We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Minggu, 02 Maret 2014

Class Review 4



Menumbuhkan Explainer yang Serba Ingin Tahu
 
Keheningan malam yang mulai menyapa dengan begitu halus, membangunkan diri tatkala terlelap dalam nostalgia mimpi nan sempurna.  Entahlah, tiba-tiba teringat sebuah kata yang membangunkan dalam indahnya mimpi yang mengatakan “berkariblah dalam sepi”.  Air nan suci memanggilku dan memintanya untuk di usapkan dalam balutan do’a yang mulia.  Lantas menjalankan sunah-Nya, dalam sujud pintaku hanya bukakan dan mudahkan  segala jalan yang menghambat proses belajarku. 
Kata-kata ajaib mulai datang, tak berseling waktu lama aku torehkan tinta ini di atas lembaran-lembaran putih, dan ku mulai tarikan irama menulis yang ku percaya suatu saat membawakanku menuju ketenangan jiwa namun sempurna.  Mulai ku coret pelan nan bersih langit biru hingga dapat meraih warna pemberani tentunya tak jauh dari warna merah.   Tak terasa kata demi kata telah terangkai hingga mulai bingung sepertinya kata-kata ini telah mengantri dan berdesakan ingin untuk dikeluarkan dari penjara hati nan indah.   Subhanallah memang benar sekali keajaiban itu memang ada namun masih dengan pedoman kata “berkariblah dalam sepi” ku lanjutkan menulis hingga kata Classroom discourse ujungnya.
Classroom discourse telah merujuk pada bahasa guru dan murid yang digunakan untuk berkomunikasi satu sama lain didalam kelas.  Berbicara atau percakapan adalah suatu media dimana sebagian besar dalam suatu pembelajaran berlangsung sehingga studi classroom discourse adalah studi tentang proses pengajaran sikelas dengan tatap muka.  Studi sistematis awal classroom discourse di laporkan pada tahun 1910 dan digunakan stenograf untuk membuat rekor terus menerus guru dan siswa berbiara dikelas.  Penggunaan pertama dari audiotape recorders dikelas dilaporkan pada 1930-an dan selama tahun 1960 ada pertumbuhan yang cepat dalam jumlah penelitian berdasarkan analisis transkrip classroom discourse.  Pada tahun 1973, Barak Rosenshine dan Norma Furst dijelaskan tujuh puluh enam sistem yang berbeda diterbitkan untuk menganalisis classroom discourse.
Segera menjasi jelas dari studi awal bahwa interaksi verbal antara guru dan siswa memiliki struktur dasar yang sama dikelas, dan semua tingkatan kelas, dinegara-negara bahasa Inggris.  Pada dasarnya, guru mengajukan pertanyaan, satu atau dua siswa menjawab kemudian guru mengomentari jawaban siswa (kadang-kadang meringkas apa yang telah dikatakan) dan kemudian mengajukan pertanyaan lagi lebih lanjut pola siklik ini berulang dengan variasi yang menarik, spanjang perjalanan dalam pengajaran berlangsung suatu komunikasi yang berlangsung antar guru dan siswa adalah aturan implisit dan harapan yang menentukan apa, dan bagaimana guru dan siswa berkomunikasi.  Setiap pertanyaan tergantung makna pada konteks dimana terjadi dan paada giliranya, menambah konteks yang menentukan arti dari pernyataan berikutnya.
Pada analisi pola karakteristik interaksi sebagian besar classroom telah menunjukan bahwa rata-rata guru berbicara selama lebih dari dua sampai pertiga jam, beberapa siswa memberikan kontribusi sebagian besar jawaban, anak laki-laki lebih banyak berbicara dibandingkan dengan anak perempuan dan orang-orang yang duduk didepan lebih mungkin berkesempatan untuk berkontribusi dibandingkan dengan anak yang duduk dibelakang atau disamping.  Bracha Alpert telah mengidentifikasikan tiga pola yang berbeda dari classroom discourse:
1.      Diam (guru berbicara hampir sepanjang waktu dan meminta pertanyaan hanya sesekali)
2.      Kontrol, dan
3.      Aktif (guru yang memfasilitasi sedangkan siswa berbicara satu sama lain).
Upaya terbaru untuk mereformasi pengajaran yang didasarkan pada pembelajaran konstruktivitas telah menyerukan bagi guru untuk mengajukan pertanyaan lebih sedikit dan bagu siswa untuk belajar dan membenarkan keyakinan mereka dan berdebat secara konstruktif tentang alasan dan bukti. Sebelumnya penelitian classroom discourse cenderung berfokus pada guru tertentu atau perilaku siswa dan karena peran penting mereka mainkan, pertanyaan guru sering diteliti.  Pertanyaan yang menantang siswa untuk berfikir secara mendalam tentang kurikulum yang lebih mungkin untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan intelektual siswa dari pertanyaan yang memerlukan dan mengingat fakta.  Seperti dalam kutipan diatas yang diperlukan adalah recall sederhana, (apa transparansi?) sedangkan pertanyaan terakhir (menurut anda berapa bola lamu transparansi?) diperlukan siswa untuk menerapkan pemahaman mereka tentang transparansi kepada pengalaman mereka sendiri.
Hasil penelitan awal yang samar-samar, dan peneliti berpendapat baru-baru ini bahwa ucapan-ucapan tertentu tidak dapat dipisahkan dari konteks dimana mereka terjadi.  Perhatian yang lebih besar sekarang sedang dibayar untuk cara dimana arti perkembangan sebagai guru dan siswa yang saling membangun classroom yang unik, dengan berkembang sebagai guru  dan siswa saling membagun wacana yang unik. Dngan ini aturan dan harapan menadi ciri khas masing-masing kelas. Ada dua pendekatan untuk menjelaskan bagaimana classroom discoure berhubungan dengan pembelajaran siswa.  Sejak tahun 1960 sejumlah besar penelitian telah dilakukan dimana frekuensi guru dan perilaku verbal siswa pola interaksi (seperti mengajukan pertanyaan tingkat tinggi, memberikan informasi penataan, memunji jawaban siswa) telah berkorelasi dengan prestasi siswa.  Ini berkembang menjadi studi eksperimental dimana guru scripted untuk berbicara dengan cara yang telah ditentukan secara spesifik.  Studi tersebut datang utnuk dikritik karena impersonal empiricm dan lack of theory mereka gagal untuk mempertimbangakan sifat kontekstual classroom discourse, khususnya makna bahwa peserta dikaitkan dengan apa yang dilakukan.
Sebagai ketertarikan dalam konstruktivitas bahasa dikembangkan, para peneliti berpendapat bahwa proses pembelajaran terkandung dalam proses berpartisipasi dalam classroom discourse.  Sebagai siswa yang terlibat dalam classroom mereka mendapatkan cara untuk berbicara dan berpikir yaitu menjadi ciri area kurikulum tertentu.  Misalnya, untuk belajar ilmu pengetahuan adalah untuk menjadi peserta semakin ahli dalam classroom discourse tentang prosedur, konsep, dan penggunaan bukti dan argumen yang merupakan suatu ilmu pengetahuan.  Pendekatan seperti ini didukung oleh teori-teori psikolog Rusia Lev Vygutsky yang berpendapat bahwa proses mental yang lebih tinggi diperoleh melalui internalisasi struktur wacana sosial.  Masih ada kebutuhan namun, untuk ini analisis linguistik dan etnografi rinci wacana kelas untuk menyertakan bukti independent tentang bagaimana pengetahuan dan keyakinan siswa oleh partisipasi mereka dalam partisipasi dialam wacana.
Sebelum beralih membahas apa itu classroom discourse yang ditulis dalam buku Classroom Dicourse_Analysis a Tool for Reflection by Vivian Gusian Paley  bahwa seluruh buku didefinisikan secara luas sebagai bahsa yang digunakan dan analisis discourse adalah studi tentang bagaimana bahasa digunakan dan dipengaruhi oleh konteksnya didalam kelas, kontek dapat berkisar dari pembicaraan dalam pembelajaran untuk siswa bersosialisasi seumur hidup, dengan sejarah lembaga pendidikan.  Discourse analisis didalam kelas menjadi analisis dalam peneliti kelas yang mengambil efek dari variabel konteks tersebut menjadi pertimbangan dalam analisis mereka, seperti yang telah saya jelaskan dalam paragraf sebelumnya. 


DISCOURSE
Definisi discourse adalah bahasa-digunakan.  Pada fitur discourse mendefinisikan (in-use) adalah fitur yang sebagian orang percaya bukanlah suatu komponen penting dari bahasa sebaliknaya bahwa bebeapa ahli bahasa berpendapat bahwa fitur bahasa adalah suatu kemampuan untuk dikontekstualisasikan.  Sebagai contoh kata “tree” tidak membutuhkan “tree” untuk dipahami.  Seorang siswa akan memberitahu dengan cara melihatkan “tree” dan tentu akan tahu tentang apa yang dimaksud.  Dan tentu tidak perlu menunjuk pohon atau bahkan menggambarkan untuk dalam hal ini, bahasa adalah de-contextualizable dan hal ini dapat menjadi fitur yang membuat unik bahasa manusia.
CONTEXT  (The Classroom and Beyond)
Sebuah kata digunakan tergantung pada konteksnya.  The Classroom adalah konteks utama dan paling jelas untuk wacana.  Namun, konteks untuk analisis classroom discourse juga meluas di luar kelas, dan dalam komponen yang berbeda kelas berbicara untuk mencakup konteks yang mempengaruhi apa yang dikatakan dan bagaimana hal tersebut ditafsirkan dalam kelas.  Konteks dapat dibatasi oleh batas-batas yang sesuai fisik, tapi konteks yang sesuai wacana bahasa dalam pelajaran mungkin berbeda dan bahasa yang sesuai setelah pelajaran belajar.
            Sebuah kegiatan didalam kelas semuanya dipengaruhi dalam berbagai tingkt dengan konteks diluar kelas.  Dan, banyak sekali bentuk wacana memiliki arti yang berbeda jika terjadi dikelas dari pada mereka yang akan jika mereka diluar kelas.  Penelitian kelas diberbagai situsi telah menunjukan bahwa unteraksi kelas seara dramatically constain apa jenis bahasa dan keaksaraan peristiwa didorong atau dibiarkan (McGroarty; 1996).  Sedangkan discourse diluar kelas memiliki konteks yang lebih luas bebagai kemungkinan diterima dan diproduksikan dalam keluarga atau peer group misalnya untuk berbicara panjang lebar, menceritakan kisah-kisah imajinatif, topik awalnya diperkenalkan yang mendukung untuk menghibur.  Di ruang kelas sebagai Holden Caulfield menunjukan di J.D. Salingers The Catcher in the Rye, pembicaraan tersebut terdapat label sebagai digression/penyimpangan yang sama sekali tidak cocok (Salinger, 1951) keseriusan dan kreatifitas sangat menyambut dan mendorong dalam konteks lain ketika dibawa ke konteks kelas dapat dianggap sebagai mengganggu.
            Banyak sesekali ketika pembelajaran sedang berlanjut anak-anak malas untuk berbicara, dan setelah pelajaran telah dibubarkan mulai berbicara ini terjadi pada jenis konteks daripada pelajaran, ini belum tentu berbeda dalam konteks fisik, tetapi berbeda dalam konteks konteks wacana.  Guru yang baik dan bijaksana akan mengambil cerita bahwa siswa tidak boleh berbicara selama waktu pelajaran.  Dalam kutipan kelas bawah berbicara, sementara masih duduk dimeja dengan siswa, tapi setelah pelajaran telah ditutup, guru betanya tentang ulang tahun anak-anak mengakui bahwa sesuatuitu adalah usaha anak untuk mencoba bercerita sebelum pelajaran usai (Rymes; 2003).  Analisis wacana melibatkan penyelidikan bagaimana wacana (bahasa yang digunakan) dan konteks mempengaruhi satu sama lain.  Kadang-kadang, memahami mengapa seseorang mengatakan dengan cara tertentu, yang melihat konteks sebelum dilibatkan “sebelumnya konteks” dapat berkisar dari pertanyaan  yang datang sebelum ucapan itu, untuk pertanyaan dari percakapan sebelumnya, pengaruh acara televisi, pola sosialisasi bahasa seumur hidup.  Shirley Brice (1983) mendokumentasikan bagaimana sosialisasi jenis pemecahan masalah dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa disekolah.
            Menganalisis hubungan antara konteks dan wacana selalu melihat dan melibatkan kebelakang, apa jenis pembicaraan dan penalaran anak-anak telah digunakan dala konteks sebelumnya, dan juga melihat dan melibatkan kedepan perubahan dalam konteks kelas berubah pengalaman sekolah siswa,meningkatkan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dan mendorong keberhasilan mereka dikelas (Health, 1983).
            Sebenarnya para peneliti dalam meneliti dan mengelola wacana telah mengidentifikasi sejumlah mekanisme yang mempromosikan pembelajaran.  Misi praktis lapangan adalah untuk meningkatkan pemahaman dan produksi wacana dalam buku teks, sesi les, ruang kelas, pelatihan berbasis komputer dan lingkungan belajar lainya.  Sementara berfokus terutama pada mekanisme kognitif.  Kognitif jelas bahwa gagasan sosial, emosional, da n budaya erat terjalin dalam teori kontemporer pengolahan wacana.
            Pada tingkat proses discourse penelitian wacana telah mengidentifikasi lima tingkat representasi kognitif yang dibangun selama pemahaman berlangsung.  Ini termasuk kode permukaan textbase, model situasi, komunikasi pragmatis dan genre wacana.   Dalam rangka untuk menggambarkan lima tingkat ini, anggaplah bahwa seorang siswa SMA memiliki kunci pintu yang rusak dan sedang membaca kutipan dari buku The WayHal Work.  Memasukan kuni menimbulkan pin dan membebaskan silinder.  Keika kunci diputar, silinder berputar, membuat cam menarikkembali baut terhadap musim semi (Macaulay; hal 17).
Kode permukaan adalah catatan dari kata-kata yang tepat dan sintaks dari kalimat.  Kode ini di awetkan dalam memori hanya beberapa detik ketika tekhnik teks dibaca.  Textbase berisi proposisi eksplisit dalam teks dalam bentuk stripped-down yang mengkap makna semantik tetapi kehilangan rincian kode permukaan.  Sebagai contoh, textbase dari bagian pertama dari kalimat kedua, meliput: 1) seseorang ternyata kunci, 2) silinderberputar ketika kunci dihidupkan.  Tekstbase tersebut di awetkan dalam memori selama beberapa menit atau bahkan beberapa lama lagi untuk di awetkan. 
Model situasi (kadang-kadang disebut model mental) adalah dunia mental yang referensial.  Dalam contoh diatas, model situasi mengandung ratai penyebab kejadian yang terungkap sebaga kunci untuk membuka pintu, gambar spasial visual dari bagian-bagian kunci, dan tujuan dari orang yang menggunakan kunci.  Penggunaan model situasi yang memadai membutuhkan jumlah pengetahuan yang cukup dan relevan, seperti pengetahuan umum tentan kunci dan peralatan mekanik.  Dengan asumsi bahwa comprehender memilik  pengetahuan yang memadai untuk membangun duna model situasi.
Komunikasi pragmatis mengacu pada pertukaran informasi antara peserta pidato.  Dalam percakapan lisan dan partai, dua peserta pidati bergiliran berbicara sambil mengejar tujuan percakapan, seperti peserta sisi dalam lingkaran percakapandan pengamat yang berada diluar lingkaran.  Ketika teks tercetak dibaca dan dipahami komunikasi lisan dan beberapa dipahami dalam saluran komunikasi dalam hal tekstual.  Teks pemahaman meningkatkan ketika pembaca sensitif terhadap saluran komunikasi antara penulis dan epembaca. 
Pada pemahaman kalibrasi salah satu temuan berlawanan dalam penelitian pemahaman adalah bahwa kebanyakan anak-anak dan pembaca dewasa memiliki kemampuan bermasyarakat miskin untuk mengkalibrasikan keberhasilan pemahaman mereka, kalibrasi pemahaman dapat dukur dengan meminta pembaca untuk menilai seberapa baik mereka memahami memahami sebuah teks, dan kemudian mengkorelasikan peringkat tersebut dengan skor pemahaman pada tes objektif.  Korelasi ini selalu baik adalah atau sederhana yang menunjukan bahwa mahasiswa memiliki pemahaman kalibrasi mengecewakan.  Metode lain kalibrasi pemahaman adalah menanam kontradiksi dalam teks dan mengamati apakah pembaca mendeteksi mereka.  Kontradiksi tersebut tidak terdeteksi oleh sejumlah hal yang mengejutkan pembaca dewasa.  Sebaliknya, ada kecenderungan kuat bagi pembaca untuk memiliki ilusi pemahaman dengan menyesuaikan harapan mereka dalam menanggapi kode permukaan dan textbase.  Pembaca perlu dilatih untuk menyesuaikan harapan metakognitif dan strategi untuk fokus pada level yang lebih dalam.
Classroom discourse terlalu sering mirip kedangkal dan pada ujung yang dalam dari kontinum pemahaman.  Guru biasanya mengikuti script kurikulum yang meliputi definidi fakta, konsep, atribut konsep, dan contoh.  Konten ini ditingkat yang lebih rendah dari taksonomi benjamin bloom tinggi inferensi, sintesis, integrasi,dan penerapan pengetahuan untuk masalah-masalah praktis.  Ada beberapa metode untuk meningkatkan pemahaman yang mendalam dan belajar dengan menerapkan mekanisme pengolahan discouse, termasuk:
1.      Membangun penjelasan
2.      Mengajukan pertanyaan
3.      Menentang keyakinan pembelajar dan pengetahuan, dan
4.      Les.
Membangun penjelasan comprehender baik menghasilkan penjelasan membaca teks atau mendengarkan penjelasan guru.  Penjelasan ini menyelusuri penyebab dan konsekuensi dari peristiwa, rencana dan tujuan dari agen (manusia,hewan atau organisasi), dan derivasi logis dari sebuah pernyataan.  Pertanyaan-pertanyaan yang mendorongpenjelasan apa, mengapa, bagaimana, apa-jika, dan apa-jika tidak pertanyaan.  Satu dari sekian orang menyukai pembelajaran normal dalam lingkungan kelas tradisional.  Keuntungan ini tidak dengan kemungkinan bahasa tutur ahli  pedagogis lebih sempurna daripada guru.  Jadi, singkatnya adalah penelitian dalam pengolahan discourse dapat membantu pergeseran pelajar dan dangkal pemahaman yang mendalam, dan dari seorang kolektor fakta untuk menjadi explainer yang selalu ingin tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic