Menumbuhkan Explainer yang Serba Ingin Tahu
Keheningan malam yang mulai menyapa dengan begitu halus,
membangunkan diri tatkala terlelap dalam nostalgia mimpi nan sempurna. Entahlah, tiba-tiba teringat sebuah kata yang
membangunkan dalam indahnya mimpi yang mengatakan “berkariblah dalam
sepi”. Air nan suci memanggilku dan
memintanya untuk di usapkan dalam balutan do’a yang mulia. Lantas menjalankan sunah-Nya, dalam sujud
pintaku hanya bukakan dan mudahkan
segala jalan yang menghambat proses belajarku.
Kata-kata ajaib mulai datang, tak berseling waktu lama
aku torehkan tinta ini di atas lembaran-lembaran putih, dan ku mulai tarikan
irama menulis yang ku percaya suatu saat membawakanku menuju ketenangan jiwa
namun sempurna. Mulai ku coret pelan nan
bersih langit biru hingga dapat meraih warna pemberani tentunya tak jauh dari
warna merah. Tak terasa kata demi kata telah terangkai hingga
mulai bingung sepertinya kata-kata ini telah mengantri dan berdesakan ingin
untuk dikeluarkan dari penjara hati nan indah.
Subhanallah memang benar sekali
keajaiban itu memang ada namun masih dengan pedoman kata “berkariblah dalam
sepi” ku lanjutkan menulis hingga kata Classroom discourse ujungnya.
Classroom discourse telah merujuk pada bahasa guru dan
murid yang digunakan untuk berkomunikasi satu sama lain didalam kelas. Berbicara atau percakapan adalah suatu media
dimana sebagian besar dalam suatu pembelajaran berlangsung sehingga studi
classroom discourse adalah studi tentang proses pengajaran sikelas dengan tatap
muka. Studi sistematis awal classroom discourse
di laporkan pada tahun 1910 dan digunakan stenograf untuk membuat rekor terus
menerus guru dan siswa berbiara dikelas.
Penggunaan pertama dari audiotape recorders dikelas dilaporkan pada
1930-an dan selama tahun 1960 ada pertumbuhan yang cepat dalam jumlah
penelitian berdasarkan analisis transkrip classroom discourse. Pada tahun 1973, Barak Rosenshine dan Norma
Furst dijelaskan tujuh puluh enam sistem yang berbeda diterbitkan untuk
menganalisis classroom discourse.
Segera menjasi jelas dari studi awal bahwa interaksi
verbal antara guru dan siswa memiliki struktur dasar yang sama dikelas, dan
semua tingkatan kelas, dinegara-negara bahasa Inggris. Pada dasarnya, guru mengajukan pertanyaan,
satu atau dua siswa menjawab kemudian guru mengomentari jawaban siswa
(kadang-kadang meringkas apa yang telah dikatakan) dan kemudian mengajukan
pertanyaan lagi lebih lanjut pola siklik ini berulang dengan variasi yang
menarik, spanjang perjalanan dalam pengajaran berlangsung suatu komunikasi yang
berlangsung antar guru dan siswa adalah aturan implisit dan harapan yang
menentukan apa, dan bagaimana guru dan siswa berkomunikasi. Setiap pertanyaan tergantung makna pada
konteks dimana terjadi dan paada giliranya, menambah konteks yang menentukan
arti dari pernyataan berikutnya.
Pada analisi pola karakteristik interaksi sebagian besar
classroom telah menunjukan bahwa rata-rata guru berbicara selama lebih dari dua
sampai pertiga jam, beberapa siswa memberikan kontribusi sebagian besar
jawaban, anak laki-laki lebih banyak berbicara dibandingkan dengan anak
perempuan dan orang-orang yang duduk didepan lebih mungkin berkesempatan untuk
berkontribusi dibandingkan dengan anak yang duduk dibelakang atau
disamping. Bracha Alpert telah
mengidentifikasikan tiga pola yang berbeda dari classroom discourse:
1.
Diam (guru
berbicara hampir sepanjang waktu dan meminta pertanyaan hanya sesekali)
2.
Kontrol, dan
3.
Aktif (guru yang
memfasilitasi sedangkan siswa berbicara satu sama lain).
Upaya terbaru untuk mereformasi pengajaran yang
didasarkan pada pembelajaran konstruktivitas telah menyerukan bagi guru untuk
mengajukan pertanyaan lebih sedikit dan bagu siswa untuk belajar dan
membenarkan keyakinan mereka dan berdebat secara konstruktif tentang alasan dan
bukti. Sebelumnya penelitian classroom discourse cenderung berfokus pada guru
tertentu atau perilaku siswa dan karena peran penting mereka mainkan,
pertanyaan guru sering diteliti.
Pertanyaan yang menantang siswa untuk berfikir secara mendalam tentang
kurikulum yang lebih mungkin untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan
intelektual siswa dari pertanyaan yang memerlukan dan mengingat fakta. Seperti dalam kutipan diatas yang diperlukan
adalah recall sederhana, (apa transparansi?) sedangkan pertanyaan terakhir
(menurut anda berapa bola lamu transparansi?) diperlukan siswa untuk menerapkan
pemahaman mereka tentang transparansi kepada pengalaman mereka sendiri.
Hasil penelitan awal yang samar-samar, dan peneliti
berpendapat baru-baru ini bahwa ucapan-ucapan tertentu tidak dapat dipisahkan
dari konteks dimana mereka terjadi.
Perhatian yang lebih besar sekarang sedang dibayar untuk cara dimana
arti perkembangan sebagai guru dan siswa yang saling membangun classroom yang
unik, dengan berkembang sebagai guru dan
siswa saling membagun wacana yang unik. Dngan ini aturan dan harapan menadi
ciri khas masing-masing kelas. Ada dua pendekatan untuk menjelaskan bagaimana
classroom discoure berhubungan dengan pembelajaran siswa. Sejak tahun 1960 sejumlah besar penelitian
telah dilakukan dimana frekuensi guru dan perilaku verbal siswa pola interaksi
(seperti mengajukan pertanyaan tingkat tinggi, memberikan informasi penataan,
memunji jawaban siswa) telah berkorelasi dengan prestasi siswa. Ini berkembang menjadi studi eksperimental
dimana guru scripted untuk berbicara dengan cara yang telah ditentukan secara
spesifik. Studi tersebut datang utnuk
dikritik karena impersonal empiricm dan lack of theory mereka gagal untuk
mempertimbangakan sifat kontekstual classroom discourse, khususnya makna bahwa
peserta dikaitkan dengan apa yang dilakukan.
Sebagai ketertarikan dalam konstruktivitas bahasa
dikembangkan, para peneliti berpendapat bahwa proses pembelajaran terkandung
dalam proses berpartisipasi dalam classroom discourse. Sebagai siswa yang terlibat dalam classroom
mereka mendapatkan cara untuk berbicara dan berpikir yaitu menjadi ciri area
kurikulum tertentu. Misalnya, untuk
belajar ilmu pengetahuan adalah untuk menjadi peserta semakin ahli dalam
classroom discourse tentang prosedur, konsep, dan penggunaan bukti dan argumen
yang merupakan suatu ilmu pengetahuan.
Pendekatan seperti ini didukung oleh teori-teori psikolog Rusia Lev
Vygutsky yang berpendapat bahwa proses mental yang lebih tinggi diperoleh
melalui internalisasi struktur wacana sosial.
Masih ada kebutuhan namun, untuk ini analisis linguistik dan etnografi
rinci wacana kelas untuk menyertakan bukti independent tentang bagaimana
pengetahuan dan keyakinan siswa oleh partisipasi mereka dalam partisipasi
dialam wacana.
Sebelum beralih membahas apa itu classroom discourse yang
ditulis dalam buku Classroom
Dicourse_Analysis a Tool for Reflection by Vivian Gusian Paley bahwa seluruh buku didefinisikan
secara luas sebagai bahsa yang digunakan dan analisis discourse adalah studi
tentang bagaimana bahasa digunakan dan dipengaruhi oleh konteksnya didalam
kelas, kontek dapat berkisar dari pembicaraan dalam pembelajaran untuk siswa
bersosialisasi seumur hidup, dengan sejarah lembaga pendidikan. Discourse analisis didalam kelas menjadi
analisis dalam peneliti kelas yang mengambil efek dari variabel konteks
tersebut menjadi pertimbangan dalam analisis mereka, seperti yang telah saya
jelaskan dalam paragraf sebelumnya.
DISCOURSE
Definisi discourse adalah bahasa-digunakan. Pada fitur discourse mendefinisikan (in-use)
adalah fitur yang sebagian orang percaya bukanlah suatu komponen penting dari
bahasa sebaliknaya bahwa bebeapa ahli bahasa berpendapat bahwa fitur bahasa
adalah suatu kemampuan untuk dikontekstualisasikan. Sebagai contoh kata “tree” tidak membutuhkan
“tree” untuk dipahami. Seorang siswa
akan memberitahu dengan cara melihatkan “tree” dan tentu akan tahu tentang apa
yang dimaksud. Dan tentu tidak perlu
menunjuk pohon atau bahkan menggambarkan untuk dalam hal ini, bahasa adalah
de-contextualizable dan hal ini dapat menjadi fitur yang membuat unik bahasa
manusia.
CONTEXT (The
Classroom and Beyond)
Sebuah kata digunakan tergantung pada konteksnya. The Classroom adalah konteks utama dan paling
jelas untuk wacana. Namun, konteks untuk
analisis classroom discourse juga meluas di luar kelas, dan dalam komponen yang
berbeda kelas berbicara untuk mencakup konteks yang mempengaruhi apa yang
dikatakan dan bagaimana hal tersebut ditafsirkan dalam kelas. Konteks dapat dibatasi oleh batas-batas yang
sesuai fisik, tapi konteks yang sesuai wacana bahasa dalam pelajaran mungkin
berbeda dan bahasa yang sesuai setelah pelajaran belajar.
Sebuah
kegiatan didalam kelas semuanya dipengaruhi dalam berbagai tingkt dengan
konteks diluar kelas. Dan, banyak sekali
bentuk wacana memiliki arti yang berbeda jika terjadi dikelas dari pada mereka
yang akan jika mereka diluar kelas.
Penelitian kelas diberbagai situsi telah menunjukan bahwa unteraksi
kelas seara dramatically constain apa jenis bahasa dan keaksaraan peristiwa
didorong atau dibiarkan (McGroarty; 1996).
Sedangkan discourse diluar kelas memiliki konteks yang lebih luas
bebagai kemungkinan diterima dan diproduksikan dalam keluarga atau peer group
misalnya untuk berbicara panjang lebar, menceritakan kisah-kisah imajinatif,
topik awalnya diperkenalkan yang mendukung untuk menghibur. Di ruang kelas sebagai Holden Caulfield
menunjukan di J.D. Salingers The Catcher in the Rye, pembicaraan tersebut
terdapat label sebagai digression/penyimpangan yang sama sekali tidak cocok
(Salinger, 1951) keseriusan dan kreatifitas sangat menyambut dan mendorong
dalam konteks lain ketika dibawa ke konteks kelas dapat dianggap sebagai
mengganggu.
Banyak
sesekali ketika pembelajaran sedang berlanjut anak-anak malas untuk berbicara,
dan setelah pelajaran telah dibubarkan mulai berbicara ini terjadi pada jenis
konteks daripada pelajaran, ini belum tentu berbeda dalam konteks fisik, tetapi
berbeda dalam konteks konteks wacana.
Guru yang baik dan bijaksana akan mengambil cerita bahwa siswa tidak
boleh berbicara selama waktu pelajaran.
Dalam kutipan kelas bawah berbicara, sementara masih duduk dimeja dengan
siswa, tapi setelah pelajaran telah ditutup, guru betanya tentang ulang tahun
anak-anak mengakui bahwa sesuatuitu adalah usaha anak untuk mencoba bercerita
sebelum pelajaran usai (Rymes; 2003).
Analisis wacana melibatkan penyelidikan bagaimana wacana (bahasa yang
digunakan) dan konteks mempengaruhi satu sama lain. Kadang-kadang, memahami mengapa seseorang
mengatakan dengan cara tertentu, yang melihat konteks sebelum dilibatkan
“sebelumnya konteks” dapat berkisar dari pertanyaan yang datang sebelum ucapan itu, untuk
pertanyaan dari percakapan sebelumnya, pengaruh acara televisi, pola
sosialisasi bahasa seumur hidup. Shirley
Brice (1983) mendokumentasikan bagaimana sosialisasi jenis pemecahan masalah dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa disekolah.
Menganalisis
hubungan antara konteks dan wacana selalu melihat dan melibatkan kebelakang,
apa jenis pembicaraan dan penalaran anak-anak telah digunakan dala konteks
sebelumnya, dan juga melihat dan melibatkan kedepan perubahan dalam konteks kelas
berubah pengalaman sekolah siswa,meningkatkan kemampuan mereka untuk
berpartisipasi dan mendorong keberhasilan mereka dikelas (Health, 1983).
Sebenarnya
para peneliti dalam meneliti dan mengelola wacana telah mengidentifikasi
sejumlah mekanisme yang mempromosikan pembelajaran. Misi praktis lapangan adalah untuk
meningkatkan pemahaman dan produksi wacana dalam buku teks, sesi les, ruang
kelas, pelatihan berbasis komputer dan lingkungan belajar lainya. Sementara berfokus terutama pada mekanisme
kognitif. Kognitif jelas bahwa gagasan
sosial, emosional, da n budaya erat terjalin dalam teori kontemporer pengolahan
wacana.
Pada
tingkat proses discourse penelitian wacana telah mengidentifikasi lima tingkat
representasi kognitif yang dibangun selama pemahaman berlangsung. Ini termasuk kode permukaan textbase, model
situasi, komunikasi pragmatis dan genre wacana. Dalam rangka untuk menggambarkan lima
tingkat ini, anggaplah bahwa seorang siswa SMA memiliki kunci pintu yang rusak
dan sedang membaca kutipan dari buku The WayHal Work. Memasukan kuni menimbulkan pin dan
membebaskan silinder. Keika kunci
diputar, silinder berputar, membuat cam menarikkembali baut terhadap musim semi
(Macaulay; hal 17).
Kode permukaan adalah catatan dari kata-kata yang tepat
dan sintaks dari kalimat. Kode ini di
awetkan dalam memori hanya beberapa detik ketika tekhnik teks dibaca. Textbase berisi proposisi eksplisit dalam
teks dalam bentuk stripped-down yang mengkap makna semantik tetapi kehilangan
rincian kode permukaan. Sebagai contoh,
textbase dari bagian pertama dari kalimat kedua, meliput: 1) seseorang ternyata
kunci, 2) silinderberputar ketika kunci dihidupkan. Tekstbase tersebut di awetkan dalam memori
selama beberapa menit atau bahkan beberapa lama lagi untuk di awetkan.
Model situasi (kadang-kadang disebut model mental) adalah
dunia mental yang referensial. Dalam
contoh diatas, model situasi mengandung ratai penyebab kejadian yang terungkap
sebaga kunci untuk membuka pintu, gambar spasial visual dari bagian-bagian
kunci, dan tujuan dari orang yang menggunakan kunci. Penggunaan model situasi yang memadai
membutuhkan jumlah pengetahuan yang cukup dan relevan, seperti pengetahuan umum
tentan kunci dan peralatan mekanik.
Dengan asumsi bahwa comprehender memilik
pengetahuan yang memadai untuk membangun duna model situasi.
Komunikasi pragmatis mengacu pada pertukaran informasi
antara peserta pidato. Dalam percakapan
lisan dan partai, dua peserta pidati bergiliran berbicara sambil mengejar
tujuan percakapan, seperti peserta sisi dalam lingkaran percakapandan pengamat
yang berada diluar lingkaran. Ketika
teks tercetak dibaca dan dipahami komunikasi lisan dan beberapa dipahami dalam
saluran komunikasi dalam hal tekstual.
Teks pemahaman meningkatkan ketika pembaca sensitif terhadap saluran
komunikasi antara penulis dan epembaca.
Pada pemahaman kalibrasi salah satu temuan berlawanan
dalam penelitian pemahaman adalah bahwa kebanyakan anak-anak dan pembaca dewasa
memiliki kemampuan bermasyarakat miskin untuk mengkalibrasikan keberhasilan
pemahaman mereka, kalibrasi pemahaman dapat dukur dengan meminta pembaca untuk
menilai seberapa baik mereka memahami memahami sebuah teks, dan kemudian
mengkorelasikan peringkat tersebut dengan skor pemahaman pada tes
objektif. Korelasi ini selalu baik
adalah atau sederhana yang menunjukan bahwa mahasiswa memiliki pemahaman
kalibrasi mengecewakan. Metode lain kalibrasi
pemahaman adalah menanam kontradiksi dalam teks dan mengamati apakah pembaca
mendeteksi mereka. Kontradiksi tersebut
tidak terdeteksi oleh sejumlah hal yang mengejutkan pembaca dewasa. Sebaliknya, ada kecenderungan kuat bagi
pembaca untuk memiliki ilusi pemahaman dengan menyesuaikan harapan mereka dalam
menanggapi kode permukaan dan textbase.
Pembaca perlu dilatih untuk menyesuaikan harapan metakognitif dan
strategi untuk fokus pada level yang lebih dalam.
Classroom discourse terlalu sering mirip kedangkal dan
pada ujung yang dalam dari kontinum pemahaman.
Guru biasanya mengikuti script kurikulum yang meliputi definidi fakta,
konsep, atribut konsep, dan contoh.
Konten ini ditingkat yang lebih rendah dari taksonomi benjamin bloom
tinggi inferensi, sintesis, integrasi,dan penerapan pengetahuan untuk
masalah-masalah praktis. Ada beberapa
metode untuk meningkatkan pemahaman yang mendalam dan belajar dengan menerapkan
mekanisme pengolahan discouse, termasuk:
1.
Membangun
penjelasan
2.
Mengajukan pertanyaan
3.
Menentang keyakinan
pembelajar dan pengetahuan, dan
4.
Les.
Membangun penjelasan comprehender baik menghasilkan
penjelasan membaca teks atau mendengarkan penjelasan guru. Penjelasan ini menyelusuri penyebab dan
konsekuensi dari peristiwa, rencana dan tujuan dari agen (manusia,hewan atau
organisasi), dan derivasi logis dari sebuah pernyataan. Pertanyaan-pertanyaan yang
mendorongpenjelasan apa, mengapa, bagaimana, apa-jika, dan apa-jika tidak
pertanyaan. Satu dari sekian orang
menyukai pembelajaran normal dalam lingkungan kelas tradisional. Keuntungan ini tidak dengan kemungkinan
bahasa tutur ahli pedagogis lebih
sempurna daripada guru. Jadi, singkatnya
adalah penelitian dalam pengolahan discourse dapat membantu pergeseran pelajar
dan dangkal pemahaman yang mendalam, dan dari seorang kolektor fakta untuk
menjadi explainer yang selalu ingin tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic