APPETIZER
ESSAY
Ketika
kita memasuki dunia perkuliahan maka bersiap – siaplah dengan segala macam
tugas tugas yang akan diberikan oleh seorang dosen. Mahasiswa terkenal dengan
orang yang sibuk dengan tugas yang dikerjakannya. Semua mahasiswa akan
mengalami hal yang sama, yaitu sibuk menulis (mengerjakan tuga), demi mencapai
gelar sarjana. Mahasiswa yang hendak lulus dari S1, S2, ataupun S3 diwajibkan
diseluruh institute maupun universitas diseluruh Indonesia untuk menuliskan
skripsi, tesis, ataupun disertasi sesuai dengan bidang atau jurusan masing –
masing sebagai bukti penelitian dan laporan dari hasil tugas prakteknya. Dari
semua tulisan laporan baik itu skripsi, tesis, ataupun disertasi merupakan dari
sebuah hasil eksperimen, tak ada bedanya diantara ketiganya.
Membuat
tiga tulisan tersebut (skripsi, tesis, ataupun disertasi) sesuai tingkatan dan
bidangnya sudah menjadi tradisi. Sedangkan tradisi yang sudah melekat sedari
dulu sulit lah untuk diganti dengan yang lainnya, sekalipun itu lebih baik
menurut pendapat banyak orang. Namun AS berbeda dengan Indonesia yang
mengharuskan membuat laporan skripsi, tesis, ataupun disertasi. “semua
perguruan tinggi AS memaksa mahasiswa banyak menulis essay seperti laporan
observasi, ringkasan bab, review buku, dan sebagainya. Tugas – tugas tersebut
selalu dikembalikan dengan komentar kritis dosen, sehingga nalar dan
argumentasi tulisan mahasiswa betul – betul terasah. Karena itu, tidak ada
keharusan menulis skripsi, tesis, disertasi apalagi artikel jurnal” dikutip
dari si penulis dalam Koran Pikiran Rakyat, 28 Februari 2012 oleh A Chaedar
Alwasilah. Meskipun begitu skripsi, tesis, dan disertasi merupakan bukti dari
intelektual seorang mahasiswa. Melalui penulisan skripsi, tesis, dan disertasi
ini kemampuan menulis mahasiswa bias terlatih dan bias lebih baik karena
sebelum akhirnya membuat skripsi mahasiswa juga sebelumnya telah melakukan beserta
laporannya, sehingga saat menulis skripsi sudah melatih untuk membuat laporan
observasi. Skripsi, tesis, dan disertasi pun bias berkali – kali direvisi dan
hal tersebut menambahkan pengetahuan mahasiswa semakin luas, serta dengan
begitu kemampuan menulis mahasiswa akan terlatih.
Hasil
karya tulis yang luar biasa sangatlah penting, namun banyak juga pembaca merasa
tidak terbantu dengan tulisan penulis tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan
hal tersebut dapat terjadi. Menurut pendapat saya, faktor – factor yang telah
diungkapkan oleh A Chaedar Alwasilah pada The Jakarta Post 14 Januari 2012,
memanglah sering banyak terjadi dilingkungan kita sekarang. Faktanya banyak
masyarakat yang memilih buku yang hendak dibacanya agar sesuai dengan kemampuan
mereka, A Chaedar Alwasilah berpendapat bahwa hal tersebut seolah – olah mereka
(pembaca) memberikan jarak kepada penulisnya. Saya sendiri menyetujui dengan
pendapat tersebut, karena kebanyakan masyarakat lebih memilih buku yang
menurutnya mudah namun mereka tahu bahwa buku yang mereka tidak pilih jauh
lebih bagus namun mereka tak memilih karena berbagai factor tadi. Pendapat saya
mengenai hal tersebut, dengan sikap masyarakat yang menganggap bahwa keahlian
penulis terlalu tinggi bagi mereka (pembaca) menunjukkan bahwa mereka tidak
menginginkan ilmu pengetahuan yang tertulis dalam buku tersebut dan terkesan
menjauhkan diri dari perkembangan ilmu dan pengetahuan. Seharusnya mereka
berpikir untuk mengembangkan kesadaran akan penggunaan bahasa yang kritis agar
bias memahami setiap kata yang sulit untuk mereka mengerti.
A
Chaedar Alwasilah juga menuliskan bahwa lulusan dari luar negeri yang telah
mendapatakan gelar PhD sekalipun tidak dapat mengubah orientasi membaca menjadi
orientasi menulis, karena kebanyakan dari mereka merekomendasikan buku import
yang ditulis bukan oleh orang Indonesia. Menurut pendapat saya, cara tersebut
sudah baik karena dengan begitu mereka akan berusha memahami arti kata itu
sendiri dan kemudian bias menuliskan pion – poin yang mereka mengerti. Selain
itu orientasi membaca juga diperlukan untuk orientasi menulisnya, karena
semakin banyak membaca semakin banyak pula pengetahuan kita untuk dituliskan.
CW
Watson menuliskan dalam The Jakarta Post 11 Februari 2012, “in British
universities the objective is to teach students mastery of the foreign language
so that they can speak, listen, and understand and read and read write
fluently, and where they are encouraged to read as much as possible.” Dari
kutipan tersebut saya berpendapat bahwa si penulis lebih mendukung untuk banyak
membaca disbandingkan dengan menulis. Hal tersebut sangat berlawanan dengan
kedua artikel sebelumnya. Pendapat saya mengenai hal tersebut, jika seseorang
banyak membaca akan memperkaya orang lain dengan ilmu yang diberikan.
Menulis
dan membaca keduanya sama – sama memiliki manfaat yang besar untuk memperluas
ilmu pengetahuan. Menulis dan membaca merupakan salah satu kebutuhan pokok dari
suatu masyarakat modern. Maksudnya berari masyarakat pun tidak akan berkembang
tanpa ilmu pengetahuan. Tak mungkin suatu masyarakat berkembang tanpa bacaan.
Dan tak mungkin bahan bacaan akan ada tanpa sebuah tulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic