Dunia Dalam Tulisan
If
you want to be a writer, you must
do
two things above all others:
read
a lot and write a lot
-Stephen
King-
As
cited in Winna Efendi (2012)
Dua hal yang begitu dekat dengan dunia
akademis, dunia literasi, dan mimpi dunia yang ingin terus memperbaiki diri
menuju kemajuan, membaca dan menulis. Tidak ada kata bosan untuk dua hal ini.
Dua hal yang akan terus menjadi bekal kita dalam mengahadapi segala tantangan
masa depan yang akan kita hadapi.
Membaca membekali kita untuk menulis.
Menulis dapat membekali kita untuk dapat merubah dunia. Namun bukan hanya
sekedar seseorang yang bisa menulis saja yang dapat merubah dunia. Dia perlu
mempunyai kualitas dan kekuatan untuk dapat merubah dunia. Karena merubah dunia
kita tidak hanya cukup dengan merangkai kata namun tanpa makna.
Merubah dunia seperti yang dilakukan
oleh Howard Zinn. Dia dapat merubah dunia melalui merubah kesadaran suatu
generasi dengan sebuah tulisan mengenai sejarah. Dia mematahkan kepercayaan
yang selama ini terpatri pada pemikiran seluruh orang di dunia terutama
Amerika. Dia mengubah sejarah yang paling krusial di negeranya sendiri yaitu
amerika. Dia mengubah sejarah tentang colombus, warga eropa yang selal ini
dikenal sebagai penemu benua amerika.
Perubahan yang dia lakukan melalui
sebuah tulisan. Bagaimana dia bias membolak-balik sejarah lewat tulisan
ternyata menyadarkan kita tentang suatu hal. Diaman seseorang yang bisa
menulislah yang bisa merubah dunia. Lebih tepatnya orang yang berliterasi.
Karena sejarah merupakan praktek literasi. Dimana seseorang dapat membuat
sejarah atas kepentingannya sendiri atau kepentingan bagi kelompoknya.
Oleh karena itu, sebelum kita memasuki
dunia menulis dalam rangka mengubah dunia harusnya kita mengetahui beberapa
kata kunci dalam dunia tulis-menulis.
Key issues in writing (Ken Hyland:
2009) :
1.
Writing
and context
Untuk
dapat memahami sebuah tulisan harus pula memahami konteks. Meaning bukanlah
sesuatu hal yang konkrit namun meaning bersifat abstrak. Penulis tidak
menuliskan meaning secara gamblang tertulis dalam sebuah teks, seperti yang
dikatakan Hyland dalam bukunya bahwa we recognise that meaning
is not something that resides in the words we write and send to someone else,
but is created in the interaction between a writer and reader as they make
sense of these words in different ways, each trying to guess the intentions of
the other. As cited in Hyland (2009).
Biasanya seseorang memandang faktor
terbentuknya suatu konteks yaitu dari sebuah objek. Namun lain halnya dengan
apa yang dikatakan oleh Vand Dijk (2008:viii) seperti yang dikutip dalam buku
Hyland (2009). It is not social situation that influences (or
is influenced by) discourse, but the way the participants define such a
situation. Contexts thus are not some kind of ‘objective’ condition or direct
cause, but rather (inter)subjective construct designed and ongoingly update in
interaction by participants as members of group and communities. If they were
all people in the same social situation would speak in the same way. Contexts
are participant construct.
Jadi pada intinya bukan keadaan yang
dapat memuncululkan konteks.namun bagaimana para partisipant mendefinsikan
situasi. Artinya, bagaimana cara iatau pola nteraksi dari setiap partisipant.
Apabila mereka berada dalam interaksi dan penggunaan bahasa yang sama maa akan
muncullah konteks.
Kemudian Cutting (2002:3) seperti yang
dikutip dalam buku Hyland (2009) bahwa ada tiga aspek utama dalam interpretasi
konteks diatas.
1.
The
situational context, apa yang orang tahu mengenai apa yang dapat dia lihat
disekelilingnya.
2.
The
background knowledge context, apa yang orang tahu mngenai dunia, apa yang
mereka tahu mngenai beberapa aspek dalam kehidupan, dan bagaimana mereka saling
mngetahui antara satu dengan yang lainnya.
3.
The
co-textual context, apa yang mereka tahu mngenai apa yang mereka katakan.
Dilihat dari pendekatan
bahasa,SFL telah berusaha menunjukan bagaimana konteks meninggalkan jejak
mereka dipola penggunaan bahasa. Halliday mengembangkan analisis konteks
berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari pilihan bahasapenulis dan
konteks tertentu dari situasi. Penggunaan bahasa bergantung pada situasi. Jadi,
melalui teks kita dapat memperkirakan subuah situasi.
2.
Literacy
and expertice
Membaca dan menulis
merupakan kegiatan berliterasi. Namun sebenarnya kegiatan literasi bukan hanya
sekedar membaca dan menulis saja. Padahal literasi adalah praktik cultural yang
berkaitan dengan persoalan sosisal politik. Oleh karena itu literasi tidak
bersifat constant. Literasi terus berrevolusi sesuai dengan perkembangan zaman.
Dari hal itulah kita ketahui bahwa literasi sebagai kemampuan belajar yang memfasilitasi
berpikir logis, akses informasi dan partisipasi dalam peran masyarakat modern.
Literasi tidak bersifat
satu. Namun banyak variasi literasi karena literasi tidak hanya mencakup dari
satu bidang kehidupan saja. Namun meskipun terdapat berbagai variasi literasi,
literasi tetap bersifat integral anatara satu dengan yang lainnya sebagai
identitas pribadi, hubungan social,maupun anggota dalam masyarakat.
Barton dan Hamilton (1998:
6) seperti yang dikutip dalam buku Hyland (2009) mendefinisikan praktek
literasi ‘the general culture ways of utilizing written language which people
draw on in their lives’. Oleh karena itu menekankan sentralitas konteks,
seperti dibahas dalam bagian sebelumnya, dan menunjukkan bagaimana kegiatan
membaca dan menulis terkait dengan struktur sosial di mana mereka tertanam dan
yang mereka membantu membentuk.
3.
Writing
and culture
Budaya secara umum
dipahami sebagai jaringan historis ditransmisikan dan sistematis makna yang
memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan
pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia (Lantolf,1999) dikutip dari Hyland
(2009). Akibatnya, bahasa dan pembelajaran terikat dengan budaya (Kramsch,
1993) dikutip dari Hyland (2009). Hal ini sebagian karena nilai-nilai budaya
kita tercermin dalam dan dilakukan melalui bahasa, tetapi juga karena budaya
membuat tersedianya cara bagi kita untuk mengatur persepsi kita dan harapan,
termasuk yang kita gunakan untuk belajar dan berkomunikasi secara tertulis.
Dalam writing research and teaching hal diatas merupakan teori retorik
konstruktif. Retorika kontrasif adalah area penelitian akusisi bahasa kedua yang
mengidentifikasikan masalah dalam komposisi yang dihadapi oleh bahasa kedua
penulis, dengan mengacu pada strategi retoris dari bahasa pertama.
4.
Writing
and technology
Untuk menjadi orang yang
berliterasi hari ini berarti memiliki kontrol atas berbagai media cetak dan
elektronik. Banyak yang terakhir ini memiliki dampak besar pada cara kita
menulis, genre yang kita buat, identitas pengarang kita asumsikan, bentuk
produk jadi kita, dan cara kita terlibat dengan pembaca.
Perubahan yang signifikan sama hasil dari cara media elektronik
memungkinkan kita untuk
mengintegrasikan gambar dengan mode lainnya makna relatif mudah. Teknologi
elektronik, pada kenyataannya, tumbuh sebuah
preferensi untuk gambar di
atas teks dalam banyak domain sehingga kemampuan untuk kedua memahami dan
bahkan menghasilkan teks multimodal yang semakin persyaratan praktik literasi
ilmiah, pendidikan, bisnis, media dan pengaturan lainnya. Menulis sekarang
berarti 'perakitan teks dan gambar' dalam desain visual yang baru, dan penulis
sering perlu untuk memahami cara-cara tertentu mengkonfigurasi dunia yang
menawarkan modus yang berbeda. Untuk Kress (2003), modus yang berbeda memiliki
affordances yang berbeda, atau potensi dan keterbatasan makna
5.
Writing
and genre
Genre, seperti dibahas
dalam Bab 1, diakui jenis tindakan komunikatif, yang berarti bahwa untuk
berpartisipasi dalam acara sosial, individu harus terbiasa dengan genre yang
mereka hadapi di sana. Karena itu, genre sekarang menjadi salah satu konsep
yang paling penting dalam pendidikan bahasa hari ini. (hyland: 2009)
6.
Writing
and identity
Penelitian terbaru telah
menekankan hubungan dekat antara menulis dan identitas seorang penulis . Dalam
arti luas , identitas mengacu pada ' cara-cara orang menampilkan siapa mereka
satu sama lain ' ( Benwell dan Stokoe , 2006: 6 ) : kinerja sosial dicapai
dengan menggambar pada sumber daya yang tepat linguistik . Identitas Oleh
karena itu dipandang sebagai sesutau yang dibangun oleh kedua teks dimana kita
terlibat dalam dan pilihan bahasa yang kita buat , sehingga bergerak identitas
dari pribadi ke ranah publik , dan dari proses tersembunyi kognisi konstruksi
sosial dan dinamis dalam wacana . kita melakukan pekerjaan dengan membangun
identitas diri sebagai anggota kredibel dari kelompok sosial tertentu ,
sehingga identitas itu adalah sesuatu yang kita lakukan, bukan sesuatu yang
kita miliki. Hampir segala sesuatu yang kita katakan atau tulis , pada
kenyataannya , mengatakan sesuatu tentang kita dan jenis hubungan kita ingin
membangun dengan orang lain .
Selain isu menganai
writing, juga terdapat issue mengenai intertextual. Pengertian intertekstual[1] ialah
Intertekstual adalah teks yang ditempatkan di
tengah-tengah teks-teks
lain. Teks lain sering mendasari teks yang bersangkutan. Dalam alam pikiran intertekstualitas
yang diilhami oleh ide-ide M.Bakhtin, sebuah teks dipandang sebagai tulisan sisipan
atau cangkokan pada kerangka teks-teks lain. Dalam kerangka keseluruhan itu
teks yang bersangkutan merupakan
jawaban, peninjauan kembali, penggeseran, idealisasi, pemecahan, dan sebagainya.
Selanjutnya, dalam semiotik, istilah intertekstual dipergunakan menurut arti
yang lebih luas. Segala sesuatu yang melingkungi kita (kebudayaan, politik, dan
sebagainya) dapat dianggap sebagai sebuah ‘teks’. Teks yang berbahasa ditempatkan
di tengah-tengah teks-teks lain tersebut.
Proses terjadinya sebuah
teks diumpamakan dengan proses tenunan. Setiap arti ditenunkan ke dalam suatu pola
arti lain (Hartoko & B.Rahmanto, 1986:67).
Sebelumnya, Kristeva telah
mengemukakan tentang intertekstualitas. Kristeva menyatakan (dalam Junus,
1985:87-89) bahwa intertekstualitas adalah hakekat suatu teks yang di dalamnya
ada teks lain. Dengan kata lain intertekstualitas adalah kehadiran suatu teks
pada teks lain.
Jadi, kesimpulan pada class review ini
ialah, menulis merupakan sebuah aktifitas yang dapat merubah dunia. Seperti
yang telah dilakukan oleh Howard Zinn ketika dia merubah kesadaran sebuah
generasi mengenai tokoh paling terkenal dunia yaitu Christopher Colombus. Namun
sebelum kita merubah dunia melalui menulis, seharusnya kita mengetahui mengenai
beberapa hal penting dalam sebuah dunia tulis menulis. 1. konteks, 2. Literasi,
3. Budaya, 4. genre, 5. Budaya. Selain itu, dalam dunia tulis menulis juga
terdapat istilah intertekstual. Dimana intertekstual ialah sebuah teks yang terkandung
di dalam teks tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic