We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 10 Maret 2014

CLASS REVIEW 4


Asap Pekat Writing Empat
Author : Ema Wilianti Dewi
            Terbakar. Otak kami seakan terbakar, butuh pemadam kebakaran untuk segera memadamkan api di otak ini. Writing 4 benar-benar membuat kewalahan. Writing 4 membawa sejuta kerumitan bersamanya. Setelah api padampun ada masalah lain yang datang, asap pekat yang mengganggu penglihatan. Pekat sekali, asap pekat writing empat seakan enggan memudar sedikitput. Ia memilih untuk bertambah pekat, pekat, dan pekat lagi.
            Pertemuan ke empat mata kuliah writing ini menyuguhkan satu topic besar yaitu classroom discourse. Kami telah ditugaskan untuk membuat sebuah critical review dibawah artikel yang berjudul “classroom discourse to foster religious harmony” yang  ditulis oleh Prof. A Chaedar Alwasilah. Sayangnya, critical review yang kami buat belum bisa membuat kepuasan bagi Mr. Lala. Saya sendiri pun sadar masih banyak hal yang belum tercantum dalam tulisan saya. Generic structure critical review banyak yang meleset dari aturan. Yang lebih parah lagi, kami terjebak oleh judul besar Religious Harmony. Seharusnya, antara classroom discourse dan  religious harmony sama-sama dikupas tuntas. Tapi pada kenyataannya kami lebih berfokus kepada religious harmony itu sendiri.
            Religious harmony sudah banyak dibahas pada critical review, oleh karena itu pada class review ini saya akan bahas tentang classroom discourse. Classroom atau ruang kelas merupakan tempat berkumpulnya segala kegiatan siswa dan guru. Di dalam kelas pasti ada interaksi sesame penghuni kelas itu. Bentuk interaksi ini bisa dimulai dengan obrolan-obrolan kecil yang terjadi di kelas. Sedangkan discourse merupakan sebuah wacana yang berisi teks dan konteks yang saya rasa semua orang sudah tahu teks dan konteks tersebut. Bila disatukan, classroom discourse akan sangat-sangat complicated atau rumit.
            Kerumitan ini dapat terjadi karena classroom discourse menuntut adanya interaksi. Interaksi yang dibangun pada classroom discourse tidaklah mudah, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam menjalani classroom discourse.  Tiga hal ini bisa saja menjadi hal yang sangat sensitif. Tiga hal ini adalah background yang berbeda, strategi komunikasi, dan meaning making practices. Alangkah lebih baik bila kita jelaskan satu persatu.
1.      Different Background
Didalam sebuah kelas, tidak mungkin berisi orang-orang yang memiliki latar belakang yang sama. Latar belakang ini bisa berupa latar belakang agama, politik, ekonomi, dan pendidikan. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang mudah menyinggung perasaan orang  lain, oleh karenanya mari kita lihat point ke dua.
2.      Communicative Strategies
Menilik dari point pertama tentang perbedaan latar belakang, sebagai manusia yang tinggal didalam sebuah kelompok, dalam hal ini adalah classroom kita harus memiliki strategi komunikasi yang baik. Hal ini ditujukan supaya tak ada kesenjangan antar orang yang berada pada suatu kelompok tertentu.
3.      Meaning Making Practices
Bila dua point di atas dapat dijalankan dengan baik, maka akan terjadi pula yang dinamakan meaning making practices. Di sini ideology dijunjung tinggi untuk dapat kita control  sehingga nantinya akan menghasilkan nilai-nilai sosial yang positif. Nilai yang diharapkan yaitu kedisiplinan, kejujuran, dan moral yang baik.
Betsy Rymes, dalam bukunya yang berjudul “Classroom Discourse Analysis : A Tool for Critical Reflection” yang diterbitkan pada tahun 2008 lebih menelisik tentang classroom discourse. discourse didefinisikan sebagai “language-in-use” atau penggunaan bahasa. Analisis wacana adalah studi tentang bagaimana bahasa di gunakan dan dipengaruhi oleh konteks-nya.
Di dalam kelas, konteks dapat berkisar dari pembicaraan dalam pelajaran, untuk siswa
seumur
bersosialisasi dengan sejarah lembaga pendidikan. Analisis kelas menjadi analisis wacana kritis ketika kelas-kelas peneliti mengambil efek dari konteks variabel tersebut dan menjadikan pertimbangan dalam analisis mereka.
Discourse
            Definisi paling sederhana dari wacana(discourse) adalah bahasa yang digunakan. Hal ini mungkin mengganggu. Beberapa ahli bahasa berpendapat bahwa fitur bahasa mendefinisikan kemampuannya untuk mendikontekstualisasikan sebuah bahasa. Sebagai contoh, kata "Pohon" tidak perlu adanya "pohon"  dilingkungan sekitar untuk dipahami. Seorang siswa akan memberitahu Anda ia melihat "Pohon" hari ini dan Anda akan tahu apa yang dia maksud. Dia tidak perlu menunjuk pohon atau menggambar untuk Anda. Dalam hal ini, bahasa adalah de-contextualizable dan hal ini dapat menjadi fitur yang membuat unik bahasa manusia. (Betsy Rymes, 2008:13)
Analysis
Analisis Wacana, kemudian melibatkan penyelidikan bagaimana wacana (bahasa yang digunakan) dan konteks mempengaruhi satu sama lain. Terkadang, memahami mengapa seseorang mengatakan sesuatu dengan cara tertentu itu melibatkan sebuah konteks. Shirley Brice Heath (1983) mendokumentasikan bagaimana sosialisasi seseorang pada suatu rumah tertentu dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah. Hal ini digambarkan dengan jelas dalam contoh pertanyaan yang tertera pada workbook di Piedmont
Carolina. Dalam satu kelas, banyak siswa memberikan jawaban untuk buku kerja
dengan pertanyaan sebagai berikut  (di mana siswa harus member lingkaran nomor yang benar di bawah setiap ilustrasi) sebagai 2 + 2 = 2.
Classroom Discourse Analysis from a Critical Perspective
Menempatkan bagian ini bersama-sama, maka Classroom discourse analysis bisa
diparafrasekan sebagai "melihat bahasa-di-gunakan dalam konteks kelas (dengan
pemahaman bahwa konteks ini dipengaruhi pula oleh beberapa konteks sosial di luar dan
dalam kelas) untuk memahami bagaimana konteks dan bicara yang mempengaruhi satu sama lain. "untuk tujuan meningkatkan interaksi kelas masa dan
untuk member pengaruh positif
pada hasil sosial dalam konteks di luar kelas, Selain itu hal ini  memperkenalkan komponen "penting" untuk analisis wacana kelas: Setelah kita lebih menyadari bagaimana konteks mempengaruhi wacana, kita bisa bekerja untuk mengubah fitur-fitur dari pembicaraan hal apa saja yang dapat menghambat partisipasi penuh bagi semua siswa.
Classroom discourse pada dasarnya bermanfaat untuk untuk dapat memahami secara umum perbedaan komunikasi antara kelompok-kelompok sosial. Belajar bagaimana melakukan analisis wacana kelas (bukan hanya Analisis wacana membaca dilakukan oleh orang lain) dapat dilakkukan  setelah dilengkapi dengan analisis wacana metode, guru terbaik berperan untuk mempelajari wacana lokal dan selalu dapat  mengubah pola khusus untuk kelas mereka sendiri.
Sungguh gumpalan asap yang sangat tebal. Classroom discourse ternyata hal yang cukup rumit bahkan sangat rumit untuk di pelajari. Mr. Lala berkata bahwa kita belum sukses menjadi seorang qualified reader. Memang benar adanya, untuk menjadi qualified reader butuh latihan yang sangat sering. Asap pekat writing empat sepertinya harus ditembus dengan cahaya laser berkekuatan besar. Laser itu adalah membaca, membaca, membaca, dan akhirnya kita dapat menulis.



           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic