Asap Pekat Writing Empat
Author
: Ema Wilianti Dewi
Terbakar. Otak kami seakan terbakar,
butuh pemadam kebakaran untuk segera memadamkan api di otak ini. Writing 4
benar-benar membuat kewalahan. Writing 4 membawa sejuta kerumitan bersamanya. Setelah
api padampun ada masalah lain yang datang, asap pekat yang mengganggu
penglihatan. Pekat sekali, asap pekat writing empat seakan enggan memudar
sedikitput. Ia memilih untuk bertambah pekat, pekat, dan pekat lagi.
Pertemuan ke empat mata kuliah
writing ini menyuguhkan satu topic besar yaitu classroom discourse. Kami telah ditugaskan untuk membuat sebuah
critical review dibawah artikel yang berjudul “classroom discourse to foster religious harmony” yang ditulis oleh Prof. A Chaedar Alwasilah. Sayangnya,
critical review yang kami buat belum bisa membuat kepuasan bagi Mr. Lala. Saya sendiri
pun sadar masih banyak hal yang belum tercantum dalam tulisan saya. Generic structure
critical review banyak yang meleset dari aturan. Yang lebih parah lagi, kami
terjebak oleh judul besar Religious
Harmony. Seharusnya, antara classroom
discourse dan religious harmony sama-sama dikupas
tuntas. Tapi pada kenyataannya kami lebih berfokus kepada religious harmony itu sendiri.
Religious
harmony sudah banyak dibahas pada critical review, oleh karena itu pada
class review ini saya akan bahas tentang classroom
discourse. Classroom atau ruang kelas merupakan tempat berkumpulnya segala
kegiatan siswa dan guru. Di dalam kelas pasti ada interaksi sesame penghuni
kelas itu. Bentuk interaksi ini bisa dimulai dengan obrolan-obrolan kecil yang
terjadi di kelas. Sedangkan discourse merupakan sebuah wacana yang berisi teks
dan konteks yang saya rasa semua orang sudah tahu teks dan konteks tersebut. Bila
disatukan, classroom discourse akan sangat-sangat complicated atau rumit.
Kerumitan ini dapat terjadi karena
classroom discourse menuntut adanya interaksi. Interaksi yang dibangun pada
classroom discourse tidaklah mudah, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
menjalani classroom discourse. Tiga hal
ini bisa saja menjadi hal yang sangat sensitif. Tiga hal ini adalah background
yang berbeda, strategi komunikasi, dan meaning making practices. Alangkah lebih
baik bila kita jelaskan satu persatu.
1. Different
Background
Didalam
sebuah kelas, tidak mungkin berisi orang-orang yang memiliki latar belakang
yang sama. Latar belakang ini bisa berupa latar belakang agama, politik,
ekonomi, dan pendidikan. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang mudah menyinggung
perasaan orang lain, oleh karenanya mari
kita lihat point ke dua.
2. Communicative
Strategies
Menilik
dari point pertama tentang perbedaan latar belakang, sebagai manusia yang
tinggal didalam sebuah kelompok, dalam hal ini adalah classroom kita harus
memiliki strategi komunikasi yang baik. Hal ini ditujukan supaya tak ada
kesenjangan antar orang yang berada pada suatu kelompok tertentu.
3. Meaning
Making Practices
Bila
dua point di atas dapat dijalankan dengan baik, maka akan terjadi pula yang
dinamakan meaning making practices. Di sini ideology dijunjung tinggi untuk
dapat kita control sehingga nantinya
akan menghasilkan nilai-nilai sosial yang positif. Nilai yang diharapkan yaitu
kedisiplinan, kejujuran, dan moral yang baik.
Betsy
Rymes, dalam bukunya yang
berjudul “Classroom
Discourse Analysis : A Tool for Critical Reflection”
yang diterbitkan pada tahun 2008 lebih menelisik tentang classroom discourse. discourse
didefinisikan sebagai “language-in-use” atau penggunaan bahasa. Analisis wacana adalah
studi tentang bagaimana bahasa di gunakan dan
dipengaruhi
oleh konteks-nya.
Di dalam kelas,
konteks dapat berkisar dari pembicaraan dalam pelajaran, untuk siswa
seumur bersosialisasi dengan sejarah lembaga pendidikan. Analisis kelas menjadi analisis wacana kritis ketika kelas-kelas peneliti mengambil efek dari konteks variabel tersebut dan menjadikan pertimbangan dalam analisis mereka.
seumur bersosialisasi dengan sejarah lembaga pendidikan. Analisis kelas menjadi analisis wacana kritis ketika kelas-kelas peneliti mengambil efek dari konteks variabel tersebut dan menjadikan pertimbangan dalam analisis mereka.
Discourse
Definisi paling sederhana dari wacana(discourse) adalah bahasa
yang digunakan. Hal ini mungkin mengganggu.
Beberapa ahli bahasa berpendapat
bahwa fitur bahasa mendefinisikan
kemampuannya untuk mendikontekstualisasikan sebuah bahasa. Sebagai contoh,
kata "Pohon" tidak perlu adanya "pohon" dilingkungan sekitar untuk dipahami. Seorang
siswa akan memberitahu Anda ia
melihat "Pohon" hari
ini dan Anda akan tahu apa
yang dia maksud. Dia tidak perlu menunjuk pohon
atau menggambar untuk Anda. Dalam hal ini, bahasa adalah
de-contextualizable dan hal ini dapat menjadi fitur yang membuat unik bahasa manusia.
(Betsy Rymes, 2008:13)
Analysis
Analisis Wacana, kemudian melibatkan
penyelidikan bagaimana wacana (bahasa
yang digunakan) dan konteks mempengaruhi
satu sama lain. Terkadang, memahami mengapa
seseorang mengatakan sesuatu dengan cara tertentu
itu melibatkan sebuah
konteks. Shirley Brice Heath (1983)
mendokumentasikan bagaimana sosialisasi seseorang
pada suatu rumah tertentu dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa di sekolah.
Hal ini digambarkan dengan jelas dalam
contoh pertanyaan
yang tertera pada workbook di Piedmont
Carolina. Dalam satu kelas, banyak siswa memberikan jawaban untuk buku kerja dengan pertanyaan sebagai berikut (di mana siswa harus member lingkaran nomor yang benar di bawah setiap ilustrasi) sebagai 2 + 2 = 2.
Carolina. Dalam satu kelas, banyak siswa memberikan jawaban untuk buku kerja dengan pertanyaan sebagai berikut (di mana siswa harus member lingkaran nomor yang benar di bawah setiap ilustrasi) sebagai 2 + 2 = 2.
Classroom Discourse
Analysis from a Critical Perspective
Menempatkan bagian ini
bersama-sama, maka Classroom discourse
analysis bisa
diparafrasekan sebagai "melihat bahasa-di-gunakan dalam konteks kelas (dengan
pemahaman bahwa konteks ini dipengaruhi pula oleh beberapa konteks sosial di luar dan
dalam kelas) untuk memahami bagaimana konteks dan bicara yang mempengaruhi satu sama lain. "untuk tujuan meningkatkan interaksi kelas masa dan untuk member pengaruh positif
pada hasil sosial dalam konteks di luar kelas, Selain itu hal ini memperkenalkan komponen "penting" untuk analisis wacana kelas: Setelah kita lebih menyadari bagaimana konteks mempengaruhi wacana, kita bisa bekerja untuk mengubah fitur-fitur dari pembicaraan hal apa saja yang dapat menghambat partisipasi penuh bagi semua siswa.
diparafrasekan sebagai "melihat bahasa-di-gunakan dalam konteks kelas (dengan
pemahaman bahwa konteks ini dipengaruhi pula oleh beberapa konteks sosial di luar dan
dalam kelas) untuk memahami bagaimana konteks dan bicara yang mempengaruhi satu sama lain. "untuk tujuan meningkatkan interaksi kelas masa dan untuk member pengaruh positif
pada hasil sosial dalam konteks di luar kelas, Selain itu hal ini memperkenalkan komponen "penting" untuk analisis wacana kelas: Setelah kita lebih menyadari bagaimana konteks mempengaruhi wacana, kita bisa bekerja untuk mengubah fitur-fitur dari pembicaraan hal apa saja yang dapat menghambat partisipasi penuh bagi semua siswa.
Classroom
discourse pada dasarnya bermanfaat untuk untuk dapat
memahami secara
umum perbedaan komunikasi
antara kelompok-kelompok sosial.
Belajar bagaimana
melakukan analisis wacana kelas
(bukan hanya Analisis wacana membaca dilakukan
oleh orang lain) dapat dilakkukan setelah dilengkapi dengan analisis wacana metode, guru terbaik berperan
untuk
mempelajari wacana lokal dan
selalu dapat mengubah pola khusus untuk kelas mereka
sendiri.
Sungguh
gumpalan asap yang sangat tebal. Classroom discourse ternyata hal yang cukup
rumit bahkan sangat rumit untuk di pelajari. Mr. Lala berkata bahwa kita belum
sukses menjadi seorang qualified reader. Memang benar adanya, untuk menjadi
qualified reader butuh latihan yang sangat sering. Asap pekat writing empat
sepertinya harus ditembus dengan cahaya laser berkekuatan besar. Laser itu
adalah membaca, membaca, membaca, dan akhirnya kita dapat menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic