We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Selasa, 11 Maret 2014

5th Class Review



Dunia Dalam Tulisan
If you want to be a writer, you must
do two things above all others:
read a lot and write a lot
-Stephen King-
As cited in Winna Efendi (2012)
Dua hal yang begitu dekat dengan dunia akademis, dunia literasi, dan mimpi dunia yang ingin terus memperbaiki diri menuju kemajuan, membaca dan menulis. Tidak ada kata bosan untuk dua hal ini. Dua hal yang akan terus menjadi bekal kita dalam mengahadapi segala tantangan masa depan yang akan kita hadapi.

Membaca membekali kita untuk menulis. Menulis dapat membekali kita untuk dapat merubah dunia. Namun bukan hanya sekedar seseorang yang bisa menulis saja yang dapat merubah dunia. Dia perlu mempunyai kualitas dan kekuatan untuk dapat merubah dunia. Karena merubah dunia kita tidak hanya cukup dengan merangkai kata namun tanpa makna.
Merubah dunia seperti yang dilakukan oleh Howard Zinn. Dia dapat merubah dunia melalui merubah kesadaran suatu generasi dengan sebuah tulisan mengenai sejarah. Dia mematahkan kepercayaan yang selama ini terpatri pada pemikiran seluruh orang di dunia terutama Amerika. Dia mengubah sejarah yang paling krusial di negeranya sendiri yaitu amerika. Dia mengubah sejarah tentang colombus, warga eropa yang selal ini dikenal sebagai penemu benua amerika.
Perubahan yang dia lakukan melalui sebuah tulisan. Bagaimana dia bias membolak-balik sejarah lewat tulisan ternyata menyadarkan kita tentang suatu hal. Diaman seseorang yang bisa menulislah yang bisa merubah dunia. Lebih tepatnya orang yang berliterasi. Karena sejarah merupakan praktek literasi. Dimana seseorang dapat membuat sejarah atas kepentingannya sendiri atau kepentingan bagi kelompoknya.
Oleh karena itu, sebelum kita memasuki dunia menulis dalam rangka mengubah dunia harusnya kita mengetahui beberapa kata kunci dalam dunia tulis-menulis.
Key issues in writing (Ken Hyland: 2009) :
1.       Writing and context
Untuk dapat memahami sebuah tulisan harus pula memahami konteks. Meaning bukanlah sesuatu hal yang konkrit namun meaning bersifat abstrak. Penulis tidak menuliskan meaning secara gamblang tertulis dalam sebuah teks, seperti yang dikatakan Hyland dalam bukunya bahwa we recognise that meaning is not something that resides in the words we write and send to someone else, but is created in the interaction between a writer and reader as they make sense of these words in different ways, each trying to guess the intentions of the other. As cited in Hyland (2009).
Biasanya seseorang memandang faktor terbentuknya suatu konteks yaitu dari sebuah objek. Namun lain halnya dengan apa yang dikatakan oleh Vand Dijk (2008:viii) seperti yang dikutip dalam buku Hyland (2009). It is not social situation that influences (or is influenced by) discourse, but the way the participants define such a situation. Contexts thus are not some kind of ‘objective’ condition or direct cause, but rather (inter)subjective construct designed and ongoingly update in interaction by participants as members of group and communities. If they were all people in the same social situation would speak in the same way. Contexts are participant construct.
Jadi pada intinya bukan keadaan yang dapat memuncululkan konteks.namun bagaimana para partisipant mendefinsikan situasi. Artinya, bagaimana cara iatau pola nteraksi dari setiap partisipant. Apabila mereka berada dalam interaksi dan penggunaan bahasa yang sama maa akan muncullah konteks.
Kemudian Cutting (2002:3) seperti yang dikutip dalam buku Hyland (2009) bahwa ada tiga aspek utama dalam interpretasi konteks diatas.
1.       The situational context, apa yang orang tahu mengenai apa yang dapat dia lihat disekelilingnya.
2.      The background knowledge context, apa yang orang tahu mngenai dunia, apa yang mereka tahu mngenai beberapa aspek dalam kehidupan, dan bagaimana mereka saling mngetahui antara satu dengan yang lainnya.
3.      The co-textual context, apa yang mereka tahu mngenai apa yang mereka katakan.

Dilihat dari pendekatan bahasa,SFL telah berusaha menunjukan bagaimana konteks meninggalkan jejak mereka dipola penggunaan bahasa. Halliday mengembangkan analisis konteks berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari pilihan bahasapenulis dan konteks tertentu dari situasi. Penggunaan bahasa bergantung pada situasi. Jadi, melalui teks kita dapat memperkirakan subuah situasi.
2.      Literacy and expertice
Membaca dan menulis merupakan kegiatan berliterasi. Namun sebenarnya kegiatan literasi bukan hanya sekedar membaca dan menulis saja. Padahal literasi adalah praktik cultural yang berkaitan dengan persoalan sosisal politik. Oleh karena itu literasi tidak bersifat constant. Literasi terus berrevolusi sesuai dengan perkembangan zaman. Dari hal itulah kita ketahui bahwa literasi sebagai kemampuan belajar yang memfasilitasi berpikir logis, akses informasi dan partisipasi dalam peran masyarakat modern.
Literasi tidak bersifat satu. Namun banyak variasi literasi karena literasi tidak hanya mencakup dari satu bidang kehidupan saja. Namun meskipun terdapat berbagai variasi literasi, literasi tetap bersifat integral anatara satu dengan yang lainnya sebagai identitas pribadi, hubungan social,maupun anggota dalam masyarakat.
Barton dan Hamilton (1998: 6) seperti yang dikutip dalam buku Hyland (2009) mendefinisikan praktek literasi ‘the general culture ways of utilizing written language which people draw on in their lives’. Oleh karena itu menekankan sentralitas konteks, seperti dibahas dalam bagian sebelumnya, dan menunjukkan bagaimana kegiatan membaca dan menulis terkait dengan struktur sosial di mana mereka tertanam dan yang mereka membantu membentuk.
3.      Writing and culture
Budaya secara umum dipahami sebagai jaringan historis ditransmisikan dan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia (Lantolf,1999) dikutip dari Hyland (2009). Akibatnya, bahasa dan pembelajaran terikat dengan budaya (Kramsch, 1993) dikutip dari Hyland (2009). Hal ini sebagian karena nilai-nilai budaya kita tercermin dalam dan dilakukan melalui bahasa, tetapi juga karena budaya membuat tersedianya cara bagi kita untuk mengatur persepsi kita dan harapan, termasuk yang kita gunakan untuk belajar dan berkomunikasi secara tertulis. Dalam writing research and teaching hal diatas merupakan teori retorik konstruktif. Retorika kontrasif adalah area penelitian akusisi bahasa kedua yang mengidentifikasikan masalah dalam komposisi yang dihadapi oleh bahasa kedua penulis, dengan mengacu pada strategi retoris dari bahasa pertama.
4.      Writing and technology
Untuk menjadi orang yang berliterasi hari ini berarti memiliki kontrol atas berbagai media cetak dan elektronik. Banyak yang terakhir ini memiliki dampak besar pada cara kita menulis, genre yang kita buat, identitas pengarang kita asumsikan, bentuk produk jadi kita, dan cara kita terlibat dengan pembaca.
      Perubahan yang signifikan sama hasil dari cara media elektronik
memungkinkan kita untuk mengintegrasikan gambar dengan mode lainnya makna relatif mudah. Teknologi elektronik, pada kenyataannya, tumbuh sebuah
preferensi untuk gambar di atas teks dalam banyak domain sehingga kemampuan untuk kedua memahami dan bahkan menghasilkan teks multimodal yang semakin persyaratan praktik literasi ilmiah, pendidikan, bisnis, media dan pengaturan lainnya. Menulis sekarang berarti 'perakitan teks dan gambar' dalam desain visual yang baru, dan penulis sering perlu untuk memahami cara-cara tertentu mengkonfigurasi dunia yang menawarkan modus yang berbeda. Untuk Kress (2003), modus yang berbeda memiliki affordances yang berbeda, atau potensi dan keterbatasan makna
5.      Writing and genre
Genre, seperti dibahas dalam Bab 1, diakui jenis tindakan komunikatif, yang berarti bahwa untuk berpartisipasi dalam acara sosial, individu harus terbiasa dengan genre yang mereka hadapi di sana. Karena itu, genre sekarang menjadi salah satu konsep yang paling penting dalam pendidikan bahasa hari ini. (hyland: 2009)
6.      Writing and identity
Penelitian terbaru telah menekankan hubungan dekat antara menulis dan identitas seorang penulis . Dalam arti luas , identitas mengacu pada ' cara-cara orang menampilkan siapa mereka satu sama lain ' ( Benwell dan Stokoe , 2006: 6 ) : kinerja sosial dicapai dengan menggambar pada sumber daya yang tepat linguistik . Identitas Oleh karena itu dipandang sebagai sesutau yang dibangun oleh kedua teks dimana kita terlibat dalam dan pilihan bahasa yang kita buat , sehingga bergerak identitas dari pribadi ke ranah publik , dan dari proses tersembunyi kognisi konstruksi sosial dan dinamis dalam wacana . kita melakukan pekerjaan dengan membangun identitas diri sebagai anggota kredibel dari kelompok sosial tertentu , sehingga identitas itu adalah sesuatu yang kita lakukan, bukan sesuatu yang kita miliki. Hampir segala sesuatu yang kita katakan atau tulis , pada kenyataannya , mengatakan sesuatu tentang kita dan jenis hubungan kita ingin membangun dengan orang lain .

Selain isu menganai writing, juga terdapat issue mengenai intertextual. Pengertian intertekstual[1] ialah Intertekstual adalah teks yang ditempatkan di
tengah-tengah teks-teks lain. Teks lain sering mendasari teks yang bersangkutan. Dalam alam pikiran intertekstualitas yang diilhami oleh ide-ide M.Bakhtin, sebuah teks dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada kerangka teks-teks lain. Dalam kerangka keseluruhan itu teks yang bersangkutan  merupakan jawaban, peninjauan kembali, penggeseran, idealisasi, pemecahan, dan sebagainya. Selanjutnya, dalam semiotik, istilah intertekstual dipergunakan menurut arti yang lebih luas. Segala sesuatu yang melingkungi kita (kebudayaan, politik, dan sebagainya) dapat dianggap sebagai sebuah ‘teks’. Teks yang berbahasa ditempatkan di tengah-tengah teks-teks lain tersebut.
Proses terjadinya sebuah teks diumpamakan dengan proses tenunan. Setiap arti ditenunkan ke dalam suatu pola arti lain (Hartoko & B.Rahmanto, 1986:67).
Sebelumnya, Kristeva telah mengemukakan tentang intertekstualitas. Kristeva menyatakan (dalam Junus, 1985:87-89) bahwa intertekstualitas adalah hakekat suatu teks yang di dalamnya ada teks lain. Dengan kata lain intertekstualitas adalah kehadiran suatu teks pada teks lain.
Jadi, kesimpulan pada class review ini ialah, menulis merupakan sebuah aktifitas yang dapat merubah dunia. Seperti yang telah dilakukan oleh Howard Zinn ketika dia merubah kesadaran sebuah generasi mengenai tokoh paling terkenal dunia yaitu Christopher Colombus. Namun sebelum kita merubah dunia melalui menulis, seharusnya kita mengetahui mengenai beberapa hal penting dalam sebuah dunia tulis menulis. 1. konteks, 2. Literasi, 3. Budaya, 4. genre, 5. Budaya. Selain itu, dalam dunia tulis menulis juga terdapat istilah intertekstual. Dimana intertekstual ialah sebuah teks yang terkandung di dalam teks tertentu.


[1] TEKS DAN INTERTEKSTUALITAS, Oleh  Dra. Indiyah Prana Amertawengrum, M.Hum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic