do “literacy” secara
efektif dalam waktu dan kondisi saat ini dikodekan budaya dan bahasa pertama
kami, tetapi juga dalam yang tambahan.
Ini adalah inklusi baik dalam strategi tool-kit kami untuk menjelajahi
hubungan bahasa budaya. Ini menggambarkan
4 peran utaman yang harus mampu untuk memberlakukannya:
1. Code breaker:
kemampuan untuk “memecahkan kode terkait dengan bahasa yang berbeda dan system
yang berbeda yaitu: mengetahui bagaimana untuk encode dan decode (misalnya
mengetahui alphabet dan skrip; memahami bagaimana grafem diterjemahkan ke
dalama fonem dan sebaliknya: mengetahui bahwa dalam bahasa inggris terdengar
seperti ejaan (f), tanda baca diberbagai system selalu menjadi bisnis inti dari
pendidikan literasi tradisional, masih bisnis inti, tetapi tidak lagi
mencukupi.
2. Meaning maker (pembuat
makna):
serta teks decoding, kita harus mampu masuk akal atau makna decode, kita
lihat as the semantic level of literacy.
Jika saya memberikan teks sederhana dari pembaca awal, anda semua akan berhasil
baik decode (membaca dengan keras) misalnya, membuat makna, anda akan tahu apa
itu “about” (come with me) says Ben, “Aku bisa melihat anjin, aku bisa melihat
anjing terlalu,? Apakah kita akan
bermain dengan anjing? Meskipun mungkin
tidak menarik atau menarik, itumudah dimengerti, jenis penekanan dan intonasi
yang anda gunakan saat anda membaca keras-keras. Intonasi dan kalimat akan menyarankan
ketidakpastian dan kurangnya pemahaman atau keyakinan. Ada implikasi penting bagi kita sebagai guru
dalam kaitannya dengan kebutuhan kompetensi semantic. Siswa kami membutuhkan latar belakang
pengetahuan, atau skema, dalam rangka untuk terlibat sukses dengan teks untuk
masuk akal.
3. Text user:
The pragmatic level of literacy practice
Anda mungkin berhasil dapat
encode/decode, dan juga memiliki latar belakang pengetahuan yang diperlukan
untuk membuat makna dari teks.
4. Text analyst:
tingkat akhir praktek literasi, dan pesan akhir pengguna teks diidentifikasi
dalam model ini, adalah bahwa analisis kritis (critical analyst) sebagai
pengguna teks dan produsen. Kita harus mampu “menginterogasi” teks untuk
membaca yang tersirat, untuk melihat dari jarak kritis, mengajukan pertanyaan
kritis yang mengidentifikasi maksud, tujuan,dan stategi yang digunakan oleh
teks. Perspektif kritis semacam ini
sekarang diakui sebagai bit sama pentingnya dengan tingkat lain dari praktek
literasi. Dan ini adalah diman kritikal
literasi datang untuk bermain.
Keempat model ini dikembangkan oleh Luke dan Freebody (1997) sebagai praktek
literasi yang mempertimbangkan keragaman praktek ini melek huruf, model yang
relevan untuk proyek ILTLP sebagai untuk bahasa pertama dan literasi
kerja.
Making
Connection-Critical Literacy and ILTLP
(The
Intercultural in Language Teaching and Learning)
Bekerja dengan cara anda melalui
pembahasan diatas melek huruf, kemahiran dan analisis teks kritis, anda pasti
telah membuat hubungan antara ide-ide dan ILTLP tersebut. Dalam modul di eksplorasi:
v Hubungan
antara bahasa dan budaya
v Apa
artinya menjadi ornag berbudaya
v Proses
yang saling berhubungan dan pengalaman, analisis dan refleksi yang diperlukan
untuk “melihat” hubungan bahasa-budaya dan mengembangkan posisi informasi yang
menjelajahi dan melakukan itu.
Freire’s
(1968) konsep praktis duduk dengan baik dalam kaitannya dengan poin
terakhir ini: hubungan timbale balik antara aksi dan refleksi-atau pengalaman
dan analisis yang bekerja seperti lingkaran, kemudian menginformasikan itu
sendiri. Hanya terlibat dalam sadar,
proses dialogis analisis, pengalaman refleksi dapat menjadi agen aktif, dengan
kemungkinan intensionalitas nyata dan pilihan dalam hubungan kita dengan
teks. Pendekatan literasi kritis di
kelas bahasa adalah cara yang ampuh dari kedua mengeksplorasi hubungan bahasa,
budaya, dan pengembangan antara literasi atau kompetensi.
Classroom
Discourse by Martin Nystrand
Program kelas yang
dikembangkan oleh Martin Nystrand at the Wisconsin Center for Education
Research (WCER) untuk analisis di kelas sebagai wacana kelas. ini adalah alat penelitian yang digunakan
untuk membangun profil interaksi kelas dan untuk menyelidiki efek dari wacana
kelas atas prestasi siswa. Tidak menjadi
bingung dengan University of Teach Stone Instrument pena dan kertas Virginia pertama
muncul pada tahun 2009 dan digunakan dalam pengembangan professional. Class adalah alat penelitian yang
dikembangkan sejak tahun 1988 dibawah naungan tiga pusat penelitian nasional
(The National Center on Effective Secondary Schools, 1985-90): The national
center on organization and restructuring of school, 1990-95; and the national
research center on English Learning Departement of education’s institute for
educational studies untuk mengembangkan versi baru yang mandiri akan mengukur
dan memulai indeks kunci dari wacana kelas.
tidak ada pengamat atau data penelitian asista kolektor yang dibutuhkan,
tidak ada yang mengganggu kelas, tidak ada pelanggaran guru atau identitas
siswa. Hanya perangkat telepon seperti
super cerdas dan beberapa mikrofon yang mandiri memproses wacana kelas.
Literacy
is Central to History
Princeton
sejarahwan Hendrik Hartog dalam jurnal of
America History Rountable pada keaadaan praktek sejarah, praktek kita semua
terlibat sebagai sejarahwan adalah pembaca.
Sejarah membutuhkan strategi literacy tertentu dan keterampilan. Bahwa jika anda bukan seorang guru bahasa
inggris, anda masih seorang guru literasi.
Tetapi beberapa buku dan program-program yang berfokus pada
konten-daerah melek. Buku teks dapat
menjadi alat yang berguna dan kelas siswa harus diajarkan cara membaca dan
menggunakannya secara bijaksana, tetapi ketika siswa membaca buku, mereka tidak
mendapatkan pengalaman, praktik, atau penerimaan dengan membaca lebih otentik
teks disiplin khusus. Melakukan sejarah
memerlukan banyak membaca genre teks, dan pernyataan presiden untuk surat-surat
pribadi untuk kartun politik. Literasi
konten-area yang benar dalam sejarah menuntut siswa belajar dan membaca
strategi khusus untuk sejarah.
Jadi, adanya sejarah karena adanya teks,
conteks, dan wacana. Dan semua itulah
akan menghasilkan sebuah interaksi.
Interaksi dalam kelas, akan menghasilakn sebuah literasi. Sejarah Columbus bisa terbukti kebenarannya
karena adanya seorang literat yang berhasil mengungkapkan fakta-fakta tentang
Columbus. Fakta tersebutlah dihasilkan
oleh seorang penulis. Dalam sebuah
tulisan adanya sebuah teks, teks akan membuat ketertarikan seorang pembaca
karena adanya konteks. Jadi, sejarah,
teks, konteks, wacana, literasi saling berkaitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic