We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 13 Februari 2014

WE ARE NOT CRITICAL READERS AND WRITERS

APPETIZER ESSAY

Ilmu pengetahuan pun semakin berkembang, sumber ilmu pengetahuan pun harus terus diperbaharui. Ilmu pengetahuan tersebut dapat terealisasikan melalui sebuah karya tulis.  Penulis merupakan faktor penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan.  Kemampuan menulis di Negara kita Indonesia masih sangatlah rendah.  Ketidakbiasaan bangsa Indonesia dalam hal menulis merupakan faktor yang memicu bangsa Indonesia merasa sulit untuk menulis.  Kemampuan pendidik dalam mencetak generasi Indonesia sebagai penulis pun patut dipertanyakan.  Agar generasi Indonesia mampu menjadi seorang penulis, tentu saja latar belakang pendidiknya pun harus seorang yang mahir dalam hal menulis.  Kemampuan menulis generasi Indonesia pun harus terus diasah.  Dengan latar belakang pendidik yang mahir dalam menulis, maka ia pun akan mampu untuk membimbing para siswanya agar memiliki kemampuan menulis yang baik.
Kemampuan bangsa Indonesia dalam hal menulis di tingkat perguruan tinggi pun menjadi  masalah yang cukup besar dalam dunia pendidikan.  Masalah ini pun memancing A. Chaedar Alwasilah sebagai seorang penulis menyuarakan opininya dalam salah satu surat kabar Pikiran Rakyat pada tanggal 29 Februari 2012.  Dalam surat kabar tersebut, Chaedar menuliskan bahwa menurut Dirjen pada saat ini jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia secara total masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia.  Untuk mengimbangi Malaysia, Indonesia harus bisa menerbitkan 10 kali lipat dari jumlah buku yang diterbitkan oleh Malaysia pertahunnya.  Ini merupakan salah satu bukti jika kemampuan menulis di Indonesia masih sangatlah rendah jika dibandingkan Negara tetangga.   Masalah ini merupakan masalah kita bersama selaku bangsa Indonesia. 
Kemampuan menulis peserta didik di Indonesia masih sangat minim.  Guru sebagai pencetak generasi bangsa, merupakan seseorang yang harus melakukan perubahan tersebut.  Kemampuan menulis seseorang, sangat bergantung kepada guru yang mengajarnya.  Seorang guru harus bisa membiasakan para siswanya tentang hal menulis, agar ketika siswa tersebut dituntut untuk bisa menulis mereka akan terbiasa dan tidak terlalu banyak mengalami kesulitan.  Ini menjadi keharusan bagi seorang guru untuk mengasah dan mengembangkan kemampuan menulis siswanya sejak dini.  Kemampuan menulis seseorang merupakan hasil dari kemampuan membaca seseorang tersebut.  
Sebelum menulis, tentunya ia harus memahami terlebih dahulu tentang teks bacaan yang ia baca.  Untuk menjadi seorang penulis yang handal, tentunya kita juga harus menjadi seorang pembaca yang kritis.  Sayangnya juga, bangsa Indonesia bukan termasuk dalam pembaca kritis.  Hal ini mengundang A. Chaedar  Alwasilah menuliskan opininya dalam sebuah surat kabar The Jakarta Post tanggal 14 Januari 2012.  Menurut survei Chaedar terhadap mahasiswa Bandung, kebanyakan mahasiswa cenderung sulit untuk memahami tentang teks yang mereka baca.  Mereka cenderung menyalahkan diri mereka sendiri, mereka mengira teks yang mereka baca tersebut terlalu tinggi bahasanya, kurangnya konsentrasi saat membaca, dan mengevaluasi diri mereka tidak dapat berinteraksi dengan teks. 
Salah satu faktor yang menyebabkan ketidak kritisan seorang pembaca adalah karena mereka tidak terbiasa membaca.  Seperti yang penelitian Karsen (1984) bahwasannya di perguruan tinggi AS menunjukan bahwa mereka yang mahir menulis adalah karena keterbiasaan mereka membaca disekolah sebelum masuk perguruan tinggi.  Keterbiasaan membaca sejak dini merupakan proses untuk menghasilkan para pembaca kritis.  Kesukaan mereka terhadap membaca karya-karya sastra dan buku-buku ilmu pengetahuan akan melatih mereka untuk berpikir dan memahami tentang apa yang sedang mereka baca.  Kehausan mereka tentang ilmu pengetahuan akan menjadikan mereka sebagai sosok yang serba ingin tahu dan berpikir untuk mencari bahan bacaan baru dan menganalisisnya.  Secara tidak langsung sifat menganalisis tersebut akan membiasakan mereka untuk berpikir kritis tentang suatu hal.  Kebiasaan membaca sejak dini merupakan proses untuk menghasilkan para pembaca kritis.

Kemampuan membaca seseorang akan menentukan kekuatan tulisannya.  Pengetahuan terakumulasi melalui membaca, sementara menulis adalah menempatkan pengetahuan ke dalm kertas.  Membaca dan menulis layaknya seperti dua sisi mata uang tak bisa dipisahkan.  Kemampuan membaca seseorang adalah akan berdampak pada kemampuan menulisnya.  Seorang pembaca kritis, tentunya bisa menjadi seorang penulis kritis pula.  Pemahamannya tentang sebuah teks, akan mengantarkan dia untuk menjadi seorang penulis, karena pembaca yang kritis akan mengolah pikirannya  untuk menciptakan suatu ilmu pengetahuan yang baru dan mampu menghasilkan sebuah karya tulis.
Bangsa Indonesia belum menjadi pembaca kritis, hal ini pun menarik C.W.Watson mengutarakan pendapatnya tentang tulisan A. Chaedar Alwasilah pada surat kabar yang sama The Jakarta Post, 11 February 2012.  Bukanlah pembaca kritis.  Hal ini menjadi salah satu hambatan siswa menghadapi kesulitan dalam membaca teks akademis , baik tertulis awalnya dalam bahasa Indonesia atau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau disajikan kepada mereka dalam bahasa Inggris.  Watson melihat, bahwa mahasiswa UPI tidak mampu mengidentifikasi tema utama potongan prosa Indonesia langsung dalam pemeriksaan pilihan ganda.  Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa mahasiswa di Indonesia belum mampu menganalisis teks yang menggunakan bahasa Indonesia sendiri.  Bagaimana mahasiswa tersebut mampu menganalisis teks yang berbahasa asing, jika teks yang berbahasa Indonesia sendiri mereka mengalami kesulitan ketika menganalisisnya.  Penyebabnya kesulitan ini, karena mereka tidak terbiasa membaca ketika berada di tingkat SMA.  Ketidakmampuan guru merupakan menjadikan siswa yang kritis dalam membaca dan menulis merupakan suatu hal yang harus segera dirubah agar siswa Indonesia pun bisa menjadi orang yang sukses dalam membaca dan menulis kritis.
Buku merupakan salah satu media yang amat penting dalam dunia pendidikan.  Salahnya, dosen yang mendapatkan PhD diluar negeri terlalu egois, mereka cenderung memilih buku dari luar negeri sebagai acuan bahan ajar.  Hal ini membuat mahasiswa tidak mengerti dan tidak memahami apa yang mereka baca.  Seharusnya mereka yang PhD tersebut mampu menghasilkan karya dengan menggunakan bahasa Indonesia, bukannya merekomendasikan buku dari luar negeri.  Dengan begitu mahasiswa Indonesia bisa mengerti dan memahami proses belajar dengan buku yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Dari ketiga teks tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca dan menulis mahasiswa Indonesia masih sangat rendah .  Ketidakmampuan bangsa Indonesia dalam hal membaca dan menulis diperguruan tinggi menjadi masalah yang cukup besar dalm dunia pendidikan.  Kemampuan menulis siswa sangat bergantung pada kemampuan gurunya.  Seorang guru harus tersebut harus mampu membimbing, mengembangkan, dan mengasah kemampuan menulis siswanya.  Tentu saja guru tersebut mempunyai tingkat kemampuan menulis yang handal.  Selain tingkat kemampuan menulis yang masih sangat rendah, kemampuan membaca siswa pun masih minim.  Siswa cenderung sulit memahami teks yang mereka baca.  Kesulitan siswa dalam hal membaca dan menulis, disebabkan ketidak terbiasaan  siswa membaca dan menulis ketika di tingkat SMA.  Kemampuan menulis siswa tergantung pada kemampuan membacanya.  Seorang pembaca kritis, tentunya akan bisa mengantarkan dia menjadi seorang penulis kritis.  Tentunya kita harus mampu memahami teks Indonesia terlebih dahulu, sebelum kita bisa memahami teks berbahasa asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic